Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat sampai saat ini. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kondisi
sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah demam
berdarah dengue. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) pertama kali
ditemukan di Manila (Filipina) pada tahun 1953, selanjutnya menyebar ke
berbagai negara. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan
pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung
sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat
negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara
(Nahumarury, 2013).
Nyamuk merupakan serangga yang banyak menimbulkan masalah bagi
manusia. Selain gigitan dan dengungannya yang mengganggu, nyamuk merupakan
vektor atau penular beberapa jenis penyakit berbahaya dan mematikan bagi
manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya
(Herawati, 2009 dalam kutipan Farida, 2008). Menurut Arixs (2008), berbagai
penyakit disebar oleh tidak kurang dari 2.500 spesies nyamuk. Ada yang
menyebabkan penyakit berbahaya seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.) dan
malaria (anopheles), akan tetapi yang umum berkeliaran di rumah tempat tinggal
adalah nyamuk Culex tarsalis yang gigitannya menyebabkan gatal (Herawati,
2009).
Keberadaan nyamuk sangat erat hubungannya dengan manusia dan tempat
perkembangbiakannya. Adanya campur tangan manusia dengan menyediakan
wadah untuk tempat hidup dan mencari makanan mengakibatkan keberadaannya
sulit untuk diberantas. Selain itu manusia juga menyediakan tempat yang nyaman,
lembab dan gelap untuk resting dan menggigit di dalam ruangan. Kemampuannya

1
2

yang tinggi beradaptasi terhadap lingkungan menjadi salah satu faktor sulitnya
untuk mengontrol dan mengendalikan populasi nyamuk. Misalnya kemampuan
telur untuk bertahan di kondisi ekstrim, seperti bertahan hidup tanpa air selama
beberapa bulan pada dinding bagian dalam kontainer air (Ramadhani dkk., 2014).
Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit dari jenis
Plasmodium (Klas Sporozoa) yang menyerang sel darah merah. Di Indonesia
dikenal empat macam spesies parasit malaria yaitu P. vivax sebagai penyebab
malaria tertiana, P. falciparum sebagai penyebab malaria tropika yang sering
menyebabkan malaria otak dengan kematian, P. Malariae sebagai penyebab
malaria quartana, P.ovale sebagai penyebab malaria ovale yang sudah sangat
jarang ditemukan (Laipeny, 2013).
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat didunia. Pengendalian dan pengobatan malaria menjadi
lebih sulit dengan menyebarnya strain parasit malaria yang kebal terhadap obat
anti malaria. Selain itu strain nyamuk Anopheles vektor penular malaria mulai
banyak yang tidak mempan lagi terhadap insektisida yang digunakan untuk
memberantasnya. Diperlukan peningkatan pendidikan kesehatan, manajemen
penanganan penderita yang lebih baik, cara pengendalian vektor yang lebih efesien
dan terpadu untuk mengatasi penyebaran malaria (Nurwati, 2014).
Penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan terutama di Indonesia.
Hal ini terjadi karena masih banyak daerah berstatus endemik. Daerah endemik
DBD pada umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain.
Setiap Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD dimulai dengan peningkatan jumlah
kasus di wilayah tersebut. Data Dinas Kesehatan Kota Makassar, memperlihatkan
bahwa Angka Bebas Jentik (ABJ) yang meskipun meningkat dari tahun 2009
sebesar 78%, pada tahun 2010 menjadi 79,96%, di tahun 2011 dan 2012 berturut-
turut sebesar 87% serta 90%. Namun, pada tahun 2013 ABJ turun menjadi
77,02%, yang mana masih terdapat wilayah ABJ-nya di bawah 95% (Manynyulei
dkk., 2015).
3

Infeksi virus Dengue terus mengalami peningkatan prevalensi. Setiap tahunnya


diperkirakan terdapat 50 juta-100 juta kasus DBD dan diperkirakan sekitar 2,5
miliar orang atau dua perlima populasi penduduk di dunia beresiko terserang DBD
(World Health Organisation. Dari data dunia menunjukkan Asia menempati
urutan pertama dalam jumlah penderita DBD tiap tahunnya (Kementerian
Kesehatan RI,2010). Sejak tahun 2003 hingga 2006 kasus DBD di Asia Tenggara
mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 di Asia Tenggara terdapat 140.635
kasus DBD, tahun 2004 sebanyak 152.448 kasus, tahun 2005 seba-nyak 179.780
kasus dan tahun 2006 sebanyak 188.684 kasus DBD. Angka kematian DBD di
Asia Tenggara tahun 2004 sebesar 1.235 kematian, mengalami peningkatan pada
tahun 2005 sebesar 14,69% (1.766 kematian) dan mengalami penurunan pada
tahun 2006 yaitu sejumlah 1.558 kematian (Fauziah, 2012).
Tahun 2012 diperkirakan 207 juta kasus malaria yang menyebabkan sekitar
627.000 kematian, sebagian besar 80% kasus dan 90% kematian terjadi di Afrika.
Diperkirakan 3,4 miliar orang memiliki risiko terkena malaria, terutama di Afrika
dan Asia Tenggara. Tahun 2013, 104 negara yang dianggap endemik dan
diperkirakan 3,4 miliar orang berisiko malaria.1 Prevalensi penyakit malaria di
Indonesia masih tinggi, mencapai 417.819 kasus positif pada 2012. Wilayah
Indonesia Timur saat ini terdapat 70% kasus malaria, terutama diantaranya Papua,
Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi dan Nusa Tenggara (Widyasari
dkk., 2014).
Kasus DBD di Indonesia pada tahun 2011 sejumlah 65.432 penderita dan
yang meninggal adalah 595 jiwa dari total jumlah penduduk Indonesia, yaitu
241.182.182 jiwa yang meliputi 495 kabupaten/kota yang terjangkit kasus ini.
Penyebab meningkatnya jumlah kasus dan semakin bertambahnya wilayah
terjangkit antara lain karena semakin baiknya transportasi penduduk dari satu
daerah ke daerah lain, adanya pemukiman baru, penyimpanan air tradisional yang
masih dipertahankan dan perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk yang masih kurang (Nahumarury, 2013).
4

Di Indonesia demam berdarah pertama kali dilaporkan di Jakarta dan


Surabaya pada tahun 1968 tahun selanjutnya kasus demam berdarah jumlah setiap
tahun cenderung meningkat. Demikian pula wilayah terjangkit bertambah luas.
Dalam tahun 1997 jumlah kasus yang dilaporkan dari 27 Propinsi sebanyak 31.789
orang (angka kesakitan 15,28 per 100 ribu penduduk), dari jumlah kasus yang
dilaporkan tersebut 705 (angka kesakitan 2,2%) (Suyanto dkk., 2011 dalam
Hadinegoro, 2002)
Data hasil Riskesdas tahun 2013 insiden dan prevalensi malaria menurut
provinsi, Papua Barat berada pada posisi ke tiga dengan prevelensi sebesar 20,0%
dan insiden sebesar 5,0% setelah itu Papua dengan prevalensi 30,0% dan insiden
sebesar 10,0% serta Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan prevalensi sebesar
25,0% dan insiden sebesar 5,0%. Berdasarkan laporan bulanan Dinas Kesehatan
Provinsi Papua Barat, Annual Parasite Incidence (API) di wilayah Kabupaten
Kota Manokwari, dari tahun 2009 hingga tahun 2012, pada tahun 2009 sebanyak
73,2% sempat terjadi penurunan di tahun 2010, tetapi pada tahun 2011 meningkat
menjadi 113,0% kemudian tahun 2012 menjadi 113,9%. Wilayah kerja
Puskesmas Prafi Manokwari terdiri dari 16 desa yang merupakan daerah
transmigrasi nasional dan lokal dengan total jumlah penduduk sebanyak 15,907
orang. Dari jumlah tersebut terdapat 420 ibu hamil pada kunjungan K1 dilakukan
screening malaria dengan hasil positif plasmodium falciparum 51 ibu hamil dan
positif plasmodium vivax 43 ibu hamil dan sebanyak 2 ibu hamil dengan hasil
gabungan positif plasmodium falciparum dan plasmodium vivax (Rahmawati,
2014).
Salah satu upaya dalam pengendalian malaria adalah melaksanakan kegiatan
pengendalian vektor untuk memutuskan rantai penularan malaria. Pengendalian
vektor dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan rumah
dan kelambu berinsektisida dengan menggunakan insektisida), membunuh jentik
(kegiatan anti larva) dan menghilangkan atau mengurangi tempat perindukan
(Nurwati, 2014).
5

Di Indonesia, pengendalian tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti lebih


banyak dititikberatkan pada penutupan dan abatisasi bak mandi, serta penguburan
barang-barang bekas di sekitar rumah penduduk yang berpeluang sebagai
penampung air hujan. Sementara penampung air lainnya belum mendapatkan
perhatian yang memadai, padahal peluang untuk dijadikan sebagai habitat Aedes
aegypti cukup besar, seperti tempat minum burung, pot bunga, pelepah daun
tanaman, talang air dan juga sumur gali (Fauziah, 2012).
Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan
selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh kemampuan terbang
nyamuk. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak, dengan
demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk
mempertahankan cadangan air di dalam tubuh dari penguapan maka jarak terbang
nyamuk menjadi terbatas. Aktifitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh 2
faktor yaitu: faktor eksternal dan faktor internal. Eksternal meliputi kondisi luar
tubuh nyamuk seperti kecepatan angin, temperatur, kelembaban dan cahaya.
Adapun faktor internal meliputi suhu tubuh nyamuk, keadaan energi dan
perkembangan otot nyamuk. Meskipun Aedes aeegypti kuat terbang tetapi tidak
pergi jauh-jauh, karena tiga macam kebutuhannya yaitu tempat perindukan,
tempat mendapatkan darah, dan tempat istirahat ada dalam satu rumah. Keadaan
tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti bersifat lebih menyukai aktif di dalam
rumah, endofilik. Apabila ditemukan nyamuk dewasa pada jarak terbang
mencapai 2 km dari tempat perindukannya, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh
angin atau terbawa alat transportasi (Ayuningtyas, 2013 dalam WHO, 2005).
Tabel 1 Perbedaan jentik Aedes dengan jentik Anopheles, dan Culex
Aedes Anopheles Culex
Berenang bebas di air Berenang bebas di air Berenang bebas di air
Mempunyai siphon Tidak mempunyai siphon Terdapat siphon yang
yang besar dan pendek bentuknya langsing dan
dan terdapat pectern kecil tanpa pectern
teeth pada siphon teeth.
6

Pada waktu istirahat Pada waktu istirahat Pada waktu istirahat


membentuk sudut sejajar permukaan air membentuk sudut
dengan permukaan air dengan permukaan air.
Banyak dijumpai pada Banyak dijumpai pada Banyak dijumpai pada
genangan air dengan genangan air yang tidak genangan air kotor
tempat tertentu (drum, terlalu kotor (rawa, (comberan, got, parit,
bak, tempayan, kaleng sawah, ladang, dan lain- dan lain-lain).
bekas, pelepah pohon, lain)
dan lain-lain)
Sumber:Ayuningtyas(2013) dalam Ditjen PP& PL, 2007

B. Tujuan Praktikum

Tujuan umum kegiatan praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi jentik


dan nyamuk dewasa sebagai vektor penyakit. Terutama pada nyamuk aedes
aegypti (penyakit demam berdarah), nyamuk anopheles (penyakit malaria), dan
nyamuk culex (penyakit filariasis).

Anda mungkin juga menyukai