Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kajian Ilmiah tentang Sistem Ekonomi Islam marak menjadi bahan diskusi
kalangan akademisi diberbagai Universitas Islam, hasil kajian tersebut dalam
tataran aplikatif mulai menuai hasilnya dengan didirikan Islamic Development
Bank di Jeddah tahun 1975 yang diikuti dengan berdirinya bank-bank Islam
dikawasan Timur Tengah. Hal ini bahkan banyak menggiring asumsi masyarakat
bahwa Sistem Ekonomi Islam adalah Bank Islam, padahal Sistem Ekonomi Islam
mencakup ekonomi makro, mikro, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, Fublic
Finance, model pembangunan ekonomi dan instrumen-instrumennya.

Keraguan banyak pihak tentang eksistensi Sistem Ekonomi Islam sebagai


model alternatif sebuah sistem tak terelakan, pandangan beberapa pakar
mengatakan Sistem Ekonomi Islam hanyalah akomodasi dari Sistem Kapitalis dan
Sosialis nyaring disuarakan, tetapi hal tersebut terbantahkan baik melalui
pendekatan historis dan faktual karena dalam kenyataanya, terlepas dari beberapa
kesamaan dengan sistem ekonomi lainnya terdapat karakteristis khusus bagi
Sistem Ekonomi Islam sebagai landasan bagi terbentuknya suatu sistem yang
berorientasi terhadap kesejahteraan masyarakat.

Sistem Ekonomi Islam tidak terlepas dari seluruh sistem ajaran Islam
secara integral dan komphensif. Sehingga prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam
mengacu pada saripati ajaran Islam. Kesesuaian Sistem tersebut dengan Fitrah
manusia tidak ditinggalkan, keselarasan inilah sehingga tidak terjadi benturan-
benturan dalam Implementasinya, kebebasan berekonomi terkendali menjadi ciri
dan Prinsip Sistem Ekonomi Islam, kebebasan memiliki unsur produksi dalam
menjalankan roda perekonomian merupakan bagian penting dengan tidak
merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar, tidak adanya
batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dengan segala potensi yang dimilikinya, kecenderungan manusia untuk terus
menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas di kendalikan dengan
adanya kewajiban setiap indivudu trhadap masyarakatnya, keseimbangan antara
kepentingan individu dan kolektif inilah menjadi pendorong bagi bergeraknya
roda perekonomian tanpa merusak Sistem Sosial yang ada.

1.2 Tujuan

1. Mahasiswa dapat memahami pengertian sistem ekonomi Islam.


2. Mahasiswa dapat memahami prinsip dasar – dasar sistem ekonomi
islam.
3. Mahasiswa dapat memahami tujuan dan fungsi sitem ekonomi Islam.
4. Mahasiswa dapat membandingkan konsep ekonomi Islam dan ekonomi
lainnya.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian sistem ekonomi Islam?


2. Bagaimana prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam ?
3. Apa tujuan dan fungsi dari sistem ekonomi Islam?
4. Apa saja lembaga-lembaga yang dinaungi oleh sistem ekonomi Islam?
5. Apa perbedaan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi
konvensional?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sistem Ekonomi Islam


Sistem ekonomi Islam sesuai dengan namanya adalah suatu sistem ekonomi
yang berdasarkan nilai-nilai Islam, dalam hal ini Al-Quran dan Al-Hadis sebagai
sumber utamanya. Para pemikir ekonomi Islam banyak yang mencoba
mendefinisikan ilmu ekonomi Islam dengan lebih khusus lagi. Umer Chapra,
salah seorang pemikir modern ekonomi Islam, mendefinisikan ekonomi Islam
sebagai, “cabang ilmu pengetahuan yang membantu mewujudkan kesejahteraan
manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya yang langka yang
sesuai dengan magashid, tanpa mengekang kebebasan individu secara berlebihan,
menimbulkan ketidakseimbangan makroekonomi dan ekologi, atau melemahkan
keluarga dan solidaritas sosial dan jalinan moral dari masyarakat.” Sedangkan,
M.A. Mannan mendefinisikannya, “…ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah ekonomi dari orang-orang yang memiliki nilai Islam.”
Sistem ekonomi Islam bukanlah suatu sistem yang setengah-setengah.
Artinya sistem ekonomi Islam tidak hanya menunjukkan bagaimana cara untuk
melakukan kegiatan perekonomian agar menguntungkan pelaku ekonomi tersebut,
tetapi juga prinsip-prinsip Islami yang melandasi setiap kegiatan ekonomi yang
dilakukan para pelaku ekonomi. Prinsip-prinsip relijius itu menjadi faktor yang
amat penting karena berlandaskan ajaran dan prinsip Islam-lah sistem ekonomi
Islam dibangun.

2.2 Prinsip-Prinsip Sistem Ekonomi Islam


Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang merupakan bangunan ekonomi Islam
didasarkan atas lima nilai universal yakni : tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan),
nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah) dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini
menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori ekonomi Islam.1 Namun teori
yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem, akan menjadikan ekonomi
Islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa member dampak pada kehidupan
ekonomi. Karena itu, dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga
prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islami.
Ketiga prinsip derivatif itu adalah multitype ownership, freedom to act, dan social
justice.
Di atas semua nilai dan prinsip yang telah diuraikan di atas, dibangunlah
konsep yang memayungi kesemuanya, yakni konsep Akhlak. Akhlak menempati
posisi puncak, karena inilah yang menjadi tujuan Islam dan dakwah para Nabi,
yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah yang menjadi
panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya.
2.3 Tujuan dan Fungsi Sistem Ekonomi Islam
Islam memiliki seperangkat tujuan dan nilai yang mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia, termasuk didalamnya urusan sosial, politik dan ekonomi.
Dalam hal ini tujuan Islam (Maqasid al-Syar’i) pada dasarnya ingin mewujudkan
kebaikan hidup di dunia dan akhirat.10 Dalam pada itu, permasalahan ekonomi
yang merupakan bagian dari permasalahan yang mendapatkan perhatian dalam
ajaran Islam, tentu memiliki tujan yang sama yakni tercapainya maslahah di dunia
dan akhirat.

Beberapa pemikiran tokoh Islam mengenai tujuan dari ekonomi Islam dapat
dijabarkan dalam uraian sebagai berikut. Dr. Muhammad Rawasi Qal’aji dalam
bukunya yang berjudul Mabahis Fil Iqtishad Al-Islamiyah menyatakan bahwa
tujuan ekonomi Islam pada dasarnya dapat dijabarkan dalam 3 hal, yakni :

a. Mewujudkan pertumbuhan ekonomi dalam Negara

Pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang bersifat fundamental,


sebab dengan pertumbuhan ekonomi negara dapat melakukan pembangunan.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam rangka menumbuhkan
pertumbuhan ekonomi dalam Negara adalah dengan jalan mendatangkan
investasi.
Berbicara tentang pembangunan, Islam memiliki konsep pembangunan tersendiri
yang di ilhami dari nilai-nilai dalam ajaran Islam. Dalam hal ini konsep
pembangunan ekonomi yang ditawarkan oleh Islam adalah konsep pembangunan
yang didasarkan pada landasan filosofis yang terdiri atas tauhid, rububiyah,
khilafah dan tazkiyah.

b. Mewujudkan kesejahteraan manusia.

Terpenuhinya kebutuhan pokok manusia dalam pandangan Islam sama


pentingnya dengan kesejahteraan manusia sebagai upaya peningkatan spiritual.
Oleh sebab itu, konsep kesejahteraan dalam Islam bukan hanya berorientasi pada
terpenuhinya kebutuhan material-duniawi, melainkan juga berorientasi pada
terpenuhinya kesejahteraan spiritual-ukhrowi.
Menurut Umer Chapra, keselarasan kesejahteraan individu dan kesejahteran
masyarakat yang senantiasa menjadi konsensus ekonomi Islam dapat terealisasi
jika 2 hal pokok terjamin keberadaannya dalam kehidupan setiap manusia. 2 hal
pokok tersebut antara lain :
1. Pelaksanaan nilai-nilai spiritual Islam secara keseluruhan untuk individu
maupun masyarakat.
2. Pemenuhan kebutuhan pokok material manusia dengan cukup. Bagi Islam,
kesejahteraan manusia hanya akan dapat terwujud manakala sendi-sendi
kehidupan ditegakkan di atas nilai-nilai keadilan. Dalam hal ini, konsep keadilan
dalam ekonomi Islam bermakna 2 hal yakni :11
Bentuk keseimbangan dan porsi yang harus dipertahankan di antara masyarakat
dengan mengindahkan hak-hak setiap manusia.
Bagian yang menjadi hak setiap manusia dengan penuh kesadaran harus diberikan
kepadanya. Dalam hal ini, yang di tuntut ekonomi Islam adalah keseimbangan dan
porsi yang tepat bukan persamaan.
Oleh karena itu , konsep kesejahteraan dalam Islam yang di atas dikatakan sebagai
upaya untuk menselaraskan kepentingan dunia dan akhirat merupakan ciri pokok
tujuan ekonomi Islam yang sekaligus di sisi lain membedakan konsep
kesejahteraan ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lain seperti kapitalisme
yang berorientasi pada materialisme individual dan sosialisme yang berorientasi
pada materialisme kolektif.
c. Mewujudkan sistem distribusi kekayaan yang adil
Dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang sudah menjadi ketentuan bahwa
setiap manusia memiliki kemampuan dan kecakapan yang berbeda-beda. Namun
demikian perbedaan tersebut tidaklah dibenarkan menjadi sebuah alat untuk
mengekspliotasi kelompok lain. Dalam hal ini kehadiran ekonomi Islam bertujuan
membangun mekanisme distribusi kekayaan yang adil ditengah-tengah kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, Islam sangat melarang praktek penimbunan
(ikhtikar) dan monopoli sumber daya alam di sekolompok masyarakat.

2.4 Lembaga-Lembaga yang Dinaungi oleh Sistem Ekonomi Islam

Sistem perekonomian ummat manusia tersebut perlu diatur sedemikian rupa sebab
hal ini adalah merupakan kebutuhan utama yang tidak dapat ditawar-tawar
keberadaannya. Seluruh ummat manusia di mana dan kapan saja dia berada,
pastilah akan mengalami dan berinteraksi dengan orang lain dalam rangka system
perekonomian ini. Sebab hal ini adalah merupakan sebuah keharusan yang tidak
dapat ditawar-tawar dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup umat manusia.
Sistem perekonomian tersebut banyak macam ragamnya baik yang diatur secara
langsung oleh Allah swt, maupun yang telah ada sebelumnya, namun
keberadaannya dilegitimasi oleh ajaran agama. Sistem-sitem perekonomian
tersebut adalah sebagai berikut :

1. Badan Amil Zakat


Badan Amil Zakat adalah merupakan sebuah lembaga keagaamaan yang
beregerak dalam bidang perekonomian yang salah satu tugas pokoknya adalah
mengentaskan masyarakat khususnya ummat Islam dari kemiskinan, kebodohan
dan keterbelakangan. Pembentukan lembaga ini adalah didasarkan atas Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Badan Amil Zakat
diharuskan dibentuk secara berjenjang mulai dari tingkat Pusat sampai dengan
tingkat kecamatan. Hal ini dimaksudkan agar potensi ummat Islam dalam bentuk
zakat, infaq dan shodaqah dapat diberdayakan secara maksimal sehingga berdaya
guna dan berhasil guna. Hal ini dirasa sangat penting sebab zakat, infaq dan
shodaqah adalah merupkan potensi ummat Islam yang dapat komplementer
dengan pembangunan nasional, sebab potensi zakat, infaq dan shodaqah apabila
dapat diberdayakan secara maksimal, maka akan mendatangkan dana yang cukup
besar yang dapat dipergunakan untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa dan
Negara.

2. Badan Perwakafan Nasional


Wakaf merupakan salah satu lembaga ekonomi Islam yang cukup dikenal di
Indonesia, namun satu hal yang sangat disayangkan lembaga ini belum
memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberlangsungan bangsa dan
Negara. Hal ini disebabkan karena wakaf sebagai aset berharga ummat Islam dan
sangat potensial, belum dimanfaatkan secara maksimal dan belum menghasilkan
secara optimal. Potensi wakaf yang sangat besar tersebut kalaupun telah dikelola
sebahagiannya, namun pengelolaan tersebut belum bersifat produktif, sehingga
dengan demikian maka jadilah harta-harta wakaf itu dalam bentuk lahan tidur
yang tidak dapat menghasilkan secara ekonomis.

3. Baitul Maal Wat Tamwil


Baitul Maal wat Tamwil adalah merupakan sebuah lembaga Negara yang
bergerak dalam bidang penampungan harta ummat Islam dan Negara. Semua dana
yang terkumpul apakah itu dari pajak maupun dari yang lainnya, kesemuanya
dikumpul pada lembaga yang disebut dengan Baitul Maal Wat Tamwil. Baitul
Maal Wat Tamwil ini adalah semacam Kas Negara ataupun Departemen
Keuangan pada zaman modern yang bertugas menyimpan dan mengelola
keuangan Negara sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada public secara
transfaran dan akuntable.
Baitul Maal Wat Tamwil adalah pertama sekali diprakarsai oleh
Rasulullah saw sebagai sebuah lembaga keuangan Negara pada abad ketujuh
masehi yang mempunyai tugas yakni semua hasil pengumpulan Negara harus
dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan
Negara. Status harta pengumpulan itu adalah milik Negara dan bukan milik
individu. Meskipun demikian dalam batasan-batasan tertentu, pemimpin negara
dan pejabat lainnya menggunakan harta tersebut untuk mencukupi kebutuhan
peribadinya. Hal ini tentu berada di luar jalur dan ketentuan yang berlaku.
Pada masa pemerintahan Rasulullah saw, Baitul Maal bertempat di Masjid
Nabawi yang ketika itu dipergunakan sebagai kantor pusat Negara yang sekaligus
berfungsi sebagai tempat tinggal Rasulullah. Binatang-binatang yang merupakan
perbendaharaan Negara tidak disimpan di Baitul Maal sesuai dengan alamnya,
binatang-binatang tersebut ditempatkan di lapangan terbuka. Namun harta Negara
seperti uang dan lain sebagainya yang dapat disimpan, ditempatkan di Baitul Maal
yang adalah merupakan perbendaharaan dan Kas Negara.

4. Bank Syariah
Perbankan syariah adalah merupakan sebuah lembaga keuangan yang
berdasarkan hukum Islam yang adalah merupakan sebuah lembaga baru yang
amat penting danm strategis peranannya dalam mengatur perekonomian dan
mensejahterakan umat Islam. Kehadiran lembaga perbankan bukan hanya dapat
mengatur perekonomian masyarakat, akan tetapi kehadirannya dapat juga
menghancurkan perekonomian sebuah Negara sebagaimana yang dialami bangsa
Indonesia decade delapan puluhan dan sembilan puluhan.
Oleh karena itulah maka diperlukan perbankan yang berorientasi syariah
sehingga dapat melindungi uang si penanam modal dan juga memberikan
keuntungan bagi si pemiunjam modal. Pada keduanya terjalin hubungan yang
sinergis dan saling menguntungkan, serta kesepakatan bersama apabila terjadi
kerugian yang tidak diinginkan bersama. Apabila terjadi keuntungan, maka
sesungguhnya hal itu mudah diatur, akan tetapi apabila terjadi kerugian ataupun
jatuh pailit, maka timbullah percekcokan. Dalam kaitan dengan ini, hukum Islam
telah memberikan aturan main yang saling menguntungkan dan tidak saling
merugikan.
Bank Islam ataupun Bank Syariah sebagaimana disebutkan oleh Fuad
Mohammad Fakhruddin adalah bank dimana kebanyakan pendirinya adalah orang
yang beragama Islam dan seluruhnya atau sebahagian besar sahamnya kepunyaan
orang Islam sehingga dengan demikian maka kekuasaan dan wewenang baik
mengenai administrasi maupun mengenai yang lainnya terletak di tangan orang
Islam.
Sedangkan menurut Karnaen A. Parwaatmadja, Bank Islam atau Bank
Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yakni
bank dengan tata cara dan operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah
Islam. Salah satu unsur yang harus dijauhi dalam muamalah Islam adalah praktik-
praktik yang mengandung unsur riba.
Dari definisi tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bank Islam
ataupun Bank Syariah adalah bank yang mana seluruh atau sebahagian besar
sahamnya milik orang Islam dan beroferasi dengan menggunakan ketentuan-
ketentuan syariah Islam (al-Quran dan al-Sunnah) yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw.

5. Bank Perkreditan Rakyat Syariah


Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank perkreditan rakyat
yang melakukan usaha berdasarkan prinsip syariah ataupun disebut juga bank
perkreditan rakyat yang pola operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip muamalah
Islam. BPRS ini dapat dibentuk dengan badan hukum berupa Perseroan terbatas
(PT), Koperasi dan Perusahaan Daerah.
6. Asuransi Syariah
Asuransi dalam Islam lebih dikenal dengan istilah takaful yang berarti
saling memikul resiko di antara sesama orang Islam, sehingga antara satu dengan
yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini
dilakukan atas dasar tolong menolong dalam kebaikan dimana masing-masing
mengeluarkan dana/sumbangan/derma (tabarruk) yang ditunjuk untuk
menanggung resiko tersebut. Takaful dalam pengertian tersebut sesuai dengan
surat al-Maidah (5) : 2 “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.” Asuransi seperti ini disebut dengan Asuransi Syariah.
Asuransi Syariah sebagaimana tersebut di atas mempunyai prinsip-prinsip
pokok sebagai berikut :
1.Saling bekerjasama dan saling membantu.
2.Saling melindungi dari berbagai kesusahan.
3.Saling bertanggungjawab.
4.Menghindari unsur gharar, maysir, dan riba.

7. Obligasi Syariah
Obligasi Syariah adalah suatu kontrak perjanjian tertulis yang bersifat
jangka panjang untuk membayar kembali pada waktu tertentu seluruh kewajiban
yang timbul akibat pembiayaan untuk kegiatan tertentu menurut syarat dan
ketentuan tertentu serta membayar sejumlah manfaat secara priodik menurut
akad.
Perbedaan mendasar antara Obligai Syariah dan Obligasi Konvensional
adalah terletak pada penetapan bunga yang besarnya sudah ditentukan di awal
transaksi jual beli, sedangkan pada obligasi syariah saat perjanjian jual beli tidak
ditentukan besarnya bunga, yang ditentukan adalah berapa proporsi pembagian
hasil apabila mendapatkan keuntungan di masa mendatang.

8. Pegadaian Syariah
Pegadaian syariah dalam hukum Islam dikenal dengan istilah rahn. Rahn
secara bahasa berarti at-tsubut (tetap), al-dawam (kekal), dan al-habas (jaminan).
Secara istilah rahn berarti menjadikan sesuatu barang yang berharga sebagai
jaminan hutang dengan dasar bisa diambil kembali oleh orang yang berhutang
setelah dia mampu menebusnya.
Pegadaian Syariah sebagaimana tersebut telah berdiri dan beroperasi di
Indonesia pada 9 Kantor wilayah, 22 pegadaian unit syariah, dan 10 kantor gadai
syariah. Jumlah pegadaian tersebut masih jauh dari mencukupi dan memadai
sebab jumlah itu baru 2,9 % dari total 739 perum pegadaian cabang di seluruh
Indonesia. Idealnya di mana ada perum pegadaian, maka di situ pula ada perum
pegadaian syariah, sehingga tersedia alternative pilihan bagi masyarakat.
9. Reksadana Syariah
Salah satu produk investasi yang sudah menyesuaikan diri dengan aturan-
aturan syariah adalah reksadana. Produk investasi ini bisa menjadi alternativ yang
baik untuk menggantikan produk perbankan yang pada saat ini dirasakan
memberikan hasil yang relativ kecil.
Reksadana Syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut ketentuan
dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik
harta dengan manejer investasi sebagai wakil shohibul maal, maupun antara
manejer investasi sebagai wakil shohibul maal dengan pengguna investasi.
Reksadana syariah dan reksadana konvensional sebenarnya hampir sama
pengertian dan bentuknya, hanya saja berbeda dari sisi pengelolaan, kebijaksanaan
invesatasi, akad, pelaksanaan investasi dan pembagian keuntungan.

10. Badan Arbitrase Syariah Nasional


Badan Arbitrase Syariah Nasional adalah suatu badan yang dibentuk oleh
Majelis Ulama Indonesia yang bertugas untuk menyelesaaikan perkara perbankan
di luar pengadilan umum.
Badan Arbitrase Syariah Nasional sebagaimana tersebut di atas memiliki tujuan
sebagai berikut :
1.Menyelesaikan perselisihan-perselisihan / sengketa-sengketa keperdataan
dengan prinsip
mengutamakan usaha-usaha perdamaian / islah sebagaimana yang dimaksud
dalam Surat al-Nisa ayat 128 dan al-Hujurat ayat 9.
2.Meneyelasaikan sengketa bisnis yang operasionalnya mempergunakan hukum
Islam.
3.Menyelesaikan kemungkinan adanya sengketa di antara bank-bank syariah.
4.Memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa
muamalah/perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, jasa, industri dan lain
sebagainya.
2.5 Perbedaan Sistem Ekonomi Islam dengan Sistem Ekonomi
Konvensional

Perbedaan sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi kapitalis tidak haya
pada hal-hal yang bersifat aplikatif. Namun mulai dari fasafahnya sudah berbeda.
Di atas falsafah yang berbeda ini dibangun tujuan, norma dan prinsip-prinsip yang
berbeda. Hal ini karena keyakinan seseorang mempengaruhi cara pandang dalam
membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, dan selera manusia. Dalam konteks
yang lebih luas, keyakinan juga mempengaruhi sikap terhadap orang lain, sumber
daya, dan lingkungan.
Dalam sistem kapitalis, Tuhan dipensiunkan (retired God). Hal ini
direfleksikan dalam konsep “laissez faire” dan “invisible hand”. Dari falsafah ini
kita bisa melihat tujuan ekonomi kapitalis hanya sekadar pertumbuhan ekonomi.
Asumsinya dengan pertumbuhan ekonomi setiap individu dapat melakukan
kegiatan ekonomi demi tercapainya kepuasan individu.
Begitu pula dengan norma-norma ekonomi. Karena peran Tuhan sudah
ditiadakan, semua hal diserahkan kepada individu. Akibatnya dalam sistem
kapitalis kepemilikian individu menjadi absolut. Norma-norma yang dibangun
berdasarkan pada individualisme dan utilitarianisme. Setiap barang dianggap baik
selama bernilai jual. Tidak ada batasan ataupun norma yang jelas, baik dan buruk
diserahkan kepada individu masing-masing. Dari sinilah kerusakan berawal.
Terjadi kedzaliman terhadap sesama manusia, ketimpangan ekonomi dan sosial,
perusakan alam, dan sebagainya. Semuanya terjadi demi meraih kepuasan
individu tanpa dibatasi oleh norma-norma agama.
Falsafah ekonimi Islam secara umum dapat dilihat dari surat al-
Muthaffifin ayat 1 sampai 6. Allah berfirman: 1) Kecelakaan besarlah bagi
orang-orang yang curang. 2) (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. 3) Dan apabila mereka menakar
atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. 4) Tidaklah orang-orang
itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. 5) Pada suatu
hari yang besar. 6) (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan
semesta alam.
Dengan falsafah tersebut, dalam konsep kepemilikan misalnya, sistem
ekonomi Islam berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme. Abdul Sami’ al-
Mishri dalam Pilar-Pilar Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006)
merinci konsep kepemilikan. Pertama, kepemilikan hanya ada dalam area yang
tidak menimbulkan kedzaliman bagi orang lain. Kedua, tidak semua barang bisa
dimiliki individu. Barang-barang yang menyangkut kebutuhan orang banyak tidak
bisa dimiliki, seperti padang rumput, sumber air dan sumber
energi. Ketiga, terdapat hak milik orang lain atas barang yang dimiliki oleh
seorang muslim, dan harus ditunaikan sesuai dengan ketentuan Allah (zakat,
infak, shadaqah, dan sebagainya). Keempat, kepemilikan harus didapatkan dengan
jalan halal.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem ekomi Islam mempunya peluang yang sangat berpengaruh dalam


usaha dalam rangka mengurangi kemiskinan yang demikian menggurita,
diperlukan sebuah gerakan nyata dan implementatif. Salah satu upaya strategis
untuk mengentaskan kemiskinan) tersebut adalah melalui ekonomi syariah,
tepatnya lembaga keuangan syariah.

3.2 Saran
Prinsip Islam tentang kebaikan dan kebenaran, keadilan dan kewajaran,
kejujuran dan kebaikan, pada hakekatnya begitu dinamis dan abadi sehingga
mampu menangani berbagai masalah kehidupan modern yang penuh pertentangan
meliputi masalah ekonomi yang timbul dari rumitnya peradaban masa kini. Oleh
karena itu, kita sebagai penerus bangsa harus mampu menjadi Muslim yang
cerdas dan mampu berkompeten.
DAFTAR PUSTAKA

http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/ekonomi-islam-antara-wacana-dan-
realita/.html

http://www.dakwatuna.com/2006/12/22/26/realita-umat-islam-hari-
ini/#axzz2urhzrHTe.html

http://islampeace.clubdiscussion.net/t13-pengertian-tujuan-prinsip-
prinsip-ekonomi-islam.html

http://tugas2kampus.wordpress.com/2013/10/11/kontribusi-pemikiran-
ekonomi-abu-ala-al-maududi/.html

http://laillamardianti.wordpress.com/2012/04/02/ekonomi-
syariah/.html

http://ekonomiduniaislam.blogspot.com/2013/01/sistem-ekonomi-
islam.html

http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=344.html

http://www.eramuslim.com/peradaban/ekonomi-syariah/perbedaan-
mendasar-antara-sistem-ekonomi-islam-dan-sistem-ekonomi-
kapitalis.html
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2013/12/04/ekonomi-
syariah-jagoannya-orang-miskin-615485.html

Anda mungkin juga menyukai