Anda di halaman 1dari 16

NAMA : Fahira Anfal

KELAS :A
NIM : E1A018093
FAKULTAS : HUKUM
PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Sumber- Sumber Hukum!

Sumber Hukum dibagi menjadi dua jenis yaitu Sumber Hukum Material dan Sumber
Hukum Formal.

Sumber Hukum dalam arti materiil:

Yaitu sumber / segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan-aturan hukum, ditinjau
dari pelbagai segi kehidupan : Ekonomi, Sosial, Budaya, Lingkungan Hidup, Hankam,dsb.

Sumber Hukum dalam arti formal :Tempat dapat ditemukannya aturan-aturan hukum untuk
menyelesaikan kasus konkret tertentu.

1. Undang-undang
2. Yurisprudensi
3. Traktat
4. Kebiasaan
5. Doktrin

2. Jelaskan apa itu yang dimaksud dengan Sumber Hukum Material dan Sumber
Hukum Formil !

Sumber Hukum dalam arti materiil:

Yaitu sumber / segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan-aturan hukum, ditinjau
dari pelbagai segi kehidupan : Ekonomi, Sosial, Budaya, Lingkungan Hidup, Hankam,dsb.

Sumber Hukum dalam arti formal :Tempat dapat ditemukannya aturan-aturan hukum untuk
menyelesaikan kasus konkret tertentu.
1.Undang-undang

2.Yurisprudensi

3.Traktat

4.Kebiasaan

5Doktrin

UNDANG-UNDANG

Undang-undang adalah produk dalam kekuasaan pembuat undang undang/ legislatif.


Menurut Buys undang-undang mempunnyai 2 pengertian yaitu dalam arti formal dan arti
materiil.

Undang-undang dalam arti formal : yaitu semua peraturan yang dibuat oleh badan
pembuat undang-undang (pasal 20 ayat 1 UUD I 945) dan diumumkan sebagaimana
mestinya.

Undang-undang dalam arti materiil : yaitu sernua peraturan/ keputusan yang dibuat bukan
oleh badan pembuat undang- undang, isinya mengikat umum,

contoh : Keputusan Menteri, Peraturan Daerah.

Undang-undang diumumkan /diundangkan sebagaimana mestinya yaitu :dalam Lembaran


Negara (LN).Suatu Undang-undang yang telah dikeluarkan berlaku fictie “bahwa setiap orang
dianggap telah mengetahui adanya undang-undang” yaitu setelah undang—undang memenuhi
syarat—syarat perundang-undangan.

Mulai berlakunya undang_undang : biasanya ditentukan oleh undang undang itu sendiri,
contoh : dalam UU disebutkan berlaku sejak diundangkan atau malah seperti UU. PTUN
disebutkan 5 tahun setelah diundangkan. Namun jika UU tersebut tidak menentukan tanggal
mulai berlaku maka, berdasarkan UU No. 2 tahun 1950 (LJU tentang Lembaran Negara dan
pengumuman UU dalam pasal13 ditentukan hari ke 30 sesudah hari pengundangan).
Tempat pengumuman resmi peraturan perundang-undangan :

Lembaran Negara : adalah tempat pengumuman undang-undang, (Lembaran Negara, dahulu


disebut dengan istilah staatsblad - stb/s). Misal UU. No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi - LNRI Tahun 2003 No. 98. Tempat pengumuman penjelasan Undang-undang disebut
Tambahan lembaran Negara

Berita Negara RI ; tempat pengumuman peraturan pelaksanaan undang-undang,misal PP.


Putusan Presiden.

Tambahan Berita Negara RI : tempat pengumuman anggaran-anggaran perseroan,Perhimpunan,


yayasan, peraturan daerah.

PeraturanDaerah : selain harus diumumkan secara resmi dalam tambahan berita Negara RI juga
harus diumumkan secara resmi dalam lembaran daerah.

ASAS-ASAS PERUNDANG-UNDANGAN

1. UU tidak berlaku surut:

Ps. 2 A.B(Algemene Bepalingen van Wetgeving): Suatu UU hanya mengikat untuk masa yang
akan datang dan tidak rnempunyai kekuatan surut.

Ps I ayat (I) KLIH Pidana: Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan
pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelumnya perbuatan dilakukan. (terkenal
sebagai asas : “Nulum delictum Noella Poena Sine Praevia lege Poenali” dari Anseim Von
Feuerbach)

2. Lex Posteriori Derogat Lege Priori “( UU yang baru merubah/meniadakan UU lama yang
mengatur materi yang sama). Jika UU yang bermateri yang sama yang diatur UU lama. Padahal
UU baru tidak menegaskan pencabutannya maka berlakulah asas ini. Juga disebut Pencabutan
UU secara diam-diam.

3. UU yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan lebih tinggi pula.
“Lex Superior Derogat Legi Inferiori”. (Lihat kembali Hal.4 Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 jo.
Tap MPR No, V/MPR/1973 jo. Pasal 7 UU. No. 11 Tahun 2012 hal mengenai tata urutan
peraturan Perundangan)

4. UU yang bersifat khusus mengesampingkan UU yang bersifat Umum “Lex Specialis Derogat
Legi Generali”.

Contoh : Ps 1 KUHD: KUH perdata berlaku juga untuk yang diatur di dalam KUHD sekedar
dalam KUHD tidak mengatur secara khusus menyimpang.

Dalam asas perundangan tersebut di atas sebenarnya sebermula masih ada satu asas lagi
yaitu asas undang-undang tidak dapat diganggu gugat, dalam arti berlakunya undang-undang
adalah mutlak tidak dapat diuji secara materiil, akan tetapi dengan adanya lembaga Mahkarnah
Konstitusi maka asas ini tidak dipergunakan lagi, oleh karena Mahkamah Konstitusi tugasnya
adalah menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar (UUD 1945).

YURISPRUDENSI:

Istilah : Yurisprudentie (Belanda), Case Law (Inggris), Judge Made Law (Inggris). Dasar
hukum pasal 22 A.B. (Algemene Bepalingen Van Wetgeving/ Peraturan Umum Penundangan) :
Hakim dilarang menolak memeriksa dan memutus perkara dengan alasan UU tidak jelas / tidak
Iengkap. Maka hakim harus menciptakan hukumnya (penemuan hukum) manakala hukumnya
tidak ada atau tidak jelas. Pada negara-negara Anglo Saxon peran yurisprudensi sangat
menentukan, oleh karena disana dikenal dengan asas The Binding Force Of The Precedent lain
dengan negara-negara tipe Eropa kontinental dimana peran UU lebih relatif menentukan.

Yurisprudensi Tetap, terjadi bila suatu yurisprudensi mengenai suatu hal senantiasa
diikuti terus menerus hakim hakim lain karena diyakini kebenarannya.

TRAKTAT ( Perjanjian Antar Negara)

Macam traktat atau treaty :


 Traktat Bilateral / treaty contract (antar dua negara)
 Traktat Multilateral / kolektif (antar lebih dari dua negara) / law making
treaties.

Untuk Treaty Contract sebagai perjanjian yang meletakkan hak dan


kewajiban bagi negara yang membuat perjanjian tersebut biasanya hanya
dilakukan oleh 2 negara yang berkepentingan atas suatu perjanjian internasional
sehingga lebih bersifat tertutup sehingga bukan merupakan sumber langsung
hukum Internasional namun dapat saja menjadi sumber melalui kebiasaan
internasional sedangkan law making treaties sebagai sumber langsung HI karena
sering merupakan aturan yang meletakkan kaidah dasar bagi masyarakat
internasional, dan lebih bersifat terbuka bagi negara yang kemudian dapat
meratifikasi traktat tersebut dinegaranya. Dasar pembuatan traktat dalam hukum
nasional terdapat pada pasal 11UUD 1 945 : Presiden dengan persetujuan DPR
menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
Perjanjian sebagai sumber Hukum dalam arti formal (Ps, 1338 K.U.H.
Perdata : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi
mereka yang membuatnya).
Berlakunya traktat, berdasar asas pacta sunt servarda artinya : setiap
perjanjian harus dihormati, ditaatì, karena setiap perjanjian mengangkat bagi para
pihak yang membuatnya).

Traktat melalui empat tingkatan (Fase)


I . Penetapan isi traktat oleh delegasi negara-negara yang berkonverensi.
2. Persetujuan dan DPR masing-masing negara peserta.
3. Ratifikasi/penegasan masing-masing kepala negara
4. Pelantikan/pengumuman

KEBIASAAN
Mr. J.H.P Bellefroid (“Dalam buku - In Leiding Tot De Recht Swetwen Sdiap in
Nederlard”. Get. Ke 3, hal. 53) : Hukum kebiasaan juga dinamakan kebiasaan
saja meliputi semua peraturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah,tetapi
ditaati oleh seluruh rakyat, karena mereka yakin bahwa peraturan itu berlaku sebagai
hukum.

Syarat timbulnya hukum kebiasaan :

1. Harus ada perbuatan yang semacam dalam keadaan yang sama dan harus selalu
diikuti oleh umum, Yang dilakukan oleh orang-orang yang berkepentingan,
kebiasaan setempat dibentuk oleh penduduk setempat, dalam bidang masing-
masing misal dalam bidang jual-beli sewa, dll. Disebut syarat materiil.
2. Perbuatan tersebut menimbulkaan keyakinan umum, yang kemudian menjadi
keyakinan hukum (opinio necetatis) dari orang-orang berkepentingan, bahwa
perbuatan tersebut benar untuk dilakukan disebut sebagai syarat intelektual.
3. Ada akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar keyakinan Hukum :
a) Arti Material : Keyakinan bahwa peraturan-peraturan itu berisi hukum
yang baik / benar
b) Arti Formal : Keyakinan untuk mengikuti peraturan tersebut.

DOKTRIN (Pendapat Sarjana)

1. Sumber Hukum bagi Hakim dalam memutus perkara (menjadi Yurisprudensi)


2. Sumber Hukum bagi pembuat UU. (Doktrin masuk ke dalam pasal-pasal dari suatu UU)

Pancasila Sumber Hukum Putusan Hakim

Secara umum terlihat ada 2 sumber hukum, yaiu sumber hukum dalam arti materiil dan formil
sebagai berikut:

1. Pancasila Sumber Hukum Materiil.

Yaitu sumber/segala sesuatu yang dapat aturan-aturan hukum, ditinjau dan pelbagai segi
kehidupan. Sumber hukum ini yang menentukan isi suatu peraturan atau kaidah hukum yang
mengikat setiap orang. Sumber hukum materiil berasal dan hukum yang tumbuh dalam
masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan hidup, hankam,
dan lain-lain. Dalam kata lain sumber hukum materiil adalah faktor-faktor masyarakat yang
mempengaruhi pembenmk hukum (pengaruh terhadap pembuat UU, pengaruh terhadap
keputusan hakim, dan sebagainya).

Sumber hukum materiil adalah sumber dari mana materi hukum itu diambil berasal. Sumber
hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan
sosial, hubungan kekuatan politik, situas sosial ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan
kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, dan kedaan geografis. Sumber
hukum materiil juga terkait dengan pertanyaan mengapa hukum itu mengikat, atau apa yang
menjadi sumber (kekuatan) hingga mengikat atau dipatuhi manusia

Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang mempengaruhi materi (isi) dan
aturan-aturan hukum, atau tempat dari mana materi hukum itu diambil untuk membantu
pembentukan hukum. Faktor tersebut adalah faktor idiil dan faktor kernasyarakatan.

Faktor idiil adalah patokan-patokan yang tetap mengenai keadilan yang harus ditaati oleh
para pembentuk UU ataupun para pembentuk hukum yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
Faktor kemasyarakatan adalah hal-hal yang benar-benar hidup dalam masyarakat dan tunduk
pada aturan-aturan yang berlaku sebagai petunjuk hidup masyarakat yangbersangkutan.
Contohnya struktur ekonomi, kebiasaan, adat istiadat, dan lain-lain. Faktor-faktor
kemasyarakatan yang mempengaruhi pembentukan hukum yaitu:

Pancasila merupakan sumber hukum materiil, oleh karena setiap peraturan perundang-undangan
yang dikeluarkan oleh pemerintah harus berdasarkan pada sila dan Pancasila, hal ini diatur dalam
Pasal 2 UU. No. 12 Tahun 2012 yang menyatakan: Pancasila merupakan sumber dari segala
sumber hukum Negara. Pancasila sebagai sumber hukum materiil sudah tidak terbantahkan lagi.
serta tidak diperdebatkan oleh karena memang sudah demikian makna secara materiil, sekaligus
telah di formalkan dalam peraturan perundangan dengan berbagai atribut formal yang
menyatakan bahwa seluruh produk perundangan memang harus tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila. Bahkan harus sesuai dengan nilai kehidupan hangsa yang tertuang pada Pancasila.

Contoh aplikasi Pancasila dalam sistem perundangan-undangan, yakni dalam Undang-Undang


No 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan pada pasal 1 menyatakan: Perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rurnah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemudian pada Pasal 2 ayat 1. Perkawinan adalah sah,apabila dilakukan menurut hokum

masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Pada pasal tersebut memuat ketentun
Pancasila mengenai sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Namun tidak demikian dengan Pancasila
sebagai sumber hukum formil. Pendapat bahwa Pancasila sebagai sumber hukum formil tidak
terdapat dalam penulisan literature pada umumnya. Hal inilah yang menjadi kajian yang menarik
oleh karena dengan demikian maka Pancasila sesungguhnya Pancasila belum diterapkan sebagai
sumber hukum yang aplikatif

2. Pancasila Dalam Pembukaan UUD 1945 Sebagai Sumber Hukum Formil

Sumber hukum formil adalah tempat atau sumber suatu peraturan memperoleh kekuatan
hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal
berlaku.

Sumber hukum dalam arti formal adalah tempat dimana dapat ditemukan aturan-aturan
hukum untuk menyelesaikan kasus konkret tertentu. Surnber hukum formil adalah sumber
hukum dengan bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum secara formil. Jadi
sumber hukum formil merupakan dasar kekuatan mengikatnya peraturan-peraturan agar ditaati
oleh masyarakat maupun oleh penegak hukum.

Sumber hukum yang berbentuk undang-undang tentu meliputi semua undang-undang,


termasuk UUD 45 adalah bentuk undang-undang sehingga UUD’45 adalah sumber hukum
formil. Setelah UUD 1945 disahkan oleh PPKI berikut pembukaan yang berisi sila dari
Pancasila, maka Pancasila sudah menjadi bagian formal dan UUD 1945, sehingga dapat
dikatakan sebagai sumber hukum formil seperti halnya UUD’45 itu sendiri.

Pancasila sebagai sumber hukum baik materiil maupun formil karena Pancasila adalah
dasar negara Rl, pengertian pancasila sebagai dasar negara, sesuai dengan bunyi Pembukaan
UUD 1945 pada alinea keempat “......, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada; Ketuhanan Yang Maha Esa; kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwaki1an serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
Dalam Pembukaan UUD 1 945 tersebut meskipun tidak tercantum kata Pancasila, namun
bangsa Indonesia sudah bersepakat bahwa lima prinsip yang menjadi dasar Negara Republik
Indonesia disebut Pancasila. Kesepakatan tersebut, tercantum pula dalam berbagai Ketetapan
MPR-RI diantaranya sebagai berikut:

a. Ketetapan MPR — RI No.XVIII/MPR/1998, pada pasal 1 menyebutkan bahwa “Pancasila


sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan
bernegara”.

b. Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, diantaranya menyebutkan : Sumber Hukum dasar nasional
yang tertulis dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa;
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian dalam penjelasan undang-undang No. 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan disebutkan bahwa peraturan
perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara
umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. –undangan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 adalah hukum dasar (konstitusi) tertulis yang merupakan
peraturan negara tertinggi dalam tata urutan peraturan perundangan nasional. Berdasarkan
ketentuan dalam Undang-undang ini, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia adalah sebagai berikut:

a) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


b) Ketetapan MPR;
c) UU/Perppu
d) Peraturan Presiden;
e) Peraturan Daerah Provinsi;
f) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Demikian juga telah diatur dalam pasal II aturan tambahan UUD 1945 yang menyatakan
bahwa: Undang-undang ini (UUD 1945) berisi Pembukaan dan pasal-pasal.
Apabila menggunakan sumber hukum formil, maka Pancasila secara formil di Indonesia
adalah merupakan sumber hukum formiil jenis perundang-undangan, karena Pancasila secara
formil terdapat dalam undang-undang yakni undang-undang dasar Negara, dikatakan juga
sebagai sumber hukum normatif oleh karena secara normatif Pancasila telah ada tertulis dalam
perundang-undangan yaitu dalam UUD I 945. Mengenai eksistensi konstitusi Republik
Indonesia, Bagir Manan menyatakan bahwa UUD’45 memang sering diabaikan sebagai sumber
formil putusan hakim, pernyataannya sebagai berikut:

Hakim dalam putusannya sering mengabaikan ketentuan konstitusi, padahal konstitusi adalah
bagian dan sistem tata hukum yang sebenarnya tidak hanya bermakna filosofi tetapi juga yuridis.
Hakim mempunyai kewajiban hukum menegakkan konstitusi. Dalam setiap perkara hakim wajib
terlebih dahulu memeriksa hukum yang menjadi dasar sengketa, atau dasar dakwaan
dihubungkan dengan ketentuanketentuan dalam UUD atau konstitusi pada umumnya. Misalnya
ketentuan pembatasan pemanfaatan hak milik, harus diperiksa sejauh mana pembatasan masih
dapat dibenarkan oleh UUD, demikian juga pada ketentuan yang membenarkan perbedaan
perlakuan. Hakim harus benar-benar menguasai seluk beluk Undang-undang dasar

Sebagaimana pendapat Bagir Manan, bahwa konstitusi tidak hanya bermakna filosofis
tetapi yuridis, demikian juga Pancasila sebenarnya tidak hanya bermakna filosofis tetapi juga
yuridis, karena Pancasila juga sudah ditetapkan sebagai sumber dari segala sumber hukum,
sebagaimana tertulis pada Pasal 2 UU. No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-
undangan yang menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara,
yang adalah sebagai dasar filosofi dalam bernegara, secara konkret ada dalam perundang-
undangan yaitu tertulis dalam pembukaan UUD 1945 sebagai kesatuan yang tidak terpisah dan
konstitusi negara. Pernyataan tidak terpisah tersebut dipertegas pada Pasal II Aturan Tambahan
yang menyatakan bahwa UUD1945 berisi Pembukaan dan Pasal-pasal.

Seperti kita ketahui bahwa, setiap pembuatan peraturan undang-undang di Indonesia


harus berdasar Pancasila dan UUD’45, demikian tentunya dalam peneraparmya harus sesuai,
sehingga tidak hanya secara materiil Pancasila dan UUD 45 menjiwai pembuatan peraturan
undang-undang, demikian juga secara formal dalam setiap penerapan putusan hakim pada
peradilan negara harus berdasar Pancasila serta UUD 45.
Hal tersebut diatas seperti tertulis dalam Pasal 1 UU. No. 48 Tahun 2009 yang
menyatakan: Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 945, demikian juga dalam pasal 2
ayat 2 UU. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman secara jelas menyatakan: Peradilan
Negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasar Pancasila. Kata Peradilan
negara menerapkan dan menegakkan hukum berdasar Pancasila, bahwa peradilan adalah proses
dalam mengadili, dalam hal ini adalah proses beracara, sehingga ini adalah bagian dari
bekerjanya hukum secara formil, guna menegakkan hukum materiilnya.

Melalui penetapan UUD’45 oleh PPKI yang didalamnya juga termaktub pembukaan yang
berisi sila dari Pancasila , serta dari kedua pasal 1 dan pasal 2 ayat 2 UU. No. 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman, maka UUD’45 dan Pancasila yang terdapat di dalamnya
mempunyai eksistensi sebagai sumber hukum formal putusan hakim peradilan Negara.

Demikian juga Soerjono Soekanto melihat putusan hakim dalam susunan kaidah hukum
yang bertingkat seperti maksud dari Stuffen teori, Menurutnya susunan kaidah hukum dari
tingkat terbawah ke atas adalah sebagai berikut:

a. Kaidah hukum individuil atau kaidah hukum yang konkret dari badan-badan
penegak/pelaksana hukum terutama pengadilan;

b. Kaidah hukum umum atau kaidah hukum abstrak didalam undang-undang atau hukum
kebiasaan;

c. Kaidah hukum dan konstitusi. Ketiga macam kaedah hukum tersebut, dinamakan kaidah-
kaidah hukum positif atau kaidah-kaidah hukum aktuil.

Dengan pernyataan Soejono Soekanto dan gambar dari B. Arief Sidharta Nampak jelas
bahwa UUD’45 / konstitusi merupaka kaidah hukum positif, dengan Pancasila menjadi bagian
dari UUD’45 yaitu dalam pembukaan, tentunya Pancasila adalah kaidah hukum positif yang
dapagt diterapkan dalam putusan hakim, dengan demikian maka Pancasila adalah sumber hukum
formil.
Bahwa penerapan Pancasila dan UUD’45 adalah sesuatu keharusan seperti halnya
pembuatan perundangan, oleh karen aundang-undang yang diterapkan akan tidak mempunyai
makna sebagai putusan hakim Indonesia, apabila dibiarkan lepas kaitan dari Pancasila dan
UUD’45. Dalam hal ini pemuatan norma abstrak menjiwai norma konkret undang-undang
sebagai dasar putusan, dengan demikian masyarakat akan dapat menilai putusan yang
dikeluarkan apakah telah sesuai dengan jiwa pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila yang
dirasakan dalam kehidupan bermasyarakat karena lembaga pengadilan merupakan sarana
strategis membudayakan Pancasila melalui proses peradilan guna maksud tujuan aplikatif yaitu
membumikan Pancasila.

Menyadari keberadaan pengadilan merupakan bagian strategis dan penting sebagai


bagian komponen pendukung dan penyukses supremasi hukum, maka sudah sepantasnyalah bila
reformasi hukum ataupun pembaharuan hukum sebaiknya dimulai dari pembenahan pengadilan.
Karena itu pembaharuan hukum nasional sebaiknya dimulai dengan pembenahan pada system
peradilan.

Sebenarnya dengan terjadinya pelanggaran konkrit terhadap undang-undang maupun


hukum adat / kebiasaan adalah terlebih dulu sebenarnya pelanggaran konkrit nilai-nilai yang
hidup dalam kehidupan masyarakat yang mana nilai tersebut adalah sila dari Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum, kemudian juga konstitusi / UUD’45, yang tentunya atas
pelanggaran tersebut harus dikembalikan lagi agar keadaan bumi Indonesia yang sarat dengan
nilai luhur bangsa yang ada dalam sila-sila Pancasila menjadi normal kembali.

Pembukaan UUD’45 mempunyai fungsi hubungan langsung yang bersifat kausal organis
dengan batang tubuh UUD’45, karena isi dalam pembukaan dijabarkan dalam pasal-pasal UUD
1945. Maka Pembukaan UUD’45 yang dasar filsafat Negara, dan Undang Undang Dasar
merupakan satu kesatuan, walaupun dapat dipisahkan, bahkan merupak rangkain kesatuan nilai
dan norma yang terpadu.

Dalam aline keempat pembukaan UUD’45, termuat unsur-unsur yang menurut ilmu
hukum disyaratkan bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia (rechts orde) atau (legal orde)
yaitu suatu kebulatan dan keseluruhan peraturan-peraturan hukum.
Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan UUD’45, maka
pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Dengan demikian tata
kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas social,ekonomi, politik tetapi dalam
perpaduannya dengan keseluruhan asas-asas kultural religious dan asas-asas kenegaraan yang
unsurnya terdapat dalam Pancasila.

Dalam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia, maka
kedudukan Pancasia sebagai mana tercantum dalam pembukaan UUD’45 adalah sebagai sumber
hukum normatif dari segala sumber hukum Indonesia harus bersumber pada pembukaan UUD
1945 yang didalamnya terkandung asas kerohanian Negara atau dasar filsafat Negara RI.

3. Jelaskan apa itu Asas-Asas Perundang-Undangan!

1. UU tidak berlaku surut:

Ps. 2 A.B(Algemene Bepalingen van Wetgeving): Suatu UU hanya mengikat untuk masa
yang akan datang dan tidak rnempunyai kekuatan surut.
Ps I ayat (I) KLIH Pidana: Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelumnya perbuatan
dilakukan. (terkenal sebagai asas : “Nulum delictum Noella Poena Sine Praevia lege
Poenali” dari Anseim Von Feuerbach)

2. Lex Posteriori Derogat Lege Priori “( UU yang baru merubah/meniadakan UU lama yang
mengatur materi yang sama). Jika UU yang bermateri yang sama yang diatur UU lama. Padahal
UU baru tidak menegaskan pencabutannya maka berlakulah asas ini. Juga disebut Pencabutan
UU secara diam-diam.

3. UU yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan lebih tinggi pula.
“Lex Superior Derogat Legi Inferiori”. (Lihat kembali Hal.4 Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 jo.
Tap MPR No, V/MPR/1973 jo. Pasal 7 UU. No. 11 Tahun 2012 hal mengenai tata urutan
peraturan Perundangan)
4. UU yang bersifat khusus mengesampingkan UU yang bersifat Umum “Lex Specialis Derogat
Legi Generali”.

Contoh : Ps 1 KUHD: KUH perdata berlaku juga untuk yang diatur di dalam KUHD sekedar
dalam KUHD tidak mengatur secara khusus menyimpang.

Dalam asas perundangan tersebut di atas sebenarnya sebermula masih ada satu asas lagi
yaitu asas undang-undang tidak dapat diganggu gugat, dalam arti berlakunya undang-undang
adalah mutlak tidak dapat diuji secara materiil, akan tetapi dengan adanya lembaga Mahkarnah
Konstitusi maka asas ini tidak dipergunakan lagi, oleh karena Mahkamah Konsitusi tugasnya
adalah menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar (UUD 1945).

4. Jelaskan Penggolongan Aturan Hukum!


1. Menurut luas berlakunya
a) Hukum Umum (ius generale ) : aturan hukum yang berlaku pada umumnya.
Contoh : KUHP (Kitab Undang- undang Hukum Perdana).
b) Hukum Khusus : hanya berlaku untuk hal-hal khusus. Contoh:
KUHPT (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara). Hukum ini khusus
dapat pula merupakan hukum setempat atau mengenai segi tertentu (ius
particulare) : berkaitan dengan tempat, Ius Speciate : Berkaitan dengan segi
tertentu kehidupan masyarakat, contoh : Hukum Pidana Militer, Hukum
Perdata bagi kelompok Timur Asing.
2. Menurut sifat /daya kerjanya.
a) Hukum Pemaksa ( Dwinged Recht), aturan hukum yang tidak dapat
dikesampingkan, harus dilaksanakan para pihak, misal mengenai syarat
perkawinan, tempat kekuasaan orang tua, curatele, dll,
b) Hukum Pelengkap /Pengatur/Penambah (Aanvulend Recht atau Regelend
Recht) : dapat dikesampingkan para pihak, biasanya ada pada buku III KUH
Perdata.
3. Menurut Fungsinya :
a) Hukum Material ( Material recht/ substantive law ). Berisi tentang peraturan-
peraturan/hukum yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan,
memerintahkan, melarang perbuatan dsb.
b) Hukum Formiil ( Formiil Recht/ Adjective Law) mempertahankan
pelaksanaan hukum materiil, disebut dengan hukum acara, hukum proses.
4. Menurut Isinya :
a) Hukum publik, hukum yang mengatur kepentingan umum, hubungan antar
Negara dengan perseorangan, kepentingan badan/peraturan kenegaraan.
b) Hukum privat/sipil, hukum yang mengatur kepentingan perseorangan.

5. Jelaskan Stuffen Theory sebagai Sistem Hukum!

Berikut ini Bachsan Mustafa dalam buku Sistem Hukum Indonesia (1984 : 7) menerangkan
Terjemahan Bebas dari Stufen Theory adalah sebagai berikut :

“ Bahwa tertib hukum atau legal order merupakan a system of norms yang berbentuk
seperti tangga-tangga pyramid. Pada tiap-tiap tangga terdapat kaidah-kaidah(norms) dan
dipuncak pyramid terdapat kaidah yang disebut kaidah dasar (grundnorm). Dibawah ini
kaidah dasar ini terdapat kaidah yang disebut Undang Undang Dasar dibawah Undang –
Undang Dasar terdapat kaidah yang disebut Undang-undang, dibawah Undang-undang
terdapat kaidah peraturan, dibawah peraturan terdapat kaidah yang disebut ketetapan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa dasar berlakunya dan legalitas suatu kaidah terletak
pada kaedah yang ada diatasnya.”

Jadi teori ini dasar berlakunya dan legalitas ketetapan terletak pada peraturan : dasar
berlaku dan legalitas peraturan terletak pada undang-undang : dasar berlakunya dan legalitas
undang-undang terletak pada undang undang dasar: dan akhirnya dasar berlakunya dan legalitas
undang-undang dasar terletak pada kaedah dasar yang ada terletak di puncak pyramid. Istilah
norms oleh Hans Kelsen diartikan sebagai imperatief voor schrift, yaitu suatu peraturan hukum
yang harus diturut dan yang dilindungi sanksi.

Selanjutnya Hans Kelsen membedakan antara general norms atau abstrake normen yang
dibentuk oleh badan legislatif dan individual norms atau concrete normen yang dibentuk oleh
badan-badan eksekutif.
Yang dimaksud dengan general norms adalah kaedah-kaedah yang berlaku umum,
mengikat umum, seperti kaedah dasar, UUD, UU, dan peraturan-peraturan, sedangkan yang
dimaksud dengan individual norm adalah kaedah-kaedah yang berlaku khusus, mengikat
seseorang tertentu yang diketahui identitasnya.

Individual norms ini berupa ketetapan-ketetapan (beschiking) atau dapat disebut pula
keputusan hakim, baik vonis maupun penetapan hakim.

Sekarang kita lihat proyeksi contoh Stufen Theori pada peraturan kita seperti halnya pada
puncak pyramid itu adalah Pancasila, ditangga bawahnya adalah UUD’45 yang kita ambil satu
pasal yakni Pasal 33 tentang bumi,air, dan kekayaan alam …., dibawahnya adalah kaedah
undang-undang yaitu UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA (Undang-undang Pokok/ Agraria)
dalam Pasal 19 yang mengatur tentang pendaftaran tanah, dibawahnya lagi ada kaidah peraturan
pelaksanaannya yaitu PP No. 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, di bawahnya lagi
adalah implementasinya yaitu ketetapan tentang sertifikat tanah. Hal tersebut adalah merupakan
kaidah sistem dalam hukum Indonesia.

Dalam sistem tata peraturan perundangan di Indonesia hal tersebut di atas Nampak dalam
pasal 7 Undang – undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, jenis dan hierarkhi peraturan perundang-undangan adalah sebagi berikut:

1. UUD 1945
2. Tap MPR
3. UU/PERPU
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Peraturan Daerah Provinsi
7. Perda Kabupaten/Kota

Anda mungkin juga menyukai