Anda di halaman 1dari 16

PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO PADA PROYEK JEMBATAN DI KABUPATEN

MALANG

PROPOSAL TESIS

Untuk menyusun Tesis pada Program Studi Teknik Sipil Peminatan Manajemen Konstruksi

Program Pascasarjana

Institute Teknologi Nasional Malang

Oleh :

MUHAMMAD AFAZA MUTTAQIN

NIM : 21121009

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


PEMINATAN MANAJEMEN KONSTRUKSI

INSTITUTE TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


JULI 2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proyek konstruksi merupakan salah satu indikator dalam kemajuan suatu negara,
dimana dengan berlangsungnya proyek konstruksi akan menghasilkan gedung atau
infrastruktur lain yang meningkatkan kualitas hidup bagi masyarakat disekitarnya.
Akan tetapi didalam pelaksanaannya terdapat bebagai resiko yang menyebabkan
terhambatnya pelaksanaan proyek konstruksi tersebut yang mana menjadi salah
satu faktor yang memperlambat penggunaan manfaat dari gedung atau infrastuktur
yang dibuat.

Pada proyek konstruksi terdapat beberapa sub kalsifikasi yaitu di proyek gedung
maupun proyek infrastuktur lainnya semacam pembangunan jalan layang,
jembatan, drainase, rel kereta api, bendungan dan lain sebagainya, yang mana
memiliki resiko yang berbeda-beda pada pelaksanaanya, dan juga setiap lokasi pada
pelaksanaan proyek memiliki karakteristik tersendiri dikarenakan lokasi yang
berbeda-beda sehingga resiko yang muncul dapat berbeda meskipun memiliki jenis
pekerjaan yang sama.

Adapun terdapat berbagai macam Pendekatan, metode maupun model dalam


melaksanakan analisis manajemen rekiso, salah satunya yaitu model house of risk
dimana model ini dikembangkan oleh Pujawan & Geraldine (2009) adapun pada
model ini merupakan pengembangan dari metode QFD (Quality Function
Development) dan FMEA (Failure Modes and Effect Analysis) yang mana digunakan
untuk menyusun model dalam pengelolaan resiko.

Pada penelitian ini akan digunakan model HOR, karena model ini berbeda dengan
model yang sudah ada dimana pada HOR dipilih risk agent yang memiliki ARP
(Aggregate Risk Potentials) tinggi yang artinya risk agent tersebut memiliki
probabilitas kejadian yang tinggi dan menyebabkan banyak risk event dengan
dampak yang parah. Kemudian disusun tindakan mitigasi untuk risk agent terpilih
berdasarkan rasio total efektivitas untuk tingkat kesulitan dan tindakan mitigasi
mana yang dapat mereduksi banyak risk agent dengan nilai ARP yang Tinggi

Pada penelitian sebelumnya mengenai manajemen resiko yang menggunakan


model house of risk pada pembangunan flyover di Indonesia pada tahun 2020
dengan hasil identifikasi terdapat 34 kejadian risiko, 17 agen risiko dan 17 tindakan
pencegahan yang terjadi dalam proyek konstruksi flyover di Indonesia. HOR fase 1
dengan diagram pareto didapatkan 6 agen risiko prioritas untuk ditangani dan yang
menjadi urutan pertama adalah pengawasan pekerjaan yang tidak berjalan dengan
baik sedangkan HOR fase 2 didapatkan 8 tindakan pencegahan yang menjadi
prioritas dalam mengatasi agen risiko yang terjadi dalam proyek konstruksi flyover
dan yang menjadi urutan pertama adanya pengawasan intern dari owner terhadap
penyedia jasa maupun konsultan pengawas. Oleh karena itu peneliti mencoba
mengaplikasikan model hose of risk pada pekerjaan jembatan Duwet Krajan di
Kabupaten Malang.

1.2 Identifikasi Masalah

Salah satu dari proyek konstruksi yang memiliki resiko tinggi yaitu pembangunan
jembatan, dimana pada pelaksanaanya terdapat berbagai macam proses yang rumit
dan butuh pengukuran yang mendetail sehingga perlu dilakukannya analisis
manajemen resiko terhadap proyek pembangunan jembatan. Salah satunya dalam
pelaksanaan pembangunan jembatan duwet krajan yang berlokasi di kecamatan
Tumpang Kabupaten Malang, yang mana di proyek tersebut dilaksanakan 20 m
diatas elevasi dasar sungai dan adapula eksisting lapangan yang berada diantara
tebing dan jurang yang mana memiliki resiko tersendiri dan layak untuk dianalisis
mengenai manajemen resiko pelaksanaannya. Berikut gambar eksisting dalam
perencanaan jembatan duwet krajan di kecamatan tumpang kabupaten malang.

Gambar 1.1 Potongan Melintang Jembatan Duwet Krajan

Gambar 1.2 Potongan Memanjang Jembatan Duwet Krajan

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang diatas maka rumusan masalah yang dikemukan sebagai
berikut:
 Risk Event (Resiko Kejadian) dan Risk Agent (Sumber Resiko) apa saja
yang ada pada pelaksanaan pembangunan jembatan duwet krajan
kabupaten malang?
 Risk Agent mana yang memiliki Aggregate Risk Potentials yang tinggi di
pekerjaan pembangunan jembatan duwet krajan?
 Mitigasi Resiko yang dilakukan untuk mengantisipasi Risk Agent dengan
Aggregate Risk Potentials yang tinggi di pekerjaan pembangunan jembatan
duwet krajan ?

1.4 Tujuan Penelitian

Pada ini dilakukan guna mengetahui Risk Event, Risk Agent yang ada pada
pelaksanaan pembangunan jembatan duwet krajan , yang mana juga di teliti
mengenai Risk Agent mana yang memiliki Aggregate Risk Potentials yang tinggi
kemudian mencari mitigasi resikonya.

1.5 Batasan Masalah

Batasan Masalah yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Penyebaran kuisioner dilakukan pada tingkat pelaksana, pengawas, dan bagian


manajerial terkait yang mengetahui pelaksanaan secara menyeluruh/

2. Penelitian ini tidak memilah resiko berdasarakan perencanaan & pelaksanaan

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini

 Secara Teoritis

Dengan adanya penelitian ini dapat menambah literasi mengenai manajemen


resiko pada pembangunan jembatan yang dapat di gunakan peniliti guna
memecahkan permasalah sejenis dan memperluas wawasan bagi peneliti

 Secara Praktis

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai refrensi untuk mengetahui resiko


prioritas dan juga mitigasi resiko dalam pembangunan jembatan yang memiliki
jenis kontruksi yang hampir mirip sehingga dapat membantu stake holder dalam
perencanaan maupun pelaksanaan yang lebih matang dan lebih baik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proyek

Proyek adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu,
yang dalam prosesnya dibatasi oleh waktu dan sumber daya yang diperlukan dan persyaratan-
persyaratan tertentu lainnya. Secara umum dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) indikator yang
menunjukan keberhasilan suatu proyek (Suharto, 1997),

yaitu :

1. On Time (tepat waktu), yaitu ketepatan waktu penyelesaian proyek sesuai dengan yang
dijadwalkan.

2. On Spesification (tepat spesifikasi/ kualitas), dari spesifikasi yang telah ditentukan, pemilik
proyek menginginkan mutu pekerjaan yang bagus.
3. On Budget (tepat anggaran/biaya)

Proses pencapaian tujuan ada batasan yang harus dipenuhi yaitu besarnya biaya (anggaran)
yang di alokasikan, jadwal, dan mutu yang harus dipenuhi. Ketiga hal tersebut merupakan
parameter penting bagi penyelenggara proyek yang sering di asosiasikan sebagai sasaran
proyek. Ketiga batasan tersebut sebagai kendala (triple constrain) yaitu :

1. Anggaran

Proyek yang harus diselesaikan dengan biaya yang tidak boleh melebihi anggran. Untuk
proyek-proyek yang melibatkan jumlah dana besar dan jadwal pengerjaan bertahun-tahun,
anggarannya tidak hanya ditentukan dalam total proyek, tetapi dipecah atas komponen-
komponennya atau periode tertentu yang jumlahnya disesuaikan dengan keperluan. Dengan
demikian penyelesaian bagian-bagian proyek harus memenuhi saran anggaran per periode.

2. Jadwal

Proyek harus dikerjakan dalam kurun waktu yang telah ditentukan dan terbatas. Jika tidak,
maka akan menimbulakan berbagai dampak negatif.

3. Mutu

Produk atau hasil kegiatan harus memenuhi spesifikasi dan kriteria yang dipersyaratkan, yang
berarti mampu memenuhi tugas yang dimaksudkan atau sering disebut sebagai fit for the
inted use.

Gambar 2.1 Hubungan Triple Constrain

(Sumber : Imam Soeharto, 1997)

Ketiga batasan tersebut saling berhubungan yang berarti jika ingin meningkatkan kinerja maka
umumnya harus diikuti dengan meningkatnya mutu, yang selanjutnya akan berakibat pada naiknya
biaya yang dapat melebihi anggaran yang sudah ditetapkan. Sebaliknya, jika ingin menekean biaya
maka akan berimbas pada waktu dan mutu yang sudah ditetapkan semula.
2.2 Pengertian Jembatan

Pengertian dari jembatan yaitu, penghubung antara wilayah satu dengan wilayah lainnya yang
diputus oleh zona seperti sungai, jurang, rel kereta api dan lain sebagainya, sehingga wilayah yang
awalnya terisolir maka dapat dicapai dan membawa keuntungan bagi wilayah tersebut. (Budiadi,2008).

Jembatan jalan raya sebagai elemen yang penting dalam sistem transportasi darat harus dapat
menggunakan volume lalu-lintas yang akan dating sesuai dengan umur rencana dan beban yang
terjadi. Pada perancangan jembatan harus diperhitungkan semua perameter sehingga kapasitas
struktur dan biaya pembangunan menjadi seimbang. Selain itu juga harus dipertimbangkan masalah
keselamatan baik pada pelaksanaan maupun pada saat penggunaan jembatan tersebut sesuai dengan
umur rencana.

Dengan berkembangnya teknologi ada berbagai macam jenis jembatan yang di bangun untuk
keperluan mobilisasi baik itu berdasarkan fungsi jembatan tersebut, dimana jembatan itu di bangun,
bahan kontruksi yang digunakan serta tipe struktur yang di aplikasikan pada jembatan.

1. Berdasarkan fungsinya jembatan dibagi menjadi:

a. jembatan jalan raya (highway bridge),

b. jembatan jalan kereta api (railway bridge),

c. jembatan pejalan kaki atau penyebrangan (pedestrian bridge), dan

d. jembatan darurat.

2. Berdasarkan lokasi jembatan dibagi menjadi:

a. jembatan di atas sungai atau danau serta laut,

b. jembatan di atas lembah,

c. jembatan di atas jalan yang ada (fly over),

d. jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert), dan

e. jembatan di dermaga (jetty).

3. Berdasakan bahan konstruksinya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain:

a. jembatan kayu (log bridge),

b. jembatan beton (concrete bridge),

c. jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge),

d. jembatan baja (steel bridge), dan

e. jembatan komposit (composite bridge).

4. Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain:

a. jembatan plat (slat bridge),

b. jembatan plat berongga (voided slab bridge),


c. jembatan gelagar (girder bridge),

d. jembatan rangka (truss bridge),

e. jembatan pelengkung (arch bridge),

f. jembatan gantung (suspension bridge),

g. jembatan kabel (cable stayed bridge), dan

h. jembatan cantilever (cantilever bridge).

Secara umum komponen jembatan dibagi dalam dua bagian besar, yaitu struktur atas (upperstructure)
dan struktur bawah (substructure). Sesuai dengan istilahnya bangunan atas berada pada bagian atas
satu jembatan yang berfungsi untuk menampung semua beban yang ditimbulkan beban meliputi berat
sendiri, beban mati, beban mati tambahan, lalu-lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki, dan
lain-lain yang kemudian disalurkan ke bagian bawah. Struktur atas jembatan umumnya meliputi:

1. trotoar,

2. sandaran dan tiang sandaran,

3. peninggi trotoar,

4. slab lantai trotoar,

5. slab lantai kendaraan,

6. gelagar (Girder),

7. balok diafragma,

8. ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang), dan

9. tumpuan (Bearing).

Sedangkan bagian bawah terletak di bawah bangunan atas yang berfungsi

untuk menerima atau memikul beban-beban yang diberikan bangunan atas dan

kemudian menyaulrkan ke fondasi. Struktur bawah meliputi:

1. abutment,

2. pilar, dan

3. pondasi

2.3 . Resiko

Ada Beberapa Definisi Mengenai Resiko :


1. Kejadian yang sering terjadi pada event tertentu atau faktor yang terjad selama proses konstruksi
untuk merusak proyek (Faber, 1979).
2. Hubungan yang tidak pasti dengan perhitungan pengeluaran, ada kesempatan agar hasil lebih baik
dari yang diduga seperti juga hal yang lebih buruk dari yang diperkirakan (Lifson & Shaifer, 1982).
3. Kurangnya atau lemahnya prediksi tentang struktur yang akan terjadi atau konsekuensi dari keputusan
atau situasi perencanaan (Hertz & Thomas, 1983).
Lebih lanjut mengenai definisi resiko itu sendiri, Terdapat beberapa perbedaan persepsi dan definisi
tentang resiko itu sendiri, meskipun tidak terlalu mencolok, antara lain (Akintoye & Macleod, 1996):
1. Faktor-faktor yang mempunyai efek-efek merugikan terhadap kesuksesan pelaksanaan proyek secara
finansial maupun ketepatan waktu, dimana faktor waktu itu sendiri tidak selalu dapat diidentifikasi.
2. Suatu keadaan secara fisik, kontrak maupun finansial menjadi lebih sulit daripada yang telah disetujui
dalam kontrak.
3. Kesempatan untuk membuat keuntungan di atas kontrak, dimana kepuasan klien, harga kontrak dan
waktu penyelesaian diutamakan.
4. Suatu kondisi dimana peristiwa-peristiwa yang tidak direncanakan terjadi.
5. Kehilangan uang, reputasi dan kesempatan terjadinya kecelakaan yang berpengaruh pada tiap
individu didalam proyek.
6. Kesalahan-kesalahan dalam tender atau pelaksanaan di lapangan yang memicu penurunan kualitas,
pembengkakan biaya, dan berdampak pada segala hal yang tidak terduga dalam proyek.
7. Kemungkinan dari aktivitas konstruksi yang memakan biaya lebih banyak daripada yang disetujui
dalam tender.
8. Dalam persyaratan keamanan, yaitu segala peristiwa yang memiliki kemungkinan terjadinya
kecelakaan.
9. Sesuatu yang dapat dialihkan atau dihindari.
10. Suatu kegiatan atau aktivitas yang memiliki pengaruh, kemungkinan terjadiserta memiliki dampak
merugikan terhadap perencanaan dan biaya.
11. Resiko adalah ketidakpastian yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa dandampak yang
berpengaruh pada hasil proyek berupa biaya, waktu, kualitas,dan berbagai kriteria pelaksanaan yang
memungkinkan.
Secara garis besar, resiko terbagi menjadi dua, yaitu internal risk dan external risk. Internal risk
merupakan resiko yang berasal dari dalam misalnya rendahnya sumber daya perusahaan, buruknya
sistim manajemen dan organisasi, dll.
Sedangkan External risk berasal dari faktor luar misalnya kurangnya pengetahuan tentang kondisi
sosial, ekonomi dan politik, kurang tahu mengenai peraturan dan kebijakan pemerintah yang baru
(Flanagan & Norman, 1993).

2.4 Manajemen

Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-
usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.(Handoko,1995)

Manajemen memiliki pengertian yang beragam seperti yang diungkapkan para ahli, menurut
(Hasibuan ,1993) yang mendefinisikan sebagai ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya, secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Menurut Stonner, Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan
pengendalian usaha-usaha dari anggota organisasi (manusia) dan dari sumber-sumber lainnya materi untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Mary Parker Follet 1997, Manajemen
merupakan seni dalam menyelesaikan sesuatu melalui orang lain (Sule, 2010)
Dari beberapa pengertian diatas, maka manajemen didefinisikan sebagai suatu proses yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian. Perencanaan berarti kegiatan memilih dari
beberapa alternatif yang ada. Jadi jika rencana baik maka realisasinya relatif mudah dilakukan dalam
pencapaian tujuan organisasi.

2.5 Manajemen Resiko

Manajemen resiko pada dasarnya adalah proses menyeluruh yang dilengkapi dengan alat, teknik dan sains
yang diperlukan untuk mengenali, mengukur, dan mengelola resiko secara lebih transparan (Santosa,
2009).

Menurut Floyd (1991) dalam Simamora (2009) manajemen resiko adalah prosesidentifikasi dari berbagai
pilihan kebijakan berdasarkan bahaya/ancaman yang telah dikarakteristikkan.

Sedangkan manajemen resiko menurut The Australia/New Zealand Standard for Risk Management (1999)
merupakan suatu proses yang logis dan sistematis dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi,

mengendalikan, mengawasi, dan mengkomunikasikan resiko yang berhubungan dengan segala aktifitas,
fungsi, atau proses dengan tujuan perusahaan dapat meminimasi kerugian dan memaksimumkan
kesempatan.

Manajemen resiko dalam sebuah proyek meliputi langkah memahami dan mengidentifikasikan masalah
potensial yang mungkin terjadi, mengevaluasi bagaimana resiko ini mempengaruhi keberhasilan proyek,
memonitoring dan menangani resiko. Proses manajemen resiko sangat penting untuk digunakan pada
kondisi dimana ada taruhan yang besar dan ketidakpastian yang tinggi (Santosa, 2009).

Manajemen resiko dekat hubungannya dengan ketidakpastian. Sebuah resiko mungkin terjadi dan mungkin
juga tidak terjadi, dan tidak akan bisa diketahui sampai resiko tersebut terjadi. Namun ketidakpastian dapat
didekati

dengan :

a. Memperjelas probabilitas terjadinya resiko

b. Mengerti consequence atau alternatif jika terjadi resiko

c. Menentukan apa yang menjalankan resiko, seperti faktor yang mempengaruhi besarnya resiko atau
likelihood x consequence.

Untuk suatu kejadian, dapat dilihat dari sisi probabilitas (likelihood) dan impak dari kejadian tersebut. Suatu
peristiwa (event) bisa mempunyai probabilitas kecil dengan impak besar, atau probabilitas besar dengan
impact kecil. Dari sini kita bisa menghitung kejadian mana yang lebih berbahaya atau yang lebih beresiko.

2.6 House of Risk

House of Risk adalah metode terbarukan dalam menganalisis risiko. Pengaplikasiannya menggunakan
prinsip FMEA (Failure Mode and Error Analysis) untuk mengukur risiko secara kuantitatif yang dipadukan
dengan model House of Quality (HOQ) untuk memprioritaskan agen risiko yang harus diprioritaskan
terlebih dahulu untuk kemudian memilih tindakan yang paling efektif untuk mengurangi risiko potensial
yang ditimbulkan oleh agen risiko.

Model HOR mendasari manajemen risiko pada fokus pencegahan, yaitu mengurangi kemungkinan
terjadinya agen risiko. Maka tahap paling awal adalah dengan mengidentifikasi kejadian risiko dan agen
risiko. Biasanya satu agen dapat menyebabkan lebih dari satu kejadian risiko. Mengadaptasi dari metode
FMEA, penilaian risiko yang diaplikasikan adalah Risk Priority Number (RPN) yang terdiri dari 3 faktor, yaitu
probabilitas terjadinya, tingkat keparahan dari dampak yang muncul, dan deteksi.

Metode HOR hanya menetapkan probabilitas untuk agen risiko dan tingkat keparahan kejadian risiko.
Karena adanya kemungkinan satu agen risiko menyebabkan lebih dari satu kejadian risiko, maka perlu
kuantitas potensi risiko agregat dari agen risiko.

Mengadaptasi model House of Quality (HOQ) untuk menentukan agen risiko harus diberikan prioritas
sebagai tindakan pencegahan. Peringkat A diberikan untuk setiap agen risiko berdasarkan besarnya nilai
ARPj untuk setiap j agen risiko. Oleh karena itu, jika terdapat banyak agen risiko, perusahaan dapat memilih
terlebih dahulu agen yang berpotensi besar menimbulkan kejadian risiko.

Model dengan dua penyebaran ini disebut House of Risk (HOR) yang merupakan modifikasi dari model HOQ
(Pujawan & Geraldin, 2009).

• HOR 1 digunakan untuk menentukan tingkat prioritas agen risiko yang harus diberikan sebagai tindakan
pencegahan

• HOR 2 adalah prioritas dalam pengambilan tindakan yang dianggap efektif

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitan

Dalam penelitian ini variabel kejadian risiko, agen risiko serta tindakan pencegahan berdasarkan kajian
literatur penelitian terdahulu mengenai manajemen risiko proyek jembatan duwet krajan baik yang berupa
jurnal, kajian ilmiah maupun prosiding. Setelah dilakukan identifikasi risiko, dilakukan penyusunan draf
kuesioner. Draf kuesioner ini berupa hubungan risk agent dan risk event yang ada, tingkat kemungkinan
dan tingkat dampak yang terjadi apabila suatu risiko tersebut terjadi.

Metode penelitian dengan menggunakan HOR ini memerlukan suatu masukan penilaian dari ahli yang
mengerti benar dengan manajemen risiko yang terjadi dalam proyek jembatan. Di dalam penelitian ini cara
penentuan variabel kejadian risiko, variabel agen risiko dan variabel tindakan pencegahan melalui variabel-
variabel dari penelitian terdahulu dan hasil diskusi dengan responden ahli. Variabel dan draf kuesioner ini
kemudian diverifikasi atau divalidasi oleh responden ahli yang berjumlah 4 orang dari Dinas Pekerjaan
Umum Bina Marga Kabupaten Malang. Responden ahli yang dipilih untuk penilitian ini adalah mereka yang
sudah berpengalaman dan memahami serta terlibat langsung dalam proyek jembatan di kabupaten
malang.

Proses validasi dan verifikasi dengan responden ahli ini menggunakan teknik Delphi. Menurut Soenarto
(1994), teknik Delphi dapat diartikan sebagai suatu cara yang sistematis untuk memperoleh kesepakatan
pendapat diantara para pakar yang mempunyai kepentingan dan yang relevan dengan pembuatan
keputusan untuk menentukan tujuan organisasi, menentukan prioritas kegiatan, program, dan menentukan
rencana program suatu institusi di masa yang akan datang.

3.2 Lokasi Penelitian

........................

3.3 Populasi dan Sampel

..........................

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan berdasarkan hasil kuesioner dari 20 orang baik dari pengguna jasa, penyedia jasa
maupun konsultan pengawas yang terkait pembangunan jembatan duwet krajan di Kabupaten Malang.
Metode yang digunakan dalam menentukan responden adalah purposive sampling. Menurut Wahyuni
(2013) dalam Syuryadi (2017), purposive sampling dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu, cara
pengambilan subjek bukan berdasarkan strata, random atau daerah tetapi berdasarkan adanya tujuan
tertentu.

3.3 Bagan Alir Penelitian

Bagan alir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Tahapan dalam penelitian ini dimulai dari
kajian literatur, identifikasi risiko, analisis risiko, prioritas risiko, respons risiko, analisis dan pembahasan
dan penarikan kesimpulan dan selesai.
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Teknk Analisis Data

HOR Fase 1
Dalam proses analisis risiko ini menggunakan HOR fase 1, yang berfokus pada penentuan peringkat pada
ARP yang terdiri dari 3 faktor yaitu occurrence, severity dan interrelationship atau dengan kata lain fase ini
berfokus pada proses identifikasi risiko yang meliputi agen risiko serta kejadian risiko. Langkah pengerjaan
dari fase ini adalah:
1) Identifikasi kejadian risiko (Ei) yang mungkin terjadi dalam proyek jembatan duwet krajan.
2) Pengukuran tingkat dampak (Si) suatu kejadian risiko. Nilai severity ini menyatakan seberapa
besar gangguan yang ditimbulkan oleh suatu kejadian risiko terhadap proyek jembatan duwet
krajan. Dimana dapat diberikan penilaian skala 1-5 mengenai tingkat keparahan (severity),
yang menyatakan skala 1 menunjukkan dampak tidak signifikan sampai skala 5 menunjukkan
dampak bencana sehingga dapat menggagalkan capaian sasaran.
3) Identifikasi agen risiko (Aj), yaitu faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kejadian
risiko yang telah teridentifikasi sebelumnya.
4) Pengukuran nilai peluang kemunculan suatu agen risiko. Occurrence ini menyatakan tingkat
peluang frekuensi kemunculan suatu agen risiko pada proyek jembatan duwet krajan dengan
dampak tertentu. Identifikasi peluang kemunculan risk agent dengan memberikan skala 1-5
dimana skala 1 menunjukkan bahwa risiko tersebut hampir tidak pernah terjadi, sedangkan
untuk angka 5 menunjukkan bahwa risiko tersebut hampir pasti akan terjadi.
5) Penyusunan matriks untuk menghubungkan masing-masing risk agent dengan risk event.
6) Pengukuran nilai korelasi/hubungan. Bila suatu agen risiko menyebabkan timbulnya suatu
kejadian risiko, maka dikatakan terdapat korelasi. Nilai korelasi (R ij) terdiri dari atas (0,1,3,9)
dimana 0 menunjukkan tidak ada hubungan korelasi, 1 menggambarkan korelasi kecil, 3
menggambarkan korelasi sedang dan 9 hubungan korelasi tinggi.
7) Melakukan perhitungan ARP untuk menentukan tingkat kejadian dari risk agent j dan dampak
yang ditimbulkan oleh suatu risk event yang dipicu oleh risk agent.
8) Penentuan peringkat risk agent berdasarkan pada nilai ARP dapat dihitung dengan Rumus :
ARPj = Oj Σ Si Rij
Perhitungan ARP pada HOR fase 1 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 3.1 HOR Fase 1

Sumber : Pujawan dan Geraldin (2009)

HOR Fase 2
Dalam penelitian ini, rancangan mitigasi risiko ditunjukkan pada HOR fase 2. Pada fase ini, berfokus pada
menentukan bentuk respons atau mitigasi risiko yang tepat dimana bentuk mitigasi tersebut harus bersifat
mudah untuk diaplikasikan tapi dapat mengurangi probabilitas terjadinya agen risiko. Berikut adalah
beberapa tahapan dalam HOR fase 2:
a. Pilih risk agent dengan tingkat prioritas yang tinggi berdasarkan output dari HOR fase 1.
b. Identifikasi tindakan yang relevan untuk mencegah timbulnya risiko.
c. Menentukan hubungan antara masing-masing tindakan preventif pada masing-masing agen risiko
dengan menggunakan nilai 0,1,3 atau 9.
d. Menghitung tingkat efektivitas dari masing-masing tindakan yang dapat dilihat pada rumus 2 sebagai
berikut:
TEk = ΣARPj . Ejk
e. Mengukur tingkat kesulitan (Dk) dengan merepresentasikan masing-masing tindakan dengan
menggunakan nilai 3,4 atau 5. Dengan nilai 3 menunjukkan tingkat kesulian rendah (low), nilai 4
tingkat kesulitan sedang (medium) dan nilai 5 menunjukkan tingkat kesulitan tinggi (high) dalam
merepresentasikan masing-masing tindakan.
f. Menghitung total efektivitas untuk menentukan besaran rasio dengan rumus 3 sebagai berikut:

ETDk = TEk / Dk
g. Melakukan skala prioritas mulai dari nilai ETD tertinggi hingga yang terendah.
Perhitungan ETD pada HOR fase 2 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 3.2 HOR Fase 2

Sumber : Pujawan dan Geraldin (2009)


DAFTAR PUSTAKA

Pujawan, I.N and Geraldin, L.H. (2009). House of Risk: A Model For Proactive Supply Chain Risk
Management. Business Process Managament Journal. 15. 953-967.
Soeharto, Imam. Managemen Proyek : Dari Konseptual Sampai Operasional. Edisi 2, Cetakan 1 Jakarta :
Erlangga, 1999.

Budiadi, Andri. "Desain Praktis Beton Prategang." Andi, Yogyakarta (2008).

REINHARD, G. (2012). Studi Mengenai Manajemen Resiko pada Kontraktor di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (Doctoral dissertation, UAJY).

T. Hani Handoko, Manajemen, ( Yogyakarta:BPFE,1995), h. 8

H. Malayu Hasibuan, Manajemen Perbankan, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1993), h. 1

Ernie Tisnawati Sule, Pengantar manajemen, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 6

Flanagan, R. and Norman, G., 1993. Risk Management and Construction, Blackwell Science, Australia.

Flanagan, R., Norman, G, 1993, Risk Management and Construction, Blackwell Science, London.

Santoso, I., 1999. Analisa Overruns Biaya pada Beberapa Tipe Proyek Konstruksi. Dimensi Teknik Sipil.
Volume 1, No. 1.

Australian Standard/ New Zealand Standard 4360 : 1999. Risk Management.

Simamora. 2009. Analisis Risiko pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Ajinomoto berdasarkan

Konsep Manajemen Risiko Lingkungan. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November.

Anda mungkin juga menyukai