ANGINA LUDWIG
DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING :
drg. EVA SUTYOWATI PERMATASARI, Sp.BM., MARS.
ReferensiartikelinidisusununtukmemenuhipersyaratanKepaniteraanKlinikIlmuPenyak
it Gigi danMulutFakultasKedokteranUniversitasSebelasMaret / RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.Referensiartikeldenganjudul:
Angina Ludwig
Oleh:
Mengetahuidanmenyetujui,
PembimbingReferensiArtikel
Angina Ludwig atau dikenal sebagai Angina Ludovici, pertama kali dijelaskan
oleh Wilheim Frederickvon Ludwig pada tahun 1836 sebagai suatu selulitis atau
infeksi jaringan ikat leher dan dasar mulut yang cepat menyebar. Ia mengamati bahwa
kondisi ini akan memburuk secara progesif bahkan dapat berakhir pada kematian
dalam waktu 10 – 12 hari.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Angina Ludwig didefinisikan sebagai selulitis yang menyebar dengan
cepat, potensial menyebabkan kematian, yang mengenai ruang sublingual dan
submandibular. Umumnya, infeksi dimulai dengan selulitis, kemudian
berkembang menjadi fasciitis, dan akhirnya berkembang menjadi abses yang
menyebabkan indurasi suprahioid, pembengkakan pada dasar mulut, dan
elevasi serta perubahan letak lidah ke posterior12 .
Wilhelm Fredrick von Ludwig pertama kali mendeskripsikan angina
Ludwig ini pada tahun 1836 sebagai gangrenous cellulitis yang progresif yang
berasal dari region kelenjar submandibula12 .
2.2. Anatomi
Pengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan
fascia penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi.Ruang yang
dibentuk oleh berbagai fascia pada leher ini merupakan area yang berpotensi
untuk terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau
abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui saluran limfe.4
Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid)
dan m. mylohyoid.Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini
menjadi dua yaitu ruang sublingual di superior dan ruang submaksilar di
inferior.Adapula yang membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang
sublingual, ruang submental dan ruang submaksillar.2
2.3. Etiologi
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh
odontogen baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral
hygiene yang kurang.11 Selain itu, 95% kasus angina Ludwig melibatkan
ruang submandibular bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan
komplikasi paling berbahaya yang seringkali merenggut nyawa.Rute infeksi
pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar ketiga rahang bawah
atau dari perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar
ketiga yang erupsi sebagian. Hal ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan
konsultasi gigi untuk molar bawah ketiga pada tanda pertama sakit,
perdarahan dari gusi, kepekaan terhadap panas/dingin atau adanya bengkak di
sudut rahang.3
Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi
penyebab odontogenik dari angina Ludwig. Gigi-gigi ini mempunyai akar
yang terletak pada tingkat m. myohyloid, dan abses seperti perimandibular
abses akan menyebar ke ruang submandibular. Di samping itu, perawatan gigi
terakhir juga dapat menyebabkan angina Ludwig, antara lain: penyebaran
organisme dari gangren pulpa ke jaringan periapikal saat dilakukan terapi
endodontik, serta inokulasi Streptococcus yang berasal dari mulut dan
tenggorokan ke lidah dan jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen
saat perawatan gigi.9
Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain sialadenitis
kelenjar submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat
keganasan mulut, abses peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus,
epiglotitis, injeksi obat intravena melalui leher, trauma oleh karena
bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi
saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar mulut.9
Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina
Ludwig melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus
aureus.Bakteri anaerob yang diisolasi seringkali berupa bacteroides,
peptostreptococci, dan peptococci.9
Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium
nucleatum, Aerobacter aeruginosa, spirochetes, Veillonella, Candida,
Eubacteria, dan spesies Clostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi
antara lain spesies Neisseria, Escherichia coli, spesies Pseudomonas,
Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella.9
2.4. Patogenesis
Infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies profunda yang tidak
terawat dan deepperiodontal pocket, merupakan jalan bagi bakteri untuk
mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka
infeksi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang
ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak.
Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh. 4
Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat
(perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe
(limfogen). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara
perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang
berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.11
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal,
abses submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial dan
abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahangbawah dapat membentuk abses
sublingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter dan
angina Ludwig. 11
Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea
mylohyoidea (tempat melekatnya m.mylohyoideus) dalam ruang
submandibula, menyebabkan infeksi yang terjadi pada gigi tersebut dapat
membentuk abses dan pusnya menyebar ke ruang submandibular, bahkan
meluas hingga ruang parafaringeal. Abses pada akar gigi yang menyebar ke
ruang submandibula akan menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi,
nyeri terjadi jika terjadi ketegangan antara tulang.11
7 8
Gambar 7. Pembengkakkan berat dari submandibula bilateral dan regio cervikal anterior pada
anak usia 4 bulan dengan angina Ludwig.
Gambar 8. Edema dan indurasi dari dasar mulut mengakibatkan peninggian lidah pada anak
usia 5 tahun dengan angina Ludwig.
2.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang
terinfeksi.Dagu terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita
mungkin akan mengalami kesulitan membuka mulut, berbicara, dan
menelan, yang mengakibatkan keluarnya air liur terus-menerus serta
kesulitan bernapas. Penderita juga dilaporkan mengalami kesulitan makan
dan minum. Dapat dijumpai demam dan rasa menggigil.7
b. Pemeriksaan fisik
Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi
menyebar ke belakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan
menyebabkan lidah terdorong ke atas-belakang sehingga menyumbat jalan
napas. Jika laring ikut membengkak, saat bernapas akan terdengar suara
tinggi (stridor). Biasanya penderita akanmengalami dehidrasi akibat
kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang dimakan. Demam
tinggi mungkin ditemui, yang menindikasikan adanya infeksi sistemik.7
c. Pemeriksaan penunjang
Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan
anamnesa dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan
diagnosis.5
Laboratorium:
Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya
infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk
dilakukan tindakan insisi drainase.5
Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang
menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemilihan
antibiotik dalam terapi.5
Pencitraan:
RÖ: walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam
mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat
menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada
dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-
paru. Foto panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal
infeksi atau abses, serta struktur tulang rahang yang terinfeksi.5
USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis
dari abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat
non-invasif dan non-radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi
jarum untuk menentukan letak abses.5
CT-scan: CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat
memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-
scan dapat mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta
derajat obstruksi jalan napas sehingga dapat sangat membantu dalam
memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan buatan.5
MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak
dibandingkan dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan
dalam lebih panjangnya waktu yang diperlukan untuk pencitraan
sehingga sangat berbahaya bagi pasien yang mengalami kesulitan
bernapas.5
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu:7
pertama dan paling utama, menjaga patensi jalan napas.
kedua, terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan
membatasi penyebaran infeksi.
ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.
Trakeostomi awalnya dilakukan pada kebanyakan pasien, namun
dengan adanya teknik intubasi serta penempatan fiber-optic Endotracheal
Tube yang lebih baik, maka kebutuhan akan trakeostomi berkurang. Intubasi
dilakukan melalui hidung dengan menggunakan teleskop yang fleksibel saat
pasien masih sadar dan dalam posisi tegak. Jika tidak memungkinkan, dapat
dilakukan krikotiroidotomi atau trakheotomi dengan anestesi lokal.5
Pemberian dexamethasone IV selama 48 jam, di samping terapi
antibiotik dan operasi dekompresi, dilaporkan dapat membantu proses intubasi
dalam kondisi yang lebih terkontrol, menghindari kebutuhan akan
trakheotomi/krikotiroidotomi, serta mengurangi waktu pemulihan di rumah
sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu diikuti dengan pemberian dosis 4 mg
tiap 6 jam selama 48 jam.5
Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera
diberikan.Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV
terbagi setiap 4 jam) merupakan lini pertama pengobatan angina
Ludwig.Namun, dengan meningkatnya prevalensi produksi beta-laktamase
terutama pada Bacteroides sp, penambahan metronidazole, clindamycin,
cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoxicillin-clavulanate harus
dipertimbangkan. Kultur darah dapat membantu mengoptimalkan regimen
terapi.5
2.11. Prognosis
Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan
napas untuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta
pengurangan radang. Sekitar 45% – 65% penderita memerlukan insisi dan
drainase pada area yang terinfeksi, disertai dengan pemberian antibiotik untuk
memperoleh hasil pengobatan yang lengkap. Selain itu, 35% dari individu
yang terinfeksi memerlukan intubasi dan trakeostomi.7
Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan
jiwa.4Kematian pada era preantibiotik adalah sekitar 50%.Namun dengan
diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian
antibiotik intravena yang adekuat serta penanganan dalam ICU, penyakit ini
dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi. Begitu pula angka mortalitas
dapat menurun hingga kurang dari 5%.11
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Murphy SC. The Person Behind the Eponym: Wilhelm Frederick von Ludwig.
Journal of Oral Pathology & Medicine. August 9 1996.
2. Fachruddin D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala, dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
3. Anonymous. Ludwig's Angina. 2010. available at:
http://en.wikipedia.org/wiki/Ludwig%27s_angina.
4. Hartmann RW. Ludwig's Angina in Children. Journal of American Family
Physician. July 1999;Vol. 60.
5.. Winters S. A Review of Ludwig's Angina for Nurse Practitioners. Journal of
the American Academy of Nurse Practitioners. December 2003;Vol. 15(Issue
12).
6. Arfani A. Dentist: Phlegmon. available at:
http://asnuldentist.blogspot.com/2010/08/phlegmon.
7. Anonymous. Ludwig's Angina. available at:
http://www.mdguidelines.com/ludwigs-angina.
8. Bailey B. Odontogenic Infection. Head and Neck Surgery. 4th ed.
Pennsylvanya: Elsener Mosby; 2005.
9. Topazian R. Oral and Maxillofacial Infection. 4th ed. St. Louis: W.B.
Saunders; 2002.
10. Damayanti. Kumpulan Kuliah Stomatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara.
11. Raharjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Dexa Media. Januari-
Maret 2008;Vol.21.
12. Burton M. Neck Swelling, Hall and Colman’s Disease of the Ear,Nose, and
Throat.Churchill livingstone: Edinburgh; 2000. P 140.