Anda di halaman 1dari 1

15.04 WITA. Dering bell kantor berbunyi, bertanda waktu Shalat ashar tiba.

Menjadi rutinitas setiap hari


adalah berjamaah di Masjid Agung Al-Mubarak pada waktu shalat Dzuhur dan Ashar bagi setiap
karyawan kantor kementerian agama kabupaten tolitoli. Biasanya kita pergi menggunakan kendaraan
roda dua, jaraknya tidak mencapai satu kilometer. Kali ini saya menumpang di kendaraan Ustad Herman.
Dalam perjalanan menuju masjid, kami bercerita soal diskusi ringan di smooking area kantor siang tadi.
Kendaraan memang ramai, kecelakaan lalulintas memang sulit dihindari. Sebuah Kendaraan roda empat
milik negara hendak belok ke kiri dari arah utara saat mendekati perempatan. Naas, mobil itu
menyambar kendaraan roda dua berwarna putih dari arah barat. Pengendara roda dua itu jatuh
tertindih motornya dan barang bawaannya berserakan di jalan. Sontak saya terkejut, kami menghampiri
korban lalu membantunya berdiri dan membawa motornya ke tepi jalan. Korban luka, di punggung
tangannya. Melihat pakaiannya, sepertinya dia baru saja pulang dari bekerja pada proyek
pembangunan. Tiga buah kantong plastik sobek berisi tomat, dua buah apel, dan Ikan kuah. Semuanya
berserakan di jalan. Pengendara mobil datang menghampiri dan meminta maaf, dia tau si pengendara
motor memang dengan kecepatan tak wajar, apalagi dekat perempatan. Pikirnya dia akan mengurangi
kecepatan, tapi hal lain kemudian terjadi. Saya terharu, bapak yang pasti pejabat mengakui
kesalahannya sambil memeluk korban. Meski si istri tetap mengomel dengan suaranya yang tipis. Pada
akhirnya semuanya bersepakat damai, Pengendara mobil akan mengantarkan korban ke puskesmas kota
dengan menanggung semua biaya serta sejumlah uang untuk mengganti barang korban yang jatuh
berserakan di jalan. Saya belum beranjak sampai memastikan korban dalam keadaan baik. Dia
menangis, terisak tapi tak bersuara. Penutup kepalanya yang dipakainya bekerja masih melekat. Sepatu
dan kaos kaki untuk keselamatan kerja pun masih dipakainya. Saya membujuknya untuk tidak lagi
menangis, yang pasti bapak pengendara mobil siap menanggung kerugian korban.

Baik saya, Ustad Herman, pengendara mobil dan beberapa orang yang ada di tempat kejadian seketika
terdiam saat mendengar korban bercerita alasan kenapa dia harus berkendara secepat itu. Pagi sebelum
dia bekerja anaknya baru saja pulang dari puskesmas karena sedang sakit. Dokter berpesan untuk
memberikan dia asupan gizi yang cukup, setidaknya buah untuk siang ini. Sepulang dari puskesmas, tak
satupun lembar uang ada di dompetnya, makanan pun tak ada sementara obat harus dikonsumsi
teratur. Anaknya diberi obat, dia lalu bergegas meminjam kendaraan tetangganya untuk bekerja paruh
waktu. Pada mandor tempatnya bekerja dia diberi kelonggaran waktu untuk pulang lebih awal dan
diberikan upah lebih dari biasanya. Karena itu dia bergegas mengantarkan makanan untuk anaknya yang
sejak pagi belum makan. Kecepatannya berkendara bukan karena ugal-ugalan. Tapi karena kasih
sayangnya kepada anaknya.

Telah lama kita merdeka, telah lama kita beragama. Apa yang membuat kita lupa kalau ada banyak
orang tak berpunya di sekitar kita? Sementara di sekitar kita pula ada banyak yang berlebih hidupnya
namun tak pernah terketuk hatinya untuk berbagi. Sekiranya kita sadar bahwa apa yang menjadi milik
kita adalah hak bagi mereka yang kurang berkecukupan.

Dari ujung toa, Iqamah terdengar, kami bergegas. Semoga korban dan keluarganya dimuliakan
hidupnya, dicukupkan rejekinya. Semoga pula mereka yang berlebih terketuk hatinya untuk selalu
berbagi.

Anda mungkin juga menyukai