PNEUMONIA
DI RUANG RIH RS WAVA HUSADA MALANG
Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Manajemen Ruang RIH Wava Husada
Malang
Oleh :
FITHROTUL HILMA PRAMITA
NIM. 170070301111129
( ) ( )
i
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
a) Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan
paru (alveoli). (DEPKES. 2006).
b) Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
(Zuh Dahlan. 2006).
c) Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal
dari suatu infeksi. Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru,
dengan beberapa alveoli terisi cairan dan sel-sel darah.
d) Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh
bakteri; merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang
paling sering menyebabkan kematian pada anak dan anak balita (Said 2007).
e) Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya
berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995).
Gb. Pneumonia
B. ETIOLOGI
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif
seperti: Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis.
1
Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P.
Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)
3) Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna kerosin
2
atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi (Smeltzer, 2001 : 572). Karena
aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas protektif
hilang seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obat-obatan, alkohol,
stroke, henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik tidak berfungsi yang
menyebabkan kandungan lambung mengalir di sekitar selang yang menyebabkan
aspirasi tersembunyi (Smeltzer, 2001 :637).
C. KLASIFIKASI
1) Klasifikasi klinis
Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yg klasik
antara lain awitan yg akut dgn gambaran radiologist berupa opasitas lobus,
disebabkan oleh kuman yang tipikal terutama S. pneumoniae, Klebsiella
pneumoniae, H. influenzae.
b. Pneumonia atipikal, ditandai dgn gangguan respirasi yg meningkat lambat
dgn gambaran infiltrate paru bilateral yg difus, disebabkan oleh organisme
atipikal dan termasuk Mycoplasma pneumoniae, virus, Chlamydia psittaci.
Klasifikasi berdasarkan faktor lingkungan dan penjamu, dibagi atas:
a. Pneumonia komunitas sporadis atau endemic, muda dan orang tua
b. Pneumonia nosokomial didahului oleh perawatan di RS
c. Pneumonia rekurens mempunyai dasar penyakit paru kronik
d. Pneumonia aspirasi alkoholik, usia tua
e. Pneumonia pada gangguan imun pada pasien transplantasi, onkologi,
AIDS
Sindrom klinis, dibagi atas :
a. Pneumonia bacterial, memberikan gambaran klinis pneumonia yang akut
dengan konsolidasi paru, dapat berupa :
- Pneumonia bacterial atipikal yang terutama mengenai parenkim paru
dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar
- Pneumonia bacterial tipe campuran dengan presentasi klinis atipikal yaitu
perjalanan penyakit lebih ringan (insidious) dan jarang disertai
konsolidasi paru, biasanya pada pasien penyakit kronik.
b. Pneumonia non bacterial
Dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma, Chlamydia
pneumoniae.
3
Area paru-paru yang terkena.
a. Pneumonia lobaris: area yang terkena yang meliputi satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri..
b. Bronkopneumonia: pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada
berbagai tempat di paru. Proses pneumonia dimulai di bronkus dan
menyebar ke jaringan paru sekitar.
Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun
sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal
sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral
atau “ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang
berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar
(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
4
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat
pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan
jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi,
dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa
demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada
awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim
gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat
penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam,
mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia.
Gejala tersebut diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada
awalnya batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai
mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.
Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan streptokokus,
manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme individual
menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului
dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise,
pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas
dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
D. FAKTOR RISIKO
Dari sudut pandang sosial, faktor resiko pneumonia menurut Depkes RI (2005) yaitu:
1. Malnutrisi
2. Imunisasi tidak lengkap
3. Lingkungan yang kurang bersih (polusi, pemukiman padat)
4. Kondisi sosial ekonomi orang tua, pendidikan orangtua yang kurang
E. PATOFISIOLOGI
(Pathway Terlampir)
Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal
sampai unit paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa
mekanisme, antaralain:
1. filtrasi partikel dari hidung.
2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
5
3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.
4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris.
5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.
6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.
7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme
pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui
aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka
terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar.
Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sistem limpatik
mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral.
Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru
menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi
menjadi fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak sesuai dan
menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi
oksigen dan hiperkapnia.
Pneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh
bakteri yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan paru. Bakteri
pneumokok ini dapat masuk melalui infeksi pada daerah mulut dan tenggorokkan,
menembus jaringan mukosa lalu masuk ke pembuluh darah mengikuti aliran darah
sampai ke paru-paru dan selaput otak. Akibatnya timbul peradangan pada paru dan
daerah selaput otak. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Pneumonia bakteri
Gejala awal :
- Rinitis ringan
- Anoreksia
- Gelisah
Berlanjut sampai :
- Demam
- Malaise
- Nafas cepat dan dangkal (50 – 80 x/min)
- Ekspirasi bebunyi
- Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan
- Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
6
- Leukositosis
- Foto thorak pneumonia lobar
2. Pneumonia virus
Gejala awal :
- Batuk
- Rinitis
Berkembang sampai
- Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, batuk hebat
dan lesu
- Emfisema obstruktif
- Ronkhi basah
- Penurunan leukosit
3. Pneumonia mikoplasma
Gejala awal :
- Demam
- Mengigil
- Sakit kepala
- Anoreksia
- Mialgia
Berkembang menjadi :
- Rinitis
- Sakit tenggorokan
- Batuk kering berdarah
- Area konsolidasi pada pemeriksaan thorak
7
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leucosit,
biasanya > 10.000/µl kadang mencapai 30.000 jika disebabkan virus atau
mikoplasma jumlah leucosit dapat normal, atau menurun dan pada hitung jenis
leucosit terdapat pergeseran kekiri juga terjadi peningkatan LED. Kultur darah
dapat positif pada 20–25 pada penderita yang tidak diobatai. Kadang didapatkan
peningkatan ureum darah, akan tetapi kreatinin masih dalam batas normal.
Analisis gas darah menunjukan hypoksemia dan hypercardia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
b) Gambaran radiologi
Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan air
bronchogram (pneumonia lobaris), tersering disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia. Gambaran radiologis pada pneumonia yang disebabkan clebsibella
sering menunjukan adanya konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan,
kadang dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran lainya dapat berupa bercak
daan cavitas. Kelainan radiologis lain yang khas yaitu penebalan (bulging) fisura
inter lobar. Pneumonia yang disebabkan kuman pseudomonas sering
memperlihatkan adanya infiltrasi bilateral atau gambaran bronchopneumonia.
Virus dan mycoplasma sering menyebabkan pneumonia interstisial terutama
radang sptum alveola. Pada pemeriksaan radiologis terlihat gambaran retikuler
yang difus.
8
H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan umum pasien–pasien pneumonia biasanya berupa pemberian
antibiotik yang efektif terhadap organism tertentu, terapi oksigen untuk menanggulangi
hipoksemia dan pengobatan komplikasi seperti pada efusi pleura yang ringan, obat
pilihan untuk penyakit ini adalah penisilin G.
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu
perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi menunjukkan tanda-tanda
Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
Lakukan fisioterapi dada (lakukan hanya pada daerah yang terdapat sekret)
Tahapan fisioterapi
1. Inhalasi
Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap
kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru). Alat
terapi inhalasi bermacam-macam. Salah satunya yang efektif bagi anak adalah
alat terapi dengan kompresor (jet nebulizer). Cara penggunaannya cukup praktis
yaitu anak diminta menghirup uap yang dikeluarkan nebulizer dengan
menggunakan masker. Obat-obatan yang dimasukkan ke dalam nebulizer
bertujuan melegakan pernapasan atau menghancurkan lendir. Semua
penggunaan obat harus selalu dalam pengawasan dokter. Dosis obat pada terapi
inhalasi jelas lebih sedikit tapi lebih efektif ketimbang obat oral/obat minum seperti
tablet atau sirup, karena dengan inhalasi obat langsung mencapai sasaran. Bila
tujuannya untuk mengencerkan lendir/sekret di paru-paru, obat itu akan langsung
menuju ke sana.
2. Pengaturan Posisi tubuh
Tahapan ini disebut juga dengan postural drainage, yakni pengaturan posisi
tubuh untuk membantu mengalirkan lendir yang terkumpul di suatu area ke arah
cabang bronkhus utama (saluran napas utama) sehingga lendir bisa dikeluarkan
dengan cara dibatukkan. Untuk itu, orang tua mesti mengetahui di mana letak
lendir berkumpul.
9
Caranya:
* Setelah letak lendir berhasil ditemukan (dengan melihat hasil rontgen atau
dengan penjelasan dari dokter mengenai letak dari sekret di paru-paru), atur
posisi anak.
- Bila lendir berada di paru-paru bawah maka letak kepala harus lebih rendah
dari dada agar lendir mengalir ke arah bronkhus utama. Posisi anak dalam
keadaan tengkurap.
- Kalau posisi lendir di paru-paru bagian atas maka kepala harus lebih tinggi
agar lendir mengalir ke cabang utama. Posisi anak dalam keadaan telentang.
- Kalau lendir di bagian paru-paru samping/lateral, maka posisikan anak
dengan miring ke samping, tangan lurus ke atas kepala dan kaki seperti
memeluk guling.
3. PEMUKULAN/PERKUSI
Teknik pemukulan ritmik dilakukan dengan telapak tangan yang melekuk pada
dinding dada atau punggung. Tujuannya melepaskan lendir atau sekret-sekret
yang menempel pada dinding pernapasan dan memudahkannya mengalir ke
tenggorok. Hal ini akan lebih mempermudah anak mengeluarkan lendirnya.
Caranya:
* Lakukan postural drainage. Bila posisinya telentang, tepuk-tepuk (dengan
posisi
tangan melekuk) bagian dada sekitar 3-5 menit. Menepuk anak cukup dilakukan
dengan menggunakan 3 jari.
* Dalam posisi tengkurap, tepuk-tepuk daerah punggungnya sekitar 3-5 menit.
* Dalam posisi miring, tepuk-tepuk daerah tubuh bagian sampingnya. Setelah itu
lakukan vibrasi (memberikan getaran) pada rongga dada dengan menggunakan
tangan (gerakannya seperti mengguncang lembut saat membangunkan anak
dari tidur). Lakukan sekitar 4-5 kali.
Observasi tanda vital
Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam perawatan, misalnya,
pemberian obat serta pengenalan tanda dan gejala inefektivitas pola napas.
Ciptakan lingkungan yang nyaman
10
I. KOMPLIKASI
a) Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat
b) Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena obstruksi
bronkus oleh penumukan sekresi
c) Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
d) Empiema (efusi pleura yang berisi nanah)
e) Delirium terjadi karena hipoksia
f) Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar (penisilin).
g) Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
h) Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
i) Meningitis (komplikasi sistemik) yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
(Brunner and Suddarth, 2001)
11
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat gagal jantung kronis
Tanda : takikardi, penampilan keperanan atau pucat
3. Integritas Ego
Gejala : banyak stressor, masalah finansial
4. Makanan / Cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM
Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan malnutrusi
5. Neurosensori
Gejala : sakit kepala bagian frontal
Tanda : perubahan mental
6. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada meningkat dan batuk, myalgia, atralgia
7. Pernafasan
Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea, pernafasan dangkal,
penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Tanda : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen
Perkusi ; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi pleural
Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau nafas Bronkial
Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi
12
9. Penyuluhan
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping
hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri
dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan – 5
tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding
dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada
kedalam akan tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau
tachycardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung /
mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan
stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit,
dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni,
kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).
B. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman
oksigen.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas
sehari-hari
13
C. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
- Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
- Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
NOC : Respiratory status : Ventilation
Hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
- Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
NIC : Airway suction
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan
ronki.
b. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
c. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas
d. Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir
e. Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan
upaya batuk.
f. Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
14
c. Kaji status mental
d. Awasi frekuensi jantung/ irama.
e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan
menggigil
f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk
efektif
g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
15
Hasil yang diharapkan :
- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,
nadi dan RR
- Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
NIC : Energy management
Intervensi :
a. Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
c. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Laporan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary F., Geissler Alice C. 2000. Rencana Asuhan
Riyadi S, Suharsono. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Yogyakarta: Gosyen
Suriadi, Rita. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta : Penebar Swada
Sylvia A. Price (2006), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 2,
Wiley, NANDA International. (2012). Nursing Diagnostig : Defenition and Clasification 2012-
17