Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era global sekarang ini, diare tergolong penyebab utama kematian anak. Angka

kejadian diare tidak dapat dipungkiri masih tercatat dengan angka kematian dan kesakitan

yang cukup tinggi. Di negara berkembang, khususnya Indonesia, angka kejadian diare masih

merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang perlu di sorot lebih dalam untuk

menekan angka kematian dan kesakitan diare karena survei morbiditas yang dilakukan oleh

Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 sampai dengan 2010 tercatat bahwa

terjadi kecenderungan peningkatan angka kejadian diare. 1

Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan World Health Organization

(WHO) menyebutkan bahwa diare merupakan salah satu penyakit yang diperkirakan 40%

penyebab kematian pada anak setiap tahunnya. Tercatat bahwa satu dari lima anak atau

sekitar 1.5 juta setiap tahunnya meninggal akibat diare. Diperkuat dengan data dari UNICEF-

WHO yang mengatakan bahwa dua dekade terakhir tercatat bahwa diare merupakan

penyebab kematian pada anak usia dibawah lima tahun.2

Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 penyakit diare menduduki

urutan kedua dari penyakit infeksi dengan angka morbiditas sebesar 4,0% dan mortalitas

3,8%. Dilaporkan pula bahwa penyakit Diare menempati urutan tertinggi penyebab kematian

kedua setelah pneumonia (9,4%) dari seluruh kematian bayi.1 Hal ini cukup menggambarkan

bahwa penyakit diare masih tergolong pencetus tertinggi kematian pada anak. Di Indonesia

berdasarkan data laporan Surveilans Terpadu Penyakit (STP) puskesmas dan rumah sakit
(RS) secara keseluruhan angka insidens Diare selama kurun waktu lima tahun dari tahun

2002 sampai tahun 2006 cenderung berfluktuasi dari 6,7 per 1000 pada tahun 2002 menjadi

9,6 per 1000 pada tahun 2006 ( angka insiden bervariasi antara 4,5- 25,7 per 1000).

Hal ini diperkuat dengan adanya Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 yaitu

menyebutkan bahwa penyebab kematian anak balita sama dengan bayi, yaitu terbanyak

adalah diare (31.4%) .3 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan

Case Fatality Rate (CFR) yang masih tinggi apabila dibandingkan dengan target CFR diare

di Indonesia saat KLB yaitu kurang dari 1%.4 Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan

dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi

KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR

1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita

4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.).1

Menurut Data kesehatan Indonesia, pada tahun 2011 menyebutkan bahwa Provinsi Jawa

Barat merupakan provinsi ketiga tertinggi yang mempunyai angka kejadian diare tinggi,

sebanyak 229 kasus setelah Kepulauan Riau dan Banten.5

Secara garis besar ada empat faktor risiko utama yang dapat menyebabkan diare yaitu

faktor ibu, faktor anak, faktor sosiodemografik, dan faktor lingkungan.6 Faktor yang paling

sering mempengaruhi angka kejadian diare adalah faktor ibu dan faktor lingkungan. Apabila

dilihat dari aspek ibu, perilaku ibu merupakan salah satu faktor risiko terbesar seperti

pemberian ASI (Air Susu Ibu) yang tidak sesuai dengan kurun waktu yang telah dianjurkan

oleh pemerintah yaitu selama enam bulan merupakan faktor risiko tertinggi, lalu diikuti

dengan faktor lainnya seperti pemberian susu formula menggunakan botol bayi,

menggunakan air dari sumber yang tercemar, tidak mencuci tangan saat memasak, menyuapi
anak, dan setelah buang air besar.1 Selain dari faktor ibu, faktor lingkungan juga berpengaruh

terhadap terjadinya diare antara lain adalah kurangnya sarana air bersih dan ketersediaan

tempat pembuangan tinja atau jamban.1

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), pada khususnya PHBS di rumah tangga

mempunyai 10 faktor, antara lain persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan,

memberikan ASI eksklusif, menimbang bayi dan balita setiap bulan, menggunakan air bersih,

mencuci tangan dengan air bersih, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik dirumah,

makan sayur dan buah, melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan tidak merokok di dalam

rumah. Kesepuluh faktor ini ditujukan untuk memberdayakan setiap keluarga agar mampu

dan mau menanggulangi masalah-masalah kesehatan dimulai pada ruang lingkup kecil yaitu

keluarga.

Faktor PHBS yang berperan dalam kejadian diare, antara lain adalah pemberian ASI,

penggunaan air bersih, mencuci tangan dengan air yang bersih dan mengalir, dan

menggunakan jamban sehat.7

Jatinangor merupakan salah satu kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk cukup

tinggi di Kabupaten Sumedang karena banyaknya pendatang, hal ini merupakan salah satu

faktor yang menyebabkan gangguan kesehatan lingkungan karena adanya indikasi

menurunnya banyak pohon atau kawasan yang fungsional untuk menjaga kualitas air, selain

kualitas air yang tidak terjamin, tidak proposional penataan ruang dapat membuat lingkungan

tidak nyaman dan kumuh, bahkan dapat diduga akan adanya pemukiman warga yang

berdekatan dengan tumpukan sampah (indikasi sumber penyakit) yang tentu saja akan

berdampak pada kesehatan warga.8 Puskesmas Jatinangor memaparkan bahwa pada tahun

2012 angka kejadian diare mencapai 1.95 % pada penderita usia 0-4 tahun dan distribusi
paling besar terjadi pada Desa Sayang. Hal tersebut diperkuat dengan RISKESDAS 2007,

angka kejadian diare sebesar 13% lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan,

cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan rendah dan tingkat pengeluaran RT per

kapita rendah.9 Oleh sebab itu selaku peneliti memilih tempat di Kecamatan Jatinangor

karena angka kejadian diare masih cukup tinggi dan untuk memangkas angka kejadian diare

ini diperlukan informasi faktor risiko apa yang sering menyebabkan angka kesakitan diare di

Kecamatan Jatinangor.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka masalah yang dapat diidentifikasi antara

lain :

1. Bagaimana karakteristik balita pada kejadian diare di Kecamatan Jatinangor?

2. Bagaimana karakteristik ibu pada kejadian diare di Kecamatan Jatinangor?

3. Bagaimana faktor pemberian ASI eksklusif pada balita diare di Kecamatan Jatinangor?

4. Bagaimana faktor penggunaan air bersih pada balita diare di Kecamatan Jatinangor?

5. Bagaimana faktor mencuci tangan dengan air yang bersih dan mengalir bersih pada balita

diare di Kecamatan Jatinangor?

6. Bagaimana faktor penggunaan jamban sehat pada balita diare di Kecamatan Jatinangor?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui gambaran kejadian diare pada balita berdasarkan karakteristik balita di

Kecamatan Jatinangor.

2. Mengetahui gambaran kejadian diare pada balita berdasarkan karakteristik ibu di

Kecamatan Jatinangor.
3. Mengetahui gambaran kejadian diare pada balita berdasarkan faktor pemberian ASI

eksklusif di Kecamatan Jatinangor.

4. Mengetahui gambaran kejadian diare pada balita berdasarkan faktor penggunaan air

bersih di Kecamatan Jatinangor.

5. Mengetahui gambaran kejadian diare pada balita berdasarkan faktor mencuci tangan

dengan air yang bersih dan mengalir bersih di Kecamatan Jatinangor.

6. Mengetahui gambaran kejadian diare pada balita berdasarkan faktor penggunaan jamban

sehat di Kecamatan Jatinangor.

1.4 Kerangka Pemikiran

Ada 4 aspek yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat (Hendrik L. Blum) antara

lain adalah faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik. Keempat faktor ini

mempunyai keterkaitan antara satu dengan lainnya. Lingkungan yang baik tidak akan

menghasilkan output yang maksimal melainkan di sinergisasikan dengan tiga faktor lainnya.

Kejadian diare dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti faktor perilaku, faktor lingkungan,

faktor ibu, faktor anak, dan sebagainya. Jika dilihat dari faktor-faktor tersebut, hal ini dapat

dicegah dengan upaya peningkatan PHBS di tingkat Rumah Tangga. PHBS merupakan tolak

ukur untuk melihat kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, sehingga dapat

disimpulkan PHBS dapat mengurangi angka kejadian diare, khususnya pada PHBS tingkat

Rumah Tangga.

Menurut Winslow, upaya peningkatan kesehatan masyarakat merupakan seni pencegahan

penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha

pengorganisasian masyarakat. Adapun tujuan dari upaya tersebut antara lain adanya perbaikan
sanitasi lingkungan, pendidikan untuk kebersihan perorangan, dan adanya pengembangan

rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam

memelihara kesehatannya.

Gambar

2.1

Kerang

ka

Pemikir

an

Faktor

yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Balita

1.5 Kegunaan Penelitian

1.5.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dalam bidang akademis mengenai

faktor risiko apa yang sering terjadi sehingga menyebabkan diare pada balita yang tidak

menutup kemungkinan dapat berakibat kematian.

1.5.2 Kegunaan Praktis


Dengan pengetahuan yang meningkat diharapkan dapat menekan terjadinya angka

kejadian diare di Kecamatan Jatinangor, penelitian ini merupakan salah satu alat yang

berguna untuk memberikan informasi kepada masyarakat untuk meningkatkan

pengetahuan.

Hal lain yang dapat dicapai dalam penelitian ini yaitu dapat terbantunya program-

program Puskesmas Jatinangor, khususnya mengenai program penyuluhan yang

mengarah kepada faktor risiko tertinggi guna menekan angka kejadian diare pada balita di

Kecamatan Jatinangor pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai