Chapter II Pneumonia PDF
Chapter II Pneumonia PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma,
jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. Penyakit ini dapat terjadi pada
semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang tua
2.1.2 Etiologi
bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Tabel 2.1 memuat daftar mikroorganisme dan
berbagai cara:
seperti partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru.
Beberapa bentuk mekanisme ini antara lain bentuk anatomis saluran napas,
reflex batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis yang dilakukan oleh
alveoli. Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat
infeksius dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, sehingga pada orang sehat
tidak akan terjadi infeksi serius.. Infeksi saluran napas berulang terjadi akibat
berbagai komponen sistem pertahanan paru yang tidak bekerja dengan baik.
cukup, kuman ini kemudian masuk ke saluran napas bawah dan paru, dan
permukaan mukosa saluran anaps akan ikut dengan sekresi saluran napas dan
mikroorganisme dari saluran napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit,
2.1.5 Epidemiologi
Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di rawat
dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada
pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada pasien yang
dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU (Jeremy, 2007). Di United
States, insidensi untuk penyakit ini mencapai 12 kasus tiap 1.000 orang dewasa.
Kematian untuk pasien rawat jalan kurang dari 1%, tetapi kematian pada pasien
yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar 14% (Alberta Medical
sendiri, insidensi penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35% dengan kematian
luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah
dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit
terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini
setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa
didapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan
steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan
antara lain usia > 65 tahun; dan usia < 5 tahun, penyakit kronik (misalnya ginjal,
2.1.8 Anamnesis
Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien pneumonia adalah sesak
napas, peningkatan suhu tubuh, dan batuk. Pada pasien dengan pneumonia,
keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum
obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk yang
lemas, dan kepala nyeri (Supandi, 1992; Jeremy, 2007; Alberta Medical
Assosiation, 2011).
2.1.9 Diagnosis
diagnosis, diamping untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat
(Supandi, 1992).
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40oC, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga
Pada pasien muda atau tua dan pneumonia atipikal (misalnya Mycoplasma),
2007).
Pada pemeriksaan laboratorium tes darah rutin terdapat peningkatan sel darah
putih (White blood Cells, WBC) biasanya didapatkan jumlah WBC 15.000-
40.000/mm3, jika disebabkan oleh virus atau mikoplasme jumlah WBC dapat
normal atau menurun (Supandi, 1992; Jeremy, 2007). Dalam keadaan leukopenia
laju endap darah (LED) biasanya meningkat hingga 100/mm3, dan protein reaktif
(Jeremy, 2007). Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak
2.1.10 Penatalaksanaan
tidak tersedia selama 12-72 jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan
(SaO 2 < 90%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
2.2 Antibiotika
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
(Setiabudy, 2007).
dilakukan pembiakan kuman penyebab infeksi, yang diikuti dengan uji kepekaan.
penyakit infeksi yang berat, terapi dengan antibiotika dapat dimulai dengan
terapi penyakit infeksi. Bila dapat diperkirakan kuman penyebab dan pola
kepekaannya, dapat dipilih antibiotika yang tepat. Bila dari hasil uji kepekaan
ternyata pilihan antibiotika semula tadi tepat serta gejala klinik jelas membaik
dapat dilanjutkan terus dengan menggunakan antibiotika tersebut. Dalam hal hasil
uji sensitivitas menunjukkan ada antibiotika yang lebih efektif, sedangkan dengan
diganti dengan yang lebih tepat, sesuai dengan hasil uji sensitivitas (Setiabudy,
2007).
yang paling mungkin serta antibiotika terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih
antibiotika yang didasarkan pada luas spektrum kerjanya, tidak dibenarkan karena
Tabel 2.2 Daftar nama kuman penyebab pneumonia dan terapi empiris antibiotika
yang digunakan
Antibiotika Pilihan
Yang
Agen Penyebab Tanggapan
Digunakan Antibiotika
Lain
Legionella Eritromisin Klaritromisin
dengan atau atau azitromisin,
tanpa
rifampin rifampin,
siprofloksasin doksisiklin
dengan
rifampin,
ofloksasin
Mycoplasma Doksisiklin, Klaritromisin Selama
pneumoniae eritromisin atau azitromisin, 1-2 minggu
rifampin,
siprofloksasin
atau ofloksasin
Chlamydia Doksisiklin, Klaritromisin Selama
pneumoniae eritromisin atau azitromisin, 1-2 minggu
Siprofloksasin
atau ofloksasin
Chlamydia Doksisiklin Eritromisin,
psittaci kloramfenikol
Antibiotika ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok penisilin dan
sefalosporin.
A. Kelompok Penisilin
bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesis dnding sel. Efek
samping yang terpenting adalah reaksi yang dapat menimbulkan urtikaria, dan
(khususnya cocci) dan hanya beberapa kuman negatif. Penisilin G tidak tahan-
asam, maka hanya digunakan sebagai injeksi i.m atau infus intravena. Ikatan
dengan protein plasma lebih kurang 60%; plasma t½ nya sangat singkat, hanya
besar melalui transport aktif tubuler dari ginjal dan dalam keadaan utuh.
2007).
memiliki spektrum kerja yang dapat disamakan dengan pen-G, tetapi terhadap
kuman negatif (antara lain suku Nesseira dan bacilli H. influenzae) 5-10 kali
dengan protein plasma lebih kurang 80%, plasma t½ 30-60 menit. Sebagian
besar zat dirombak di dalam hati, dan rata-rata 30% dieksresikan lewat kemih
dalam keadaan utuh. Dosis oral 3-6 dd 25-500 mg 1 jam sebelum makan, atau
3. Ampisilin: penisilin broad spectrum ini tahan asam dan lebih luas spektrum
kerjanya yang meliputi banyak kuman gram-negatif yang hanya peka bagi
Resorpsinya dari usus 30-40% (dihambat oleh makanan), plasma t½ nya 1-2
jam. Ikatan dengan protein plasmanya jauh lebih ringan daripada penisilin G
keadaan utuh aktif dan sisanya sebagai metabolit. Efek samping berkaitan
dengan gangguan lambung-usus dan alergi. Dosis untuk oral 4 dd sehari 0,5-1
Resorpsinya lebih lengkap (80%) dan pesat dengan kadar darah dua kali lipat.
Ikatan dengan protein plasma dan t½ nya lebih kurang sama, namun difusinya
ke jaringan dan cairan tubuh lebih baik. Kombinasi dengan asam klavulanat
umum adalah gangguan lambung-usus dan radang kulit lebih jarang terjadi.
juga diberikan secara i.m/i.v (Istiantoro, 2007; Tjay, 2007; Elin, 2008).
beberapa kuman gram negatif, termasuk Proteus spp dan Bacteroides fragilis
(Tjay, 2007).
B. Kelompok Sefalosporin
khasiat, dan sifat yang banyak mirip penisilin, tetapi dengan keuntungan-
keuntungan antara lain spektrum antibakterinya lebih luas tetapi tidak mencakup
golongan. Sefaleksim, sefaklor, dan sefadroksil dapat diberikan per oral karena
pemberian sistemik kadar sefalosporin generasi ketiga dalam cairan mata relatif
tinggi, tapi tidak mencapai vitreus. Kadar dalam empedu umumnya tinggi
urin, kecuali sefoperazon yang sebagian besar dieskresi melalui empedu. Oleh
karena itu dosisnya harus disesuaikan pada pasien gangguan fungsi ginjal (Elin,
2008).
Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi. Reaksi
anafiilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang
biasanya terjadi pada pasien dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi
sefadroksil. Terutama aktif terhadap kuman gram positif. Golongan ini efektif
terhaap sebagina besar S. aureus dan streptokokus termasuk Str. pyogenes, Str.
viridans, dan Str. pneumoniae. Bakteri gram positif yang juga sensitif adalah
sefradin, sefadroksil aktif pada pemberian per oral. Obat ini diindikasikan
untuk infeksi salura kemih yang tidak berespons terhadap obat lain atau yang
terjadi selama kehamilan, infeksi saluran napas, sinusitis, infeksi kulit dan
aktif terhadap bakteri gram positif, tetapi lebih aktif terhadap gram negatif,
yang lebih besar terhadap H. Influenzae dan N. Gonorrheae (Tjay, 2007; Elin,
2008).
gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tapi jauh lebih aktif
2008). Aktivitasnya terhadap gram negatif lebih kuat dan lebih luas lagi dan
cilastatin i.v. sebagai infus 250-1.000mg setiap 5 jam (Tjay, 2007). Efek
dilaporkan pada dosis sangat tinggi dan pada pasien gagal ginjal (Elin, 2008).
meningitis bakterial. Dosisnya untuk intravena atau infus 10-120 mg/kg dalam
dengan aktivitas cukup baik. Eksresinya berlangsung melalui empedu, tinja serta
diare, nyeri perut, nausea, dan kadang-kadang muntah, yang terutama terlihat pada
menyebabkan mual, muntah, dan diare. Dosis: oral 2-4 dd 250-500 mg pada
saat perut kosong selama maksimal 7 hari (Tjay, 2007; Elin, 2008).
lain resorpsinya dari usus lebih tinggi karena lebih tahan asam, begitu pula
menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses
Spektrum kerjanya luas yaitu aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.
oleh 5 dari enzim tersebut. Terutama diindikasikan untuk infeksi berat gram
dalam dosis terbagi tiap 8 jam (bila fungsi ginjal normal). Sebaiknya
diperlukan pada neonatus dan defisiensi imunologis (Tjay, 2007; Elin, 2008).
nya rata-rata 3 jam. Dalam hati 90% zat ini dirombak menjadi glukuronida
inaktif. Eksresinya melaui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih
kurang 10% secara utuh. Efek samping umum berupa gangguan lambung-usus,
neuropati optis dan perifer, radang lidah dan mukosa mulut. Tetapi yang sangat
sekali sebagai antibiotika terakhir pada infeksi parah jika antibiotika yang lain
tidak ampuh lagi. Obat ini juga digunakan bila terdapat alergi untuk
ginjal, terutama pada penggunaan lama dosis tinggi, juga neuropati perifer,
meningkatkan risiko nefro dan ototoksisitas. Dosis untuk infeksi parah i.v.
(infuse) 1 g dalam 200 ml larutan NaCl 0,9% (atau glukosa 5%) setiap 12 jam
yang resisten terhadap tetrasiklin atau penisilin. Resorpsinya dari usus hampir
jam), sekali sehari 100 mg setelah dimulai, dengan loading dose 200 mg.
keadaan berbaring atau dengan terlampau sedikit air( Tjay, 2007; Elin, 2008).
a. Dosis kurang
dosis yang diperlukan untuk pengobatan infeksi saluran napas bawah yang
Konsep lama yang menyatakan bahwa untuk setiap jenis infeksi perlu
masa terapi, yang sesuai dengan tercapai respon klinik yang memuaskan.
Demam tidak selalu disebabkan oleh kuman, virus, jamur, parasit, reaksi obat,
Suatu daftar antibiotika yang dinyatakan efektif dalam uji sensitivitas tidak
aktivitas klinik yang sama. Disini dokter harus dapat mengenali dan memilih
tertentu. Sebagai contoh obat terpilih untuk infeksi S. faecalis adalah ampisilin,
e. Faktor pasien
2007).
Drug related problems adalah sebuah kejadian atau problem yang melibatkan
pengalaman pasien atau diduga akibat terapi obat sehingga potensial mengganggu
DRP dapat diatasi atau dicegah ketika penyebab dari masalah tersebut
4. Pasien dalam kondisi pengobatan yang lebih baik diobati dengan non drug
therapy.
5. Pasien dengan multiple drugs untuk kondisi dimana hanya single drug
C. Salah Obat
2. Pasien alergi.
3. Pasien penerima obat yang paling tidak efektif untuk indikasi pengobatan.
2. Pasien menerima kombinasi produk yang tidak perlu dimana single drugs
diharapkan.
9. Pasien alergi
2. Ketersediaan dari obat dapat menyebabkan interaksi dengan obat lain atau
makanan pasien.
4. Efek dari obat diubah enzyme inhibitor atau induktor dari obat lain.
5. Efek dari obat diubah dengan pemindahan obat dari binding cite oleh obat
lain.
2. Konsentrasi obat dalam serum pasien diatas therapeutic range obat yang
diharapkan.
1. Pasien tidak menerima aturan pemakaian obat yang tepat (penulisan obat,
pemberian, pemakaian).
pengobatan.
mengerti.