Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikterus
1. Pengertian
Ikterus adalah keadaan transisional normal yang mempengaruhi hingga
50% bayi aterm yang mengalami peningkatan progresif pada kadar bilirubin tak
terkongjugasi dan ikterus pada hari ketiga (Myles, 2009).
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti
kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Bilirubin merupakan produk utama
pemecahan sel darah merah oleh sistem retikuloendotelial. Kadar bilirubin
serum normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dl. Pada konsentrasi > 5 mg/dl
bilirubin maka akan tampak secara klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit
dan membran mukosa yang disebut ikterus. Ikterus akan ditemukan dalam
minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus
terdapat pada 50% bayi cukup bulan (aterm) dan 75% bayi kurang bulan
(preterm).
(Winkjosastro, 2007)
2. Klasifikasi ikterus
Ikterus fisiologis adalah :
a. Ikterus yang timbul pada hari kedua atau ketiga lalu menghilang setelah
sepuluh hari atau pada akhir minggu kedua.
b. Tidak mempunyai dasar patologis
c. Kadarnya tidak melampaui kadar yang membahayakan
d. Tidak mempunyai potensi menjadi kern-ikterus
e. Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi
f. Sering dijumpai pada bayi dengan berat badan lahir rendah.
Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis apabila sesudah pengamatan dan
pemeriksaan selanjutnya tidah menunjukkan dasar patologis dan tidak
mempunyai potensi berkembang menjadi kern-icterus. Kern-icterus
(ensefalopati biliaris) ialah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak.(Sarwono, 2008)

Ikterus patologis adalah :


Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai
yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai
12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. bayi dapat dikatakan mengalami ikterus
patologi bila (Sarwono, 2002) :
a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama
b. Ikterus dengan kadar bilirubin > 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan atau
> 10 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin > 5 mg% per hari.
d. Ikterus pada BBLR yang terjadi hari ke 2-7
e. Ikterus pada BBLR dengan pewarnaan kuning melebihi/melewati daerah
muka
f. Ikterus rentan terjadi komplikasi bila disertai :
- Berat lahir kurang dari 2000 gram
- Masa gestasi kurang dari 36 minggu
- Asfiksia,hipoksia,dan sindroma gawat nafas pada neonatus
- Infeksi
- Trauma lahir pada kepala
- Hipoglikemia ,
- Hiperosmolaritas darah
- Proses hemolisis
- Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia kurang dari 8 hari
atau 14 hari
Tabel 1. Klasifikasi Ikterus
Klasifikasi Ikterus
Tanda / Gejala Klasifikasi
Tanya dan Lihat
Mulai kapan ikterus ? Ikterus segera setelah lahir Ikterus patologis
Daerah mana yang Ikterus pada 2 hari pertama
ikterus ? Ikterus pada usia > 14 hari
Bayinya kurang bulan Ikterus lutut/ siku/ lebih
? Bayi kurang bulan
Warna tinja ? Tinja pucat
Ikterus usia 3-13 hari Ikterus fisiologis
Tanda patologis (-)

3. Tanda Dan Gejala


Gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut :
gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah
letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik :
tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus
(bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral
dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan
displasia dentalis).
Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning
(ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata
terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.
Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
1) Dehidrasi, Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,
muntah-muntah)
2) Pucat, Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis.
Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau
kehilangan darah ekstravaskular.
3) Trauma lahir, Bruising, sefalhematom (peradarahan kepala),
perdarahan tertutup lainnya.
4) Pletorik (penumpukan darah). Polisitemia, yang dapat disebabkan
oleh keterlambatan memotong tali pusat.
5) Letargik dan gejala sepsis lainnya.
6) Petekiae (bintik merah di kulit). Sering dikaitkan dengan infeksi
congenital, sepsis atau eritroblastosis.
7) Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) Sering berkaitan
dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8) Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9) Omfalitis (peradangan umbilikus)
10) Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11) Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12) Feses dempul disertai urin warna coklat. Pikirkan ke arah
ikterus obstruktif.
4. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir,
karena
a. Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek.
b. Produksi bilirubin serum yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan
bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat
pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim
G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
c. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi
hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi
hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu
defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
“uptake” bilirubin ke sel hepar.
d. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat
bilirubin.Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.
e. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi
atau kerusakan sel liver). Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar oleh penyebab lain.
5. Penyebab Ikterus
a. Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus,
defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.
b. Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra
uterin.
c. Polisitemia.
d. Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.
e. Ibu diabetes.
f. Asidosis.
g. Hipoksia/asfiksia.
h. Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi
enterohepatik.
i. Produksi yang berlebihan, misalnya pada pemecahan darah (hemolisis)
yang berlebihan pada incompatibilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan
ibunya.
j. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi
liver.
k. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat
bilirubin.
l. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi
atau kerusakan sel liver
6. Penegakan Diagnosis
a. Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih
dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan
pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara
evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun
apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan
skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik
dan tata laksana lebih lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus
secara visual, sebagai berikut:
Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang
hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila
dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan
yang kurang.
Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna
di bawah kulit dan jaringan subkutan.
Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh
yang tampak kuning.
b. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan
diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi
lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan
pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan
invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya
yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari
cahaya (dengan aluminium foil).
Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar
bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.
c. Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja
dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan
panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan
representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.
Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat
yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai
menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh
pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining,
bukan untuk diagnosis.
d. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini
menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi
bilirubin serum yang rendah.
Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar
bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip
cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap
bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan
bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan
bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini,
maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan
dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
7. Faktor Resiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
Faktor Maternal
a. Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
b. Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
c. Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
d. ASI
Faktor Perinatal
a. Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
b. Infeksi (bakteri, virus, protozoa) Faktor Neonatus
a. Prematuritas
b. Faktor genetik
c. Polisitemia
d. Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
e. Rendahnya asupan ASI
f. Hipoglikemia
g. Hipoalbuminemia
8. Patofisiologi
a. Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase,biliverdin reduktase,dan agen
pereduksi nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial,
b. Setelah pemecahan hemoglobin,bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh
protein intraseluler ‘’Y protein’’dalam hati.pengambilan tergantung pada
aliran darah hepatik dan adanya ikatan protein.
c. Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh
enzim asam uridin difosfoglukuronat uridin diphosphoglucuronic acid
(UPGA) glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida
yang polar larut dalam air (bereaksi direk).
d. Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui
ginjal dengan konjugasi bilirubin masuk dalam empedu melalui membran
kanalikular kemudian ke sistem gastointestinal dengan diaktifkan oleh
bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urin.beberapa bilirubin
diabsorbsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik.
e. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut
dalam lemak,tak terkonjugasi,non polar(bereaksi indirek)
f. Pada bayi dengan hyperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari
defisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase.rendahnya
pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein
hepatik sejalan dengan penurunan darah hepatik.
g. Jundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan
kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak yang
terdapat dalam ASI terjadi 4- 7 hari setelah lahir dimana terdapat tkenaikan
bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 – 30 mg/dl selama minggu ke 2-
ke 3.biasanya bisa mencapai usia 4 minggu dan menurun setelah 10
minggu.jika pemberian ASI dilanjutkan,hyperbilirubinemia akan menurun
berangsur angsur dapat menetap selama 3-10 minggu pada kadar yang lebih
rendah.jika pemberian ASI dihentikan,kadar bilirubin serum akan turun
dengan cepat biasanya 1-2 hari dan pengganti ASI dengan susu formula
mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengn cepat,sesudahnya
pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hyperbilirubin tidak kembali ke
kadar yang tinggi seperti sebelumanya.
h. Bilirubin yang patologi tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam
pertama kelahiran.sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis muncul
antara 3-5 hari sesedah kelahiran.
9. Penatalaksanaan Ikterus
Adapun tindakan yang harus dilakukan pada bayi ikterus adalah:
a. Bawa segera ke tenaga kesehatan untuk memastikan kondisi ikterus pada
bayi kita masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah sudah patologis.
b. Dokter akan memberikan pengobatan sesuai dengan analisa penyebab yang
mungkin. Bila diduga kadar bilirubin bayi sangat tinggi atau tampak tanda-
tanda bahaya, dokter akan merujuk ke RS agar bayi mendapatkan
pemeriksaan dan perawatan yang memadai.
c. Di rumah sakit, bila diperlukan akan dilakukan pengobatan dengan
pemberian albumin, fototerapi (terapi sinar), atau tranfusi tukar pada kasus
yang lebih berat.
10. Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir:
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama-tama diperhatikan oleh salah
seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat tersebut melihat
bahwa bayi yang mendapatkan sinar matahari di bangsalnya ternyata
ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lainnya. Cremer
(1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penelitian
mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya
terbukti bahwa disamping sinar matahari, sinar lampui tertentu juga
mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi prematur
yang diselidikinya.
Terapi sinar tidak hanya bermanfaat untuk bayi kurang bulan tetapi juga
efektif terhadap hiperbilirubinemia oleh sebab lain. Pengobatan cara ini
menunjukkan efek samping yang minimal, dan belum pernah
dilaporkan efek jangka panjang yang berbahaya.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan:
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin
dengan membuka pakaian bayi.
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel
reproduksi bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang
terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi
yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan
hemolisis.
h. Pengawasan nutisi/ASI
Pada masa pemberian terapi untuk ikterus bayi tetap diberikan minum
sepeti sebelumnya, jika tidak ada kontraindikasi minum terbaik untuk bayi
adalah ASI. Untuk pemberian ASI sangat dianjurkan untuk memberikan
ASI ekslusif yaitu pemberian ASI saja tanpa makanan pendamping lainnya
selama 6 bulan penuh kemudian dilanjutkan sampai usia dua tahun dengan
ditambah makanan pendamping ASI.
Bila dievaluasi ternyata tidak banyak perubahan pada kadar bilirubin,
perlu diperhatikan kemungkinan lampu yang kurang efektif, atau ada
komplikasi pada bayi seperti dehidrasi, hipoksia (kekurangan oksigen),
infeksi, gangguan metabolisme, dan lain-lain.
10. Komplikasi
Setiap pengobatan selalu akan menimbulkan efek samping. Dalam
penelitian yang dilakukan selama ini, tidak ditemukan pengaruh negatif terapi
sinar terhadap tumbuh kembang bayi. Efek samping hanya bersifat sementara,
dan dapat dicegah/diperbaiki dengan memperhatikan tata cara penggunaan
terapi sinar.
Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain:
a. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan
harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI,
sesering mungkin berikan ASI.
b. Frekuensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus
yang meningkat).
c. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat
gerak.
d. Kenaikan suhu tubuh.
e. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang
hanya bersifat sementara.
Komplikasi biasanya bersifat ringan dan tidak sebanding dengan manfaat
penggunaannya. Karena itu terapi sinar masih merupaka pilihan dalam
mengatasi hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
11. Mencegah Ikterus Pada Bayi
Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan
kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi
pada janin, dan hipoksia(kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim. Pada
masa persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir, lilitan
tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak
lahir, biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7 – jam 8
pagi setiap hari selama 15 menit dengan membuka pakaiannya.
12. Kremer Ikterus

Gambar 1. Derajat Kremer Ikterus


Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan
terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka
digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar
secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum
untuk memulai terapi sinar.
Tabel 2. Derajat Kremer Ikterus
Derajat Kadar
No Bagian tubuh yang kuning
kremer bilirubin
1 I Daerah kepala dan leher 5,0 mg%
2 II Sampai batas atas 9,0 mg%
3 III Sampai badan bawah hingga 11,4mg%.
tungkai.
4 IV Sampai daerah lengan, kaki 12,4mg%
bawah dan lutut
5 V Sampai Daerah telapak 16,0 mg%
tangan dan kaki.

13. Bagan Penanganan Ikterus


Tabel 3. Penanganan Ikterus
Tanda-Tanda Warna kuning pada kulit dan sklera mata (tanpa
hepatomegali, perdarahan kulit, dan kejang kejang
Kategori Normal Fisiologik Patologik
Penilaian
1. Daerah ikterus 1 1+2 1 sampai 4 1 sampai 5 1 sampai 5
(rumus kremer) 2.
Kuning hari ke: 1-2 >3 >3 >3 >3
3. Kadar bilirubin ≤5mg% 5-9mg% 11-15mg% >15-20mg% >20mg%
Penanganan
Bidan atau Terus 1. Jemur dimatahari pagi jam 7-9 1. Rujuk
puskesmas diberi selama 10 menit kerukah
ASI 2. Badan bayi telanjang,mata ditutup sakit
3. Terus diberi ASI 2. Banyak
4. Banyak minum minum
Rumah sakit Sama Sama Terapi Terapi sinar
dengan dengan sinar
diatas diatas
Periksa golongan darah ibu dan bayi
periksa kadar bilirubin
Nasihat bila Waspadai Tukar
semakin bila kadar darah
kuning bilirubin
,kembali naik >
0.5mg/jam
coomb’s
test

Anda mungkin juga menyukai