Baik saya, Ustad Herman, pengendara mobil dan beberapa orang yang ada di tempat kejadian seketika
terdiam saat mendengar korban bercerita alasan kenapa dia harus berkendara secepat itu. Pagi sebelum
dia bekerja anaknya baru saja pulang dari puskesmas karena sedang sakit. Dokter berpesan untuk
memberikan dia asupan gizi yang cukup, setidaknya buah untuk siang ini. Sepulang dari puskesmas, tak
satupun lembar uang ada di dompetnya, makanan pun tak ada sementara obat harus dikonsumsi
teratur. Anaknya diberi obat, dia lalu bergegas meminjam kendaraan tetangganya untuk bekerja paruh
waktu. Pada mandor tempatnya bekerja dia diberi kelonggaran waktu untuk pulang lebih awal dan
diberikan upah lebih dari biasanya. Karena itu dia bergegas mengantarkan makanan untuk anaknya yang
sejak pagi belum makan. Kecepatannya berkendara bukan karena ugal-ugalan. Tapi karena kasih
sayangnya kepada anaknya.
Telah lama kita merdeka, telah lama kita beragama. Apa yang membuat kita lupa kalau ada banyak
orang tak berpunya di sekitar kita? Sementara di sekitar kita pula ada banyak yang berlebih hidupnya
namun tak pernah terketuk hatinya untuk berbagi. Sekiranya kita sadar bahwa apa yang menjadi milik
kita adalah hak bagi mereka yang kurang berkecukupan.
Dari ujung toa, Iqamah terdengar, kami bergegas. Semoga korban dan keluarganya dimuliakan
hidupnya, dicukupkan rejekinya. Semoga pula mereka yang berlebih terketuk hatinya untuk selalu
berbagi.