Anda di halaman 1dari 38

DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ ........


KATA PENGANTAR ..................................................................................... ........i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ......iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 3
C. Batasan Masalah......................................................................................................... 3
D. Tujuan penelitian........................................................................................................ 3
1. Tujuan Umum ......................................................................................................... 3
2. Tujuan Khusus ........................................................................................................ 4
E. Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ........................................................ 5
A. Malaria .................................................................................................................... 5
1. Definisi dan Etiologi Penyakit Malaria ................................................................... 5
2. Siklus Hidup Plasmodium........................................................................................6

3. Patogenesis Malaria ............................................................................................ 8


4. Gejala Klinis Malaria .......................................................................................... 9
5. Diagnosis Malaria ............................................................................................. 10
B. Landasan Teori...................................................................................................... 17
BAB III
METODE PENELITIAN 20
A. Kerangka Teori ..................................................................................................... 20
B. Kerangka Konsep Penelitian ................................................................................. 21
C. Hipotesis ............................................................................................................... 21
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN ........................................................................................ 22
A. Desain Penelitian
1. Populasi Target ..................................................................................................... 22
1.2 Populasi Terjangkau ............................................................................................ 23

i
2. Sampel................................................................................................................... 23
F. Cara Pengumpulan Data ........................................................................................... 32
H. Rencana Analisa data ............................................................................................... 36

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Malaria merupakan masalah kesehatan dunia dengan 207 juta kasus dan

lebih dari 627.000 kematian setiap tahunnya, terutama pada anak dengan usia

di bawah 5 tahun di Sub-Sahara Afrika. World Health Organization (WHO)

juga mencatat 300-500 juta terinfeksi malaria setiap tahunnya.WHO

memperkirakan sekitar 34,8 juta kasus dan 45.600 kematian akibat malaria di

Asia dan dilaporkan lebih dari 85% kejadian malaria dan kematian terjadi di

India, Indonesia, Myanmar, dan Pakistan (WHO, 2011).

Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah

P.falciparum dan P.vivak. P.falciparum mengakibatkan kematian lebih dari

600.000 kasus pertahun (WHO, 2013). Komplikasi terberat dari infeksi

Plasmodium falciparum adalah malaria serebral dan merupakan penyebab

utama kematian pada manusia. Sedangkan P.malariae dapat ditemukan di

beberapa Provinsi antara lain Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

P.ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Pada

tahun 2010 di Pulau Kalimantan dilaporkan adanya P. knowlesi yang dapat

menginfeksi manusia dimana sebelumnya hanya menginfeksi hewan

primata/monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan sampai saat ini masih

terus diteliti. Kehadiran malaria baru di Asia Tenggara menambah tantangan

1
baru dalam eliminasi malaria (Hadidjaja P dan Margono S, 2011 ; Ditjen PP &

PL, 2011)

Menurut data dari pengelola program malaria Dinas Kesehatan

Tabalong, Kalimantan Selatan menyebutkan bahawa sejak januari sampai

maret 2014, penderita penyakit malaria mencapai 614 orang. Dimana dari

semua penderita tadi dapat di bagi menjadi dua wilayah, yakni wilayah Utara

Tabalong dan Selatan Tabalong. Wilayah Utara Tablong mencakup Kecamatan

Jaro, Haruai, Upau dan Muara Uya, dengan usia penderita 15-54 tahun. Dan

wilayah selatan terdiri dari Kecamatan Kelua dan Kota Tanjung.dengan

rentang usia sama.

Angka kesakitan dan kematian akibat malaria yang tinggi umumnya

terjadi karena keterlambatan diagnosis dan resistensi antimalaria.

Keterlambatan diagnosis sangat dipengaruhi oleh ketersediaan alat bantu

diagnostik yang tersedia di suatu daerah tertentu (Bendezu J, 2010).

Metode pemeriksaan malaria seperti pemeriksaan mengguanakan Rapid

Diagnostic Tes (RDT) merupakan salah satu metode yang sangat banyak di

gunakan, selain tidak perlu menunggu waktu yang lama, prosedur metode ini

juga sederhana serta mudah dalam menyimpulkan hasil pemeriksaan. (Tjitra,

1999; Jelinek, 1999; Basundari.S.U.,2002). Akan tetapi, metode ini tidak

sepenuhnya dapat menjadi acuan utama dalam pemeriksaan malaria. Karena

pada dasarnya adapun pemeriksaan malaria secara mikroskopis yang juga

berperan penting dalam pemeriksaannya melalui sediaan darah penderita. Akan

tetapi kekurangan tenaga laboratorium kesehatan yang terampil menggunakan

mikroskop untuk menegakkan diagnosis malaria secara tepat merupakan salah

2
satu penyebab keterlambatan pengobatan dan kesalahan diagnosis malaria.

Masalah ini merupakan suatu hal yang menarik dan perlu untuk di teliti.

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk membandingkan metode

manakah yang efektif dikgunakan dalam menegakkan hasil pemeriksaan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin mengetahui

perbandingan efektifitas pemeriksaan mikroskopik dengan Rapid Diagnostic

Test(RDT) untuk menegakkan diagnosis malaria.

C. Batasan Masalah

Penelitian perbandingan pemeriksaan malaria menggunakan metode

pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) dan pemeriksaan secara

mikroskopis yang dibatasi pada wilayah Desa Muara Uya Kabupaten

Tabalong.

D. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

1. Untuk membandingkan sensitivitas pemeriksaan Rapid Diagnostic

Test(RDT) dan pemeriksaan mikroskopis.

2. Untuk membandingkan spesifisitas pemeriksaan Rapid Diagnostic

Test(RDT) dan pemeriksaan mikroskopis.

3. Untuk mengetahui nilai duga (predictive value) pemeriksaan Rapid

Diagnostic Test (RDT) dan pemeriksaan mikroskopik.

3
4. Untuk mengetahui rasio kemungkinan (likelihood ratio)

pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) dan pemeriksaan

mikroskopik

2. Tujuan Khusus

Mengetahui perbandingan efektifitas pemeriksaan mikroskopik

dengan Rapid Diagnostic Test(RDT) untuk menegakkan diagnosis

malaria di Kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong.

E. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendiagnosis malaria lebih

awal sehingga dapat memberikan pengobatan yang tepat.

2. Dapat digunakan sebagai alternatif dalam penegakan diagnosis

secara cepat dan tepat bagi daerah yang tidak memiliki fasilitas

diagnostik memadai dan tenaga ahli.

3. Meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai beberapa pemeriksaan

laboratorium untuk mendiagnosis malaria. Rapid Diagnostic Test(RDT)

dan pemeriksaan mikroskopik.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. Malaria

1. Definisi dan Etiologi Penyakit Malaria

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa

obligat intraseluler dari genus Plasmodium. Penyakit malaria ditularkan

oleh nyamuk Anopheles betina antara lain Anopheles sundaicus,

Anopheles Aconitus, Anopheles barbirostris, Anopheles kochi,

Anopheles maculatus, Anopheles subpiictus, Anopheles balabacencis

dan Anopheles latens. Penyakit malaria ini dapat menyerang siapa saja

terutama penduduk yang tinggal di daerah dimana tempat tersebut

merupakan tempat yang sesuai dengan kebutuhan nyamuk untuk

berkembang. (Natadisastra D dan Agoes R, 2009).

Penyebab malaria di Indonesia saat ini, ada 5 spesies parasit malaria :

1. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria tropika atau malaria

tertiana maligna yang sering menyebabkan malaria yang berat hingga

menyebabkan kematian.

2. Plasmodium malariae menyebabkan malaria malariae atau malaria

kuartana

3. Plasmodium vivax menyebabkan malaria vivax atau malaria tertian

benigna.

5
4. Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale atau malaria

tertian benigna ovale

5. Plasmodium knowlesi, ditemukan di Kalimantan sebagai penularan

dari hewan mamalia genus Macaca berekor panjang. (Hadidjaja P dan

Margono S, 2011)

Seorang penderita malaria dapat diinfeksi oleh lebih dari satu jenis

Plasmodium yang disebut infeksi campuran (mixed infection).

Biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara P.

falciparum dengan P.vivax atau P.malariae. Kadang-kadang dijumpai

tiga jenis parasit sekaligus, meskipun hal ini jarang terjadi. Infeksi

campuran biasanya terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya

(Soedarmo SS, 2008).

2. Siklus Hidup Plasmodium

a. Sporogoni (Seksual)

Siklus sporogoni disebut sebagai siklus seksual karena

menghasilkan bentuk sporozoit yang siap ditularka ke manusia, terjadi dala

tubuh nyamuk. Siklus ini juga disebut siklus ekstrinsik karena masuknya

gametosit kedalam tubuh nyamuk hingga menjadi sporozoit yang terdapat

dalam kelenjar ludah nyamuk. Gametosit yang masuk kedalam bersama

darah, tidak dicerna bersama sel-sel darah yang lain (Soedarto, 2011).

Dalam waktu 12-24 jam setelah nyamuk menghisap darah, zigot

berubah bentuk menjadi ookinet yang dapat menmbus dinding lambung.

6
Di dalam lambung berubah menjadi ookista yang dibentuk oleh ribuan

sporozoit, dengan pecahnya ookista, sporozoit dilepaskan ke dalam rongga

badan dan bergerak ke seluruh jaringan nyamuk. Bila nyamuk sedang

menusuk manusia, sporozoit masuk ke dalam darah dan jaringan dan

mulailah siklus eritrositik (Soedarto 20011).

b. Skizogoni (Aseksual)

Sporozoit infektif dari kelenjar luadah nyamuk Anopheles sp,

dimasukkan ke dalam aliran darah hospes (manusia). Dalam waktu 30

menit memasuki sel parenkim hati, memulai siklus eksoeritrositik. Pada

P.vivax ada yang ditemukan dalam sel hati yang disebut hipnizoit (

Natadisastra D dan Agnes R, 2009). Hipnozoit ini merupakan suatu fase

dari siklus parasit yang nantinya dapat menyababkan

kekambuhan/rekurensi (long term relapse). P.vivax dapat kambuh berkali-

kali bahkan sampai jangka waktu 3-4 tahun. Sedangkan P.ovale dapat

kambuh sampai bertahun-tahun bila pengobatannya tidak dilakukan

dengan baik. Kekambuhan P.falciparum disebut rekrudensi (short term

relapse), karena siklus di dlam sel darah merah masih berlangsung sebagai

akibat pengobatan yang tidak teratur. Dalam sel hati parasit tumbuh

menjadi skizon (Natadisastra D dan Agoes S, 2009). Pembelahan inti

skizon menghasilkan merozoit di dalam satu sel hati. Skilus eritrosit

dimulai pada waktu merozoit hati memasuki sel dalah merah. Merozoit

berubah bentuk menjadi tropozoit. Tropozoid tumbuh menjadi skizon

muda yang kemudian matang menjadi skizon matang kemudian membelah

menjadi banyak merozoit, pigmen dan residu keluar serta masuk kedalam

7
plasma darah. Parasit ada yang masuk sel darah merah lag untuk

mengulangai siklus skizon. Beberapa merozoit yang memasuki eritrosit

tidak membentuk skizon, tetapi membentuk gametosit, yaitu stadium

seksual. Pada waktu masuk kedalam tubuh manusia, parasit malaria

berbentuk sporozoit ( Natadisastra D dan Agoes S, 2009 ).

Gambar 1 Siklus Hidup Plasmodium

Sumber : Nature Reviews Microbiology, 2015

3. Patogenesis Malaria

Patogenesis malaria alibat interaksi kompleks antara parasit, host,

dan lingkungan. Plasmodium berikatan dengan glikoporin, suatu protein

membran eritrosit. Eritrosit terinfeksi bergantung pada kemampuan

plasmodium dan pengaruh protein knob. Adanya ikatan antigen dan

glikoporin merangsang antibody, antibodi ini bekerja dalam sel.

Patogenesisi lebih di tekankan pada terjadinya peningkatan permeabiliatas

8
pembuluh adarh dari pada koagulasi intravaskular. Invasi merozoit malaria

merupakan proses yang kompleks dan terdapat dalam beberapa langkah

yang dapat dibagi dalam empat fase:

1. Pengenalan awal ( initiall recognition) dan perekatan reversibel (

reversible attachment) dari merozoit ke membran eritrosi.

2. Reorientasi dan formasi junction antara ujung apikal dari merzoit

(irreversible attachment) dan pelepasan Rhoptry-microneme dengan

formasi vakuola parasitophorous.

4. Gejala Klinis Malaria

Gambaran klinik infeksi malaria berupa spektrum mulai dari infeksi

asimtomatik hingga penyakit tersebut menjadi berat dan berakhir dengan

kematian yang cepat. Demam berupa serangan dengan interval waktu

tertentu dan terbagi dalam 3 stadium yaitu stadium dingin, stadium demam

dan stadium berkeringat (Hadidjaja P dan Margono S, 2011). Demam

merupakan gejala kardinal pada malaria. Hal ini dapat terjadi intermiten

dengan atau tanpa periodisitas atau terus menerus. Demam sering disertai

dengan atau tanpa menggigil, sakit kepala, mialgia, anemi, arthralgia,

anoreksia, mual dan muntah. Pada malaria anak gejala bervariasi dan

sering menyerupai penyakit yang sering pada anak seperti gastroenteritis,

meningitis/ensefalitis atau pneumonia. Demam dan sakit kepala atau gejala

gastrointestinal dapat menjadi gejala tunggal ataupun menjadi gejala yang

dominan. Demam malaria pada anak dapat menjadi sangat tinggi > 40°C

yang terkadang mengakibatkan kejang demam. Di daerah yang endemik,

9
anak memiliki resiko tinggi berkembang menjadi malaria berat sehingga

malaria harus dicurigai pada pasien yang berada di daerah endemik. Hal

ini juga harus dicurigai pada pasien yang baru mengunjungi daerah

endemik (WHO, 2009).Pada Plasmodium falciparum skizogoni

berlangsung selama 36-48 jam, pada Plasmodium vivak dan Plasmodium

ovale selama 48 jam, sedangkan pada Plasmodium malariae proses

skizogoni berlangsung selama 72 jam. Oleh karena itu pada malaria

falciparum demam dapat terjadi setiap hari, pada malaria vivak atau

malaria ovale demam terjadi setiap 48 jam (selang waktu satu hari),

sedangkan pada infeksi dengan Plasmodium malariae demam terjadi

dengan selang waktu selama 2 hari (72 jam) (Hadidjaja P dan Margono S,

2011 ; Soedarto, 2011).

5. Diagnosis Malaria

Diagnosis malaria dapat dilakukan secara mikroskopik dan non

mikroskopik. Pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat secara langsung

dibawah mikroskop, seperti pemeriksaan sediaan darah, Quantitative

Buffy Coat (QBC) yang memakai Acridine Orange (AO). Sedangkan

pemeriksaan non mikroskopik berguna untuk mengidentifikasi antigen

parasit atau antibodi antiplasmodial atau produksi metabolik parasit,

seperti pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), Rapid Diagnostic

Test (RDT).Hingga saat ini pemeriksaan mikroskopik (gold standard) dan

RDT yang lebih sering digunakan (Rahmad A dan Purnomo, 2011).

Pemeriksaan mutakhir untuk mendeteksi parasit malaria yang dapat dilakukan

10
antara lain adalah :

 Nucleic acid probe dan immunofluoresence untuk mendeteksi

Plasmodium yang ada di dalam erotrosit.

 Gel diffusion, Counter-immunoelectrophoresis, Radio

immunoassay dan Enzym immunoassay untuk mendeteksi antigen

mlaria di dalam cairan tubuh (body fluid)

 Hemagglutination test, Indirect immunoflouresence, Enzym

immunoassay, Immunochromatography dan Westren bloting

untuk mendeteksi antibodi anti plasmodium dan serum.

a. Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan sediaan darah tebal dan darah

tipis untuk menentukan :

- Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)

- Spesies dan stadium Plasmodium

- Kepadatan parasit

a) Semi – kuantitatif

Metode semi – kuantitatif adalah menghitung parasit dalam

lapangan

pandang besar (LPB), yaitu :

(-) : negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)

(+) : positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)

(++) : positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)

(+++) : positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)

(++++) : positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)

11
b) Kuantitatif

Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah

tebal

(menghitung jumlah parasit per 200 leukosit) atau sediaan darah tipis

(penghitungan jumlah parasit per 1000 eritrosit).

Contoh :

Bila dijumpai 1500 parasit/200 leukosit (jumlah leukosit 8000/µl),

maka 8000/200 x 1500 = 60.000 parasit/ µl.

Bila dijumpai 50 parasit/1000 eritrosit = 5 % (jumlah eritrosit

450.000), maka 450.000/1000 x 50 = 225.000 parasit/ µl.

(Ditjen PP & PL, 2011).

Sediaan darah tebal berguna untuk mengkonsentrasikan parasit di

dalam bidang sediaan, jadi untuk menegakkan diagnosis malaria harus

menggunakan sediaan darah tebal. Pada sediaan darah tebal tidak terlihat

sel darah merah (karena lisis). Walaupun demikian parasit malaria tetap

terlihat, meskipun ukurannya lebih kecil dibandingkan pada sediaan darah

tipis (Kemenkes, 2011). Sediaan darah tipis berguna untuk melihat

morfologi parasit sekaligus menentukan spesies parasit. Petunjuk yang

paling sederhana untuk membedakan keempat spesies malaria adalah

perubahan yang terlihat pada sel darah merah yang terinfeksi

(Riskesdas,2010).

12
b. RDT (Rapid Diagnostic Test )

RDT menggunakan metode Immunochromatography Test (ICT).

Metode ini menggunakan antibodi monoklonal atau poliklonal yang

langsung terhadap antigen parasit. Untuk setiap antigen parasit digunakan

dua set antibodi monoklonal atau poliklonal, satu sebagai antibodi

penangkap, dan satu sebagai antibodi deteksi (WHO, 2013b ; Murray C.K,

et al., 2008). Antibodi monoklonal bersifat lebih spesifik tapi kurang

sensitif bila dibandingkan dengan antibodi poliklonal. Prinsip uji

imunokromatografi adalah mendeteksi antigen yang dikeluarkan oleh

Plasmodium dan selanjutnya akan terjadi reaksi kompleks antigen -

antibodi pada permukaan membran nitroselulosa, dimana kompleks

tersebut diberi Monoklonal antibodi (Mab) yang berlabel zat warna

(Coloidal gold) sebagai penanda, sehingga muncul tanda berupa garis yang

menyatakan hasil positif untuk P. falciparum, infeksi campuran atau

negatif (Wongsrichanalai C, 2007 ; Abba K, et al, 2011).

Berikut penjelasan secara umum cara kerja RDT :

a. Antibodi yang telah diberi label warna, spesifik untuk antigen

target, berada pada ujung bawah strip nitroselulosa atau lubang

plastik strip. Antibodi yang juga untuk antigen target diletakkan

pada strip berupa garis tipis (garis tes) dan antibodi yang tidak

spesifik untuk antibodi yang telah dilabel maupun antigen

diletakkan pada garis kontrol.

13
b. Darah dan buffer yang diletakkan pada strip atau lubang pada strip

tersebut bercampur dengan antibodi yang telah dilabel mengalir

melewati garis tes.

c. Jika terdapat antigen, sebagian antibodi yang telah dilabel akan

tertangkap di garis tes. Sisanya akan tertangkap di garis kontrol

(Harani Ms, et al., 2006).

ICT merupakan uji yang cepat, lebih sederhana dan mudah

diinterpretasikan tidak memerlukan pelatihan khusus seperti mikroskopik

dan variasi dari interpretasinya adalah kecil antara pembaca yang satu

dengan yang lainnya. Uji ini lebih praktis digunakan di lapangan, hanya

membutuhkan sedikit keahlian dan hasil sudah diperoleh dalam waktu

berkisar 15 - 30 menit (Kakkilaya BS, 2012). ICT dapat mendeteksi P.

falciparum dan non falciparum, tetapi tidak dapat membedakan antara

P.vivax, P.ovale dan P. Malariae, maupun membedakan infeksi

falciparum murni dari infeksi campuran yang termasuk P. falciparum

(WHO, 2011).

RDT yang digunakan pada penelitian ini adalah Parascreen

(Zephyr Biomedical Systems, India) Pan/P.f berbentuk dipstick terdiri

dari dua antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal pertama (test line

P.f) spesifik terhadap HRP 2 P. falciparum, dan antibodi monoklonal

kedua (test line Pan) spesifik terhadap lactate dehidrogenase spesies

Plasmodium (spesifik untuk jenis lain selain P. falciparum). Dalam 15

menit hasil sudah dapat diinterpretasikan. Bila terlihat satu garis (garis

kontrol) berwarna merah muda berarti negatif. Bila terlihat dua garis

14
berwarna merah muda berarti positif Plasmodium non falciparum

(Panmalaria). Bila terlihat tiga garis berwarna merah muda hasil berarti

positif P. falciparum atau infeksi campuran. Saat ini metode ICT dapat

mendeteksi tiga kelompok utama antigen yang tersedia secara

komersial oleh RDT yaitu Histidine Rich Protein 2 (HRP 2), khusus

untuk P. falciparum, parasit Plasmodium Laktat Dehidrogenase (pLDH)

dan aldolase(pan-spesifik) (Ditjen PP & PL, 2008). Pada eritosit yang

terinfeksi Plasmodium akan terbentuk knob yaitu knob positif dan

negatif pada permukaan membran yang disebabkan oleh Pf Erythrocyte

Membrane Protein 1 (PfEMP 1). Ada tiga HRP yang telah diidentifikasi

pada P. falciparum pada saat menginfeksi eritrosit dinamakan PfHRP 1,

PfHRP 2 dan PfHRP 3. PfHRP 1 (Mr 80.000 - 115.000) hanya

diekspresikan pada knob positif pada membran eritrosit yang terinfeksi

sehingga jumlahnya sedikit. PfHRP 2 (Mr 60.000 - 105.000)

diekspresikan pada kedua knob positif dan negatif dan jumlahnya sangat

banyak, dan merupakan antigen pertama Saat ini metode ICT dapat

mendeteksi tiga kelompok utama antigen yang tersedia secara

komersial oleh RDT yaitu Histidine Rich Protein 2 (HRP 2), khusus

untuk P. falciparum, parasit Plasmodium Laktat Dehidrogenase (pLDH)

dan aldolase (pan-spesifik) (Ditjen PP & PL, 2008). Pada eritosit yang

terinfeksi Plasmodium akan terbentuk knob yaitu knob positif dan

negatif pada permukaan membran yang disebabkan oleh Pf Erythrocyte

Membrane Protein 1 (PfEMP 1). Ada tiga HRP yang telah diidentifikasi

pada P. falciparum pada saat menginfeksi eritrosit dinamakan PfHRP

15
1, PfHRP 2 dan PfHRP 3. PfHRP 1 (Mr 80.000 - 115.000) hanya

diekspresikan pada knob positif pada membran eritrosit yang

terinfeksi sehingga jumlahnya sedikit. PfHRP 2 (Mr 60.000 - 105.000)

diekspresikan pada kedua knob positif dan negatif dan jumlahnya sangat

banyak, dan merupakan antigen pertama yang digunakan untuk RDT.

Sintesa PfHRP 2 dimulai pada saat berbentuk cincin dan berlanjut hingga

stadium trofozoit. HRP 2 adalah protein yang larut air yang

diproduksi oleh bentuk aseksual dan gametosit muda dari P. falciparum.

Rangkaian DNA telah membuktikan bahwa PfHRP 2 mengandung 35%

histidine dan juga kandungan alanine dan aspartat yang relatif tinggi

masing – masing 40% dan 12%. PfHRP 3 (Mr 40.000 - 55.000)

merupakan protein yang paling sedikit di produksi oleh P. falciparum di

bandingkan dengan PfHRP 1 dan PfHRP 2 (Moody A, 2002 ; Joel C.M

and Goldring J.P, 2013). Banyak penelitian telah melaporkan kinerja RDT

yang berbasis HRP-2 dan pLDH terutama untuk mendeteksi P.

falciparum dibandingkan dengan mikroskopik, sebagai standar referensi

(Abba K, et al., 2011). Terdapat 2 jenis Rapid Diagnostic Test, yaitu

Single Rapid Test untuk mendiagnosis hanya infeksi P. falciparum dan

Combo Rapid Testuntuk mendiagnosis infeksi semua spesies Plasmodium

(Soedarto, 2011 ; Kemenkes, 2011). Selain memiliki kelebihan RDT ini

juga memiliki kelemahan, antara lain : (Sutanto I, et al., 2008)

1. Sensitivitas biasanya mencapai > 90% pada level parasitemia > 100

/μL darah, tetapi akan menurun pada parasitemia yang rendah.

2. Tidak dapat mengukur densitas parasit (secara kuantitatif)

16
3. Hasil positif palsu dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu

adanya resistensi obat dan reaksi silang dengan autoantibody seperti

rheumatoid factor (RF). Hasil positif palsu terjadi dalam beberapa persen

dari tes. Reaktivitas silang dengan RF dalam darah menghasilkan garis

tes positif palsu, tetapi penggantian tempat (replacement) IgG dengan

IgM dalam produk terbaru mengurangi masalah ini.

4. Hasil negatif palsu dapat dijumpai pada malaria berat atau parasitemia

yang sangat tinggi yaitu > 40000 parasit / µl dan hasil negatif palsu yang

jarang terjadi dapat disebabkan oleh delesi atau mutasi dari gen hrp-2

5. Biaya tes ini masih cukup mahal serta kelembapan dan temperatur

yang tinggi (penyimpanan) dapat dengan cepat merusak reagen (tidak

stabil pada suhu ruang di atas 30ºC).

Uji diagnosis malaria dilakukan dengan mengidentifikasi parasit

malaria atau antigen atau produknya yang ditemukan di dalam darah

penderita. Antigen yang digunakan sebagai target diagnostik dapat

spesifik terhadap satu spesies Plasmodium, atau dapat mencakup 4

parasit malaria pada manusia. Rapid Diagnostic Test ini dibagi

berdasarkan : (WHO, 2011).

B. Landasan Teori

Dampak global yang diakibatkan dari malaria telah mendorong

berbagai negara di dunia dalam mengembangkan strategi diagnostik yang

efektif dan cepat. Tidak hanya di daerah terbatas sumber daya, di mana

malaria telah menjadi beban sub-substansial masyarakat, tetapi juga di

17
negara maju,dimana keahlian dalam diagnosis malaria juga sering kurang.

Oleh karena itu diperlukan suatu metode diagnostik yang cepat dan

memiliki sifat yang sensitif serta mendukung gejala-gejala klinis pada

malaria dalam membantu mengakkan diagnosis. Sebab, diagnosis dini

serta akurat sangatlah diperlukan untuk menurunkan angka kesakitan dan

kematian akibat penyakit malaria.

Diagnosis malaria dapat dilakukan secara mikroskopis dan non

mikroskopis. Uji mikroskopis dapat dilihat secara langsung di bawah

mikroskop, seperti pemeriksaan darah tepi, Quantitative Buffy Coat

(QBS), dan Acridine orange (AO). Sedangkan uji non mikroskopis

berguna untuk mengidentifikasi pada antigen parasit atau antibodi

antiplasmodial atau produksi metabolik parasit, seperti uji Polymerase

Chain Reaction, Detection of antibodies by Radio Immuno Assay, Indirect

Hemaglutination, Deoxyribonucleic acid dan Rapid Diagnostic Test.

Umumnya diagnosis malaria ditegakkan dengan metode konvensional

menggunakan perwarnaan Giemsa pada apusan darah dan pemeriksaan di

bawah cahaya mikroskop. Pemeriksaan ini sampai sekarang masih

merupakan gold standard pemeriksaan laboratorium malaria. Namun

pemeriksaan konvensional ini masih memiliki beberapa kendala dan

keterbatasan. Sebagai konsekuensinya diperlukan pengembangan berbagai

metoda alternatif. Salah satu dari pengembangan metoda alternatif tersebut

adalah Rapid Diagnostic Test atau Immunochromatographic test (ICT), tes

ini berdasarkan atas deteksi antigen yang dikeluarkan oleh parasit malaria,

yang spesifik terhadap Plasmodium falciparum Histidine Rich Protein 2

18
(PfHRP 2) dapat melisiskan darah dengan menggunakan prinsip

Immunochromatographic.

19
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Teori

 Usia
 Spesies Tanda dan gejala
 Wilayah klinis
 Imunitas
Tubuh
 Laboran Pemeriksaan
terlatih Mikroskopik (Gold
 Kepadatan Standar)
parasit

 Biaya
Pemeriksaan Diagnosis Malaria
 Teknik
Quantitative Buffy
sentrifugasi

 Penyimpanan
 Faktor Pemeriksaan
Reumatoid Rapid Diagnostic
Test (RDT)

 Biaya
 Laboran
terlatih Pemeriksaan
 Peralatan Polymerase Chain
Khusus Reaction (PCR)

Gambar 2; Kerangka teori

Keterangan: = Variabel yang di teliti

20
B. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Idependent Variabel Dependent

Pemeriksaan
Mikroskopik
(gold standar)

Diagnosis Malaria

Pemeriksaan
Rapid
Diagnostic
Test (RDT)

Gambar 3; Kerangka konsep penelitian

C. Hipotesis

1. Ada perbedaan akurasi antara pemeriksaan Rapid Doagnostic Test (RDT)

dengan pemeriksaan Mikroskopik.

2. Tidak ada perbedaan akurasi antara pemeriksaan Rapid Diagnostic

Test (RDT) dan pemeriksaan Mikroskopik.

21
BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan adalah uji

diagnostik esensinya merupakan cross-sectional (potong lintang)

dan penelitian ini bersifat analitik untuk membandingkan akurasi

pemeriksaan RDT dan pemeriksaan mikroskopik. Akurasi yang

dinilai pada penelitian ini adalah sensitivitas, spesifisitas, nilai duga

(predictive value), rasio kemungkinan (likelihood ratio).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Ribang, Kecamatan

Muara Uya Kabupaten Tabalong Propinsi Kalimantan Selatan dimulai

bulan Desember 2017 sampai Januari 2018. Kecamatan Muara Uya

memiliki luas wilayah 922,20 km 2 dengan total jumlah penduduk

menurut data tahun 2015 sebesar 374.715 jiwa dan merupakan

kecamatan terluas dari Kabupaten Tabalong.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi Target

Populasi target dari penelitian ini adalah semua golongan umur

yang memiliki karakteristik yang umumnya dimiliki oleh penderita

malaria di Kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong.

22
1.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau adalah subjek yang berada di tiga desa di

kecamatan Muara Uya kabupaten Tabalong. Setiap populasi

terjangkau akan dilakukan pemeriksaan Rapid Diagnostic Test

(RDT) dan pemeriksaan mikroskopik dimulai bulan Oktober 2017.

2. Sampel

Sampel merupakan populasi terjangkau yang memenuhi

kriteria sampling. Kreteria sampling yang di gunakan diantaranya:

1. Demam ≥ 37,5 ºC dengan atau riwayat demam dalam 48 jam

2. Subjek yang bersedia diambil sampel darah

Penghitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus sampel

untuk uji diagnostik dengan keluaran sensitivitas yaitu :

(Zα)2 Sen (1 – Sen)

n=

d2 P

Dimana :

n = besar sampel

p = sensitivitas yang diinginkan dari alat yang diuji nilai diagnostiknya

23
d = presisi penelitian

α = tingkat kesalahan

P = prevalensi penyakit

(1,96)2 x 0,05 x 0,95

n= =100

( 0,30)2 x 0,06

Dengan menggunakan rumus di atas, maka jumlah minimal sampel yang

dibutuhkan adalah sebanyak 100 orang.

E. Variabel Penelitian

Variabel tergantung (Dependent) pada penelitian ini adalah parasit

malaria (infeksi malaria) Variabel bebas (Independent) dari penelitian ini

adalah hasil pemeriksaan mikroskopik dengan hasil pemeriksaan RDT

No Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Operasioal

1 Infeksi Malaria Ditemukanny Mikroskop Positif atau Nominal

a negatif

Plasmodium

malaria pada

24
sediaan

darah

melalui

pemeriksaan

mikroskopik

2 Pemeriksaan Merupakan Mikroskop Jumlah Numerik

Mikroskopik pemeriksaan parasit

sediaan darah (kepadatan

tebal dan parasit)

darah tipis malaria

untuk pada saat

menentukan pemeriksaa

adanya n sediaan

parasit darah

malaria dan

merupakan

gold standard

dalam

mendiagnosa

Malaria

3 Pemeriksaan Merupakan RDT Positif atau Nominal

Rapid pemeriksaan (Parascreen : negatif

25
Diagnostic berdasarkan Zephyr (reaktif

Test (RDT) metode Biomedicals, strip)

Immunochro India)

matography

Test(ICT)

pada kertas

nitrocellulose

yang

berbentuk

dipstick

dengan

dengan

target

antigen

HRP-2 dan

Pan spesifik

pLDH

(membedaka

n P.

falciparum

dan spesies

Plasmodium

lainnya).

Penangkapan

26
antigen

parasit dari

darah perifer.

27
4 Akurasi Sensitivitas adalah RDT dan Positif numerik

kemampuan suatu tes Mikroskop atau

untuk memberikan negatif

gambaran positif pada

orang yang menderita

malaria dan

menunjukkan seberapa

baik suatu uji itu

dalam

mengidentifikasi pasien

dengan penyakit.

Sensitivitas
= a/a+c x
100%

a = Positif
Benar ; b =
Positif Palsu

Spesifisitas adalah

kemampuan suatu tes

untuk memberikan

gambaran negatif pada

orang yang tidak

menderita malaria

28
Spesifisitas
= d/(b+d) x
100%

c = Negatif
Palsu ; d =
Negatif
Benar

Nilai duga positif

(Positive Predictive

Value) atau PPV

adalah kemampuan

suatu tes untuk

memprediksi penderita

malaria secara benar


Positive
Predictive
Value
(PPV) =
a/(a+b) x
100%

Nilai duga negatif

(Negative Predictive

Value) atau NPV

adalah kemampuan

suatu tes untuk

memprediksi bukan

penderita malaria secara

benar

29
Negative
Predictive
Value
(NPV) =
d/(c+d) x
100%

Rasio kemungkinan

(Likehood Ratio) atau

LR positif adalah

perbandingan antara

proporsi subjek sakit

yang hasil ujinya

positif dengan

proporsi subjek sehat

dengan hasil ujinya

positif

Likehood
Ratio (LR)
positif =
sensitivitas/
(1-
spesifisitas)

Rasio kemungkinan

(Likehood Ratio) atau

LR negatif adalah

perbandingan antara

proporsi subjek sakit

30
yang hasil ujinya

negatif dengan

proporsi subjek sehat

dengan hasil ujinya

negatif

Likehood
Ratio (LR)
negatif=(1-
sensitivitas)
/(spesifisita
s)

revalensi Terjadinya

penyakit dalam kurun

waktu tertentu

Prevalensi =
Jumlah
terjadinya
penyakit/Ju
mlah
Populasi

31
F. Cara Pengumpulan Data

1.Alat dan Bahan

Pemeriksaan mikroskopik :

1. Mikroskopik

2. Slide/Kaca sediaan (Object glass)

3. Lancet steril

4. Kapas

5. Alkohol 70 % (Swab alkohol)

6. Minyak imersi (immersion oil)

Pemeriksaan Rapid diagnostic Test (RDT) :

1. Kapas alkohol

2. Lanset steril

3. Buffer / Penyangga

4. Stiker label

.2 Cara Kerja

1. Pasien (semua golongan umur) yang memiliki karakteristik yang

umumnya dimiliki oleh penderita malaria di Kecamatan Lima Puluh.

32
2. Sebelum dilakukan pemeriksaan, subjek diberi penjelasan tentang

apa yang akan dilakukan dan ditanyakan kesediaannya untuk ikut

dalam penelitian. Kesediaan untuk ikut penelitian ditandai dengan

penandatanganan informed consent. Setiap pasien diambil darah

untuk pemeriksaan dua metode yaitu mikroskopik dan RDT.

3. Dilakukan pemeriksaan sediaan darah. Pengambilan darah dapat

dilakukan dengan penusukan pada jari tengah kemudian teteskan

1 tetes kecil darah (± 2μl) di bagian tengah object glass untuk sediaan

darah tipis. Selanjutnya 2-3 tetes kecil darah (± 6μl) di bagian ujung

untuk sediaan darah tebal.

4. Kemudian dilakukan pemeriksaan RDT pada waktu yang

bersamaan. Darah diletakkan pada port ”A”. Kemudian teteskan

clearing buffer 4 tetes pada port ”B”. Hasil dibaca dalam 15 menit.

5. Kedua pemeriksaan diberikan label masing - masing dan diletakkan

pada tempat yang berbeda untuk dilakukan pemeriksaan.

6. Dilakukan pewarnaan pada kedua sediaan darah. Sediaan darah tipis

untuk menentukan spesies malaria. Sediaan darah tipis difiksasi

terlebih dahulu dengan metanol dan kedua sediaan diwarnai

dengan Giemsa yang diencerkan 1:20 dengan aquadest. Setelah 20

menit sediaan dibilas dengan air suling, kemudian diletakkan di

atas rak kaca objek dengan posisi vertikal agar cepat kering.

7. Sesudah sediaan kering dilakukan pemeriksaan mikroskop

pembesaran objektif 100 kali dengan minyak imersi.

33
8. Sediaan darah yang terkumpul diperiksa dengan pemeriksaan

mikroskopik oleh analis terlatih di Laboratorium Parasitologi FK

USU dan pemeriksaan RDT dilakukan oleh peneliti dan paramedis

terlatih.

9. Pemeriksaan dilakukan secara terpisah dan mandiri, dimana

pembacaan hasil mikroskopik tidak dipengaruhi oleh hasil

pembacaan RDT (double blind).

10. Pada pasien dengan hasil mikroskopik dan RDT positif maka

diberikan terapi sesuai pedoman nasional. Pasien dengan hasil

negatif diterapi sesuai klinis. Terapi untuk malaria falsiparum dan

vivak serta infeksi campuran dengan pemberian

Dehidroartemisinin 2 - 4 mg/kgBB dan Piperaquin 16 - 32

mg/kgBB, masing-masing dosis tunggal selama 3 hari (Kemenkes RI,

2011).

34
G. Alur Penelitian

Semua golongan umur dan sesuai

kriteria inklusi dan eksklusi

Dilakukan pemeriksaan
Dilakukan
Rapid Diagnostic Test sediaan darah

tebal & tipis

(Mikroskopik)

+ -

+ -

Gambar 4: Alur penelitian

Keterangan :

 Hasil pemeriksaan RDT (+) dan mikroskopik (+) ; RDT (-) dan

mikroskopik (+), maka akan diberikan terapi antimalaria

 Hasil pemeriksaan RDT (+) dan mikroskopik (-) ; RDT (-) dan

mikroskopik (-), maka akan diberikan terapi sesuai klinis

 Hasil pemeriksaan RDT (+) dan mikroskopik (-), maka tidak diberikan

terapi.

35
H. Rencana Analisa data

Penelitian ini dilaksanakan dengan teknik proportional random

sampling. Populasi yang memiliki karakteristik yang umumnya dimiliki oleh

penderita malaria dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik dan RDT akan

menjadi sampel penelitian. Data hasil pemeriksaan RDT dan mikroskopik

akan dianalisa secara deskriptif untuk menjelaskan distribusi karakteristik

sampel. Untuk data numerik akan ditampilkan nilai mean dan standard

deviasi. Sedangkan data kategorikal akan ditampilkan nilai presentase. Data

yang didapat dari kedua pemeriksaan dilakukan pengelompokkan

berdasarkan tabel 2 x 2, kemudian akan dilakukan analisis sensitivitas

dan spesifisitas, menentukan nilai duga (Predictive value), menentukan

rasio kemungkinan (Likelihood ratio) dan penghitungan untuk mencari

prevalensi.

36

Anda mungkin juga menyukai