Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Pengertian Manajemen dan Pengujian


(Evaluasi, Assessmen/Penilaian, Pengukuran, Tes)

Untuk Tugas Mata Kuliah Manajemen Pengujian

Dosen Pengampu : Dr. Haryanto, MPd., M.T.

Kelompok 1:

Aristiawan 17701251025

Sofi Saifiyah 17701251033

PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Kata manajemen berasal dari bahasa Inggris yaitu manage yang memiliki arti
mengelola, mengatur, mengurus dan melaksanakan. Sedangkan management dalam bahasa
Inggris memiliki arti pengelolaan, pengurus, dan pemimpin. Pengertian manajemen
menurut G. R. Terry merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, pergerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber daya lainnya. James A. Stoner mendefinisikan manajemen
sebagai suatu proses perencanaan, pengorganisasian, dan penggunaan sumber daya
organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Secara garis besar, manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan terhadap organisasi dan pemberdayaan, pemanfaatan, juga
penggunaan sumber daya organisasi guna untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Pengujiannya sendiri memiliki definisi yang dikemukakan oleh Myers yaitu proses
ekskusi program atau sistem secara intens untuk menemukan error. Sedangkan pengujian
yang dikemukakan oleh Hetzel yaitu aktivitas yang digunakan untuk melakukan evaluasi
suatu atribut atau kemampuan dari program atau sistem dan menentukan apakah telah
memenuhi kebutuhan atau hasil yang diharapkan. Dari dua pendapat mengenai pengujian
dapat dikatakan bahwa pengujian merupakan proses yang dibuat sedemikan rupa untuk
mengidentifikasikan adanya ketidak sesuaian suatu hasil sebuat sistem informasi dengan
apa yang diharapkan.
Sehingga, manajemen pengujian merupakan pengelolaan kegiatan untuk
mengumpulkan, mengatur dan mengkomunikasikan informasi tentang pengujian pada suatu
program.

B. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah:
1. Menjelaskan pengertian manajemen
2. Menjelaskan pengertian pengujian (evaluasi, assesmen/penilaian, pengukuran, tes)
3. Menjelaskan perbedaan evaluasi, penilaian, pengukuran, dan tes
4. Menjelaskan hubungan evaluasi, penilaian, pengukuran, dan tes
BAB II
PEMBAHASAN

A. TEORI
1. Manajemen
Manajemen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai proses penggunaan
sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Sementara itu George R. Tarry seperti
yang dikutip Syafaruddin menjelaskan bahwa manajemen adalah kemampuan mengarahkan
dan mencapai hasil yang diinginkan dengan tujuan dari usaha-usaha manusia dan sumber daya
lainnya
Menurut Terry, manajemen merupakan proses yang khas yang terdiri dari tindakan-
tindakan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang masing-masing
bidang tersebut digunakan baik ilmu pengetahuan maupun keahlian dan yang diikuti secara
berurutan dalam rangka usaha mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
2. Pengujian
Pengujian adalah kegiatan melaksanakan pengukuran dengan tujuan apakah siswa telah
memiliki kemampuan yang dipersyaratkan yang telah ditentukan baik oleh satuan pendidikan
berdasarkan musyawarah guru atau ditentukan oleh pusat (Merdapi, 2016: 94).
Enclave (2012: 2) memaparkan bahwa “Testing is neither assessment nor appraisal, but
at the same time it may be a means of obtaining information, data or evidences needed for
assessment and appraisal. Testing is one of the significant and most usable technique in any
system of examination or evaluation”, pengujian bukanlah penilaian atau penaksiran, namun
pada suatu waktu dapat menjadi sarana untuk memperoleh informasi, data atau bukti yang
diperlukan untuk penilaian dan penaksiran. Pengujian adalah salah satu teknik penting dan
paling bermanfaat dalam sistem pemeriksaan atau evaluasi.
a. Evaluasi
Antony dan Brookhart menjelaskan bahwa “Evaluation is defined as the process of
making a value judgement about the worth of a student’s product or performance”, evaluasi
didefinisikan sebagai proses membuat penilaian nilai tentang nilai produk atau kinerja
siswa.
Menurut Tyler (1950), evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan
pendidikan telah tercapai. Sedangkan Griffin & Nix mengatakan bahwa evaluasi adalah
judgment terhadap nilai hasil pengukuran atau implikasi dari hasil pengukuran. (Mardapi,
2016:3)
b. Penilaian
Menurut TGAT (1987), asesmen mencakup semua cara yang digunakan untuk menilai
unjuk kerja individu atau kelompok. (Mardapi, 2016:5)
Sementara Antony & Brookhart mengatakan bahwa “Assessment is a broad term
defined as a process for obtaining information that is used for making decisions about
students; curricula, programs, and schools; and educational policy”, Penilaian adalah
istilah yang luas yang didefinisikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi yang
digunakan untuk membuat keputusan tentang siswa; kurikulum, program, dan sekolah; dan
kebijakan pendidikan.
Penilaian adalah prosedur sistematis untuk mengumpulkan informasi yang dapat
digunakan untuk membuat kesimpulan tentang karakteristik orang atau objek (AERA et al.,
1999)
c. Pengukuran
Pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka (kemampuan seseorang) bagi suatu
objek untuk menggambarkan karakteristik objek tersebut secara sistematik (Mardapi, 2016:
5).
Pendapat lain dari Nitko & Bookhart (2007) bahwa “Measurement is defined as a
procedure for assigning numbers (usually called scores) to a specified attribute or
characteristic of a person in such a way that the numbers describe the degree to which the
person possesses the attribut”, pengukuran didefinisikan sebagai prosedur untuk
menetapkan nomor (biasanya disebut nilai) dengan atribut atau karakteristik tertentu dari
seseorang sedemikian rupa sehingga angka tersebut menggambarkan sejauh mana orang
tersebut memiliki atribut tersebut.
James M. Bradefield (Enclave, 2012:17) mendefinisikan pengukuran “Measurement
is the process of assigning symbols to the dimension of phenomenon in order to
characterise the status of phenomenon as precisely as possible.” Pengukuran adalah proses
menentukan simbol ke suatu dimensi peristiwa secara teratur untuk mengkarakterisasi
status dari peristiwa sedapat mungkin.
d. Tes
Tes merupakan salah satu bentuk instrumen yang digunakan untuk melakukan
pengukuran (Merdapi, 2016: 9).
Dijelaskan oleh Nitko & Bookhart (2007) bahwa “A test is defined as an instrument
or systematic procedure for observing and describing one or more characteristics of a
student using either a numerical scale or a classification scheme. Test is concept narrower
than assessment. In schools, we usually think of a test as a paper and pencil instrument
with a series of questions that students must answer.” Yang memiliki arti bahwa tes
didefinisikan sebagai instrumen atau prosedur sistematis untuk mengamati dan
menggambarkan satu atau lebih karakteristik siswa dengan menggunakan skala numerik
atau skema klasifikasi. Uji adalah konsep yang lebih sempit daripada penilaian. Di sekolah,
biasanya kita memikirkan sebuah tes sebagai instrumen kertas dan pensil dengan
serangkaian pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa.
Allen Philips (1979: 2) mengungkapkan bahwa “A test is commonly difined as a tool
or instrument of measurement that is used to obtain data about a specific trait or
characteristic of an individual or group.” Test biasanya diartikan sebagai alat atau
instrumen dari pengukuran yang digunakan untuk memperoleh data tentang suatu
karakteristik atau ciri yang spesifik dari individu atau kelompok.

B. FAKTA/DATA
Artikel dengan judul “Skala Pengukuran sebagai Alat Evaluasi dalam Menilai Tari Karya
Mahasiswa (Measurement Scale as Instrument of Evaluation in Assessing Student’s Piece of
Dance)” oleh Dinny Devi Triana (Staf Pengajar Program Seni Tari FBS Universitas Negeri
Jakarta). Penelitian ini dilatar belakangi oleh penilaian dalam mata kuliah koreografi yang
seringkali dirasakan sangat subjektif, bahkan keputusan tim penguji tidak lagi melihat kepada
produk yang dihasilkan sebagai penilaian performance, tetapi juga dipengaruhi oleh penilaian
proses. Oleh karenanya dibutuhkan alat evaluasi sebagai pedoman observasi untuk penilaian
tersebut, sehingga hasil akhir dapat berupa nilai secara kuantitatif yang dapat mempengaruhi
terhadap indeks prestasi mahasiswa dan tentu saja nilai performance dapat
dipertanggungjawabkan. Pedoman observasi dengan skala pengukuran yang tepat dapat
memperkecil pengaruh unsur subjektivitas dan sense of art penguji.
Sebagai hasil dari penelitian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Menilai Karya Tari
Penilaian kemampuan ketrampilan psikomotorik (gerakan) dapat dilakukan dengan
suatu tes penampilan. Yang dinilai berupa karya tarinya yang harus sesuai dengan
persyaratan tertentu.
2) Skala Pengukuran
Pada penilaian karya tari mahasiswa alat ukur yang dipakai dan dibandingkan adalah
skala numerik dan skala Thurstone. Dari ke-dua skala tersebut, akan terlihat mana yang
lebih efektif sehingga dapat dijadikan pedoman dalam setiap menilai karya tari
mahasiswa pada matakuliah koreografi
3) Alat Evaluasi
Observasi yang dilakukan dalam penilaian karya tari melalui observasi eksperimental
dan observasi noneksperimental. Pada observasi eksperimental, penguji melakukan
pengamatan dalam situasi yang dibuat yaitu melalui dokumentasi rekaman (video).
Sedangkan observasi non-eksperimental, penguji melakukan pengamatan dalam situasi
yang wajar atau sesungguhnya. Salah satu kelemahan pada tes penampilan yaitu
memerlukan waktu lebih banyak untuk mempersiapkan dan melaksanakannya, serta
pemberian skor yang sering subyektif dan terbebani. Untuk itu diperlukan observasi
baik secara eksperimental maupun non-eksperimental dengan skala pengukuran yang
dapat menghilangkan unsur subyektivitas dalam penskorannya

C. BAHASAN
1. Manajemen
Istilah manajemen sudah menjadi istilah yang populer dalam kehidupan sehari-hari.
Namun setiap ahli memberikan pandangan yang berbeda tentang manajemen, sehingga tidak
mudah untuk memberikan arti universal yang dapat diterima semua orang. Martayo
menyatakan bahwa “manajemen adalah usaha untuk menentukan, menginterpretasikan dan
mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan personalia atau kepegawaian, pengarahan dan kepemimpinan
serta pengawasan”.
Menurut Ahmad Fadli, definisi manajemen dapat diartikan sebagai berikut:
a) Keterlaksanaan proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran
tertentu
b) Kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian
tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain
c) Segenap perbuatan menggerakkan sekelompok orang dan menggerakkan fasilitas
dalam suatu usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu
Menurut Sondang P, fungsi-fungsi manajemen mencakup:
a) Planning, merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang
tentang hal–hal yang akan dikerjakan dimasa yang akan datang dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
b) Organizing, adalah proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas,
tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi
yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian tujuan
c) Motivating, merupakan proses pemberian dorongan bekerja kepada para anggota
sedemikain rupa sehingga mereka mau bekerja demi tercapainya tujuan
d) Controlling, merupakan proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi
untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan
e) Evaluation, adalah proses pengukuran dan perbandingan hasil-hasil pekerjaan yang
nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai

2. Pengujian
a. Evaluasi
Kita sering kali mendengar kata evaluasi dalam kehidupan kita sehari-hari. Evaluasi
adalah salah satu langkah yang biasa dilakukan dalam upaya-upaya untuk meningkatkan
kualitas, kinerja atau produktivitas suatu lembaga dalam menjalankan program-
programnya. Melalui kegiatan evaluasi ini, akan diperoleh potret atau informasi tentang
apa yang sudah dicapai dan mana yang belum. Hasil temuan ini kemudian akan dijadikan
pertimbangan dalam melakukan perbaikan program.
Menurut Tyler (1950), evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan
pendidikan telah tercapai. Sedangkan Griffin & Nix mengatakan bahwa evaluasi adalah
judgment terhadap nilai hasil pengukuran atau implikasi dari hasil pengukuran. Pengertian
evaluasi yang dikemukakan oleh Tyler berorientasi pada pencapaian suatu tujuan,
sedangkan pengertian evaluasi dari Griffin & Nix menitik beratkan pada penggunaan hasil
asesemen.
Kaufman dan Thomas (1980) mengidentifikasi ada 8 model evaluasi program, yaitu
a) Goal-oriented Evaluation Model oleh Tylor
Evaluasi berdasarkan tujuan akan melihat tujuan program yang akan dievaluasi. Dalam
dunia pendidikan, evaluasi difokuskan pada pencpaian tujuan pendidikan. Sudah
sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai. Indicator pencapaian tujuan dapat
dilihat pada prestasi belajar siswa, kinerja guru sampai efektivitas pembelajaran. Hasil
pengukuran pencapaian ini kemudian dibandingkan dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
b) Goal-free Evaluation Model oleh Scriven
Evaluasi model goal-free tidak didasarkan pada tujuan yang dicapai, sebab hal ini
dapat menyempitkan focus dalam banyak situasi pendidikan mengingat hasil dari
pembelajaran bisa banyak dan multi dimensi. Misalnya walaupun tujuan suatu
program adalah meningkatkan pretasi belajar, namun bsa diperoleh hasil lain seperti
kemandirian, kreativitas, percaya diri dan sebagainya. Goal-free bukan berarti bahwa
evaluator tidak mau tau tentang tujuan program, namun ia membatasi diri untuk tidak
terlalu focus pada tujuan agar tidak terjadi bias. Evaluasi model goal-free focus pada
adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari program yang dilakukan.
c) Formatif-summatif Evaluation Model oleh Scriven
Evaluasi formatif bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran. Misalnya hasil
tes atau kuis dianalisis untuk mengetahui konsep mana yang belum dikuasai oleh
mayoritas peserta didik untuk diperdalam lagi pembahasannya. Atau dengan angket
yang berisi pertanyaan mengenai pelaksanaan pembelajaran menurut sudut pandang
peserta didik yang hasilnya digunakan sebagai refleksi oleh guru dalam menjalankan
pembelajaran di kelas. Evaluasi formatif ini akan memberikan umpan balik bagi
penyempurnaan program pembelajaran, mengetahui dan mengurangi kesalahan yang
memerlukan perbaikan. Sedangkan evaluasi sumatif bertujuan untuk menetapkan
tingkat keberhasilan peserta didik. Apakah nilai yang dicapai oleh peserta didik sudah
menetapkannya untuk lulus atau belum lulus. Evaluasi sumatif bisa terdiri atas
beberapa kegiatan pengukuran dan penilaian, sehingga hal ini harus dijelaskan kepada
peserta didik mengenai penentuan nilai akhir. Bobot nilai tugas, nilai ujian tengah
semeseter dan nilai ujian akhir semester harus dijelaskan kepada peserta didik di awal
pembelajaran.
d) Countenance Evaluation Model oleh Stake
Evaluasi memfokuskan pada program pendidikan, untuk mengidentifikasi tahapan
proses pendidikan dan factor-faktor yang mempengaruhinya
e) Responsive Evaluation Model oleh Stake
f) CIPP Evaluation Model oleh Stufflebeam
CIPP merupakan kependekan dari contex, input, process dan product. Contex berarti
aturan atau ketentuan serta keadaan lembaga yang melaksanakan program. Input
berarti semua masukan program, yang meliputi karakteristik peserta didik, pendidik
serta fasilitas yang tersedia. Process adalah pengelolaan proses pembelajaran peserta
didik yang dilakukan oleh pendidik. Product adalah hasil proses pembelajaran peserta
didik yang sering dilihat pada kemampuan mahasiswa dalam bentuk indeks prestasi.
g) CSE-UCLA Evaluation Model
h) Discrepancy Evaluation Model oleh Provus
b. Penilaian
Sementara Antony & Brookhart mengatakan bahwa penilaian adalah istilah umum
yang didefinisikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi yang digunakan untuk
membuat keputusan tentang siswa; kurikulum, program, dan sekolah; dan kebijakan
pendidikan. Informasi atau data tersebut tidak selalu didapat melalui tes, namun bisa
didapat melalui pengamatan atau laporan diri.
Prinsip penilaian yang penting adalah akurat, ekonomis, dan mendorong terjadinya
peningkatan kualitas pendidikan. Akurat berarti hasil penilaian mengandung kesalahan
sekecil mungkin, ekonomis berarti system penilaian mudah dan murah atau terjangkau
untuk dilakukan. Setiap penilaian haruslah mampu mendorong guru maupun peserta didik
untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Misalnya peserta didik yang mengetahui
kompetensi dasar yang belum dikuasai menjadi termotivasi untuk menguasai kompetensi
dasar tersebut dengan mencari strategi belajar yang lebih tepat untuk dirinya.
Dalam melakukan penilaian kepada peserta didik, guru haruslah melakukan penilaian
yang mencakup semua hasil belajar peserta didik. Baik yang berada pada ranah kognitif,
psikomotor maupun ranah afektif. Penilaian dalam ketiga ranah ini tentu memiliki
karakteristik yang berbeda-beda.
Sementara itu Chittenden (1991) mengatakan bahwa kegiatan penilaian dalam proses
pembelajaran perlu diarahkan pada 4 hal, yaitu:
a) Penelusuran, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk menelusuri apakah proses
pembelajaran yang telah dilakukan sudah sesuai dengan yang direncanakan.
b) Pengecekan, yaitu untuk mencari informasi apakah terdapat kekurangan-kekurangan
pada peserta didik selama pembelajaran. Melalui pengecekan, dapat diketahui apa
yang telah dikuasai peserta didik dan apa yang belum dikuasai
c) Pencarian, yaitu proses untuk menemukan penyebab munculnya kekurangan selama
pembelajaran. Dengan pencarian ini, dapat segera ditemukan solusi untuk mengatasi
kendala-kendala yang timbul selama pembelajaran berlangsung.
d) Penyimpulan, yaitu untuk mengambil sebuah kesimpulan mengenai tingkat
ketercapaian hasil belajar dari peserta didik. Tingkat ketercapaian ini kemudian
dibandingkan dengan standar kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik.
Selain itu, hasil penyimpulan ini dapat berfungsi sebagai laporan kemajuan belajar
peserta didik, baik bagi peserta didik sendiri, guru, sekolah maupun orang tua dari
peserta didik.
c. Pengukuran
Tidak ada satupun aktifitas di dunia ini yang bisa dipisahkan dari kegiatan
pengukuran. Dengan melakukan pengukuran, suatu program yang direncanakan dapat
diketahui keberhasilannya. Berkembangnya teknologi dan pengetahuan pun tidak bisa
terlepas dari kegiatan pengukuran. Oleh karena itu pengukuran memiliki peran yang
begitu penting baik pada perkembangan ilmu pengetahuan maupun perkembangan
teknologi.
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh
deskripsi numeric dari suatu tingkatan dimana siswa telah mencapai karakteristik tertentu.
Pengukuran berkaitan erat dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif.
Pengukuran diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik
tertentu yang dimiliki oleh orang seperti guru maupun siswa, suatu hal, atau obyek tertentu
misalnya gedung sekolah, papan tulis, meja, dan lain sebagainya.
Pengukuran merupakan kuantifikasi suatu objek atau gejala yang dinyatakan dalam
bentuk angka atau skor dan objek yang diukur bisa berupa fisik maupun nonfisik.
Pengukuran terhadap objek fisik seperti tinggi badan, berat badan, luas lapangan, jumlah
siswa, dan lani-lain. Sedangkan pengukuran terhadap objek nonfisik seperti prestasi
belajar, kejujuran, kepercayaan diri, dilakukan secara tidak langsung dengan memberikan
stimulus. Stimulus yang diberikan bisa berupa pertanyaan atau pernyataan, sedangkan
respon siswa berupa jawaban pertanyaan atau pendapat atas pernyataan. Semua respon
dinyatakan dalam bentuk angka dan kemudian ditafsirkan melalui kegiatan asesmen.
Hasil pengukuran harus memiliki kesalahan yang sekecil mungkin. Tingkat kesalahan
ini berkaitan dengan kehandalan alat ukur. Alat ukur yang baik memberi hasil konstan bila
digunakan berulang-ulang, asalkan kemampuan yang diukur tidak berubah. Kesalahan
pengukuran ada yang bersifat acak dan ada yang bersifat sistematik. Kesalahan acak
disebabkan situasi saat ujian, kondisi fisik-mental yang diukur dan yang mengukur
bervariasi. Kondisi mental termasuk emosi seseorang bisa bersifat variatif, dan variasinya
diasumsikan acak. Hal ini untuk memudahkan melakukan estimasi kemampuan seseorang.
Kesalahan yang sistematik disebabkan oleh alat ukurnya, yang diukur, dan yang
mengukur. Ada guru yang cenderung membuat soal tes yang terlalu mudah atau sulit,
sehingga hasil pengukuran bisa underestimate atau overestimate dari kemampuan yang
sebenarnya. Setiap orang yang dites, teramsuk peserta didik, tentu memiliki rasa
kecemasan walau besarnya bervariasi. Apabila ada peserta didik yang selalu memiliki
tingkat kecemasan tinggi ketika dites, hasil pengukurannya cenderung underestimate dari
kemampuan yang sebenarnya.
Dalam melakukan pengukuran, guru bisa membuat kesalahan yang sistematik.
Kesalahan ini bisa terjadi pada saat penskoran, ada guru yang "pemurah" dan ada guru
yang "mahal" dalam memberi skor. Bila murah dan mahal ini berlaku pada semua peserta
didik, maka akan terjadi kesalahan yang sistematik. Sebalikya, bila hanya berlaku kepada
peserta didik tertentu, maka akan terjadi bias dalam pengukuran.
Demikian kompleksnya masalah pengukuran sehingga dibutuhkan teori pengukuran.
Saat ini ada dua teori pengukuran yang digunakan secara luas, yaitu teori tes klasik dan
teori modern. Teori tes klasik berasumsi bahwa skor yang didapatkan seseorang dari hasil
suatu pengukuran dapat diuraikan menjadi skor yang sebenarnya dan skor kesalahan.
Asumsi lainnya adalah bahwa tidak ada hubungan antara skor yang sebenarnya dengan
skor kesalahan. Dari kedua asumsi dasar ini, selanjutnya dikembangkan formula-formula
atau rumus-rumus untuk mengetahui indeks kesahihan (validitas) dan indeks kehandalan
(reliabilitas).
Ada beberapa kelamahan teori tes klasik, dan yang paling menonjol adalah
ketergantungan statistik butir pada karakteristik kelompok yang diukur. Dengan demikian,
besarnya statistik butir bervariasi dari satu kelompok terhadap kelompok yang lain.
Akibatnya, sulit membandingkan kemampuan kelompok yang satu dengan kelompok
lainnya, apalagi antar individu. Kelemahan ini sudah lama disadari, yaitu sejak
dikembangkannya alat ukur yang digunakan pada bidang ilmu-ilmu alam atau teknologi.
Alat ukur yang digunakan pada bidang ini tidak tergantung pada objek yang diukur, karena
karakteristiknya tidak berubah-ubah selama objek yang diukur sama. Hal ini mudah
difahami karena yang diukur adalah benda atau objek yang mati. Berbeda dengan objek
pada bidang pendidikan, yaitu manusia. Keadaan manusia seperti kondisi senang dan
susah, selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga hasil pengukuran yang diperoleh
belum tentu menunjukkan karakteristik individu yang sebenarnya. Oleh karena itu,
dikembangkan teori pengukuran yang dapat mengatasi kelemahan teori klasik.
Teori klasik yang berkembang pada saat ini yang disebut dengan teori modern
menggunakan beberapa asumsi dasar. Asumsi utamanya adalah peluang seseorang
menjawab benar suatu butir tidak ditentuka oleh peluang menjawab butir yang lain, yang
dikenal dengan asumsi independen. Teori modern ini berusaha untuk mengembangkan
suatu analisis yang menghasilkan estimasi kemampuan seseorang tanpa dipengaruhi oleh
alat ukur yang digunakan. Demikian juga statistik butir diusahakan agar tidak tergantung
pada karakteristik individu yang diukur. Berdasarkan sifat-sifat ini, teori tes modern
dikembangkan oleh banyak pakar pengukuran.
d. Tes
Tes dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan atau tugas atau seperangkat tugas
yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait (sifat) atau atribut
pendidikan atau psikologik yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai
jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
Tes juga merupakan salah satu bentuk instrumen yang digunakan untuk melakukan
pengukuran. Tujuan dari dilakukannya tes adalah untuk mengetahui pencapaian belajar
atau kompetensi yang telah dicapai oleh siswa dalam bidang tertentu. Hasil tes merupakan
informasi tentang karakteristik seseorang atau sekelompok orang. karakteristik ini bisa
berupa kemampuan kognitif atau keterampilan seseorang. Hasil tes diharapkan
menghasilkan data dengan kesalahan sekecil mungkin. Oleh karena itu, agar diperoleh
data yang akurat dibutuhkan tes yang sahih (valid) dan andal (reliabel). Kesalahan
pengukuran ini dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu kesalahan acak dan kesalah
sistemik. Kesalahan acak disebabkan karena kesalahan dalam memilih sampel isi tes,
variasi emosi seseorang, termasuk variasi emosi pemeriksa lembar jawaban jika lembar
jawaban diperiksa secara manual. Kesalahan sistematik disebabkan karena soal tes terlalu
mudah atau terlalu sukar.
Fungsi tes secara umum tes memiliki dua fungsi yaitu sebagai alat pengukur terhadap
peserta didik. Dalam hal ini test berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan
yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran
dalam jangka waktu tertentu. Fungsi yang kedua sebagai alat pengukur keberhasilan
program pengajaran, karena melalui tes tersebut dapat diketahui seberapa jauh tujuan
pembelajaran telah dicapai.
Tes berperan sangat besar dalam sistem pendidikan, karena pentingnya itu maka
setiap kegiatan tes selalu menimbulkan kritik yang tajam dari masyarakat. Kritik tersebutt
tidak jarang datang dari para ahli, disamping itu juga datang dari orang tua yang secara
langsung atau tidak langsung berkepentingan terhadap tes. Diantara beberapa kritik
tersebut ada beberapa yang harus menjadi perhatian sungguh-sungguh oleh para praktisi
dan ahli tes, pengukuran dan evaluasi.
Kritik tersebut antara lain: 1) tes senantiasa akan mencampuri rahasia pribadi peserta
tes. Setiap tes berusaha mengetahui pengetahuan dan kemampuan peserta tes, yang dapat
berarti membuka kelemahan dan kekuatan pribadi seseorang. Didalam masyarakat yang
sangat melindungi akan hak dan rahasia pribadi,masalah ini seslalu akan menjadi gugatan
atau keluhan; 2) tes selalu menimbulkan rasa cemas peserta tes.memang sampai bats
tertentu rasa cemas itu dibutuhkan untuk dapat mencapai prestasi terbaik, tetapi tes
acapkali menimbulkan rasa cemas yang tidak perlu, yang justru dapat menghambat
seseorang mampu mendemonstrasikan kemampuan terbaiknya; 3) tes acapkali justru
menghukum peserta didik yang kreatif.karena tes itu selalu menuntut jawaban yang sudah
ditentukan pola dan isinya, maka tentu saja hal itu tidak memberi ruang gerak yang cukup
bagi anak yang kreatif; 4) tes selalu terikat pad kebudayaan tertentu. Tidak ada tes hasil
belajar yang bebas budaya. Karena itu kemampuan peserta tes untuk memberi jawaban
terbaik turut ditentukan oleh kebudayaan penyusun tes; 5) tes hanya mengukur hasil
belajar yang sederhana dan yang remeh. Hampir tidak pernah ada tes hasil belajar yang
mampu mengungkapkan tingkah laku peserta didik secara menyeluruh, yang justru
menjadi tujuan utama pendidikan formal apapun.
Karena banyak kritik yang tajam dari masyarakat terhadap tes hasil pendidikan, maka
para pendidik harus dapat melakukan tes dengan penuh tanggung jawab. Untuk itu perlu
ditegakan beberapa etika tes, yang membedakan tes yang etik dan tindakan yang tidak etik
dalam pelaksanaan tes secara professional. Praktek tes hasil belajar yang sesuai etik
terutama mencakup empat hal utama berikut:
a) Kerahasiaan Hasil Tes
Setiap pendidik dan pengajar wajib melindungi kerahasiakan hasil tes, baik secara hasil
individual maupun secara kelompok. Hasil tes hanya dapat disampaikan kepada orang lain
bila, 1) ada izin dari peserta didik yang bersangkutan atau orang yang bertanggung jawab
terhadap peserta didik (bagi peserta didik yang belum dewasa). Jadi dengan demikian
praktek menempelkan hasil tes di papan pengumuman dengan identitas jelas peserta tes,
merupakan pelanggaran terhadap etika ini; 2) ada tanda-tanda yang jelas terhadap hasil tes
tersebut menunjukan gejala yang membahayakan dirinya atau membahayakan
kepentingan orang lain; 3) bila penyampaian hasil tes tersebut kepada orang lain jelas-
jelas menguntungkan peserta tes.
b) Keamanan tes
Tes merupakan alat pengukur yang hanya dapat digunakan secara professional. Dengan
demikian tes tidak dapat digunakan diluar batas-batas yang ditentukan oleh
profesionalisme pekerjaan guru. Dengan demikian maka setiap pendidik harus dapat
menjamin keamanan tes, baik sebelum maupun sesudah digunakan.
c) Interpretasi Hasil Tes
Hal yang paling mengandung kemunkinan penyalahgunaan tes adalah penginterpretasian
hasil tes secara salah. Karena itu maka interpretasi hasil tes harus diikuti tanggung jawab
professional. Bila hasil tes diinterpretasi secara tidak patut, dalam jangka panjang akan
dapat membahayakan kehidupan peserta tes.
d) Penggunaan tes
Tes hasil belajar haruslah digunakan secara patut. Bila tes hasil belajar tertentu merupakan
tes baku, maka tes tersebut harus digunakan di bawah ketentuan yang berlaku bagi
pelaksanaan tes baku tersebut harus digunakan dibawah ketentuan yang berlaku bagi
pelaksanaan tes baku tersebut. Tak ada tes baku yang boleh digunakan diluar prosedur
yang ditapakan oleh tes itu sendiri.

3. Hubungan Evaluasi, Penilaian, Pengukuran dan Tes


Sebenarnya proses pengukuran, penilaian, evaluasi dan pengujian merupakan suatu
kegiatan atau proses yang bersifat hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara berurutan dan
berjenjang yaitu dimulai dari proses pengukuran kemudian penilaian dan terakhir evaluasi.
Sedangkan proses pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan
kegiatan penilaian. Ada beberapa alasan untuk menggunakan pengukuran, tes, dan evaluasi
dalam pendidikan, antara lain :
a. Seleksi
Tes dan beberapa alat pengukuran digunakan untuk mengambil keputusan tentang orang
yang akan diterima atau ditolak dalam suatu proses seleksi. Untuk dapat memutuskan
penerimaan atau penolakan ini maka haruslah digunakan tes yang tepat, yaitu tes yang
dapat meramalkan keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam suatu kegiatan tertentu
pada masa yang akan datang dengan resiko yang terendah. Tes jenis ini sangat umum
dalam masyarakat, karena hampir selalu terjadi peminat untuk pekerjaan atau pendidikan
jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan. Dilihat dari hal tersebut, maka acapkali tes seleksi
yang dilakukan hanya sekedar untuk memisahkan orang yang akan diterima dari orang
yang akan ditolak. Bukan untuk memperoleh calon yang paling besar kemungkinan
berhasil dalam pekerjaan atau program yang akan dilakukan.
b. Penempatan
Dalam kursus atau latihan yang singkat biasanya dilakukan tes penempatan, untuk
menentukan tempat yang paling cocok bagi seseorang untuk dapat berprestasi dan
berproduksi secara efisien dalam suatu proses pendidikan atau pekerjaan. Tes seperti ini
terutama didasarkan pada informasi tentang apa yang telah dan apa yang belum dikuasai
oleh seseorang.
c. Diagnosis dan remedial
Tes seperti ini terutama untuk mengukur kekuatan dan kelemahan seseorang dalam rangka
memperbaiki penguasaan atau kemampuan dalam suatu program pendidikan tertentu. Jadi,
sebelum dilakukan remedial, maka seharusnya didahului oleh suatu tes diagnosis.
d. Umpan balik
Hasil suatu pengukuran atau skor tes tertentu dapat digunakan sebagai umpan balik, baik
bagi individu yang menempuh tes maupun bagi guru atau instruktur yang berusaha
mentransfer kemampuan kepada peserta didik. Suatu skor tes dapat digunakan sebagai
umpan balik, bila telah diinterpretasi. Setidak-tidaknya ada dua cara menginterpretasi skor
tes, yaitu dengan membandingkan skor seseorang dengan kelompoknya dan dengan
melihat kedudukan skor yang diperoleh seseorang dengan kriteria yang ditentukan
sebelum tes dimulai. Untuk yang pertama dinamakan “norm reference test” dan yang
kedua dinamakan “criterion reference test”.
e. Memotivasi dan membimbing belajar
Hasil tes seharusnya dapat memotivasi belajar peserta didik, dan juga dapat menjadi
pembimbingan bagi mereka untuk belajar. Bagi mereka yang memperoleh skor yang
rendah seharusnya menjadi cambuk untuk lebih berhasil dalam tes yang akan datang dan
secara tepat dapat mengetahui diwilayah mana terletak kelemahannya. Dan bagi mereka
yang mendapat skor yang tinggi tentu saja hasil itu dapat menjadi motivasi
mempertahankan dan maningkatkan hasilnya, serta dapat menjadi pedoman dalam
mempelajari bahan pengayaan.
f. Perbaikan kurikulum dan program pendidikan
Salah satu peran yang penting evaluasi pendidikan ialah mencari dasar yang kokoh bagi
perbaikan kurikulum dan program pendidikan. Perbaikan kurikulum atau program
pendidikan yang dilakukan tanpa hasil evaluasi yang sistematik acapkali menjadi usaha
yang sia-sia.
g. Pengembangan ilmu
Hasil pengukuran, tes, dan evaluasi tentu saja akan dapat memberi sumbangan yang berarti
bagi perkembangan teori dan dasar pendidikan. Ilmu seperti pengukuran pendidikan dan
psikometrik sangat tergantung pada hasil-hasil pengukuran, tes, dan evaluasi yang
dilakukan sebagai kegiatan sehari-hari guru dan pendidik. Dari hasil itu akan diperoleh
pengetahuan emperik yang sangat berharga untuk pengembangan ilmu dan teori.
4. Perbedaan Evaluasi, Penilaian, Pengukuran dan Tes
Pengukuran, tes, penilaian dan evaluasi dalam pendidikan berperan dalam seleksi,
penempatan, diagnosa, remedial, umpan balik, memotivasi dan membimbing. Baik tes maupun
pengukuran keduanya terkait dan menjadi bagian istilah evaluasi. Meski begitu, terdapat
perbedaan makna antara mengukur dan mengevaluasi. Mengukur adalah membandingkan
sesuatu dengan satu ukuran tertentu. Dengan demikian pengukuran bersifat kuantitatif.
Sementara itu evaluasi adalah pengambilan suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran
baik-buruk Dengan demikian pengambilan keputusan tersebut lebih bersifat kualitatif.
Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran
tertentu. Misalnya mengukur suhu badan dengan ukuran berupa thermometer: hasilnya: 360
celcius, 380 celcius, 390 celcius dan seterusnya. Contoh lain: dari 100 butir yang diajuakan
dalam tes, ahmad menjawab dengan betul sebanyak 80 butir soal. Dari contoh tersebut dapat
kita dipahami bahwa pengukuran itu sifatnya kuantitatif.
Pengukuran yang bersifat kuantitatif itu, dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu; misalnya ; pengukuran yang
dilakukan oleh penjahit pakaian mengenai panjang lengan, panjang kaki, lebar bahu,
ukuran pinggan dan sebagainya.
2. Pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu : misalnya ; pengukuran untuk
menguji daya tahan per baja terhadap tekanan berat, pengukuran untuk menguji daya
tahan lampu pijar, dan sebagainya.
3. Pengukuran untuk menilai, yang dilakukan dengan jalan menguji sesuatu ; misalnya :
mengukur kemajuan belajar peserta didik dalam rangka mengisi nilai rapor yang
dilakukan dengan menguji mereka dalam bentuk tes hasil belajar. Pengukuran jenis
ketiga inilah yang biasa dikenal dalam dunia pendidkan.
Penialian berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti : mengambil
keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang teguh pada ukuran baik
atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya. Jadi penilaian itu sifatnya
adalah kualitatif. Dalam contoh di atas tadi, seseorang yang suhu badannya 36°Celcius
termasuk orang yang normal kesehatannya, dengan demikian orang tersebut dapat ditentukan
sehat badannya. Dari 100 butir soal, 80 butir dijawab dengan betul oleh Ahmad; dengan
demikan dapat ditentukan Ahmad termasuk anak yang pandai.
Sedangkan “Evaluasi” adalah mencangkup kegiatan yang telah dikemukakan terdahulu,
yaitu mencangkup “pengkuran” dan “penilaian”. Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk
menilai sesuatu. Untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai itu,
dilakukanlah pengukuran, dan wujud dari pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian
inilah yang dalam dunia kependidikan dikenal dengan istilah tes.
Di atas telah dikemukakan bahwa pengukuran itu adalah bersifat kuantitatif; hasil
pengukuran itu berwujud keterangan yang berupa angka-angka atau bilangan-bilangan.
Adapun evaluasi adalah bersifat kualitatif; evaluasi pada dasarnya adalah merupakan
penafsiran atau interpretasi yang sering bersumber pada data yang bersifat kuantitatif.
Lebih lanjut masroen menegaskan bahwa penilaian (setidak-tidaknya dalam bidang
psikologi dan pendidikan) mempunyai arti yang lebih luas ketimbang istilah pengukuran, sebab
pengukuran itu sebenarnya hanyalah merupakan suatu langkah atau tindakan yang kiranya
perlu diambil dalam rangka pelaksanaan evaluasi, sebab tidak semua penilaian itu harus
senantiasa didahului oleh tindakan pengukuran secara lebih nyata. Sebagai contoh, misalnya
untuk dapat menetukan keberhasilan pengajaran pendidikan agama islam . Ada cara lain yang
dapat ditempuh guna mengetahui apakah para siswa telah dapat menghayati dan mengamalkan
ajaran-ajaran Islam yang telah diberikan kepada mereka di sekolah; cara lain itu misalnya
dengan melakukan observasi (pengamatan) melakukan wawancara dan sebagainya.
Namun demikian tidak dapat disangkal adanya kenyataan, bahwa Evaluasi dalam bidang
pendidikan sebagian besar bersumber dari hasil-hasil pengukuran. Pada umumnya para pakar
di bidang pendidikan sependapat, bahwa evaluasi mengenai proses pembelajaran disekolah,
tidak mungkin dapat berjalan dengan bail apabila evaluasi itu tidak didasarkan atas data yang
bersifat kuantitatif, inilah sebabnya mengapa dalam praktek masalah pengukuran mempunyai
kedudukan yang sangat penting di dalam dalam proses evaluasi. Baik buruknya evaluasi akan
banyak bergantung pada hasil-hasil pengukuran yang mendahuluinya. Hasil pengukuran yang
Kurang cermat akan memberikan hasil evaluasi yang kurang cermat pula, sebaliknya teknik
pengukuran yang tepat akan memberikan landasan yang kokoh untuk mengadakan evaluasi
yang tepat. Kenyataan inilah yang acapkali menimbulkan adanya kerancuan dan tumpang
tindih, antara istilah evaluasi, penilaian dan pengukuran.
BAB III
SIMPULAN

1. Manajemen adalah usaha untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-


tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian,
penyusunan personalia atau kepegawaian, pengarahan dan kepemimpinan serta
pengawasan
2. Evaluasi adalah judgment terhadap nilai hasil pengukuran atau implikasi dari hasil
pengukuran. Penilaian adalah proses untuk mendapatkan informasi yang digunakan untuk
membuat keputusan tentang siswa; kurikulum, program, dan sekolah; dan kebijakan
pendidikan. Pengukuran adalah membandingkan hasil tes dengan standar yang ditetapkan
dan pengukuran bersifat kuantitatif. Tes adalah salah satu bentuk instrumen yang
digunakan untuk melakukan pengukuran dengan tujuan untuk mengetahui pencapaian
belajar atau kompetensi yang telah dicapai oleh siswa dalam bidang tertentu.
3. Hubungan antara pengukuran, penilaian dan evaluasi bersifat hirarkis. Pengukuran
membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, penilaian menjelaskan dan menafsirkan
hasil pengukuran, sedangkan evaluasi adalah penetapan nilai atau implikasi suatu perilaku,
bisa perilaku individu atau lembaga. Sifat yang hirarkis ini menunjukkan bahwa setiap
kegiatan evaluasi melibatkan penilaian dan pengukuran. Penilaian berarti menilai sesuatu,
sedangkan menilai itu mengandung arti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan
mendasarkan diri pada ukuran atau criteria tertentu, seperti menilai seseorang sebagai orang
yang pandai karena memiliki skor tes inteligensi lebih dari 120, sedangkan evaluasi
menacakup baik kegiatan pengukuran maupun penilaian.
4. Perbedaan antara pengukuran, penilaian, dan evaluasi terletak pada ruang lingkup dan
pelaksanaannya. Ruang lingkup penilaian lebih sempit dan biasanya hanya terbatas pada
salah satu komponen atau aspek saja, seperti prestasi belajar. Pelaksanaan penilaian
biasanya dilakukan dalam konteks internal. Ruang lingkup evaluasi lebih luas, mencangkup
semua komponen dalam suatu sistem dan dapat dilakukan tidak hanya pihak internal tetapi
juga pihak eksternal. Evaluasi dan penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi
pengukuran, sedangkan tes merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran.
Pengukuran lebih membatasi pada gambaran yang bersifat kuantitatif (angka-angka)
tentang kemajuan belajar peserta didik, sedangkan evaluasi dan penilaian lebih bersifat
kualitatif. Keputusan penilaian tidak hanya didasarkan pada hasil pengukuran, tetapi dapat
pula didasarkan hasil pengamatan dan wawancara.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Fadli. 2002. Organisasi dan Administrasi edisi Revisi. Jakarta: Man Halun Nasyi-in
Press
Cecil R. Reynolds; Ronald B. Livingston; Vicor Willson. 2008. Measurement and Assessment
in Education. Pearson
Enclave, Nehru. 2012. Educational Measurement and Evaluation. New Delhi: Usi
Publications.
Mardapi, Djemari. 2016. Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta:
Parama Publishing.
Nitko, A.J. & Bookhart, S.M. 2007. Educational Assessment of Students. New Jersey: Prentice
Hall.
Anoraga, Pandji. 1997. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Phillips, Allen D. 1979. Measurement and Evaluation in physical education. Canada: John
Whiley & Sons, Inc.
Martoyo, Susilo. 1980. Manajemen Sumber Daya Manusia Yogyakarta: BPPFE.
Syafaruddin. 2005. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press
Triana, Dinny Devi. 2006. Skala Pengukuran sebagai Alat Evaluasi dalam Menilai Tari Karya
Mahasiswa (Measurement Scale as Instrument of Evaluation in Assessing Student’s
Piece of Dance). Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni Vol. VII No.2

Anda mungkin juga menyukai