NIM : A21116026
Prodi : Manajemen
KOMPETENSI KEPEMIMPINAN
Intelektual Lokal
A. Pemikir Independen
Pemikir independen adalah orang-orang cerdas dan analitis. Mereka biasanya percaya
diri dan tidak membiarkan diri mereka bekerja oleh konflik dan kritik. Mereka sangat
menyadari kekuatan mereka sendiri dan tidak memiliki keraguan tentang kemampuan
mereka. Orang-orang dari tipe kepribadian ini seringkali sangat sukses dalam karir mereka
karena mereka memiliki baik kompetensi dan purposefulness. Pemikir independen adalah
strategi yang sangat baik, logika, sistematika dan pertimbangan teoritis adalah dunia mereka.
Mereka bersemangat untuk pengetahuan dan selalu berusaha untuk memperluas dan
menyempurnakan pengetahuan mereka di area yang menarik bagi mereka. Pemikiran abstrak
yang alami bagi mereka, ilmuwan dan spesialis komputer sering dari jenis ini.
Pemikir independen bukan tipe yang mudah keluar dari cangkangnya. Berbicara tentang
kehidupan emosional mereka juga tidak salah satu poin yang kuat. Pokoknya, hubungan
sosial tidak terlalu penting bagi mereka, mereka senang dengan hanya beberapa, teman-teman
dekat yang merasa mudah untuk berbagi dunia intelektual mereka. Mereka merasa sulit untuk
menjalin hubungan baru. Dalam cinta, mereka membutuhkan banyak ruang dan kemandirian
namun ini tidak berarti bahwa pasangan mereka tidak penting bagi mereka. Pemikir
Independen sering membuat kesan dingin dan pendiam pada orang lain, tetapi kesan ini
menipu: mereka tidak dapat menanggungnya jika orang yang dekat dengan mereka harus
menolak mereka. Mereka lebih memilih hubungan yang serasi, seimbang dengan pasangan
yang berbagi kepentingan mereka dan dengan siapa mereka dapat mewujudkan visi mereka.
Sifat-sifat yang menggambarkan tipe ini: introvert, teoritis, logis, perencanaan, rasional,
mandiri, intelektual, percaya diri, analitis, terstruktur, mantap, cerdas, tegas, kritik diri,
visioner, inventif, mandiri, unsociable, pendiam, nonkonformis, tenang, visioner, jujur,
menuntut, pekerja keras.
Pemikiran independen tidaklah populer. Pemikiran seperti ini sangat berharga namun
sangat jarang. Pemikiran independen tidak akan Anda temukan di koran ataupun televisi.
Apapun yang kita ambil dari media populer hanyalah muntahan dari pengetahuan
konvensional. Sebagian besar dari yang ada di dunia ini bukanlah pemikiran independen.
Hal ini merupakan tragedi karena sesungguhnya pemikiran independen sangat penting
untuk kemajuan. Pemikiran konvensional menggerakkan kita maju secara bertahap (tapi bisa
juga hal ini mendorong kita mundur). Pemikiran independen mampu membuat kinerja kita
melompat dengan cepat.
Berikut ini adalah 5 cara yang bisa dilakukan untuk mengembangkan pemikiran independen:
Alih-alih mencari jawaban TV, perpustakaan, atau PC,berpikirlah untuk diri Anda sendiri.
Tanpa mengasingkan diri dari dunia, Anda masih tetap bisa meningkatkan kapasitas Anda
untuk berpikir independen dengan membatasi opini konvensional yang Anda serap. Ini berarti
mengurangi media yang Anda konsumsi. Pemikir independen tidak selalu pelawan, tetapi
mereka tidak menyetujui status quo secara default. Mereka menyusun kriteria baru untuk
melihat dunia ini daripada sekedar melihat segala sesuatu melalui layar komputer mereka.
b) Benamkan diri Anda dalam pengalaman yang bertentangan dengan perspektif Anda saat
ini
Alih-alih mengganti pemikiran konvesional yang lama dengan pemikiran konvesional yang
baru, carilah pengalaman yang menantang pandangan Anda. Pengalaman ini mungkin ada
dalam budaya asing, subkultur yang tidak biasa, atau antara halaman-halaman buku yang
bertentangan dengan apa yang Anda percaya. Intinya adalah bukan mengadopsi kereta
pemikiran baru, tapi merusak jalur kereta api konvensional.
Meninggalkan kehidupan normal Anda dapat memberikan Anda kebebasan untuk melihat
masalah dari perspektif lain. Melihat dunia dan bukan sekedar memakannya mentah-mentah
akan memberi Anda ketenangan dalam berpikir untuk diri sendiri. Anda akan bisa
menertawakan keyakinan Anda sendiri dan menjelajahi sudut baru.
Alih-alih mengunjungi tempat-tempat yang sama, makan makanan yang sama, dan berbicara
dengan orang yang sama, Anda dapat secara aktif mengejar pengalaman baru. Banyak orang
berpegang teguh pada hal-hal yang familiar untuk menyederhanakan keputusan dan
menciptakan rasa aman. Jika Anda benar-benar ingin untuk berpikir secara independen, Anda
harus keluar dari zona nyaman Anda.
e) Praktekkan ketidakpercayaan
Tanpa menjadi sinis, Anda dapat mengembangkan kebiasaan mencurigai pikiran secara
naluriah dengan mengandalkan pada kebijaksanaan konvensional. Daripada mengasumsikan
bahwa suatu ‘kebenaran’ itu yang terbukti dengan sendirinya, tundalah penilaian sampai
Anda telah mengkonfirmasi bahwa ada realitas di balik logika.
B. Pikiran Terbuka
Dengarkan musik bergenre baru. Sisihkan waktu untuk memutar musik bergenre baru
setiap minggu melalui saluran TV, internet, atau mintalah saran dari teman.
Salah satu cara melatih otak agar siap menerima hal-hal baru adalah dengan
mendengarkan berbagai genre musik dari budaya lain atau zaman yang berbeda.
Mendengarkan musik bergenre baru membantu Anda mejalin hubungan emosional
dengan orang, tempat, dan hal-hal baru.
Perbanyaklah membaca novel dan cerita pendek. Kisah yang bermakna membantu Anda
memahami perspektif orang lain dengan latar belakang budaya dan usia yang berbeda.
Carilah novel di perpustakaan atau toko buku yang alur cerita, skenario, dan karakternya
kurang Anda minati.
Contohnya, bacalah buku hasil karya seseorang yang tinggal dari luar negeri atau sedang
menghadapi problem identitas (misalnya masalah gender, etnis, atau orientasi seksual)
yang tidak Anda alami.
Pelajari bahasa asing. Menguasai bahasa asing membantu Anda berkomunikasi dengan
orang asing dan mengapresiasi budaya yang berbeda. Mulailah mempelajari bahasa asing
dengan mengikuti kursus atau menggunakan aplikasi.
Hadiri upacara atau kebaktian di tempat ibadah agama lain. Berusahalah memperluas
pemahaman tentang berbagai tradisi keagamaan. Tanyakan kepada teman beragama lain
apakah Anda boleh beribadah bersamanya. Kunjungi gereja, mesjid, sinagoga, candi, atau
tempat ibadah di kota Anda untuk mengikuti kebaktian.
Sebaiknya Anda mencari informasi terlebih dahulu sebelum ikut beribadah agar tidak
menimbulkan masalah, misalnya karena Anda mengikuti akad nikah tanpa diundang atau
upacara hari raya keagamaan tanpa persiapan.
Ikuti ibadah dengan pemikiran yang terbuka. Jangan berusaha menjelaskan keyakinan
Anda atau membuktikan bahwa pandangan mereka keliru. Anda hanya perlu mendengar,
mengobservasi, dan mengucapkan terima kasih kepada mereka karena sudah
menyediakan waktu dan memberikan informasi kepada Anda.
Ikuti kursus. Mempelajari keterampilan baru membantu Anda menjadi pribadi yang siap
mendapatkan pengalaman baru. Pilihlah kursus yang selama ini Anda minati atau carilah hobi
baru, misalnya merawat tanaman hias, memasak, berlatih yoga, atau bela diri.
Belajarlah lebih banyak mendengar daripada berbicara. Anda bisa bertemu siapa saja di
mana saja, tetapi tidak bisa mengenal mereka jika Anda yang terus berbicara. Ajukan
pertanyaan kepada mereka dan berusahalah mendengar secara aktif, alih-alih sibuk
memikirkan tanggapan yang ingin Anda sampaikan.
Agar mampu mendengar secara aktif, berikan perhatian penuh kepada teman bicara.
Jangan sibuk melihat ponsel atau melamun saat ia berbicara. Lakukan kontak mata dan
anggukkan kepala sesekali untuk menunjukkan bahwa Anda sedang menyimak apa yang
ia katakan. Visualisasikan kejadian, objek, atau orang-orang yang ia ceritakan.
Bukalah percakapan dengan orang yang belum Anda kenal setiap ada kesempatan.
Perspektif yang berbeda membantu Anda memahami berbagai hal dengan cara pandang baru
dan menjadi pribadi yang lebih baik. Ajaklah mengobrol orang-orang yang latar belakang
atau keyakinannya berbeda saat beraktivitas sehari-hari.
Contohnya, duduklah makan siang bersama orang yang selama ini tidak pernah Anda
sapa saat beristirahat di kampus atau tempat kerja.
Biarkan percakapan berkembang dengan sendirinya, alih-alih langsung menanyakan
agama atau pandangan politiknya. Berusahalah mengenalnya lebih jauh dengan
menanyakan pekerjaan atau hobinya.
Banyak kampus dan komunitas mengadakan kegiatan agar orang-orang dengan latar
belakang dan keyakinan berbeda bisa saling bertemu. Human Library menyediakan
sarana berinteraksi dengan orang-orang yang latar belakangnya sangat beragam dengan
membuat situs web yang mengajak semua orang menjadi sukarelawan sebagai sumber
pustaka yang bisa diajak mengobrol secara terbuka.
Manfaatkan kesempatan untuk mengunjungi lokasi yang belum pernah Anda datangi.
Anda tidak perlu bepergian jauh untuk memetik manfaat perjalanan. Lakukan perjalanan ke
luar kota yang budayanya berbeda. Berkunjung ke lokasi baru membantu Anda memahami
orang lain dari perspektif yang berbeda.
Perjalanan ke luar negeri merupakan cara tepat untuk memahami keyakinan yang
berbeda. Buatlah rencana mengunjungi negara lain yang bahasanya tidak Anda kuasai
dan tidak banyak orang yang Anda kenal di sana. Mengenal cara hidup yang berbeda di
negara lain tanpa sarana yang Anda gunakan sehari-hari bermanfaat memperluas
perspektif.
Selain bepergian ke luar negeri, carilah lokasi yang membuat Anda merasa tertantang.
Jika Anda tinggal di kota besar, pergilah berkemah di hutan selama beberapa hari. Jika
Anda tinggal di Jakarta, lakukan perjalanan ke Amerika Selatan untuk bertemu orang-
orang yang tidak Anda kenal, mencicipi makanan yang berbeda, dan mempelajari cara
hidup yang berbeda.
Jadilah sukarelawan dengan bergabung dalam yayasan amal atau organisasi nirlaba.
Sisihkan waktu untuk menjadi sukarelawan dalam organisasi yang memberikan Anda
kesempatan untuk bertemu sekelompok orang yang kondisi kehidupannya jauh berbeda,
misalnya di dapur umum, penampungan tunawisma, atau panti asuhan. Menolong orang lain
yang kondisi kehidupannya berbeda membuat Anda melihat sendiri bahwa keinginan,
kebutuhan, dan impian tidak dibatasi oleh perbedaan.
Jika ingin mengalami hal-hal yang sangat unik, jadilah sukarelawan sambil melakukan
perjalanan. Bepergian sambil menjadi sukarelawan atau menyisihkan waktu satu hari
untuk melakukan aktivitas sosial di lokasi baru merupakan kesempatan menjadi orang
yang sama sekali berbeda dengan perspektif yang lebih luas
Tanyakan kepada diri sendiri bagaimana paradigma Anda terbentuk. Tentukan salah
satu paradigma yang selama ini Anda pegang teguh lalu tanyakan kepada diri sendiri,
"Mengapa aku memiliki paradigma ini?" Berusahalah mengingat-ingat siapa yang
mengajarkan paradigma tersebut kepada Anda dan bagaimana pengalaman hidup Anda
memperkuat paradigma tersebut.
Contohnya, jika Anda dibesarkan dengan paradigma yang mengatakan bahwa kerja keras
adalah satu-satunya cara meraih kesuksesan, tanyakan kepada diri sendiri, "Adakah
orang yang sudah bekerja keras, tetapi masih mengalami kesulitan hidup? Selain bekerja
keras, adakah faktor lain yang menentukan kesuksesan?"
Sadari setiap kali Anda berasumsi. Asumsi adalah hal yang wajar saat berpikir, tetapi jika
tidak dikendalikan, hal ini membuat seseorang berpikiran picik. Saat berkenalan dengan
teman baru atau berada di lingkungan baru, kendalikan ekspektasi Anda. Tanyakan kepada
diri sendiri apakah paradigma Anda menentukan tindakan Anda.
Contohnya, Anda belum pernah makan pasta dengan saus pesto dan berasumsi menu
tersebut rasanya tidak enak. Bertanyalah kepada diri sendiri mengapa Anda berasumsi
saus pesto rasanya tidak enak. Apakah karena saus berwarna hijau atau aromanya tidak
menyenangkan? Mungkin Anda tidak tahu alasan yang logis atas asumsi tersebut. Jadi,
Anda perlu mencicipi saus pesto!
Carilah informasi dengan topik dan perspektif baru melalui internet. Manfaatkan waktu
luang untuk mencari informasi baru meskipun hanya beberapa menit. Bacalah artikel,
putarlah video, dengarkan podcast berisi pelajaran, berita terbaru, khotbah religius, dan
kebudayaan negara lain.
Sebagai contoh, bacalah artikel baru saat mengantre di bank atau dengarkan podcast
dalam perjalanan ke kampus/tempat kerja.
Carilah informasi dari sumber informasi yang layak dipercaya. Banyak informasi dalam
jaringan yang tidak benar dan menyesatkan. Pastikan Anda mencari artikel ilmiah,
laporan yang diterbitkan oleh organisasi independen pihak ketiga, dan informasi melalui
situs web yang kredibel, misalnya situs web pemerintah, universitas, kantor berita yang
bereputasi baik.
Pikirkan alasan di balik opini seseorang yang bertentangan dengan opini Anda. Pilihlah
topik yang bertolak belakang dengan pandangan Anda lalu baca artikel di surat kabar atau
dengarkan podcast yang membahas topik ini. Carilah sumber informasi yang ditulis dengan
perspektif yang berbeda. Berusahalah memahami pembahasan topik dari sudut pandang
penulis.
Sebagai contoh, Anda ingin mencari tahu besarnya standar gaji minimal di bidang
industri tertentu. Saat melakukan riset, Anda membaca artikel yang menceritakan bahwa
pemilik usaha kecil tidak mau menaikkan gaji karyawan karena khawatir perusahaannya
akan gulung tikar. Meskipun pandangan Anda berbeda, informasi tersebut membuka
wawasan bahwa perspektif yang bertentangan mungkin didasari oleh pemikiran yang
sahih.
C. Systems Thinking
Pada sebuah organisasi bisnis, setiap individu merupakan salah satu bagian dari satu
sistem. Dalam sistem itu sendiri harus ada suatu visi, ada seorang pemimpin, dan anggota-
anggota dari sistem yang disebut komponen. Setiap orang perlu menyadari bahwa ia
merupakan bagian dari sistem tersebut. Karena sistem terdiri dari para anggota (komponen)
yang interdependen, orang-orang atau komponen yang berada dalam sistem harus bisa
bekerja sama dalam format tim.
Setiap orang bergantung pada orang lain dalam sebuah sistem. Pemimpin menetakan visi
dan sasaran-sasaran dari organisasi dan semua komponen harus menyelaraskan diri mereka
masing-masing untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi. Pemimpin mesti
mengkomunikasikan secara jelas tujuan dan sasaran perusahaan kepada semua komponen
sistem sampai mereka memahaminya, dan kemudian menyingkirkan semua penghalang dan
hambatan di antara komponennya. Itulah tugas pokok dari pemimpin.
Jadi, dapat dikatakan bahwa sistem adalah sebuah jaringan komponen-komponen yang
interdependen (saling-bergantung satu sama lain) dan bekerja sama untuk mencapai suatu
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (a network of interdependent components that work
together to accomplish a predetermined aim).
Dalam konteks industri manufaktur pada galibnya, sebuah sistem dapat digambarkan
sebagai berikut, di mana proses pemahamannya harus dimulai dengan menetapkan tujuan
yang jelas (Purpose), dan kemudian ditarik mundur ke belakang sampai ke pemasok
(supplier).
Fakta-fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa hasil kerja suatu sistem selalu
ditentukan oleh komponen yang paling lemah. Karena itu pemimpin dan komponen lainnya
harus memikirkan bagaimana cara membantu komponen yang paling lemah itu agar hasil
secara keseluruhan menjadi lebih baik.
Misalnya ada tiga regu dalam kepanduan (pramuka) yang semuanya bertujuan untuk
mendaki sebuah gunung, dan harus mencapai puncaknya secara bersama-sama. Masing-
masing regu terdiri dari tujuh orang aggota/komponen, dan salah satu komponen di tiap-tiap
regu adalah seorang yang sangat gendut.
Regu Anoman dipimpin oleh seorang yang selalu menyemangati dengan kata-kata
positif agar kelompoknya bergerak cepat. Si Gendut juga disemangati, dibesarkan hatinya,
dimotivasi dan diajak terus mendaki. Kenyataanya si Gendut tetap saja tertinggal dan
terengah-engah dengan ranselnya yang juga berat.
Regu Batavia dipimpin oleh seseorang yang sangat berempati pada si Gendut dan
karenanya menemani si Gendut yang tertinggal di belakang anggota regu lainnya. Kalau ada
komponen yang mendaki lebih cepat, pada titik tertentu mereka harus berhenti untuk
menunggu si Gendut.
Regu Caplin dipimpin oleh seseorang yang mengatur agar si Gendut dibebaskan dari
beban ransel yang berat. Tiga orang ditugaskan menarik si Gendut dari depan, sementara tiga
orang lainnya mendorong dari belakang menggunakan tongkat. Dengan demikian regu ini
dimungkinkan untuk menjadi pemenang, karena pemimpinnya mengerti apa yang disebut
system thinking.
Yang banyak terjadi di organisasi bisnis adalah model kepemimpinan Regu Anoman,
dimana si Gendut mungkin tidak disemangati, tapi malah dicaci-maki atau bahkan diancam,
tetapi sama sekali tidak ditolong.
Ilustrasi di atas menegaskan bahwa pemimpin itu mempunyai fungsi strategis serta
memiliki peran dan tanggung jawab penuh dalam memastikan organisasi ini berjalan sesuai
dengan visi yang telah ditetapkan, serta bagaimana organisasi dapat mencapai keluaran
(output) sistem semaksimal mungkin. Tentunya ini dapat terwujud dengan peran aktif
pimpinan dalam memberikan arahan bagi organisasi. Karena itu, pemimpin harus memiliki
kemampuan dalam memahami komponen, dan interaksi serta kesaling-tergantungan antara
komponen dalam organisasi.
Fungsi pemimpin sesekali keluar dari sistem, supaya tidak terjebak dalam rutinitas
operasional sehari-hari, seperti katak dalam tempurung. Dengan berada “diluar sistem” untuk
sementara waktu, ia dimungkinkan untuk memahami interaksinya dengan bagian dari sistem
lain yang lebih besar, termasuk lingkungan sekitarnya.
Pemimpin kemudian dapat melihat secara lebih luas (broad view), dan menentukan
arahan baru. Missal dalam suatu departemen, pemimpin tidak bisa hanya berpikir untuk
memaksimalkan kinerja departemennya saja, tetapi juga melihat sistem yang lebih besar
(organisasi) untuk memastikan kontribusi optimum dari sistem secara keseluruhan.
Dalam system thinking ini, juga dapat dilihat adanya satu kesatuan yang terdiri dari
komponen-komponen seperti atasan, bawahan, klega, dan pihak terkait lainnya. Masing-
masing komponen ini memiliki kontribusi terhadap tujuan sistem. Namun perlu disadari
bahwa satu bagian komponen tidak akan dapat berdiri sendiri dalam mencapai tujuan
organisasi. Dalam hal ini, interaksi, kerja sama, dan komunikasi yang baik antarkomponen,
antarpimpinan, bawahan, kolega, dan yang lainnya, mutlak dibutuhkan. Semakin baik
interaksinya, akan semakin optimal pula keluaran (output) dari sistem secara keseluruhan.
Untuk bisa Berpikir Sistem perlu diingat sedikitnya delapan hal berikut:
D. Mental Model
b) Fear of God
Setelah menempatkan Tuhan pada urutan pertama dalam arti seperti yang diharapkan,
maka hal berikutnya adalah ‘fear of God’. Mengapa hal ini penting? Apa bedanya dengan
yang pertama? Jika hanya menempatkan Tuhan pada prioritas utama tetapi tidak ada rasa
takut akan Tuhan, maka yang muncul adalah penonjolan ritual-ritual keagamaan belaka yang
kurang memberi pengaruh positif. Tetapi, jika seorang pemimpin menjadi orang yang fear of
God, hal-hal terlarang tidak akan dilakukan sekalipun tidak ada satu orang pun yang melihat
atau memeriksa. Dia sadar bahwa sekali pun orang tidak melihat, tetapi Tuhan melihat.
Pemimpin yang seperti ini cenderung tidak mencari pujian, tepuk tangan yang meriah, atau
wartawan untuk menonjolkan kebaikan yang dilakukan. Pemimpin yang takut akan Tuhan
juga memiliki kekuatan untuk mengatakan tidak ketika atasan mengajak untuk melakukan
pekerjaan tertentu dengan cara yang kurang pas, tanpa takut kehilangan jabatan. Andai kata
sampai benar-benar tidak diberi jabatan atau pekerjaan, pasti ada maksud lain dibalik itu
semua, misalnya menjadi memiliki waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal yang
sifatnya aktualisasi diri, dimana hal ini akan sulit dilakukan jika yang bersangkutan masih
punya banyak pekerjaan karena jabatan yang dipikulnya. Memberikan fokus pada hal ini
akan mempengaruhi terbentuknya mental model yang melandaskan pada fear of God.
c) Be a giver, not a taker
Menjadi ‘a giver, not a taker’ seperti yang diharapkan akan sangat sulit dilakukan jika
seorang pemimpin tidak memiliki fondasi a dan b di atas. Dapatkah dibayangkan bahwa
seseorang ingin menjadi pemimpin karena ketika posisi itu sudah di tangan, yang
bersangkutan dapat memanfaatkan berbagai hal yang diperlukan sesuai dengan keinginan
pribadi? Demikian juga ketika yang selalu dipikirkan adalah menjadi a giver, maka mental
model yang muncul juga
akan mengarah kesana. Mental model terkait dengan giving principle sangat perlu
dikembangkan, karena memberi merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar dan
bahwa dengan memberi orang akan merasa memiliki arti dalam hidup (Jamal dan
Mc.Kinnon, 2009).
d) The Seed must lead
Selama pemimpin memikirkan diri sendiri, maka yang terbaik dalam lembaga tidak akan
pernah dapat dicapai, sekali pun rencana yang dibuat sangat bagus, bahkan cenderung
sempurna. Untuk itu, terkait dengan prinsip be a giver, not a taker, seorang pemimpin perlu
melengkapi dengan prinsip lain, yaitu: ‘The Seed must Lead’ (Joel: 2004). Dalam bukunya
Your Best Life Now, Joel mengatakan bahwa the seed always has to lead (biji harus selalu
memimpin atau mendahului). Hal ini diibaratkan seorang petani yang ingin menuai padi, ia
harus menabur benih padi terlebih dahulu. Apa yang diinginkan pemimpin haruslah ditabur
terlebih dahulu sebagai benih. Jika pemimpin menginginkan kerja sama yang baik, maka ia
harus menaburkan kerjasama yang baik dengan bawahan terlebih dahulu. Keinginan untuk
memanfestasikan the seed must lead akan mempengaruhi seorang pemimpin untuk memiliki
mental model yang menekankan pada hal tersebut.
e) Unbelief leads to disobedience
Meyer (1995) dalam bukunya ‘Battlefield of Mind’, mengatakan bahwa
ketidakpercayaan dapat membawa seseorang pada ketidakpatuhan (unbelief leads to
disobedience). Jika seorang pemimpin tidak dipercaya, maka hal ini akan membawa
ketidakpatuhan di kalangan anak buah atau orang lain. Interpretasi lain dari unbelief leads to
disobedience adalah jika pemimpin dapat dipercaya, maka kepatuhan menjadi tumbuh. Oleh
karena itu, sangat penting bagi seorang pemimpin untuk dapat dipercaya. Dipercaya tentu
saja tidak hanya terkait dengan masalah uang saja tetapi dengan banyak hal, misalnya
dipercaya karena memiliki tujuan yang jelas. Dengan memiliki tujuan yang jelas, seorang
pemimpin tidak mudah diombang-ambingkan oleh berbagai kebijakan atau kalangan. Jika
bawahan melihat pemimpinnya mudah diombang-ambingkan, maka akan timbul
ketidakpercayaan, seperti diungkapkan oleh Osteen (2004): ‘if we don’t have a
clear goal, we will be easily distracted.’
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan
sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional,
para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran
seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer (Goleman, 2002 ) kesadaran diri adalah
waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada
maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran
diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat
penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat
terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu.
Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju
kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama
akan mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2002). Kemampuan ini mencakup kemampuan
untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan
akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan
yang menekan.
Presatasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti
memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan
hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan
keyakinan diri. Kemampuan ini berguna untuk mencapai tujuan jangka panjang, mengatasi
setiap kesulitan yang dialami bahkan untuk melegakan kegagalan yang terjadi. Kemampuan
ini untuk memotivasi diri tanpa memerlukan bantuan orang lain. Menurut sebuah situs
memotivasi diri merupakan proses menghilangkan faktor yang melemahkan dorongan
seseorang. Rasa tidak berdaya dihilangkan menjadi pribadi yang lebih percaya diri.
Sementara harapan dimunculkan kembali dengan membangun keyakinan bahwa apa yang
diinginkan bisa dicapai.
d. Empati
Empati ini dibangun dari kesadaran diri dan dengan memposisikan diri senada, serasa
dengan emosi orang lain akan membantu seseorang mampu membaca dan memahami
perasaan orang lain. Menurut Bullmer dalam sebuah situs menjelaskan bahwa empati
merupakan suatu proses ketika seseorang merasakan perasaan orang lain dan menangkap arti
perasaan itu, kemudian mengkomunikasikannya dengan kepekaan sedemikian rupa hingga
menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh mengerti perasaan orang lain. Empati lebih
merupakan pemahaman terhadap orang lain ketimbang suatu diagnosis dan evaluasi terhadap
orang lain.
e. Keterampilan sosial
Menurut Combs dan slaby dalam sebuah situs menyatakan bahwa keterampilan sosial
merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan
cara-cara khusus yang dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat bersamaan dapat
menguntungkan individu, atau bersifat saling menguntungkan atau menguntungkan orang
lain. Keterampilan sosial merupakan bagian dari kompetensi sosial yaitu faktor penting untuk
memulai dan memiliki hubungan sosial dan dinilai oleh sebaya sebagai anak yang tidak
memiliki kompetensi sosial, akan kesulitan dalam memulai dan menjalin hubungan yang
positif dengan lingkungannya, bahkan boleh jadi akan ditolak atau diabaikan oleh
lingkungan. Individu yang memiliki keterampilan sosial akan lebih efektif karena ia mampu
memilih dan melakukan prilaku yang tepat sesuai dengan tuntutan lingkungan.