Anda di halaman 1dari 17

Tiga Aliran Pembaharuan di Turki

( Barat, Islam dan Nasionalis )


Makalah
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah : Sejarah Pemikiran Modern di
Dunia Islam
Dosen pengampu : Amung Ahmad Syahir Muharam, M.Ag.

Disusun Oleh:
KELOMPOK 4 / III A

Chenny Dehasti .A (1175010028)


Denar Gumilar (1175010032)
Dwi Hilman Abdul .J (1175010039)

PROGRAM STUDI : SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang penyusun
mengucapkan rasa syukur kepada kehadirat-Nya. Karena berkat rahmat dan Karunia-Nya
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat dan salam semoga
selamanya tetap tercurahkan kepada baginda alam, Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya,sahabatnya, dan semoga sampai kepada kita sebagai umatnya sampai akhir
zaman.

Selanjutnya penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing


Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Modern di Dunia Islam yaitu bapak Amung Ahmad Syahir
Muharam, M.Ag. dan semua pihak yang telah ikut berkontribusi dalammenyelesaikan
makalah ini. Alhamdulillah, makalah ini selesai dengan di beri judul “Tiga Aliran
Pembaharuan di Turki ( Barat, Islam dan Nasionalis )”, dimana penyusun menitik beratkan
pada pembahasan Pembaharuan yang di lakukan di barat, di islam dan juga secara nasional di
Turki serta tokoh – tokoh pembaharuannya.

Penyusun menyadari selama penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangan dan
kesalahahan baik dari segi penulisan maupun isi pembahasan materi yang kurang maksimal.
Maka dari itu dengan tangan terbuka penyusun menerima segala kritik yang membangun demi
terciptanya makalah yang lebih baik lagi, dan meinta maaf atas segala kekurangan yang ada.

Akhirnya penyusun berharap makalah ini dapat memberikan manfaat banyak bagi
siapapun yang melihat dan membaca makalah ini, semoga dengan membaca makalah ini
dapat memberikan pengajaran yang baik bagi siapaun yang membaca dan mempelajarinya.

Bandung, November 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................... i

Daftar Isi ........................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2

C. Tujuan ...................................................................................................................... 2

BAB II PEMABAHASAN ............................................................................................... 3

A. Dinasti Turki Usmani .............................................................................................. 3

B. Tiga Aliran Pembaharuan berserta Tokoh-tokohnya .............................................. 5

1. Aliran Barat ( Westernisme ) ............................................................................ 5

2. Aliran Islam ( Islamisme ) ................................................................................ 8

3. Aliran Nasionalis ( Nasionalisme ) ................................................................ 10

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerajaan Utsmani sebagai kerajaan yang mampu bertahan lebih lama dibandingkan
dengan dua kerjaan besar lainnya yaitu Mughal di India dan Safawi di Persia, telah berhasil
mengembangkan sistem kemiliteran dan perluasan wilayah. Sementara itu, pada bidang
pendidikan dan ilmu pengetahuan tidak mendapatkan perhatian serius di awal dan masa
pertengan Kerajaan Turki.
Sementara itu di Eropa telah bangkit dari masa kegelapan, sehingga mengalami
kemajuan pesat baik itu di bidang ekonomi, politik, kemiliteran dan ilmu pengetahuan. Hal
ini menyadarkan Mahmud II untuk melakukan pembaharuan di segala bidang agar mampu
mengejar ketertinggalan dan untuk mengimbangi kekuatan Eropa, dan pendidikan
mendapatkan perhatian yang serius dalam pembaruan yang dilakukan oleh Mahmud II. Hal
ini dikarenakan pendidikan merupakan sebagai dimensi dinamis pada perkembangan suatu
bangsa.
Bebagai ide-ide pembaruan pun muncul disebabkan kontak langsung dengan budaya
Barat yang saat itu jauh lebih maju dalam menerapkan segala aspek, yakni pemerintahan,
pendidikan, dan sosial. Pergolakan pemikiran saat itu banyak menimbulkan pengaruh yang
besar di setiap dekade pemerintahan dan kebijakan yang dilakukan. Sehingga menimbulkan
perubahan sistem pemerintahan dari sistem kerajaan menjadi sebuah republik, bahkan juga
menimbulkan aliran-aliran yang berbeda dalam setiap pandangannya, yaitu aliran
westernisme, islamisme, dan nasionalisme.
Dalam pembaharuan di kerajaan Usmani, dapat dilihat adanya tiga golongan
pembaharuan. Pertama, golongan Barat yang ingin mengambil peradaban Barat sebagai dasar
pembaharuan. Bagi golongan kedua, golongan Islam, dasar itu seharusnya adalah Islam.
Golongan ketiga, golongan nasionalis Turki, yang timbul paling kemudian, melihat bahwa
bukan peradaban Barat dan bukan Islam yang harus dijadikan dasar, tetapi nasionalisme
Turki.

1
B. Rumusan Masalah

1. Betulkah golongan Barat mengingini westernisasi, dalam arti meniru segala apa
yang ada di Barat?
2. Dan golongan Islam, siapakah mereka?
3. Apakah mereka golongan yang disebut tradisionalis, yang ingin mempertahankan
tradisi yang semenjak lama telah ada pada umat Islam?
4. Ataukah mereka termasuk golongan yang disebut modernis, yang ingin kembali
kepada ajaran-ajaran dasar dalam Islam seperti terdapat dalam Al-Qur’an dan
Hadits dan mengadakan interpretasi yang sesuai dengan zaman modern?
5. Dan golongan nasionalis Turki, apa pendirian mereka terhadap agama?
6. Betulkah mereka mempunyai faham sekularisme?

C. Tujuan

Untuk dapat memahami pembaharuan yang dianjurkan oleh ketiga golongan tersebut
perlu diketahui terlebih dahulu identitas masing-masing. Dengan menjawab setiap
permasalahan yang ada di rumusan masalah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dinasti Turki Usmani

Dinasti Usmani yang berpusat di Turki terletak pada posisi yang sangat strategis;
disatu sisi berhadapan langsung dengan Eropa dan Rusia, dan pada sisi lain berbatasan
langsung dengan daerah-daerah Arab dan Persia. Jadi daerah kekuasaan dinasti ini
membentang luas, yang mencakup daerah-daerah Arab di sebelah Timur dan darah-daerah
Eropa Timur di sebelah Barat, dan mempunyai rakyat yang terdiri dari berbagai bangsa, ras
dan agama.1
Puncak kejayaan dinasti ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman (1520-
1556), yang termasyur dengan julukan al Qanuuni (pembuat Undang-undang). Pengganti
sultan al-Qanuuni ini adalah sultan-sultan yang tidak memiliki kecakapan dalam bidang
politik pemerintahan, hingga kekuatan militer dinasti Usmani ini makin lama makin
menurun, begitu juga perekonomiannya, karena perdagangan antara Timur dan Barat sudah
tidak lagi melalui jalur wilayah mereka. Selain itu, ilmu pengetahuan di dunia Islam
mengalami stagnansi, dan tarekat-tarekat yanga ada banyak dibalut ajaran khufarat, serta
umat islam sudah banyak mengikuti ajaran yang menghantar mereka menjadi fatalistis.
Tegasnya dunia islam dalam keadaan mundur dan statis.2
Keterbelakangan dan ketertinggalan masyarakat dan para pembesar dinasti usmani
benar-benar terlihat pada abad ke-17, yaitu sejak mereka dikalahkan sewaktu mengirim
tentara yang sangat besar untuk menguasai Wina pada tahun 1683. Kejadian itu
mengagetkan Turki Usmani dan menyadarkannya bahwa Barat mempunyai kekuatan yang
dapat mengalahkan kekuatan militernya.
Sejak itu, mereka mengirim duta-dutanya ke Eropa, khususnya Perancis, untuk
menyelidiki rahasia keunggulan Barat dibidang militer dan lainnya.
Melalui duta-duta Turki yang dikirim ke Eropa Barat ini tergulir ide-ide kemajuan
diberbagai bidang di Turki. Dari mereka Turki Usmani mulai mengadakan pembaharuan
untuk mengejar ketinggalan mereka dari Eropa Barat. Pembaharuan di bidang militer
merupakan prioritas yang pertama. Tetapi ternyata pembaharuan di bidang ini mendapatkan
hambatan yang hebat dari pasukan Yeniseri, terutama elit Turki Usmani, dan juga dari

1
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam: sejarah Pemikiran dan Gerakan, ( Jakatra: Bulan
Bintang, 1975), hal. 126.
2
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, ( Jakarta: UI-Press, 1985), hal. 88.
3
kalangan ulama yang bekerja-sama dengan pasukan elit tersebut. Karena pasukan elit
tersebut menjadi kerikil tajam bagi pembaharuan yang digulirkan oleh sultan Mahmud II,
maka sultan membubarkan pasukan Yenisari tersebut pada tahun 1862.
Pada masa sultan Mahmud II ini, pasca pembubaran pasukan Yeniseri, pembaharuan
tidak hanya di bidang militer tetapi juga di bidang lainnya, seperti politik, pendidikan dan
administrasi pemerintahan.
Gerakan pembaharuan di Turki Usmani ini dalam perjalanan sejarahnya, melahirkan
tiga aliran pembaharuan. Sebagaimana dikemukakan oleh Harun Nasution bahwa gerakan
pada fase ini terbagi kepada tiga kelompok, yaitu: Pertama, golongan Islam yang mengambil
bentuk- bentuk pembaharuan dari Barat, tetapi tetap mempertahankan prinsip-prinsip agama
islam di dalam mengadakan pembaharuan tersebut. Mereka disebut kelompok Islamisme.
Kedua, golongan Barat yang ingin mengambil Barat sebagai dasar dan model pembaharuan.
Kelompok ini dinamakan Westernisme. Ketiga, golongan Nasionalis Turki, yang timbul
kemudian, yang melihat bahawa bukan peradaban Barat dan juga bukan Islam yang harus
dijadikan dasar, tetapi nasionalisme Turki. Sehingga para patriotisme yang tinggi membawa
mereka lebih mengutamakan nasionalitas di atas segala-galanya. Kelompok yang berpaham
demikian dinamakan Nasionalisme.3
Walaupun perlu digaris bawahi bahwa dorongan tertinggi atas semua kelompok ide
pembaharuan itu pada prinsipnya mengacu nilai Islam, namun ada golongan yang lebih
mementingkan Baratnya daripada Islam, atau sebaliknya mementingkan Islam secara prinsip
tanpa memandang enteng ( dengan merasa masih cukup penting ) peradaban Barat. Dan ada
pula golongan yang mementingkan perasaan nasional Turki walaupun mereka pada dasarnya
juga orang Islam.4

3
Loc. Cit.
4
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam. ( Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1998 ), hal. 110.
4
B. Tiga Aliran Pembaharuan beserta Tokoh-tokohnya

1. Aliran Barat ( Westernisme )


Terjadi kontak dengan Barat, untuk pertama kalinya, sewaktu terjadi konfrontasi
fisik dengan barat untuk menjatuhkan Wina pada tahun 1683. Kontak manusia ini
justru menimbulkan kearifan Turki akan ktertinggalannya dalam bidang strategi
perang dan militer. Pada masa sultan Mahmud II, untuk mengejar ketertinggalan
tersebut, dikirim duta-duta kemudian banyak belajar dari Barat.
Golongan ini terdiri dari beberapa tokoh yang dalam gerakan pembaharuan di
Turki sebelumnya juga banyak mengedepankan pemikiran Barat secara intensif,
namun tokoh yang dianggap paling mutakhir adalah Tawfik Fikret ( 1867-1951 )
seorang pemikir sekaligus sastrawan yang banyak mengkritik dan menentang kaum
tradisional. Dan satunya lagi adalah Abdulllah Jewdat ( 1869-1932 ). Seorang
intelektual bergelar Doktor yang dianggap pendiri Perkumpulan Persatuan dan
Kemajuan. Mereka ini merupakan orang yang cukup gigih dalam mendorong
perjalanan pembaharuan Turki dengan gagasan-gagasan Barat.5
Tokoh yang terjhir ini pernah lari ke Eropa bersama para pemimpin Turki Muda,
dan menetap di Genewa. Di Genewa mereka menerbitkan majalah Ijtihad, yang
kemudian menjadi media utama dari kelompok aliran Barat.6
Tewfik Fikret adalah seorang sastrawan. Ia banyak menyerang tradisi lama,
termasuk faham-faham keagamaan tradisional, sebagaimana para tokoh pembaharu di
mesir, yang menyerang faham fatalisme, dimana Allah dalam faham ini tergambar
sebagai tuhan yang tidak adil, dan diserupakan dengan raja yang zalim. Penyerangan
model seperti ini, di tengah masyarakat Turki yang masih tradisional pemokiran
agamanya, menyebabkan ia difonis sebagi musuh agama.7
Abdullah Jewdat, sebagaimana pangeran Ahabuddin, merupakan salah seorang
tokoh yang mendirikan perkumpulan persatuan dan kemajuan, yang memandang
perlunya diadakan perubahan sistem sosial dalam tatanan masyarakat Turki, bukan
diadakan perubahan sistem atau penggantian sultan.8

5
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam. ( Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1998 ), hal. 116-117.
6
Niyazi Berkes, The Devolepment of Secularism in Turkey, (Montreal: McGill University Press, 1964),
hal. 337.
7
Harun Nasution, Op. Cit., hal. 130.
8
Ibid.
5
Dalam banyak hal pemikiran golongan Barat secara umum mempunyai
kesamaan. Dapat dilihat dalam pemikiran Abdullah Jewdat. Ia menganggap bahwa
kelemahan umat Islam pada saat itu bukan terletak pada ajaran Islam tapi pada sistem
sosial dan kekhalifahan. Yang perlu diubah adalah Kerajaan Usmani bukan sultan.
Begitu juga tentang Islam, yang perlu diubah adalah umatnya. Selama ini keadaan
umat Islam terjangkiti sikap bodoh, malas, patuh kepada ulama secara membuta,
walaupun ulamanya itu bodoh. Hal-hal yang diajarkan oleh ulama bodoh itu dianggap
ajaran Islam. Mereka terperangkap dalam perilaku demikian karena menganggap
benar. Akhirnya pemikiran tokoh ini pun dianggap musuh ulama dan Islam saat itu.9
Dasar dan model pembaharuannya di ambil dari Barat. Esensi modernisasi para
pembaharu tokoh aliran ini ialah transformasi mereka, harus membuang nilai sistem
yang lama dalam rangka membangun mentalitas baru berdasarkan sistem nilai barat.
Modernisasi, menurut golongan ini merupakan suatu persoalan budaya dan moral, dan
tiada kaitannya dengan masalah materi.10
Berdasarkan pemikiran atau pengertian modernisasi di atas rumusan secara
mendetail dijabarkan oleh mereka. Mereka melihat bahwa penyebab kemunduran di
Turki karena masyarakat buta huruf, bodoh, mengekor buta terhadap tradisi dan
institusi- institusi yang ketinggalan zaman, tidak mampu melihat secara kritis dan
berfikir, karena mata-mata dan pikiran mereka telah terbelenggu oleh tradisi syari`at
(islam, pen) dalam berbagai aspek kehidupannya. Untuk mengobati penyakit ini tiada
obat lain kecuali obat yang pernah dicoba oleh Barat dalam mengobati penyakitnya,
yaitu Imu Pengetahuan, dan peradaban Barat. Menurut mereka, ilmu Pengetahuan dan
peradaban Barat mutlak harus di ambil.11
Kemunduran di bidang ekonomi, menurut mereka disebabkan karena ketidak
siapan masyarakat Turki menerima peradaban Barat dan kukuhnya mereka berpegang
teguh dengan tradisi dan institusi-institusi yang telah usang. Kemunduran ini dapat
dihindaridengan mengambil alih sistem ekonomi Barat, seperti kapitalisme,
liberalisme dan individualisme. Bukan saja menerima bentuk-bentuk sistem
pemikirannya dan diadaptasikan xdengan tradisi islam, tetapi harus menerima
pemikiran liberal Barat dan kemajuan teknologinya. Sikap mental ketimuran yang

9
Abdul Sani, Op. Cit., hal. 117.
10
Niyazi Berkes, Op. Cit., hal. 337
11
Harun Nasution, Op. Cit., hal. 131-132.
6
dipengaruhi oleh paham fatalisme dan rasa benci pada perubahan harus dihilangkan.12
Beberapa pemikiran mereka yang lain adalah tentang nasionalitas. Menurut
mereka, Barat saat ini maju karena menerapkan rasionalitas dalam hidupnya.
Rasionalitas itu juga dianggap tiang dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu juga
terhadap agama, bangsa Barat hanya mau menganut agama rasional. Karena bangsa
Barat dapat dianggap guru, maka segala yang berbau Barat mesti diambil. Murid mesti
taat pada guru.13
Untuk memudahkan usaha pelepasan diri dari tradisi yang telah usang dan
menghambat berfikir positif dan maju, aliran Barat ini berpendapat bahwa negara
harus bercorak sekuler, yakni harus dipisahkan dari masalah-masalah agama,
sebagaimana halnya di Barat. Tetapi mereka tidak memberikan rumusan yang jelas
dalam pemikiran mereka tentang konsep cara bagaimana pemisahan tersebut. Sebab
dalam pemikiran mereka masih terpengaruh oleh konsep din-u-devlat yang diperkuat
oleh konstitusi 1876, dimana mereka menganjurkan agar sekulerisasi itu diadakan
terhadap negara, tetapi terhadap masyarakat. Konsep sekulerisasi sulit difahami.
Bila diamati secara cermat pandangan-pandangan mereka, ternyata mereka ini
sngat benci kepada para ulama yang melihat tradisi keislaman itu agama islam dan
mengajarkan faham demikian pada masyarakat, baik melalui srana pendidikan formal
dan non-formal. Ajaran yang demikian inilah yang menyebabkan kemunduran,
menurut mereka. Menurut Kilczadi Hakki, musuh islam bukanlah di Eropa tetapi di
madrasah-madrasah dan biro syaikh al-islam. Oleh sebab itu, ilmu pengetahuan
modern harus dimasukan kedalam tubuh madrasah yang berpandangan luas dan
modern harus diwujudkan. Ajaran agama harus ditekankan tentang bagaiman hidup di
dunia, bukan di akhirat. Al quran harus diterjemahkan ke dalam bhasa Turki agar dapat
di fahami oleh rakyat Turki.14
Menurut mereka tujuan pendidikan ialah harus membina para pemuda agar
mampu mandiri, cerdas, jujur, dan patriotis. Pendidikan agama harus dibersihkan dari
superstisi. Dalam kurikulum pendidikan agama harus dimasukan pelajaran logika dan
Ilmu Pengetahuan modern. Orientasi keakheratan perlu dikurangi. Golongan aliran
Barat ini ingin membwa pendidikan Turki kepada kebebasan mimbar, kebebasan
bediskusi, dan memasukan kurikulum olahraga, pekerjaan tangan dan lain-lainnya
yang membawa kemajuan ke dalam dunia pendidikan. Agar tujuan tercapai, menurut

12
Ibid., hal. 139.
13
Abdul Sani, Op. Cit., hal. 117-118.
14
Harun Nasution, Op. Cit., hal. 135.
7
mereka guru harus mengetahui ilmu jiwa dan ilmu sosial.15

Rendahnya status wanita menurut aliran ini, merupakan salah satu sebab
kelemahan kerajaan Turki Usmani. Kudung dianggap simbol kerendahan status
wanita, dan pologami dianggap merendahkan status wanita. Oleh karena itu, mereka
menganjurkan agar ajaran keharusan berkerudunga dan ajaran poligami dihapuskan.
Mereka mempunyai semboyan “Buka al quran dab Buka kerudung wanita”. Selain
itu mereka juga ingin wanita diberi status dan hak yang sama dengan kaum pria.16

2. Aliran Islam ( Islamisme )


Syariat islam menurut aliran ini bukanlah penyebab kemunduran kerajaan Turki
Usmani. Agama islam tidak pernah menjadi penghalang bagi kemajuan. Aliran ini
bertolak belakang dengan aliran sebelumnya. Aliran ini berpendapat bahwa lemahnya
kerajaan justru karena syariat tidak dijalankan lagi. Untuk memajukan kerajaan, maka
syariat (hukum fiqih) harus dijalankan.17
Meskipun menurut konstitusi 1876 bahwa agama kerajaan adalah agama islam,
namun kerajaan Turki Usmani belum dapat dikatakan negara islam karena menurut
mereka syariat islam belum dilaksanakan secara menyeluruh dalam mengatur negara
dan masyarakat. Negara islam menurut aliran ini, ialah negara yang menjalankan
syari`at islam secara menyeluruh.hukum selain hukum Tuhan tidak diakui. Oleh
karena itu, konstitusi tidak dibutuhkan. Hukum tuhanlah merupakan Undang-undang
dasar. Dalam islam pembuat hukum (as-syari`at) hanya tuhan. Sedang yang berhak
memberikan penafsirannya adalah ulama, bukan parlemen. Oleh karena itu, negara
menurut mereka harus diatur oleh kaum ulama. Disini konsep din-u-delvet persatu-
paduan antara agama dan negara, menccapai kesempurnaannya. Pemisahan antara
keduanya tidak mungkin.18
Dalam menanggapi gagasan yang digulirkan oleh aliran barat tentang kebebasan
wanita, aliran islam berpendapat bahwa kebebasan yang diberikan oleh Barat kepada
wanita bukan meningkatkan status mereka , bahkan sebaliknya. Pembukaan kerudung
dapat menyebabkan dekandensi moral dalam pergaulan wanita dan pria. Ketinggian
martabat wanita hanya dengan menjalankan syari`at. Kewajiban syari`at terhadap
wanita adalah berkerudung dan menutup rambutnya dengan selendang tanpa hiasan

15
Ibid., hal. 138.
16
Ibid., hal. 137.
17
Ibid., hal. 132
18
Ibid., hal. 134.
8
yang dapat menggoda lawan jenis. 19

Wanita bersifat emosional, jika wanita diberi hak untuk pergi ke mahkamah
untuk menuntut cerai, maka setiap wanita akan pergi kesana. Bahkan menurut Said
Halim, sejarah telah berulang kali menunjukan bahwa peradaban jatuh disebabkan
oleh kebebasan dan kekuasaan yang diberikan kepada kaum wanita.20

Pemikiran yang cukup aktual pada masa itu adalah tentang pakaian wanita.
Golongan Islam sangat anti dengan kebebasan pakaian wanita. Terkait dengan pakaian
wanita, golongan ini tidak sependapat dengan konsep Barat yang menerapkan hak dan
kewajiban wanita sama dengan laki-laki, sebagaimana dalam konsep emansipasi yang
didengung-dengungkan. Tinggi rendahnya martabat wanita bukan terletak pada
pakaian dan kebebasannya, melainkan pada ketaatannya menjalankan syari’at.
Menurut Musa Kazim, seorang tokoh golongan ini, wanita tidak dapat diberikan status
dan hak yang tinggi karena ia mempunyai emosional. Kalau wanita diberikan hak yang
sama dengan laki-laki, sudah dapat dipastikan tiap wanita akan pergi ke Mahkamah
menuntut perceraian, hal demikian akan membuka seluruh rahasia rumah tangga yang
tadinya tersimpan rapi.21
Dalam bidang ekonomi aliran islam menolak sistem ekonomi kapitalisme dan
individualisme Barat, begitu juga sosialisme dan komunisme. Bunga uang menurut
mereka, sama dengan riba.mereka juga mengharamkan asuransi, karena asuransi
membawa kepada kekufuran yakni menyebabkan masyarakat tidak percaya kepada
qadha dan qadar. Meskipun demikian, seorang tokoh aliran ini, Ahmad Nazmi tetap
menganjurkan agar umat islam mempelajari dasar-dasar ekonomi modern untuk
kemajuan Turki.22
Dalam masalah pendidikan aliran islam tidak menentang untuk dimasukannya
ilmu pengetahuan Barat dalam kurikulum madrasah. Yang mereka tentang ialah
pembinaan nilai-nilai sekuler melalui pendidikan. Menurut mereka madrasah
tradisional harus dipertahankan. Hilangnya sistem pendidikan formal seperti ini akan
menambah terjadinya dekandasi moral. Menurut mereka hanya agamalah yang dapat
menyelamatkan masyarakat dari keruntuhan. Oleh karena itu, mereka ingin membuat
sistem pendidikan yang kuat nilai-nilai keislamannya.

19
Ibid., hal. 137
20
Niyazi Berkes, Op. Cit., hal. 389.
21
Abdul Sani, Op. Cit., hal. 114.
22
Harun Nasution, Op. Cit., hal. 140.
9
Kelompok yang terkuat dari aliran ini ialah kelompok sirat-i mustakim. Tokoh
utama kelompok ini ialah Mehmed Akif (1870-1936 M). Ia seorang sastrawan yang
tertarik dengan kemajuan Jepang.23
Menurut pendapat Mehmed Akif, agama Islam tidak pernah menghambat
kemajuan. Sebagai perbandingan menurutnya bangsa Jepang dapat maju karena
mengambil kemajuan Barat. Yang mereka ambil adalah ilmu pengetahuan dan
teknologinya. Bukan agama dan perilaku moralnya. Sedangkan Islam malah sebaliknya
yaitu mengambil peradaban ( perilakunya ), dan ini penting menurut mereka. Kaum
intelegensi Turki suka sekali meniru Barat, jadi, letak kemunduran umat Islam bukan
pada agamanya, melainkan pada sikap yang keliru dalam mengambil sesuatu yang
datangnya dari Barat.24

3. Aliran Nasionalis ( Nasionalisme )


Pada mulanya masyarakat kerajaan Turki Usmani dikelompokan menurut
agamanya masing-masing (millet) yang dianutnya sehingga mereka terkotak-atik dalam
millet islam.millet Yahudi, millet Kristendan seterusnya. Ketika faham nasionalisme
berkembang di Barat sistem millet terancam keberadaannya di Turki. Millet Kristen di
eropa Timur memperotes atas kerendahan martabat mereka dalam sistem millet
tersebut.dengan dukungan dari negara-negara Eropa, mereka menuntut hak otonomi
penuh dari kekuasaaan Turki, karena di nomerduakan oleh sistem millet tersebut.25
Zia Gokalp ( 1875-1924 ), seorang pemikir nasionalis Turki berpendapat bahwa
nasionalisme didasarkan bukan atas bangsa (rasa), sebagaimana yang diyakini oleh
penganut faham Pan Turkisme, tetapi atas dasar kesamaan budaya. Ia membedakan
antara kebudayaan dan peradaban. Menurutnya, kebudayaan itu bersifat unik,
nasionalis, sederhana, subjektif, dan timbul dengan sendirinya. Kebudayaan
menurutnya, yang dapat membedakan antara satu bangsa (nation) dengan bangsa
lainnya.26
Tetapi kelihatannya batasan nasionalisme versi Gokalp ini tidak jelas, bila
dibandingkan dengan pandangan Halide Edib yang mengatakan bahwa nasionalisme
Turki itu terbatas pada kerajaan Usmani dan batasan geografisnya adalah Republik
Turki sekarang ini.27

23
Ibid., hal. 130.
24
Abdul Sani, Op. Cit., hal. 112.
25
Edward Mortimer, Islam dan Kekuasaan, (Bandung: Mizan, 1984), hal. 115.
26
Abul Hasan Ali Nadwi, western Civilisation: Islam and Muslim, (Lucknow: Academy of Islamic
Reseachand Publication, 1979), hal. 38.
27
Harun Nasution, Op. Cit., hal. 129.
10
Yusuf Akcura ( 1876-1933 ) merupakan tokoh pembaharu yang mengedepankan
pemikiran penghimpunan masyarakat Turki. Ia berusaha menyatukan visi masyarakat
Turki baik yang ada di wilayah itu maupun mereka yang berada di Rusia ( Kazan ),
Krimea dan Azarbaijin sebagai satu bangsa. Pada saat itu ada tiga kekuatan yang selalu
berbeda di dalam kerajaan Usmani. Mereka dari golongan Islam, Rakyat Turki dan
Rakyat bukan Islam. Bagi mereka ini yang terpenting menghidupkan perasaan
nasional terhadap tanah airnya sendiri. Persatuan serupa hanya bisa kuat kalau mereka
diikat oleh perasaan satu agama dan satu bangsa. Karena kesatuan demikian amat sulit
sebab ada tantangan lain dari rakyat Rusia, maka yang perlu ditumbuhkan adalah sikap
nasionalisme.28
Faktor kemunduran kerajaan Turki Usmani menurut aliran ini, ialah keengganan
umat islam untuk mengakui adanya perubahan dan menerima interpensi baru terhadap
ajaran agama sesuai dengan perkembangan zaman. Aliran ini menolak meniru Barat
secara radikal, tetapi juga menolak kehadiran institusi-institusi tradisional yang
dianggap menghambat adanya kemajuan. Meskipun demikian, mereka ingin
menghidupkan kembali kebudayaan Turki yang dijiwai oleh islam, bukan syari`at. 29
Tentang pembaharuan dalam islam, menurut aliran ini harus adanya pemisahan
antara ibadah dan mua`malah . Masalah ibadah itu menjadi urusan ulama dan
persolalan mua`malah itu menjadi urusan negara. Mua`malah menurut mereka
merupakan adat kebiasaan yang kemudian dikukuhkan oleh wahyu. Adat selalu
berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu syari`at yang berkaitan
dengan mua`malah juga harus berubah pula. Dalam kata lain syari`at harus bersifat
dinamis seperti adat.
Menurut aliran ini kekuasaan legislatif yang dimiliki oleh Syaikh Al-Islam harus
dialihkan kepada parlemen, begitu juga mahkamah syari`at dipindahkan dari Yuridiksi
syaikh al-islam ke Yuridiksi Kementrian Kehakiman, dan madrasah yang selama ini
dikuasai syaikh al-Islam harus dialihkan pengelolaannya kepada Kementrian
Pendidikan.23 Inilah yang dimaksud oleh mereka tentang usulan pemisahan antara
agama dan negara. Jadi pemisahan yang mereka usulkan masih belum mengantar Turki
kepada negara sekuler, karena negara masih mengurusi masalah pendidikan agama
(madrasah).

28
Baca Yusuf Akcura merupakan tokoh pembaharu yang mengedepankan pemikiran penghimpunan
masyarakat Turki.
29
Ibid., hal. 132-133.
11
Masalah wanita menurut aliran ini, sebagaimana aliran Barat harus diikut
sertakan dalam pergaulan sosial, ekonomi dan politik. Juga harus mendapatkan hak
yang sama dalam soal pendidikan, perceraian dan warisan. Poligami harus dihapuskan
karena penghapusan itu diperblehkan oleh syari`at. Jika negara melarang terhadap apa
yang diperbolehkan, maka larangan tersebut akan menjadi keharusan atau mengikat
(ilzam).30
Betapapun aliran Barat dan nasionalis ini telah dianggap sekuler, tetapi beberapa
ide-ide pemikiran para tokohnya masih ada yang terikat pada agama, khususnya aliran
yang terakhir ini. Bahkan lagu kebangsaan Turki yang disetujui oleh Majlis Akbar
Nasional pada bulan Maret 1921, diambil dari penyair muslim yang saleh, Mahmed
Akif. Selain itu, majlis tersebut juga melarang minuman keras dan judi, permainan kartu
dan teriktrak. Majlis juga mendirikan komite syari`at yang bertugas mengawasi semua
undang- undang agar sesuai dengan hukum ilahi.

30
Ibid., hal. 140.
12
BAB III
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pembaruan di Turki


lebih terpokus kepada tokoh kepemimpinan atau kelompok yang menyokong kekuasaan pada
saat itu dengan melihat Barat sebagai acuannya. Turki melihat Barat sebagai negara yang telah
mengalahkan mereka di kancah perpolitikan dunia dengan cara mengimbangi atau lebih
banyak belajar dalam segala halnya. Sehingga segala sesuatu yang dapat menghalangi tujuan
mereka, maka akan dilawan dengan cara revolusioner seperti yang telah dilakukan
Mustafa Kemal al-Taturk yang menghapuskan sistem pemerintahan kekhilafahan Turki
Usmani menjadi sistem pemerintahan Republik Turki.
Bebagai ide-ide pembaruan pun muncul disebabkan kontak langsung dengan budaya
Barat yang saat itu jauh lebih maju dalam menerapkan segala aspek, yakni pemerintahan,
pendidikan, dan sosial. Pergolakan pemikiran saat itu banyak menimbulkan pengaruh yang
besar di setiap dekade pemerintahan dan kebijakan yang dilakukan. Sehingga menimbulkan
aliran-aliran yang berbeda dalam setiap pandangannya. Aliran yang berkembang saat itu ialah
Westernisme, Islamisme, dan Nasionalisme.
Golongan Barat dan nasionalis Turki, walaupun telah banyak dipengaruhi oleh ide
sekuler Barat, tetapi karena masih terikat pada agama, tidak berhasil merubah Kerajaan
Usmani menjadi negara sekuler. Walau pembaharuan yang mereka kehendaki bersifat radikal,
tetapi dalam keradikalan itu mereka tidak berniat menentang agama. Dengan kata lain
pembaharuan mereka, kendatipun kelihatan radikal, masih diusahakan supaya tidak ke luar
dari Islam.
Posisi strategis geografis Turki yang terletak di antara dua benua, yaitu Asia dan Eropa,
menjadikan Turki sebagai jembatan antara Timur dan Barat. Peradaban Islam yang dianut
Turki sebelum tersentuh dunia Barat menjadikan Sultan sebagai khalifah. Artinya sebagai
pemimpin negara, sekaligus juga memegang jabatan sebagai pemimpin agama. Selanjutnya
arah modernisasi yang dipengaruhi oleh kontak langsung dengan kebudayaan Barat telah
menyerap unsur-unsur budaya Barat yang dianggap modern.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa baik golongan Barat maupun golongan
Nasionalis Turki tidaklah mengabaikan Islam dan pemikiran pembaharuan mereka. Keduanya
mengingini pembaharuan dalam Islam dan bukan di luar Islam. Dalam hal ini mereka sefaham
dengan golongan Islam. Perbedaan mereka dengan golongan Islam ialah bahwa golongan
Islam dalam pembaharuan bersifat tradisional, sedangkan golongan lainnya bersifat modernis,
ingin mempertahankan tradisi dalam Islam.
13
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. 1996. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:
Bulan Bintang.

Sani, Abdul. 1998. Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam


Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nasution, Harun. 1985. Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-Press.

Berkes, Niyazi. 1964. The Devolepment of Secularism in Turkey, Montreal: McGill


University Press.

Mortimer, Edward. 1984. Islam dan Kekuasaan. Bandung: Mizan.

Hasan Ali Nadwi, Abul. 1979. Western Civilisation: Islam and Muslim. Lucknow: Academy
of Islamic Reseachand Publication.

14

Anda mungkin juga menyukai