LP CKS
LP CKS
1.5 Pathway
Trauma kepala
Terputusnya Terputusnya
Jaringan otak
kontinuitas kontinuitas
rusak
jaringan otot jaringan
dan vaskuler tulang
Gg. Perfusi
Gangguan
Hipoksia
Jaringan
suplai darah ke
Iskemia
Kerusakan - Perubahan
sel otak ↑ autoregulasi
Kerusakan - Odema
jaringan sereberal
tulang ↑
Stres
s
Kejang
Mengenai sel
saraf
↑
katekolamin Spasme
Penurunan
otot
kesadaran
↑ sekresi pernafasan
asam
Kerusakan lambung
mobilitas Resti Gg.
fisik Pola Nafas
Mual dan tidak Efektif
muntah
Resti perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
1.6 Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan
hematom intracranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak.
a. Edema serebral dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial
karena ketidaknmampuan tengkorak utuh untuk membesar
meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak
diakibatkan dari trauma.
b. Herniasi otak adalah perubahan posisi ke bawah atau lateral otak
melalui atau terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan
iskemia, infark, kerusakan otak ireversibel, dan kematian.
c. Defisit neurologik dan psikologik
d. Infeksi sistemik (pneumoni, infeksi saluran kemih, septicemia)
e. Infeksi bedah neuron (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,
ventikulitis, abses otak)
f. Osifikasi heterotopik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang penunjang
berat badan)
1.7 Penatalaksanaan
a. Air dan Breathing
1) Perhatian adanya apnoe
2) Untuk cedera kepala sedang dan berat lakukan intubasi
endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen
100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian
yang tepat terhadap FiO2.
3) Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi
asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita
dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan
antara 25-35 mmhg.
b. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama
terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk
adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak.
Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah
menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk
mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi
dicari.
c. Disability (pemeriksaan neurologis)
Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat
dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak
menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi
normal kembali segera tekanan darahnya normal
Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek
cahaya pupil
i) Kebutuhan Spiritual
Akan terjadi keterbatasan dalam beribadah karena cedera
yang dialami terutama saat terjadi penurunan kesadaran.
j) Pola Aktivitas dan Latihan
Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan sampai
terjadi penuruna kesadaran
6) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Terdapat memar atau luka robekan pada kulit kepala, ada
benjolan pada kepala, ada nyeri tekan pada kepala
b) Wajah
Mengkaji apakah terdapat memar di wajah, kelainan pada
mata, hidung, telinga dan mulut. Apakah terdapat massa, lesi
dan nyeri tekan
c) Leher dan Dada
Mengkaji kesimetrisan leher dan dada, apakah tarikan
didnding dada simetris atau tidak, adakah benjolan atau luka
pada leher dan dada, serta adakah nyeri tekan.
d) Abdomen
Apakah ada kelainan pada abdomen sepertin adanya
benjolan, lesi atau luka dan nyeri tekan
e) Ekstremitas
Mengkaji apakah ada fraktur, keutuhan kulit, ada lesi,
meraba akral
7) Pemeriksaan Penunjang
a) CT Scan Kepala
Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.Pemeriksaan
berulang mungkin diperlukan karena pada iskemik/ infark
mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pascatrauma.
b) MRI
Sama dengan skan CT dengan/ tanpa menggunakan kontras.
c) EEG
Untuk memperlihatkan keberdaan atau berkembangnya
gelombang patologis
d) Pungsi Lumbal, CSS
Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subaraknoid
Intervensi Rasional
1. Kaji kecepatan, kedalaman, 1. perubahan dapat
frekuensi, irama dan bunyi menandakan awitan
napas. komplikasi pulmonal atau
menandakan luasnya
keterlibatan otak.
2. Atur posisi klien dengan 2. untuk memudahkan
posisi semi fowler (15o – 45o). ekspansi paru dan
menurunkan adanya
kemungkinan lidah jatuh
yang menyumbat jalan
napas.
3. Pada klien yang mengalami
3. Kaji reflek menelan dan batuk
penurunan reflek menelan
klien
dan batuk dapat
meningkatkan resiko
gangguan pernafasan
4. Mencegah / menurunkan
4. Anjurkan klien latihan napas
atelektasis
dalam apabila sudah sadar. 5. untuk mencegah terjadinya
5. Lakukan kolaborasi dengan
komplikasi
tim medis dalam
pemberian terapi.
Kriteria hasil : klien mampu dan pulih kembali setelah pasca akut
dan gerak, mampu melakukan aktivitas ringan pada
tahap rehabilitasi sesuai dengan kemampuan.
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan mobilisasi. 1. dapat mengidentifikasi
tingkat ketergantungan klien.
2. Kaji derajat ketergantungan 2. Untuk mengetahui derajat
klien dengan menggunakan ketergantungan klien :
skala ketergantungan. (0) : Klien mandiri
(1) : Klien memerlukan
bantuan minimal
(2) :Klien memerlukan
bantuan sedang,
pengawasan dan
pengarahan
(3) : Memerlukan bantuan
terus menerus dan
memerlukan alat Bantu
(4) : Memerlukan bantuan
total
3. perubahan posisi secara
3. Atur posisi klien dan ubahlah
teratur dapat meningkatkan
secara teratur tiap dua jam
dan mencegah adanya
sekali bila tidak ada kejang.
penekanan pada organ yang
menonjol.
4. mempertahankan fungsi sendi
4. Bantu klien dalam gerakan-
dan mencegah penurunan
gerakan kecil secara pasif
tonus otak.
apabila kesadaran menurun
dan secara aktif bila klien
kooperatif.
5. meminimalkan atrofi otot,
5. Berikan motivasi dan latihan
meningkatkan sirkulasi,
pada klien dalam memenuhi
membantu mencegah
kebutuhan sesuai kebutuhan.
kontraktur.
6. program yang khusus dapat
6. Lakukan kolaborasi dengan
dikembangkan untuk
tim kesehatan lain
menemukan kebutuhan yang
(fisioterapy).
berarti/menjaga kekurangan
tersebut dalam keseimbangan,
koordinasi dan kekuatan.
2.5 Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam
melaksanakan rencana kegiatan klien secara optimal dan mengukur
hasil dari proses keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.