Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ANALISIS TRAGEDI KERUSUHAN MEI 1998 DALAM SUDUT PANDANG


PANCASILA

Disusun Oleh :
1. Amarullah Nusantara E1A018021
2. Andi Daffa Patiroi E1A018075
3. Fahira Anfal E1A018093
4. Majid M Fazaka E1A018163
5. Hanah Kania Irdanie E1A018189

Dosen Pembimbing : Drs. H. Muhammad Taufiq , M.H.


NIP19600919198611001

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN


FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2018
KATA PENGHANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “ANALISIS KASUS TRAGEDI KERUSUHAN MEI 1998
DALAM SUDUT PANDANG PANCASILA”. Kami juga mengucapkan terimakasih atas bantuan
dari semua pihak yang telah berkontribusi.
Harapan kami, diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca
sekalian.
Namun, kami juga menyadari. Dengan keterbatasan ilmu kami masih banyak kekurangan
yang terdapat dalam makalah ini. Karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun.

Purwokerto,November 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
1.1 LATAR BELAKANG

Sebagai negara majemuk dengan beragam suku, ras, agama dan golongan, Indonesia menjadi
negara paling rawan terhadap konflik SARA. Perbedaan pandangan antar kelompok masyarakat di suatu
wilayah kerap menjadi pemicu pecahnya bentrok antar mereka. Namun, di tengah konflik itu ada saja
orang yang memanfaatkan situasi itu sehingga menjadi konflik berkepanjangan.
Pancasila memiliki bermacam-macam fungsi dan kedudukan, antara lain sebagai dasar negara,
pandangan hidup bangsa, ideologi negara, jiwa dan kepribadian bangsa. Pancasila juga sangat sarat akan
nilai, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Oleh karena itu, Pancasila
secara normatif dapat dijadikan sebagai suatu acuan atas tindakan baik, dan secara filosofis dapat
dijadikan perspektif kajian atas nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Sebagai suatu nilai
yang terpisah satu sama lain, nilai-nilai tersebut bersifat universal, dapat ditemukan di manapun dan
kapanpun. Pancasila yang pada awalnya merupakan konsensus politik yang memberi dasar bagi
berdirinya negara Indonesia, berkembang menjadi konsensus moral yang digunakan sebagai sistem etika
yang digunakan untuk mengkaji moralitas bangsa dalam konteks hubungan berbangsa dan bernegara.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang disebutkan di atas, maka kami merumuskan beberapa masalah yang
nantinya akan dibahas dalam bab II. Rumusan masalah tersebut antara lain :
a. Apa latar belakang, kronologis tragedi kerusuhan Mei 1998 ?
b. Nilai dari Pancasila apa yang dilanggar dari tragedi kerusuhan Mei 1998 ?
c. Bagaimana peran pancasila sebagai jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa dan
negara?
BAB II
2.1 Sentimen Etnis Berujung Penjarahan

Latar Belakang
Kerusuhan ini di latar belakangi oleh
keruntuhan ekonomi krisis finansial Asia 1997,
adanya kritik terhadap pemerintahan orde baru
yang saat itu dipimpin oleh Presiden Soeharto
dan juga dipicu oleh tragedi Trisakti yang hingga
sampai saat ini masih dikenang yang
mengakibatkan empat mahasiswa Universitas
Trisakti terbunuh pada unjuk rasa 12 Mei 1998.
Selain itu, kerusuhan ini juga menimbulkan
tindak penindasan terhadap etnis-Tionghoa.
(Potret Penjarahan dan Pembakaran pada Mei 1998)

Berdasarkan hasil analisis dari Sri Palupi, seorang koordinator investigasi dan pendataan Tim Relawan,
sentimen anti-Tionghoa yang sudah lama berlangsung dimanfaatkan memicu kerusuhan yang
disebabkan oleh kritis ekonomi yang meresahkan.
Beberapa jenderal yang tidak memiliki hubungan dengan perekonomian, memprovokasi masyarakat
dengan mengatakan bahwa etnis-Tionghoa lah penyebab krisis moneter ini. Hal itu dikarenakan, orang
Tionghoa lah yang melarikan uang rakyat ke luar negeri, sengaja menimbun sembako sehingga rakyat
Indonesia sengsara dan kelaparan, dan sebagainya.
Kronologi Kerusuhan 1998

 Krisis Finansial Asia


Krisis keuangan yang melanda hampir seluruh Asia Timur pada Juli 1997, tentunya mengakibatkan
kekacauan dan kepanikan yang dirasakan negara-negara ASEAN. Indonesia adalah salah satu dari
tiga negara yang terkena dampak krisis yang paling parah.
Terjadinya penurunan rupiah terhadap dolar mengakibatkan berbagai perusahaan yang meminjam
dolar harus membayar biaya yang lebih besar dan juga para pemberi pinjaman menarik kredit
secara besar-besaran sehingga terjadi penyusutan kredit dan kebangkrutan.
Inflasi rupiah yang diperparah dengan banyaknya masyarakat yang menukarkan rupiah dengan
dolar AS, ditambah kepanikan masyarakat terkait tingginya kenaikan harga bahan makanan,
menimbulkan aksi protes terhadap pemerintahan orde baru. Kritikan dan aksi unjuk rasa pun mulai
bermunculan dan kian memanas.
Berdasarkan berbagai keterangan dan kronologis kerusuhan Mei 1998 dari berbagai sumber terkait,
kerusuhan ini diawali di Medan, Sumatera Utara pada 2 mei 1998. Pada saat itu, para mahasiswa
melakukan aksi unjuk rasa yang berujung anarkis.
Kemudian, pada 4 Mei 1998, sekelompok pemuda melakukan aksi pembakaran di beberapa titik di
kota Medan. Adanya sentimen anti-polisi juga menimbulkan kebencian massa terhadap polisi
sehingga berbagai infrastruktur dan fasilitas aparat keamanan dirusak dan dihancurkan.

 Terbunuhnya Empat Mahasiswa Trisakti


Setelah itu, keadaan semakin mencekam setelah aksi demo krisis moneter yang dilakukan
mahasiswa menelan 4 korban jiwa. Empat korban itu adalah mahasiswa dari Universitas Trisakti
yang ditembak mati oleh aparat keamanan. Peristiwa tewasnya empat mahasiswa Universitas
Trisakti itu dikenal sebagai Tragedi Trisakti. Tidak terima dengan peristiwa kematian empat
mahasiswa tersebut, massa pun semakin mengamuk.

 Penindasan Terhadap Etnis Tionghoa


Tidak hanya berhenti sampai aksi unjuk rasa dan bentrokan dengan aparat keamanan, kerusuhan
juga bergulir dengan menindas etnis Tionghoa terutama wanita. Sentimen bangsa pribumi terhadap
pendatang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Etnis Tionghoa yang datang ke Indonesia
dijadikan pemungut pajak, pengambil insentif dari warga dan juga perantara perdagangan.
Hal ini tentu saja, menimbulkan stigmatisasi dan sentimen negatif bangsa Indonesia terhadap etnis
Tionghoa yang dianggap melakukan penindasan dan pengambil alih kekuasaan di Indonesia serta
berkembangnya isu anti-Tionghoa yang dikenal licik.
Ditambah lagi, etnis Tionghoa jika dilihat secara ekonomi berada dalam posisi yang stabil dan
strategis serta sukses sehingga menjadikannya dislike minority (kaum minoritas yang tidak disukai)
dan kelompok yang disisihkan. Selain itu, rasa benci dan curiga mulai bergulir terkait etnis Tionghoa
diduga bagian dari rezim Soekarno yang komunis dan bertentangan dengan kepercayaan yang
dianut mayoritas bangsa Indonesia.
Penindasan yang dilakukan kepada etnis-Tionghoa sungguh memilukan dimana toko-toko, dan
rumah mereka dijarah, dibakar, dan dihancurkan. Bukan hanya itu saja, nasib wanita Tionghoa pun
sangat menyayat hati. Mereka menjadi korban pemerkosaan, pelecehan, penganiayaan dan
pembunuhan. Para perusuh menargetkan wanita Tionghoa sebagai sasaran utama dikarenakan
wanita Tionghoa adalah target yang lemah dan tidak bisa melawan.
Berdasarkan hasil analisis Ita F.Nadia, seorang aktivis tim relawan, alasan wanita Tionghoa
dikatakan golongan triple minority sehingga dijadikan target amukan massa karena :
 Wanita
 Berasal dari etnis Tionghoa yang minoritas,
 Beragama non-muslim sehingga mereka paling tepat dijadikan target dalam kerusuhan
berbasis politik karena mereka pasti akan sulit membela diri.

Pemerkosaan yang dilakukan oleh para perusuh terhadap wanita Tionghoa dilakukan secara gang rape
dimana korban diperkosa oleh beberapa orang secara bergantian dalam waktu yang bersamaan.
Pemerkosaan banyak dilakukan di rumah korban dan beberapa di tempat umum bahkan didepan orang
lain.
Tanpa pandang bulu, para perusuh menyekap wanita Tionghoa yang dijumpai baik itu dijalan, dirumah
mereka bahkan di kendaraan transportasi (taksi, angkot, bus) kemudian wanita Tionghoa tersebut
disiksa, dilecehkan, diperkosa, dirusak fisiknya, di mutilasi, dibakar, dibunuh dan perbuatan keji lainnya.
Tentu saja, hal itu menimbulkan trauma psikis yang berat dan bekas luka yang menyakitkan bagi wanita-
wanita tersebut. Harga diri, impian, cita-cita dan kebahagian terasa sirna semuanya, hanya
meninggalkan luka dan keputusasaan yang mendalam. Mereka menjadi trauma terhadap laki-laki yang
tidak dikenal serta sering mengalami ketakutan dan kecemasan yang tiada henti.
Beberapa dari korban ada yang bunuh diri karena tidak sanggup menjalani hidup lagi setelah apa yang
dialami, ada yang menjadi gila, ada yang sampai diusir keluarganya, dan ada pula yang pergi keluar
negeri untuk melupakan segala yang terjadi dan bahkan mengganti identitas diri.
Pemerkosaan juga terjadi kepada Ita Martadinata Haryono, seorang siswa SMA berusia 18 tahun. Bukan
hanya itu, pada 9 Oktober 1998, Ita yang sudah bergabung menjadi Tim Relawan dibunuh secara keji di
rumahnya sebelum pergi ke Amerika Serikat untuk memberi kesaksian di hadapan beberapa kelompok
internasional pembela HAM terkait kasus penindasan yang terjadi.
Korban-korban pemerkosaan ini hanya bisa diam, lantaran diancam oleh pelaku untuk tidak membuka
mulut kalau tidak seluruh anggota keluarganya yang lain dan mereka juga akan diperkosa dengan lebih
kejam lagi. Bukan hanya itu saja, alasan diamnya para korban adalah karena adanya rasa takut, malu dan
trauma yang berat membuat mereka tertahan dalam sedih dan mencoba berusaha melupakan kejadian
itu.
Penyelesaian
Berdasarkan hasil penyelidikan TPGF, ditemukan ada 85 perempuan yang menjadi korban kekerasan
seksual dengan rincian 52 korban pemerkosaan, 14 korban penganiayaan, 10 korban penganiayaan
seksual, dan 9 korban pelecehan seksual. Meskipun, tim sudah dibentuk tetapi oknum-oknum yang
mendalangi kerusuhan mei 1998 masih belum terungkap dan kasus ini terkesan ditutupi.
Berbagai pengaduan dan pelaporan dari Tim Relawan terkait kasus pemerkosaan massal terhadap
wanita etnis Tionghoa yang ditujukan ke pemerintahan Indonesia, sempat diragukan dan dibantah
pemerintah dengan menyebutkan bahwa bukti-bukti konkret tidak terdapat pada kasus-kasus
pemerkosaan tersebut. Hal itu tentu saja, memicu bantahan dan kecaman dari berbagai pihak.
Meskipun pada akhirnya, kasus pemerkosaan itu telah terbukti, tetap saja kasus ini masih tidak
mendapat titik terang, dan pemerintah dianggap tidak serius menanggapi kasus ini dengan tidak
mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama yang dianggap bertanggung jawab atas kerusuhan ini
yang mungkin masih hidup sampai sekarang.
Beberapa pihak berpendapat kerusuhan ini sudah direncanakan oleh beberapa petinggi pemerintahan
dan beberapa lagi berpendapat bahwa kerusuhan ini diprovokasi oleh pihak-pihak tertentu. Etnis
Tionghoa Indonesia pun menganggap kejadian ini adalah bentuk kejahatan genosida (pembasmian dan
pemusnahan) terhadap etnis Tionghoa.
Akhir Kerusuhan 1998
Kerusuhan mei 1998 ini menghasilkan pengunduran diri Presiden Soeharto yang dipaksa mundur pada
21 Mei 1998 dan dilanjutkan dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan di bawah pimpinan
Presiden B.J.Habibie. Pada akhirnya, Tim Gabungan Pencari Fakta ( TGPF ) yang dibentuk oleh Presiden
B.J. Habibie, tidak berhasil mengusut tuntas oknum-oknum yang terlibat kerusuhan mei 1998 ini dan
terkesan ditutupi dari publik. Kerusuhan mei 1998 berakhir begitu saja tanpa ada pengambilan tindakan
lebih lanjut dan hanya menjadi sejarah kelam bagi bangsa Indonesia.

2.2 Analisis Kasus dalam Pandangan Pancasila


Peristiwa itu menjadi tragedi kelam Bangsa Indonesia, dan penutup yang sangat buruk untuk
masa pemerintahan Presiden Soeharto. Konflik SARA banyak terjadi di Indonesia, contoh lain dari kasus
SARA ini antara lain Konflik Agama di Ambon, Tragedi Sampit, Suku Dayak vs Madura, Penyerangan
Kelompok Syi'ah di Sampang. Konflik tersebut adalah segelintir kasus-kasus SARA yang terjadi di
Indonesia, sangat tragis dan ironis bumi nusantara yang diperjuangkan oleh para pahlawan kita malah
dirusak oleh segelintir oknum yang membuat perpecahan dalam kesatuan Indonesia ini.
Peristiwa kerusuhan Mei 1998 bukan hanya melanggar satu dua sila dalam Pancasila saja, tetapi
semua aspek dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri karena Pancasila memuat nilai-nilai dan makna-makna
yang dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat menyadari bahwa Pancasila
tersebut mengandung nilai-nilai penting, yang apabila diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara dapat mewujudkan sebuah negara yang berdaulat dan bermatabat, yaitu negara yang
menjunjung tinggi rasa keadilan, persatuan dan kesatuan..
 Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini meliputi dan menjiwai keempat sila yang lainnya.Terkandung
nilai bahwa Indonesia adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa. Oleh karenanya, segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara
bahkan moral negara meliputi moral penyelenggara negara, politik negara, pemerintahan negara,
hukum dan peraturan perundang-undangan Negara, kebebasan dan hak asasi warga negara harus
dijiwai oleh nilai-nilai Ketuhanan. Nilai ketuhanan merupakan nilai tertinggi dan bersifat mutlak.
Kebebadan manusia harus diletakkan dalam kerangka kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan.
Oleh karena itu, tidak ada tempat bagi paham ateisme. Demikian juga kebebasan akal manusia juga
harus diletakan dibawah nilai Ketuhanan, sehingga tidak ada lagi kritik atas dasar akal terhadap nilai
Ketuhanan Yang Maha ESA.
Penyerangan agama tertentu dalam tragedi 1998
Melanggar sila pertama Pancasila, pada kerusuhan Mei 1998, Orang yang beragama non-muslim
dijadikan target dalam kerusuhan berbasis politik karena mereka akan sulit membela diri. Apalagi
pada data kerusuhan Mei 1998 tercatat bahwa bukan hanya tempat ibadah etnis Tionghoa namun
gereja katolik dan Kristen juga terkena imbasnya yaitu ikut dirusak oleh oknum. Hal ini tentu
menyimpang dari Pancasila, karena berdasarkan sejarah perjalanan panjang bangsa Indonesia
penduduk Indonesia memeluk agama yang beragam. Tidak ada istilah agama mayoritas dan agama
minoritas, semua pemeluk agama berhak menjalankan ibadah sesuai kepercayaan masing-masing
dengan rasa aman dan damai.
Tidak seharusnya agama dijadikan alat perpecahan dalam kebhinekaan Indonesia, sensitivisme
terhadap agama tertentu tidak boleh tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia yang
terkenal dimata dunia negara dengan penduduknya yang ramah-tamah, dan gotong-royongnya.
Seharusnya tragedi SARA 1998 dapat dijadikan pembelajaran penting bagi masyarakat beragama di
Indonesia di masa kini dan masa mendatang bahwa tidak ada satu agama pun yang mengajarkan
pemeluknya berbuat anarkis dan kejam. Peran masyarakat, tokoh agama dan pemerintah
diharapkan bekerja sama bersinergi mewujudkan kerukunan antarumat beragama, pemerintah
harus peka terhadap pergerakan atau perkembangan yang dinilai radikal di masyarakat. Peran
tokoh agama sangat diperlukan karena pandangan dan perkataan dari seorang pemuka agama
sangat berpengaruh bagi masyarakat beragama, diharapkan para pemuka agama ini tidak
memprovokasikan perpecahan. Peran masyarakat adalah tidak mudah termakan berita-berita
HOAX yang berujung SARA, meningkatkan toleransi diantara umat beragama demi menciptakan
lingkungan yang damai dan kesedapan hidup bersama.
Penyimpangan terhadap sila pertama pancasila, yaitu :
1. Sikap intoleransi masyarakat terhadap perbedaan agama
2. Memaksakan kehendak beragama pada orang lain, karena kasus tersebut tidak sedikit
etnis Tionghoa yang masuk islam
3. Perusakkan tempat ibadah
4. Memandang agama lain tidak sederajat
5. Tidak menghormati perbedaan keyakinan setiap orang
6. Agama dijadikan provokasi pihak tidak bertanggung jawab untuk memecah belah
bangsa
7. Tidak terciptanya keharmonisan hidup beragama dalam masyarakat
8. Tidak berprilaku sebagai umat agama manapun, karena tidak ada agama yang
mengajarkan kekerasan

 Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.


Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa negara, HAM, menjunjung tinggi harkat dari
martabat manusia sebagai makhluk yang beradap. Oleh karena itu, dalam kehidupan keenegaraan
terutama dalam peraturan perundang-undangan tempatnya tujuan ketinggian harkat dan martabat
manusia. Terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar
(Hak Asasi) harus dijamin dalam peraturan perundangan Negara. Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab mengandung suatu nilai kesadaran moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada
potensi budi pekerti dan hati nurani manusia dalam hubungan dengan nilai dan norma kebudayaan
pada umumnya, baik terhadap diri sendiri, terhadap sesame manusia maupun terhadap
lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang beradap adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai
makhluk yang beragama, bermoral dan berbudaya. Kemudian berikutnya nilai-nilai tersebut harus
dijabarkan dalam segala aspek kehidupan.
Penganiayaan, Pemerkosaan, Pembunuhan etnis Tionghoa dalam tragedi 1998
Apakah masih layak disebut manusia apabila perilakunya lebih keji dari hewan sekalipun. Wanita
Tionghoa menjadi target manusia-manusia biadab, tercatat ratusan kasus penganiayaan,
pemerkosaan, dan pembunuhan pada wanita Tionghoa pada waktu itu. Mereka ditarik paksa dari
kendaraan umum, bahkan rumah mereka. Menimbulkan traumatis pada psikologi mereka, mereka
dipaksa tutup mulut dengan diancam akan mendapatkan penyiksaan yang lebih kejam dan keluarga
mereka akan dibakar. Diperkirakan jumlah korban lebih dari yang tercatat karena hanya segelintir
saja yang akhirnya buka mulut pengalaman traumatis mereka. Tidak sedikit juga yang akhirnya
hengkang ke luar negeri dan membuat identitas baru.
Penyimpangan dari Sila ke-2 “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, diantaranya :
1. Melakukan pelanggaran HAM berat (membunuh,memperkosa, menyiksa)
2. Tidak mengakui persamaan derajat manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai mahkluk
Tuhan
3. Rasa kemanusiaan yang telah hilang karena dibutakan amarah dan provokasi
4. Dapat dikategorikan sebagai kejahatan genosida atau pemusnahan ras atau etnis tertentu
5. Tingkah laku yang tidak beradab sebagai manusia berakal
6. Terpedaya nafsu hewani
7. Melupakan bahwa hak hidup adalah hak yang diberikan kepada manusia sejak ia lahir dari
Tuhan
8. Tidak ada tanggapan serius dan cepat dari pemerintah kala itu saat menghadapi kasus
pelanggaran HAM

 Sila Ketiga : Persatuan Indonesia.


Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai, Negara adalah merupakan persektuan hidup
bersama diantara elemen-elemen yang membentuk Negara; suku, ras, kelompok, golongan
maupun agama.Perbedaan diantaranya merupakan bawaan kodrat manusia dan juga
merupakan ciri khas masing-masing elemen. Konsekuensinya Negara adalah beranekaragaman
tetapi tetap satu, mengikatkan diri dalam satu persatuan yang dilukis dalam suatu semboyan :
“Bhineka Tunggal Ika”. Negara memberikan kebebasan atas individu golongan, suku, ras,
maupun agama untuk merealisasikan seluruh potensi dalam kehidupan bersama yang bersifat
integral.
Sensitivitas terhadap etnis Tionghoa menimbulkan perpecahan
Tragedi Mei 1998 sangat jelas bahwa masyarakat mudah diadu domba dengan isu SARA, karena
penyerangan yang terjadi karena berita burung yang menuduh etnis Tionghoa penyebab terjadinya
krisis moneter yang menyebabkan lumpuhnya perekonomian Indonesia. Dalam penelitian berjudul
"Political Institutions and Ethnic Chinese Identity in Indonesia," Freedman menyebut Soeharto
memaksa masyarakat Tionghoa untuk melakukan asimilasi sembari mengidentifikasi mereka
sebagai bukan pribumi. Sebagian kecil etnis Tionghoa di Indonesia pada masa Soeharto menikmati
berbagai fasilitas investasi sehingga menjadi sangat kaya. Sekelompok kecil ini akhirnya dianggap
sebagai representasi seluruh etnis Tionghoa, sebagai kelompok yang memiliki kekuasaan dan punya
kekayaan dengan cara yang culas. Kejatuhan Soeharto pada 1998 membuat pembedaan ini menjadi
semakin rumit. Kerusuhan yang muncul di berbagai kota di Indonesia menargetkan masyarakat
Tionghoa sebagai sasaran kebencian.
Hal tersebut sangat menyimpang nilai Pancasila yaitu nilai persatuan dan kesatuan, sila
persatuan Indonesia menempatkan manusia Indonesia pada persatuan, kesatuan, serta
kepentingan dan keselamatan Bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Berikut penyimpangan dari sila ke-tiga pada tragedi 1998 tersebut:
1. Kurangnya pemahaman terhadap Pancasila dan UUD 1945
2. Rendahnya sikap toleransi dalam masyarakat
3. Main hakim sendiri dan bertindak seolah-olah paling benar
4. Penyebaran berita hoaks isu SARA, ujaran kebencian terhadap etnis tertentu, dan
radikalisme
5. Rendahnya tingkat pendidikan, mengakibatkan masyarakat berpikiran tertutup
6. Mendahulukan kepentingan diri sendiri dan kelompok dibandingkan kepentingan negara
7. Tidak ada tenggang rasa terhadap saudara antar suku dan etnis
8. Mengagung-agungkan kelompok, suku, etnis sendiri

 Sila Keempat : Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan.
Dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilakukan dalam
kehidupan bernegara. Nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila keempat:
a.Adanya pebedaan yang harus disertai tanggungjawab baik terhadap masyarakat maupun secara
moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Menjunjung tinggi harkat dan martabat.
c.Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan hidup bersama.
d.Mengakui perbedaan individu, kelompok, ras, suku, maupun agama, karena perbedaan adalah
bawaan kodrat manusia. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu,
kelompok, ras, suku maupun agama. Megarahkan perbedaan dalam suatu kerjasama kemanusiaan
yang adil dan beradap. Menjunjung tinggi azas musyawarah. Mewujudkan dan mendasarkan suatu
keadilan dalam kehidupan sosial agar terciptanya tujuan bersama seterunya nilai-nilai tersebut
dikongkritkan dalam kehidupan bersama yaitu, kehidupan kenegaraan baik menyangkut aspek
moralitas kenegaraan, aspek politik, aspek hukum dan perundangan.

Kekecewaan Masyarakat terhadap Pemerintah


Kerusuhan Mei 1998 ini terjadi jelang akhir kepemimpinan Presiden Soeharto, semua peristiwa
memilukan ini berawal dari kekecewaan masyarakat kepada pemerintah yang tidak amanah dan
melakukan praktik KKN besar-besaran, tidak ada lagi demokrasi yang diagung-agungkan, kebebasan
berpendapat dimuka umum dan kebebasan pers dibungkam. Bagi siapa saja yang berani
melakukkan tindakan yang dinilai merugikan nama baik pemerintah pada masa itu siap-siap
menghilang, diasingkan, diculik, bahkan dibunuh oleh Petrus.
Penyimpangan terhadap sila ke-empat pada masa itu antara lain:
1. Banyak masyarakat belum terpenuhi hak dan kewajibannya didalam hukum.
2. Ketidak transparannya lembaga-lembaga yang ada didalam Negara Indonesia dalam sistem
kelembagaannya yang menyebabkan masyarakat enggan lagi percaya kepada pemerintah.
3. Praktik KKN besar-besaran yang merugikan negara.
4. Banyak keputusan-keputusan lembaga hukum yang tidak sesuai dengan azas untuk
mencapai mufakat sehingga banyak masyarakat yang merasa dirugikan.
5. Lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongan daripada kepentingan bersama
atau masyarakat.
6. Pejabat Negara yang diangkat cenderung dimanfaat untuk loyal dan mendukung
kelangsungan kekuasaan presiden.
7. Tidak adanya kebebasan berpendapat.
8. Tidak adanya kebebasan dalam kebijakan pers
9. Keamanan dan kedaulatan negara dilakukan dengan cara kekerasan, yaitu dihadirkannya
penembak misterius.
10. Terjadinya penyimpangan dalam sistem administrasi dan birokrasi pemerintah di Indonesia.

 Sila Kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.


Mengandung makna bahwa setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan kehhidupan yang
layak sesuai dengan amanat UUD 1945 dalam setiap lini kehidupan. Mengandung arti bersikap adil
terhadap sesama, menghormati dan menghargai hak-hak orang lain. Kemakmuran yang merata bagi
seluruh rakyat. Seluruh kekayaan alam dan isinya dipergunakan bagi kepentingan bersama menurut
potensi masing-masing. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan
peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai secara merata. Penghidupan disini
tidak hanya hak untuk hidup, akan tetapi juga kesetaraan dalam hal mengenyam pendidikan.
(ini belom ya, tinggal sila kelima. Yang atas ditambahin juga boleh, ada penjelasan dikit
berbentuk paragraf terus nanti dikasi point point apa yang dilanggar dari sila ke 5 pada waktu tragedi
itu…. Terus kalo gasalah ada bab bagaimana pancasila menyelesaikan masalah itu, secara umum aja
gausah spesifik)
BAB III
3.1 Kesimpulan
Peristiwa kerusuhan Mei 1998 adalah catatan kelam bangsa, bagaimana penyimpangan-penyimpangan
dalam segala aspek dapat ditemukkan. Peristiwa ini menampar masyarakat akan pentingnya
menjunjung nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara, peristiwa ini juga
menjadi pembelajaran penting agar kejadian serupa tidak kembali terulang di masa mendatang. Apalagi
pancasila bukan milik rezim tertentu, kekuasaan suatu pemerintah bisa musnah tetapi pancasila tetap
ada selama negaraini berdiri.

Tugas dan kewajiban manusia Indonesia yang ber-Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Menjunjung tinggi dan mematuhi serta setia dengan penuh keimanan dan ketakwaan akan ajaran
agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing.
2. Menghormati dan menaati serta harus juga setia pada dasar negara Pancasila, yang merupakan
konsesus nasional.

Dengan demikian diharapkan pada setiap diri pribadi manusia Indonesia, memiliki ciri khas yang
membedakannya dengan bangsa lain. Ada kesamaan konsep untuk tercapainya kebahagiaan hidup,
yaitu keselarasan, keseimbangan, dan keserasian:
a.Dalam kehidupan pribadi
b.Dalam hubungan manusia dan masyarakat
c.Dalam hubungan manusia dengan alam
d.Dalam hubungan bangsa dengan bangsa lain
e.Dalam hubungan manusia dengan Tuhannya untuk mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan
batiniah.

3.2 SARAN
DAH CAPEQUE
DAFTAR PUSTAKA (TAMBAHKAN LAGI)
Rujukan Awal : https://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Mei_1998, (Diakses pada tanggal 16/11/2018
pukul 19:02 WIB)
Deretan Kisah Mengerikan Pemerkosaan Massal Mei 1998 diambil dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160519124757-20-131898/deretan-kisah-mengerikan-
pemerkosaan-massal-mei-1998 (Diakses pada tanggal 16/11/2018 pukul 19:10)
https://tirto.id/sejarah-kebencian-terhadap-etnis-tionghoa-bFLp

Anda mungkin juga menyukai