Anda di halaman 1dari 20

REFERENSI ARTIKEL

ANGINA LUDWIG

DISUSUN OLEH:

TARANIDA HANIFAH G 99162028


STEFANUS ERDANA PUTRA G99162037
VIDYA ISMIAULIA G 99171045

PEMBIMBING :
drg. EVA SUTYOWATI PERMATASARI, Sp.BM., MARS.

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

ReferensiartikelinidisusununtukmemenuhipersyaratanKepaniteraanKlinikIlmuPenyak
it Gigi danMulutFakultasKedokteranUniversitasSebelasMaret / RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.Referensiartikeldenganjudul:

Angina Ludwig

Hari, tanggal :Rabu, 7 Maret 2018

Oleh:

Taranida Hanifah G 99162028


StefanusErdana Putra G 99162037
Vidya Ismiaulia G 99171045

Mengetahuidanmenyetujui,
PembimbingReferensiArtikel

drg. Eva SutyowatiPermatasari, Sp.BM., MARS.


SIP : 33724.57126/DGS/01/449.1/0464/11/2016
BAB 1
PENDAHULUAN

Ruang submandibular dan sublingual, meskipun berbeda secara anatomis,


harus dianggap sebagai suatu unit karena kedekatan dan keterlibatan ganda infeksi
yang sering odontogenik. Ruang ini terletak di antara superior mukosa mulut dan otot
mylohiod inferior. Infeksi gigi molar dan premolar pertama sering mengalir ke ruang
ini karena Apeks akarnya berada di superior otot mylohiod.

Angina Ludwig adalah sebuah peradangan akut, selulitis dari ruang


submandibula dan sublingual bilateral dan ruang submental.Sebuah sensasi tersedak
dan sesak napas (angina) sering dikombinasikan dengan nama penulis (Wilhelm
Friedrich von Ludwig) yang sepenuhnya menggambarkan kondisi yang berpotensi
fatal pada tahun 1836.1

Angina Ludwig atau dikenal sebagai Angina Ludovici, pertama kali dijelaskan
oleh Wilheim Frederickvon Ludwig pada tahun 1836 sebagai suatu selulitis atau
infeksi jaringan ikat leher dan dasar mulut yang cepat menyebar. Ia mengamati bahwa
kondisi ini akan memburuk secara progesif bahkan dapat berakhir pada kematian
dalam waktu 10 – 12 hari.2

Walaupun biasanya penyebaran yang luas terjadi pada pasien


imunokompromise, angina Ludwig juga bisa berkembang pada orang yang sehat.3
Faktor predisposisinya berupa karies dentis, perawatan gigi terakhir, sickle cell
anemia, trauma, dan tindikan pada frenulum lidah.4 Selain itu penyakit sistemik
seperti diabetes melitus, neutropenia, aplastik anemia, glomerulositis,
dermatomiositis dan lupus eritematosus dapat mempengaruhi terjadinya angina
Ludwig.5 Penderita terbanyak berkisar antara umur 20-60 tahun, walaupun pernah
dilaporkan terjadi pada usia 12 hari –84 tahun. Kasus ini dominan terjadi pada laki-
laki (3:1 sampai 4:1).4 Angka kematian akibat angina Ludwig sebelum dikenalnya
antibiotik mencapai angka 50% dari seluruh kasus yang dilaporkan, sejalan dengan
perkembangan antibiotika, perawatan bedah yang baik, serta tindakan yang cepat dan
tepat, maka saat ini angka kematiannya hanya 8%.6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Angina Ludwig didefinisikan sebagai selulitis yang menyebar dengan
cepat, potensial menyebabkan kematian, yang mengenai ruang sublingual dan
submandibular. Umumnya, infeksi dimulai dengan selulitis, kemudian
berkembang menjadi fasciitis, dan akhirnya berkembang menjadi abses yang
menyebabkan indurasi suprahioid, pembengkakan pada dasar mulut, dan
elevasi serta perubahan letak lidah ke posterior12 .
Wilhelm Fredrick von Ludwig pertama kali mendeskripsikan angina
Ludwig ini pada tahun 1836 sebagai gangrenous cellulitis yang progresif yang
berasal dari region kelenjar submandibula12 .

2.2. Anatomi
Pengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan
fascia penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi.Ruang yang
dibentuk oleh berbagai fascia pada leher ini merupakan area yang berpotensi
untuk terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau
abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui saluran limfe.4
Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid)
dan m. mylohyoid.Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini
menjadi dua yaitu ruang sublingual di superior dan ruang submaksilar di
inferior.Adapula yang membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang
sublingual, ruang submental dan ruang submaksillar.2

Gambar 1. Ruang sublingual di bagian superior dari m. mylohyoid. Ruang


submandibular di inferior dari m. mylohyoid.

Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian


superiornya oleh m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh
m. styloglossus dan di bagian lateralnya oleh corpus mandibula. Batas
lateralnya berupa kulit, fascia superfisial danm. platysma superficialis pada
fascia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya dibentuk oleh m.
digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas
dengan ruang submental, dan di bagian posteriornya terhubung dengan ruang
pharyngeal.

Gambar 2.Ruang submaksilar dibatasi oleh m. mylohyoid, m. hyoglossus, dan m.


styloglossus.

Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus


Wharton, n. lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan
lemak.8
Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang
terletak di garis tengah bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya
dibatasi oleh bagian anterior dari m. digastricus. Dasar ruangan ini adalah m.
mylohyoid sedangkan atapnya adalah kulit, fascia superfisial, dan m. platysma.
Ruang submental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan lemak
fibrous. 8

Gambar 3.Segitiga ruang submental.


Infeksi pada ruang submandibular ini menyebar hingga bagian
superior dan posterior, mengakibatkan peninggian dasar mulut dan lidah.Os
hyoid membatasi penyebaran ke inferior, sedangkan pembengkakkan dapat
menyebar hingga bagian anterior leher, menyebabkan distorsi dan gambaran
bull neck.4

2.3. Etiologi
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh
odontogen baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral
hygiene yang kurang.11 Selain itu, 95% kasus angina Ludwig melibatkan
ruang submandibular bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan
komplikasi paling berbahaya yang seringkali merenggut nyawa.Rute infeksi
pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar ketiga rahang bawah
atau dari perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar
ketiga yang erupsi sebagian. Hal ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan
konsultasi gigi untuk molar bawah ketiga pada tanda pertama sakit,
perdarahan dari gusi, kepekaan terhadap panas/dingin atau adanya bengkak di
sudut rahang.3
Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi
penyebab odontogenik dari angina Ludwig. Gigi-gigi ini mempunyai akar
yang terletak pada tingkat m. myohyloid, dan abses seperti perimandibular
abses akan menyebar ke ruang submandibular. Di samping itu, perawatan gigi
terakhir juga dapat menyebabkan angina Ludwig, antara lain: penyebaran
organisme dari gangren pulpa ke jaringan periapikal saat dilakukan terapi
endodontik, serta inokulasi Streptococcus yang berasal dari mulut dan
tenggorokan ke lidah dan jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen
saat perawatan gigi.9
Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain sialadenitis
kelenjar submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat
keganasan mulut, abses peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus,
epiglotitis, injeksi obat intravena melalui leher, trauma oleh karena
bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi
saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar mulut.9
Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina
Ludwig melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus
aureus.Bakteri anaerob yang diisolasi seringkali berupa bacteroides,
peptostreptococci, dan peptococci.9
Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium
nucleatum, Aerobacter aeruginosa, spirochetes, Veillonella, Candida,
Eubacteria, dan spesies Clostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi
antara lain spesies Neisseria, Escherichia coli, spesies Pseudomonas,
Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella.9

2.4. Patogenesis
Infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies profunda yang tidak
terawat dan deepperiodontal pocket, merupakan jalan bagi bakteri untuk
mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka
infeksi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang
ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak.
Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh. 4
Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat
(perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe
(limfogen). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara
perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang
berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.11
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal,
abses submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial dan
abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahangbawah dapat membentuk abses
sublingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter dan
angina Ludwig. 11
Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea
mylohyoidea (tempat melekatnya m.mylohyoideus) dalam ruang
submandibula, menyebabkan infeksi yang terjadi pada gigi tersebut dapat
membentuk abses dan pusnya menyebar ke ruang submandibular, bahkan
meluas hingga ruang parafaringeal. Abses pada akar gigi yang menyebar ke
ruang submandibula akan menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi,
nyeri terjadi jika terjadi ketegangan antara tulang.11

Gambar 4. Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m. mylohyoideus.

Gambar 5.Ruang submandibular terletak antara m. mylohyoid, fascia dan kulit.Ruang


submandibular terinfeksilangsung oleh molar kedua dan ketiga.
Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan
yang keras dari fascia cervikal profunda dengan m.digastricus anterior dan os
hyoid. Edema dagu dapat terbentuk dengan jelas.11
Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu
sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilaris Whartoni
dan mengikutistruktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga
meluas ke bawah sepanjang m. hyoglossus menuju ruang-ruang fascia leher.12
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah di
bagian superior dan posterior sehingga mendorong supraglotic larynx dan
lidah ke belakang, akhirnya mempersempit saluran dan menghambat jalan
nafas.11
Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di
bagian inferior yaitu m. mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di
bagian superior dan posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah.4
Os hyoid membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior sehingga
pembengkakan menyebar ke daerah depan leher yang menyebabkan
perubahan bentuk dan gambaran “bull neck”.4

Gambar 6. Proses penyebaran ke bagian superior dan posterior yang mendorong


lantai dasar mulut dan lidah. Pada penyebaran secara anterior, batas os hyoid meluas
ke arah inferior dan menyebabkan gambaran “bull neck”.
2.5. Manifestasi Klinis

Pasien dengan Angina Ludwig biasanya memiliki riwayat ekstraksi gigi


sebelumnya atau hygiene oral yang buruk dan nyeri pada gigi. Gejala klinis yang
ditemukan konsisten dengan sepsis yaitu demam, takipnea, dan takikardi. Pasien bisa
gelisah, agitasi, dan konfusi. Gejala lainnya yaitu adanya pembengkakan yang nyeri
pada dasar mulut dan bagian anterior leher, demam, disfagia, odinofagia, drooling,
trismus, nyeri pada gigi, dan fetid breath. Suara serak, stridor, distress pernafasan,
penurunan air movement, sianosis, dan “sniffing” position12
Pasien dapat mengalami disfonia yang disebabkan oleh edema pada struktur
vokalis.bau mulut, air liur berlebihan,disfagia, odynophagia dan susah bernapas
Gejala klinis ini harus diwaspadai oleh klinisi akan adanya gangguan berat pada jalan
nafas12
Stridor, kesulitan mengeluarkan secret,kecemasan, sianosis, dan posisi duduk
merupakan tanda akhir dari adanya obstruksi jalan nafas yang lama dan merupakan
indikasi untuk dipasang alat bantu pernafasan.12

7 8
Gambar 7. Pembengkakkan berat dari submandibula bilateral dan regio cervikal anterior pada
anak usia 4 bulan dengan angina Ludwig.
Gambar 8. Edema dan indurasi dari dasar mulut mengakibatkan peninggian lidah pada anak
usia 5 tahun dengan angina Ludwig.

Gambar 9 Foto pasien Angina Ludwig.

2.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang
terinfeksi.Dagu terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita
mungkin akan mengalami kesulitan membuka mulut, berbicara, dan
menelan, yang mengakibatkan keluarnya air liur terus-menerus serta
kesulitan bernapas. Penderita juga dilaporkan mengalami kesulitan makan
dan minum. Dapat dijumpai demam dan rasa menggigil.7
b. Pemeriksaan fisik
Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi
menyebar ke belakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan
menyebabkan lidah terdorong ke atas-belakang sehingga menyumbat jalan
napas. Jika laring ikut membengkak, saat bernapas akan terdengar suara
tinggi (stridor). Biasanya penderita akanmengalami dehidrasi akibat
kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang dimakan. Demam
tinggi mungkin ditemui, yang menindikasikan adanya infeksi sistemik.7
c. Pemeriksaan penunjang
Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan
anamnesa dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan
diagnosis.5
Laboratorium:
 Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya
infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk
dilakukan tindakan insisi drainase.5
 Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang
menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemilihan
antibiotik dalam terapi.5
Pencitraan:
 RÖ: walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam
mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat
menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada
dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-
paru. Foto panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal
infeksi atau abses, serta struktur tulang rahang yang terinfeksi.5
 USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis
dari abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat
non-invasif dan non-radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi
jarum untuk menentukan letak abses.5
 CT-scan: CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat
memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-
scan dapat mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta
derajat obstruksi jalan napas sehingga dapat sangat membantu dalam
memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan buatan.5
 MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak
dibandingkan dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan
dalam lebih panjangnya waktu yang diperlukan untuk pencitraan
sehingga sangat berbahaya bagi pasien yang mengalami kesulitan
bernapas.5

2.7. Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari angina Ludwig yaitu edema angioneurotik, karsinoma
lingual, hematoma sublingual, abses kelenjar saliva, limfadenitis, selulitis, dan
abses peritonsil2.

2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu:7
 pertama dan paling utama, menjaga patensi jalan napas.
 kedua, terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan
membatasi penyebaran infeksi.
 ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.
Trakeostomi awalnya dilakukan pada kebanyakan pasien, namun
dengan adanya teknik intubasi serta penempatan fiber-optic Endotracheal
Tube yang lebih baik, maka kebutuhan akan trakeostomi berkurang. Intubasi
dilakukan melalui hidung dengan menggunakan teleskop yang fleksibel saat
pasien masih sadar dan dalam posisi tegak. Jika tidak memungkinkan, dapat
dilakukan krikotiroidotomi atau trakheotomi dengan anestesi lokal.5
Pemberian dexamethasone IV selama 48 jam, di samping terapi
antibiotik dan operasi dekompresi, dilaporkan dapat membantu proses intubasi
dalam kondisi yang lebih terkontrol, menghindari kebutuhan akan
trakheotomi/krikotiroidotomi, serta mengurangi waktu pemulihan di rumah
sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu diikuti dengan pemberian dosis 4 mg
tiap 6 jam selama 48 jam.5
Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera
diberikan.Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV
terbagi setiap 4 jam) merupakan lini pertama pengobatan angina
Ludwig.Namun, dengan meningkatnya prevalensi produksi beta-laktamase
terutama pada Bacteroides sp, penambahan metronidazole, clindamycin,
cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoxicillin-clavulanate harus
dipertimbangkan. Kultur darah dapat membantu mengoptimalkan regimen
terapi.5

Gambar 9.Algoritma diagnosis dan manajemen Angina Ludwig2


Selain itu, dilakukan pula eksplorasi dengan tujuan dekompresi
(mengurangi ketegangan) dan evaluasi pus, di mana pada umumnya angina
Ludwig jarang terdapat pus atau jaringan nekrosis.Eksplorasi lebih dalam
dapat dilakukan memakai cunam tumpul.Jika terbentuk nanah, dilakukan
insisi dan drainase.Insisi dilakukan di garis tengah secara horisontal setinggi
os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula).Insisi dilakukan di bawah dan paralel
dengan corpus mandibula melalui fascia dalam sampai kedalaman kelenjar
submaksila.Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas os hyoid sampai batas
bawah dagu.Jika gigi yang terinfeksi merupakan fokal infeksi dari penyakit
ini, maka gigi tersebut harus diekstraksi untuk mencegah kekambuhan. Pasien
di rawat inap sampai infeksi reda.11

Gambar 10.Kondisi pasien post-trakeostomi namun masih membutuhkan drainase


abses. Tampak depan dan samping menunjukkan pembengkakkan submandibular dan
sublingual.
Gambar 11. Kondisi pasien 3 hari post-operasi, memperlihatkan drainase
submandibula bilateral danoccluded tracheostomy tube.
2.9. Komplikasi
Komplikasi yang paling serius dari angina Ludwig yaitu asfiksia yang
disebabkan oleh edema pada soft-tissue leher3. Pada infeksi lanjut, dapat
terjadi thrombosis sinus kavernosus dan abses serebri. Komplikasi lainnya
yang telah dilaporkan yaitu infeksi dinding karotis dan rupture arteri,
tromboflebitis supuratif dari vena jugularis, mediastinitis, empiema, efusi
perikard atau efusi pleura, osteomielitis mandibula, abses subfrenikus, dan
aspirasi pneumonia2.
2.10. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter secara
rutin dan teratur. Penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat
mencegah kondisi yang akan meningkatkan terjadinya angina Ludwig.11

2.11. Prognosis
Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan
napas untuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta
pengurangan radang. Sekitar 45% – 65% penderita memerlukan insisi dan
drainase pada area yang terinfeksi, disertai dengan pemberian antibiotik untuk
memperoleh hasil pengobatan yang lengkap. Selain itu, 35% dari individu
yang terinfeksi memerlukan intubasi dan trakeostomi.7
Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan
jiwa.4Kematian pada era preantibiotik adalah sekitar 50%.Namun dengan
diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian
antibiotik intravena yang adekuat serta penanganan dalam ICU, penyakit ini
dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi. Begitu pula angka mortalitas
dapat menurun hingga kurang dari 5%.11

BAB III
KESIMPULAN

Angina Ludwig ialah infeksi ruang submandibular berupa selulitis atau


flegmon yang progresif.3 Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari
infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang
submandibularis (sublingualis dan submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral).7
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen baik
melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang
kurang.11Rute infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar kedua
atau ketiga rahang bawah, dapat pula dari perikoronitis. 5Organisme yang paling
banyak ditemukan pada penderita melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan
Staphylococcus aureus.9
Manifestasi klinis dari angina Ludwig meliputi pembengkakan, nyeri dan
terdorongnya lidah ke atas; pembengkakan leher dan jaringan ruang submandibular
yang keras seperti papan; malaise; demam; disfagia. Tanda-tanda penting seperti
pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri dan adanya stridor inspirasi
mengindikasikan adanya obstruksi jalan napas.3
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu: pertama,
menjaga patensi jalan napas dengan intubasi nasal,trakeostomi, krikotiroidotomi atau
trakheotomi; kedua, terapi antibiotik IV secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati
dan membatasi penyebaran infeksi; ketiga, dekompresi ruang submandibular,
sublingual, dan submental dengan cara insisi atau drainase abses.7 Prognosis angina
Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas untuk mencegah asfiksia,
eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan radang.7

DAFTAR PUSTAKA

1. Murphy SC. The Person Behind the Eponym: Wilhelm Frederick von Ludwig.
Journal of Oral Pathology & Medicine. August 9 1996.
2. Fachruddin D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala, dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
3. Anonymous. Ludwig's Angina. 2010. available at:
http://en.wikipedia.org/wiki/Ludwig%27s_angina.
4. Hartmann RW. Ludwig's Angina in Children. Journal of American Family
Physician. July 1999;Vol. 60.
5.. Winters S. A Review of Ludwig's Angina for Nurse Practitioners. Journal of
the American Academy of Nurse Practitioners. December 2003;Vol. 15(Issue
12).
6. Arfani A. Dentist: Phlegmon. available at:
http://asnuldentist.blogspot.com/2010/08/phlegmon.
7. Anonymous. Ludwig's Angina. available at:
http://www.mdguidelines.com/ludwigs-angina.
8. Bailey B. Odontogenic Infection. Head and Neck Surgery. 4th ed.
Pennsylvanya: Elsener Mosby; 2005.
9. Topazian R. Oral and Maxillofacial Infection. 4th ed. St. Louis: W.B.
Saunders; 2002.
10. Damayanti. Kumpulan Kuliah Stomatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara.
11. Raharjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Dexa Media. Januari-
Maret 2008;Vol.21.

12. Burton M. Neck Swelling, Hall and Colman’s Disease of the Ear,Nose, and
Throat.Churchill livingstone: Edinburgh; 2000. P 140.

Anda mungkin juga menyukai