Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Laksono dan Sugiyanto (2014), dalam penelitiannya tentang

pengelasan gesek material baja ST 60 dengan AISI 201, pengelasan

gesek sama jenis baja ST 60 didapatkan Kekerasan pada sambungan

material beda jenis baja ST 60 dengan AISI 201 tertinggi 593,4 HVN,

daerah HAZ pada logam induk baja ST 60 243,8 HVN, daerah HAZ

pada logam induk AISI 201 220,6 HVN lebih tinggi dari logam induk

baja ST 60 yang nilai kekerasannya 198,3 HVN dan logam induk AISI

201 yang nilai kekerasannya 302,8 HVN. Grafik uji kekerasan dapat

dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Grafik uji kekerasan baja ST 60 dengan AISI 201


dengan parameter P1 = 3,447 MPa dan t1 = 10 detik
dengan putaran spindel 3350 rpm (Laksono dan Sugiyanto, 2014)
7

Sigied dan Subyanto (2012), dalam penelitiannya tentang

pengaruh durasi gesek, tekanan gesek dan tekanan tempa terhadap

impact strength sambungan lasan gesek langsung pada baja karbon

aisi 1045, disimpulkan sambungan lasan material AISI 1045 memiliki

kekuatan impak yang semakin meningkat seiring dengan penambahan

tekanan gesek dan tekanan tempa, sehingga dapat membuat ikatan

sambungan lebih baik. sedangkan untuk sifat hardness dapat dilihat

bahwa nilai kekerasan tertinggi terdapat pada daerah weld metal,

sedangkan kekerasan terendah terdapat pada daerah base metal.

yaitu dengan nilai 296 HV, dan 246 HV. Hal ini disebabkan oleh karena

weld metal mendapatkan input panas yang paling tinggi dan pada saat

pendinginan ukuran butir yang terbentuk kecil. Grafik uji kekuatan

impact dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Grafik kekuatan impak terhadap tekanan dan tempa


dengan durasi 90 detik (Sigied dan Subyanto, 2012)

Iswar dan Syam (2012), dalam penelitiannya tentang Pengaruh

variasi parameter pengelasan (putaran dan temperatur) terhadap

kekuatan sambungan las hasil friction welding pada baja karbon


8

rendah kecepatan putaran (550 rpm, 1020 rpm, 1800 rpm) pada

tekanan penempaan maksimum sekitar 60 MPa pada proses

pengelasan gesek berpengaruh terhadap kekuatan sambungan las.

Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kekuatan tarik dan

tegangan geser seiring dengan meningkatnya putaran yang diberikan.

Kekuatan tarik dan tegangan geser tertinggi terjadi pada putaran 1800

rpm dengan nilai masing-masing sekitar 403.80 N/mm2 dan 365,89

N/mm2. Grafik kekuatan tarik dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Grafik kekuatan tarik dan temperatur pada putaran


berbeda (Iswar dan Syam, 2012)

Sathiya dkk (2004), dalam penelitiannya tentang pengelasan

gesek dari austenitic stainless baja (AISI 304) dan mengoptimalkan

parameter pengelasan gesekan untuk menetapkan kualitas las.

Spesimen stainless austenitic yang sama digabungkan dengan

menggunakan friksi model mesin las. variasi nilai kekerasan pada

sambungan las ditunjukkan pada Gambar 2.4. menunjukkan distribusi

kekerasan mikro dalam sampel yang dilas gesek dihasilkan dengan


9

waktu gesekan 3, 5, dan 8 detik. Diperoleh nilai kekerasan 260 HV

yang lebih tinggi dari bahan dasar. Peningkatan kekerasan di zona

sendi dikaitkan dengan penyempurnaan biji-bijian karena pemanasan

material di daerah las. Hasil ini menunjukkan bahwa, kekerasannya

meningkat seiring dengan bertambahnya waktu gesekan.

Gambar 2.4 Grafik nilai kekerasan terhadap waktu gesekan


(Sathiya dkk, 2004)

Paventhan dkk (2011), Dalam penelitiannya tentang pengelasan

gesek terhadap perilaku kelelahan dissimilar baja karbon menengah

austenitic gesekan baja (MCS – ASS) yang berbeda. mesin

pengelasan gesek yang digunakan bergerak kontinyu untuk membuat

sambungan. Prilaku Kelelahan menggunakan mesin uji bending lentur

putar (R = 1). Menerapkan stress terhadap jumlah siklus pada

kegagalan diplot dengan kurva (S-N). Hasil uji kelelahan diperlihatkan

pada Gambar 2.5


10

Gambar 2.5 Grafik hubungan tegangan lentur dengan siklus (N),


(A) Kelelahan dari spesimen row metal. (b) Masa pakai lelah dari
spesimen bertakik. (C) Kelelahan dari spesimen dissimilar
(Paventhan dkk, 2011)
11

Paventhan dkk (2011), dalam penelitiannya tentang kekerasan

yang dipengaruhi oleh parameter pengelasan gesek. Diperoleh nilai uji

kekerasan pada posisi bond line paling besar sebesar 500 HV dengan

friction pressure sebesar 90 MPa. Komposisi kimia material AISI 304

Paventhan menyebutkan prosentase unsur Cr adalah 14% lebih

rendah dibandingkan yang lain berkisar 17-18%. Grafik uji kekerasan

dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Grafik uji kekerasan pada posisi bond line


(Paventhan dkk, 2011)

Sahin (2005), Dalam penelitiannya tentang pengelasan gesek

berkecepatan tinggi pada baja dan baja karbon sedang. Diperoleh

sifat kelelahan mesin AISI 1040 dan S 6-5-2 bagian pada sendi

pertama dan AISI 1040 dan S 6-5-2 akhirnya yang memiliki telah dianil

pada 650 oC selama 4 jam diselidiki, masing-masing. Dalam


12

percobaan, tes kelelahan dilakukan sebagai melapiskan beberapa

beban tarik berfluktuasi pada konstanta beban tarik. Beban tarik

konstan ditentukan untuk menghasilkan tegangan tarik 250 MPa.

Fluktuasi amplitudo tegangan tarik diubah antara 175 dan 225 MPa

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7, dan jumlah siklus untuk

fraktur dicatat.
Tegangan Lentur (MPa)

Siklus (N)
Gambar 2.7 Grafik tegangan lentur terhadap siklus (N) (Sahin, 2005)

Sarsilmaz dkk (2017), dalam penelitiannya membahas sifat-sifat

sambungan las yang dilas baja Armor 500 dan baja dupleks (ferrisis /

austenitik) AISI 2205 dan membandingkan sifat-sifat las pada

parameter pengelasan yang berbeda. Penelitian eksperimental


13

dilakukan dengan parameter pengelasan seperti tekanan gesekan dan

waktu gesekan. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa baja armor 500

dapat bergabung dengan baja AISI 2205 menggunakan teknik

pengelasan gesekan tradisional. Sambungan yang diproses diuji

melalui uji aksial. Selain itu, kekuatan tarik tertinggi, yaitu 1020 MPa

diperoleh ketika waktu gesekan adalah 8 detik dan tekanan gesekan

adalah 80 MPa. Struktur mikro dari paduan dan permukaan fraktur

diperiksa oleh mikroskop optik dan pemindaian elektron. Hasil

eksperimen menunjukkan bahwa sifat mikrostruktur dan mekanis

secara signifikan dipengaruhi oleh perubahan parameter pengelasan

dalam berbagai kondisi yang dipilih. Foto struktur mikro SEM

diperlihatkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Foto struktur mikro SEM (Sarsilmaz dkk., 2017)


14

B. Pengelasan Gesek (Friction welding)

Pengelasan gesek adalah proses penggabungan solid-state yang

menghasilkan koalesensi dalam material, menggunakan panas yang

dikembangkan di antara permukaan melalui kombinasi gerakan gesek

yang digerakkan secara mekanik dan beban yang diterapkan. Variasi

pengelasan gesekan di mana energi yang dibutuhkan untuk membuat

lasan dipasok oleh mesin las melalui koneksi motor langsung untuk

periode yang telah ditentukan dari siklus pengelasan (MTI, 1999).

Metode pengelasan gesek termasuk dalam jenis pengelasan

bertekanan, proses pengelasan gesek dilakukan dalam keadaan solid

state di mana tidak ada listrik atau sumber energi lain yang digunakan,

energi panas dihasilkan dengan memanfaatkan adanya gesekan pada

permukaan dari bagian yang akan dilas. Pengelasan yang diterapkan

yaitu dengan menggunakan panas secara efisien pada daerah las

sehingga panas akibat gesekan antar permukaan tersebut

didistribusikan secara merata pada permukaan yang akan disambung

Selama proses pengelasan, permukaan berada di bawah tekanan dan

periode ini disebut tahap pemanasan kontinu dimana material yang

disambung mengalami deformasi plastis kemudian kedua material

yang disambung menjadi dingin dan membentuk ikatan dalam

keadaan padat (Uzkut dkk, 2010).

Langkah-langkah dasar dalam proses pengelasan gesek

diilustrasikan pada Gambar 2.9.


15

Gambar 2.9 Proses pengelasan gesek (AWS, 2007)

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9(A), satu benda kerja

diputar dan yang lainnya dipegang diam. Gambar 2.9(B) Ketika

kecepatan rotasi yang sesuai tercapai, dua benda kerja disatukan.

Gambar 2.9(C) Abrasi pada antar muka benda kerja secara lokal

menjadi leleh dan mengakibatkan pemendekan aksial. Tahap kedua

langkah ini terjadi selama gesekan berlangsung. Gambar 2.9(D)

Hingga akhirnya, rotasi benda berhenti dan tersambung (AWS, 2007).

C. Axle shaft

Axle shaft atau poros penggerak roda adalah poros pemutar roda-

roda penggerak yang berfungsi meneruskan tenaga gerak dari

differensial keroda-roda. Axle shaft pada kendaraan menjadi dua yakni

front axle shaft (poros penggerak roda depan) dan rear axle shaft
16

(poros penggerak roda belakang). Poros axle shaft adalah penggerak

yang digunakan untuk menstransfer energi dari energi mesin ke energi

gerak. Roda belakang umumnya menumpu beban berat dari pada

roda depan, sehingga konstruksi poros penggerak rodanya juga

relative lebih kuat (Orosa, 2012).

Roda belakang umumnya menumpu beban lebih berat dari pada

roda depan, sehingga kontruksi poros penggerak rodanya juga relatif

lebih kuat. Pemasangan poros akan dipengaruhi oleh tipe/jenis

suspensi yang digunakan. Secara umum tipe suspensi yang

digunakan ada dua kelompok yaitu suspensi bebas (independent) dan

suspensi kaku (rigid). (Orosa, 2012).

Adapun kontruksi penggerak belakang dapat dilihat pada Gambar

2.10 yang memperlihatkan posisi axle shaft.

1. Axle shaft 8. Fill plug


2. Housing 9. Oil sensor plug
3. Outer nut 10. Drain plug
4. Lock washer 11. Housing studh
5. Inner nut 12. Hardened washer
6. Housing breather tube 13. Carrier caspscrew
7. Housing breather fitting 14. Nut, stud

Gambar 2.10 Bagian konstruksi penggerak belakang (DANA, 2008).


17

D. Fatigue (Kelelahan)

Patahan lelah sisebabkan oleh tegangan berulang, dan juga

dijumpai pada tegangan kurang dari 1/3 kekuatan tarik static pada

bahan struktur tanpa konsentrasi tegangan. Dalam keadaan di mana

pemusatan tegangan di perhitungkan, mungkin bahan akan putus

pada tegangan yang lebih rendah. Jadi kelelahan memagang peran

utama dalam putusnya bahan secara mendadak pada penggunaan

suatu struktur atau komponen (Surdia dan Saito, 1999).

Gambar 2.11 Siklus Fatigue (Callister dan Wiley, 2007)


18

Variasi tekanan dengan waktu yang menyebabkan kegagalan

lelah. Adapun penjelasan dari Gambar 2.11 tesebut dapat dilihat pada

Gambar 2.11(a) Siklus tegangan terbalik, di mana tegangan

bergantian dari tegangan tarik maksimum (+) ke tegangan tekan

maksimum (-) sama besarnya. Gambar 2.11(b) Siklus stres berulang,

di mana tekanan maksimum dan minimum relatif asimetris terhadap

tingkat nol-tekanan, ditunjukkan rentang tekanan yang berarti σm, jarak

tekanan σr, dan tekanan ampitudo σa, Gambar 2.11(c) Siklus tegangan

acak (Callister dan Wiley, 2007).

Kelelahan terdiri dari tiga tahap utama yaitu inisiasi retakan,

pertumbuhan retak, dan umur kelelahan. Karena sebagian besar

proses didominasi oleh inisiasi retak (Ni) dan pertumbuhan retak (Ng),

fraktur diabaikan dan umur kelelahan (Nf) dari bahan dicirikan oleh

persamaan Nf = Ni + Ng; Namun, umur kelelahan juga tergantung pada

jenis material yang digunakan. Bahan rapuh akan dikendalikan oleh

inisiasi retakan, sedangkan bahan getas dikendalikan oleh

pertumbuhan retak (Heid, 2015)

Gambar 2.12 Penyebaran berlahan fatigue (ASM chapter 14, 2008)


19

Keretakan lelah dapat terjadi cukup awal dengan adanya

komponen dengan pembentukan celah kecil, umumnya di beberapa

titik di permukaan luar. Retakan kemudian menyebar perlahan melalui

material dalam arah kira-kira tegak lurus dengan sumbu tarik utama

Gambar 2.12. Pada akhirnya, area cross-sectional dikurangi ke titik

yang tidak dapat lagi membawa beban, dan anggota gagal dalam

ketegangan. Permukaan fraktur bagian kekuatan tinggi yang lelah

ditunjukkan pada Gambar 2.13. Bagian dari permukaan fraktur akibat

pertumbuhan retak fatigue dan bagian akhirnya retak karena

kelebihan beban jelas terlihat. (ASM chapter 14, 2008).

Gambar 2.13 Pertumbuhan retak kelelahan di bagian baja berkekuatan


tinggi (ASM chapter 14, 2008)

Pembebanan yang terjadi pada suatu komponen mesin / struktur

tidak hanya berupa beban statis saja, tetapi dapat pula berupa beban

yang berfluktuatif terhadap waktu. Beban tersebut akan menyebabkan


20

kegagalan pada periode waktu tertentu meskipun tegangan yang

terjadi masih dibawah tegangan luluhnya. Kegagalan seperti disebut

dengan kegagalan lelah. Suatu elemen mesin/struktur terbuat dari

bahan liat yang gagal karena lelah pada permukaan patahnya

memperlihatkan daerah perambatan retak dan daerah penampakan

patah getas. Gambar 2.14 memperlihatkan sebuah poros yang gagal

karena lelah.(Suprihanto dkk, 2006)

Gambar 2.14 Poros yang patah akibat lelah (Shigley, 1999)

Metode dasar dalam penyajian data kelelahan adalah

menggunakan kurva S-N yaitu pemetaan tegangan S terhadap jumlah

siklus hingga terjadi kegagalan N. Alat pengujian kelelahan yang

paling banyak di pakai adalah mesin gelagar berputar pada kecepatan

yang tinggi dari R.R. Moore. Mesin ini memberi beban lentur murni,

gambar 2.15 menunjukan kurva S-N yang diperoleh dari uji gelagar

berputar (Achmad, 1999).


21

Gambar 2.15 Kurva S-N untuk Baja dan Paduan AL (Achmad, 1999)

Herdi dan Joli (2013), tegangan lentur yang terjadi pada

permukaan bahan dapat ditentukan dengan menggunakan momen

inersia dan jarak melintang benda uji dengan persamaan sebagai

berikut :

𝑀. 𝑦 ....................................................................(2.1)
𝜎=
𝐼

𝑀 = 𝑊𝐿 ....................................................................(2.2)

𝑑 ....................................................................(2.3)
𝑦=
2

....................................................................(2.4)
22

Maka akan diperoleh :

32𝑊𝐿 ....................................................................(2.5)
𝜎=
𝜋. 𝑑²

Dimana :

σ = Tegangan Lentur (Kg / mm2)

W = Beban yang digunakan

L = Jarak antara beban dan titik area pengujian (cm)

d = Diameter spesimen (cm)

π = 3,14

E. Pengujian Tarik

Menurut Surdia dan Chijiwa (2006), pengujian tarik dilakukan

dengan jalan memberikan beban tarik pada batang uji secara

perlahan-lahan sampai patah. Batas mulur, kekuatan tarik,

perpanjangan, pengecilan luas, dan sebagainya diukur pada

pengujian ini.

Menurut Mulyadi (2016), Uji tarik merupakan suatu metode yang

digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara

memberikan beban gaya yang berlawanan arah. Pengujian uji tarik

digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya

statis yang diberikan secara lambat. Sifat mekanis logam yang dapat

diketahui setelah proses pengujian seperti kekuatan tarik, keuletan

dan ketangguhan.
23

Gambar. 2.16 Pengujian Tarik (Mulyadi, 2016)

Pengujian tarik pada Gambar. 2.16 umumnya menghasilkan

parameter kekuatan tarik (ultimate strength) maupun luluh (yield

strength). Keuletan bahan biasanya disajikan dalam bentuk

persentase perpanjangan dan kontraksi/reduksi penampang

(reduction of area). Ini adalah kurva standar ketika melakukan

eksperimen uji tarik dimana perbandingan tegangan (σ) dan regangan

(ε) selalu tetap, kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan

stress seperti ini disingkat kurva SS (SS curve) (Mulyadi, 2016).

Untuk hasil uji tarik pada material uji yang tidak memiliki daerah

linier dan landing yang jelas, tegangan luluh didefinisikan sebagai

tegangan yang memiliki regangan permanen sebesar 0.2%, regangan

ini bisa disebut sebagai offset-strain. Hubungan sifat- sifat material


24

yang diperoleh dari pengujian tarik dapat dirumuskan sebagai berikut :

(Mulyadi, 2016)

𝐹ᵤ ………………………………………………...(2.6)
𝜎ᵤ = (𝑁/𝑚𝑚2 )
𝐴0

dimana : 𝜎ᵤ = Tegangan Tarik (MPa)

Fᵤ = Gaya Tarik Maksimum (N)

A0 = Luas penampang awal spesimen (m2)

Perbandingan antara pertambahan panjang (∆l = l1 – l0) dengan

panjang mula-mula (l0) disebut regangan.

∆𝐿 𝐿 − 𝐿0 …...……………………….……...(2.7)
𝜀= 100% = 100%
𝐿0 𝐿0

dimana : 𝜀 = Regangan (%)

L = Panjang akhir setelah patah (mm)

L0 = Panjang mula-mula (mm)

Gaya beban tarik yang diberikan secara terus-menerus dengan

menambahkan beban, sehingga akan mengakibatkan perubahan

bentuk pada penampang benda berupa pertambahan panjang dan

pengecilan luas permukaan dan berakibat patahnya material uji.


25

Persamaan persentase pengecilan yang terjadi dapat dinyatakan

dengan hubungan sebagai berikut :

∆𝐴 𝐴0 − 𝐴1 ....................................(2.8)
𝑅𝑎 = 𝑥 100% = 𝑥 100%
𝐴0 𝐴0

Dimana : Ra = Reduksi Penampang (%)

Ao = Luas penampang awal spesimen (mm2)

A1 = Luas penampang akhir setelah patah (mm2)

Setiap logam yang diuji tarik akan memperlihatkan perilaku yang

berbeda dalam arti mempunyai empat besaran/parameter yang

berbeda. Perbedaan perilaku itu ditunjukan dalam Gambar 2.17

Gambar 2.17 Kurva Empat besaran (Budiman, 2016)


26

F. Kekerasan Rockwell

Kekerasan adalah sifat yang dapat diandalkan sebagai sebagai

kekuatan bahan. Pengukuran kekerasan adalah mudah, sehingga

banyak dilakukan dalam pemilihan bahan. Ada beberapa macam alat

penguji kekerasan yang dipergunakan sesuai dengan: bahan,

Kekerasan,dan hal lain-lainnya dari suatu produk (Surida dan chijiwa,

2006).

Tabel 2.1 Krakteristik berbagai pengujian kekerasan (Surdia dan


Saito, 1999)
Rockwell
Cara Rockwell superficial Kekerasan
Brinell (HB) Vickers (Hv) Shore (HS)
pengujian (HRA, HRC etc.) (HR30NT, HR30N mikro (Hv)
dst)

Piramida Jenis
Kerucut intan Kerucut intan intan sudut Vickers,
Bola baja 10
Penekanan 120o; Bola baja 120o; Bola baja bidang Jenis Knoop Palu intan 3 g
mmø Karbida
1/16” -1/2” 1/16” -1/2” berhadapan sudut 130o,
136o 172o

Beban mula 10 Beban mula 3 kg,


Beban 500-3.000 kg kg, beban total beban total 15, 30 1-120 kg 1-500 g
60, 100, 150 kg dan 45 kg

Tinggi
Beban Beban Beban pantulan 6,5”
Dalam Dalam dari 10”
Kekerasan
Luas penekanan penekanan Luas Luas tinggi
Penekanan Penekanan Penekanan pantulan asal
adalah 100

Tabel 2.1 adalah ringkasan berbagai pengujian kekerasan.

Pengujian kekerasan Rockwell cocok untuk semua material yang

keras dan yang lunak, penggunaannya sederhana dan

penekannannya dapat leluasa. Tabel 2.2 menunjukan bagai mana

memilih sekala Rockwell. Sekala kekerasan B, C, dan A adalah untuk


27

bahan logam, sekala A dapat dipakai untuk bahan sangat keras

seperti karbida tungsten, sekala D dan di bawahnya dipakai untuk

batu gerinda sampai plastik. Pengujian Rockwell superfisial

menggunakan beban yang ringan untuk mempebaiki ketelitian dari

penekanan dengan cara penggunaan yang sama, juga dapat

mengukur kekerasan permukaan dari bahan yang dikeraskan kulitnya.

(Surdia dan Saito, 1999).

Tabel 2.2 Skala kekerasan Rockwell (Surdia dan Saito, 1999).

Menurut Callister dan Wiley (2007), Pengujian kekerasan dengan

metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material

dalam bentuk daya tahan material terhadap benda uji (spesimen) yang

berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada

permukaan material uji tersebut. Pengukurannya dapat dilakukan

dengan bantuan sebuah kerucut intan dengan sudut puncak 120º dan

ujungnya yang dibulatkan sebagai benda pendesak (indentor). Prinsip


28

pengujian pada metoda Rockwell adalah dengan menekankan

penetrator ke dalam benda kerja dengan pembebanan, dan

kedalaman indentasi akan memberikan harga kekerasan yaitu

perbedaan kedalaman indentasi yang didapatkan dari beban mayor

dan minor. Teknik pengujian kekerasan dapat dilihat pada Gambar

2.18

Gambar 2.18 Teknik pengujian kekerasan (Callister dan Wiley, 2007).

G. Struktur Mikro

Proses pengelasan baja karbon erat kaitannya dengan siklus

thermal. Siklus thermal adalah proses pemanasan dan pendinginan

yang terjadi di daerah pengelasan. Proses pengelasan merubah

bentuk struktur logam, itulah sebabnya mengapa besi dan baja

disebut bahan yang kaya akan sifat-sifat.


29

Diagram fasa besi-besi karbon sebagaimana di lihat pada gambar

2.19. Pada tempratur ruang, bentuk stabilnya disebut ferit/besi α

berstruktur Kristal BCC. Ferit bertranformasi polimorfi ke austenite,

FCC atau besi y pada 912 oC. transformasi tersebut berlanjut sampai

1394 oC yang mana tempratur austenite FCC kembali ke fasa BCC

yang dikenal sebagai ferit δ yang akhirnya mencair pada 1538 oC.

semua perubahan berada sepanjang sumbu tegak diagram fasa

(Hadi, 2016).

Gambar 2.19 Diagram fasa besi-besi karbit (Callister dan Wiley, 2007)

Karbon adalah suatu ikatan interstitial dalam besi dan membentuk

suatu larutan padat, yaitu α dan ferit δ, dan juga austenite yang

diindikasikan oleh daerah fasa tunggal α, δ, dan y. Dalam ferit α BCC


30

hanya sedikit konsentrasi karbon yang larut, kelarutan maksimum

adalah 0,022 % berat pada 727 oC. keterbatasan kelarutan dijelaskan

oleh bentuk dan ukuran dari posisi interstitial BCC yang membuatnya

sulit mengakomodasi atom karbon. Meskipun adanya konsentrasi

yang relative rendah, karbon secara nyata mempengaruhi sifat

mekanis dari ferit. Fase besi karbon khususnya adalah relative lunak

yang memungkinkan dibuat magnetic pada tempratur dibawah 768 oC

dan mempunyai masa jenis 7,88 g/cm 3 (Hadi, 2016). Foto struktur

mikro ferit α dan austenit dapat dilihat pada gambar 2.20.

Gambar 2.20 Foto struktur mikro : (a) ferit (90x), dan (b) austenit

(325x) (Callister dan Wiley, 2007)

Austenit atau fase y dari besi jika dipadu hanya dengan karbon

adalah tidak stabil di bawah 727 oC. maksimum kelarutan karbon

dalam austenit adalah 2,14% berat yang terjadi pada 1147 oC.
31

kelarutan tersebut sekitar 100 x lebih besar dari pada maksimum

untuk ferit BCC, jika FCC interstisi adalah lebih besar dan oleh

karenanya regangan dipaksa pada atom-atom besi sekitarnya yang

jauh lebih rendah. Transformasi fasa yang melibatkan austenit adalah

sangat penting dalam perlakuan panas baja. Austenit adalah non

magnetik. Ferit δ adalah sama dengan ferit α. Kecuali untuk rentang

tempratur melebihi dari pada yang ada. Ferit δ hanya stabil pada

tempratur tinggi. Sementit membentuk batas kelarutan C dalam ferit

melebihi 727 oC (untuk komposisi daerah fasa α + Fe3C juga akan

hidup bersama fasa y antara 727 oC dan 1147 oC. Secara mekanik,

sementit sangat keras dan getas kekuatannya dari beberapa baja

yang sangat dipengaruhi olehnya. Pengaruh dan fungsi utama unsur

pemadu pada baja dapat dilihat pada tabel 2.3. (Hadi, 2016).

Tabel 2.3 Pengaruh dan fungsi utama unsur pemadu pada baja
(Bolton, 1998) (Hadi, 2016).
No. Unsur Pengaruh Utama Fungsi Utama

1 Al Penstabil ferit Membantu nitriding

Pembentuk karbida, penstabil Memperbaiki ketahanan korosi, sifat

2 Cr ferit, dan membentuk lapisan temperatur tinggi, ketahanan abrasi aus,

oksida permukaan. dan meningkatkan mampu keras.

Memperbaiki kekuatan pada temperatur


3 Co Penstabil austenit
tinggi.

4 Cu Penstabil austenit Memperbaiki ketahanan korosi

Memperbaiki pembentukan
5 Pb Memperbaiki mampu mesin
chips
32

Pengerasan larutan padat, Meningkatkan mampu keras, mengurangi

6 Mn pembentukan kabrida, kegetasan dan memperbaiki mampu

penyetabil austenit mesin baja bila digabung dengan S.

Memperbaiki mampu mesin, ketahanan

Penstabil ferit, pembentuk korosi SS, ketahan dan abrasi dengan C

7 Mo karbida, penghambat tinggi, membatasi pertumbuhan austenit,

pertumbuhan butir. meningkatkan kekuatan panas dan

kekerasan baja Ni-Ci.

Penstabil austenit,

pengerasan larutan padat, Memperbaiki kekuatan dan ketangguhan,

8 Ni pembentuk grafit, dan dengan kadar khrom tinggi, membuat baja

penghambat pertumbuhan austenitik.

butir.

Pengerasan larutan padat,


Memperkuat baja karbon rendah,
9 P dan memperbaiki
memperbaiki mampu mesin.
pembentukan chips

Deoksidasi baja cair, memperbaiki aliran


Penstabil ferit, pengerasan
10 Si dalam pengecoran, dan memperkuat baja
larutan padat
karbon rendah.

Memperbaiki pembentukan
11 S Memperbaiki mampu mesin
chips

Pembentuk karbida dan Membentuk senyawa dengan karbon


12 Ti
pengerasan larutan padat untuk memperbaiki baja khrom

Meningkatkan kekuatan panas dan


Pembentuk karbida dan
13 W kekerasan, memberikan kekerasan
penstabil ferit
karbida tahan abrasi baja perkakas.

Penstabil ferit, penghambat Membatasi pengerasan butir austenit,

14 V pertumbuhan butir, dan meningkatkan mampu keras, memperbaiki

pembentuk karbida kekerasan panas.


33

Kegunaan Diagram Fasa adalah dapat memberikan informasi

tentang struktur dan komposisi fase-fase dalam kesetimbangan.

Selain diagram fasa ada Diagram Time-Temperature Transformation

(T-T-T) dikenal juga sebagai isothermal transformastion diperlihatkan

pada Gambar 2.21, diagram adalah suatu plot antara tempratur dan

waktu secara logaritmis untuk paduan baja komposisi tertentu.

Isothermal transformastion diagram digunakan untuk menentukan

mulai dan berakhirnya perpindahan panas isothermal (temperatur

konstan) paduan yang telah mencapai temperatur austenit (Hadi,

2016).

Gambar 2.21 Kurva Transformasi-Isotermal untuk dekomposisi Austenite


(Vlack, 1991)

H. Karakterisasi Material

Dalam penelitian yang dilakukan untuk penentuan karakter

struktur material, hal ini merupakan suatu kegiatan inti dari ilmu
34

material. Karakterisasi bahan dilakukan dengan dua (2) teknik, yaitu

Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy Dispersive Analisis

X-Ray (EDAX / EDX).

1. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Teknik karakterisasi konvensional yang berbasis pada panjang

gelombang 650 nm keatas, seperti mikroskop optik pada analisis

metalografi tidak memiliki resolusi yang cukup untuk mendapatkan

informasi ilmiah yang diharapkan. Oleh karena itu diperlukan

metode identifikasi dan karakterisasi lain yang dapat memberikan

resolusi yang lebih tinggi sehingga dapat memberikan bantuan

“penglihatan” bagi para peneliti untuk dapat mengamati apa yang

terjadi di dalam dan sekitar interface antara bahan dengan lapisan

oksida secara detil atau bahkan secara In-Situ. Untuk keperluan

tersebut, Scanning Electron Microscopy (SEM) dipahami sebagai

teknik yang sesuai yang diterima dan diakui oleh komunitas

peneliti material dunia, ini ditandai dengan diberikannya

penghargaan Nobel terhadap para penemunya, Ernst Ruska dan

Max (Sujatno dkk, 2015).

Gambar 2.22 menunjukan ada 3 (tiga) Komponen utama alat

Scanning Electron Microscopy (SEM) yaitu yang pertama adalah

tiga pasang lensa - lensa elektro magnetik yang berfungsi

memfokuskan berkas elektron menjadi sebuah titik kecil, lalu oleh

dua pasang scan coil discan-kan dengan frekuensi variabel pada


35

permukaan sampel, semakin kecil berkas difokuskan semakin

besar resolusi lateral yang dicapai. Kedua adalah sumber elektron,

biasanya berupa filamen dari bahan kawat tungsten atau berupa

jarum dari paduan Lantanum Hexaboride LaB6 atau Cerium

Hexaboride CeB6, yang dapat menyediakan berkas elektron yang

teoretis memiliki energi tunggal (monokromatik). Ketiga adalah

imaging detector, yang berfungsi mengubah sinyal elektron

menjadi gambar/image. (Sujatno dkk, 2015).

Gambar 2.22 Skema Dasar SEM-EDX (Reimer, 1998)


36

2. EDX (Energy Dispersive X-Ray)

SEM-EDX adalah alat yang dapat digunakan untuk analisis

kuantitatif dan kualitatif elemen yang didasarkan pada analisis

spektral radiasi sinar-X karakteristik yang dipancarkan dari atom

sampel pada iradiasi dengan berkas elektron yang difokuskan dari

SEM. Sistem kerja alat ini adalah dengan sistem vakum, Sebelum

proses analisis berlangsung, penghilangan molekul udara didalam

alat dilakukan dengan menutup gas. Penghilangan molekul udara

menjadi sangat penting karena jika ada molekul udara yang lain,

elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar oleh

tumbukan sebelum mengenai sasaran, ini disebabkan karena

elektron sangat kecil dan ringan. Didalam alat ini terdapat sebuah

pistol elektron yang memproduksi sinar elektron dan dipercepat

dengan anoda, kemudian lensa magnetik memfokuskan elektron

menuju ke sampel dan sinar elektron yang terfokus memindai

keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai. Atur

kamera sehingga memperlihatkan permukaan sampel, kemudian

diatur kecerahan dan perbesaran serta fokus pada sampel. Pada

monitor SEM, diatur spot size dan di Collect pada minotor EDX.

Ketika sinar elektron mengenai sampel maka sampel akan

mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan

akan terbaca ke monitor. Hasil akan diperoleh dalam bentuk

gambar permukaan sampel pada SEM dan bentuk grafik atau


37

diagram pada EDX yang menunjukkan persentase unsur-unsur

dari sampel yang dianalisa (Julinawati dkk, 2015).

Gambar 2.23 Skema interaksi antara bahan dan elektron di dalam

SEM (Sujatno dkk, 2015)

Gambar 2.23 menunjukan ketika berkas elektron discan pada

permukaan sampel, terjadi interaksi elektron dengan atom-atom di

permukaan maupun di bawah permukaan sampel. Akibat interaksi

tersebut sebagian besar berkas elektron berhasil keluar, elektron-

elektron tersebut disebut sebagai Backscattered Electrons (BSE),

sebagian kecil elektron masuk ke dalam bahan kemudian

memindahkan sebagian besar energi pada elektron atom sehingga

terpental ke luar permukaan bahan, yaitu Secondary Electrons

(SE). Pembentukan elektron-elektron sekunder selalu diikuti

proses munculnya X-ray yang karakteristik untuk setiap elemen,

sehingga dapat digunakan untuk mengukur kandungan elemen

yang ada di dalam bahan yang diteliti (Sujatno dkk, 2015).

Anda mungkin juga menyukai

  • Mesin Bubut
    Mesin Bubut
    Dokumen23 halaman
    Mesin Bubut
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Bab I, II, III, IV Dan V Daftar Pustaka - Edit
    Bab I, II, III, IV Dan V Daftar Pustaka - Edit
    Dokumen139 halaman
    Bab I, II, III, IV Dan V Daftar Pustaka - Edit
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Kelompok III
    Kelompok III
    Dokumen14 halaman
    Kelompok III
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Bab III
    Bab III
    Dokumen6 halaman
    Bab III
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Pak Halim Teknik Pengecoran Logam
    Pak Halim Teknik Pengecoran Logam
    Dokumen21 halaman
    Pak Halim Teknik Pengecoran Logam
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Pak Halim Teknik Pengecoran Logam
    Pak Halim Teknik Pengecoran Logam
    Dokumen21 halaman
    Pak Halim Teknik Pengecoran Logam
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Isi
    Isi
    Dokumen7 halaman
    Isi
    Hijrah
    Belum ada peringkat
  • Teknik Pengecoran Logam
    Teknik Pengecoran Logam
    Dokumen5 halaman
    Teknik Pengecoran Logam
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen25 halaman
    Bab I
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Isi
    Isi
    Dokumen7 halaman
    Isi
    Hijrah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen25 halaman
    Bab I
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Material Dan Manufaktur
    Material Dan Manufaktur
    Dokumen24 halaman
    Material Dan Manufaktur
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen6 halaman
    Bab Iii
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen25 halaman
    Bab I
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen35 halaman
    Bab Ii
    Septian Syah Purba
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen12 halaman
    Bab I
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen19 halaman
    Bab Ii
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen19 halaman
    Bab Ii
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen10 halaman
    Bab I
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Teknik Mesin
    Teknik Mesin
    Dokumen2 halaman
    Teknik Mesin
    fadli406@
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen12 halaman
    Bab I
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • 03 PPT Peminatan Peserta Didik
    03 PPT Peminatan Peserta Didik
    Dokumen56 halaman
    03 PPT Peminatan Peserta Didik
    boichan
    Belum ada peringkat
  • 8.analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Akademik Mahasiswa Pada Mata Kuliah Pengantar Akuntansi
    8.analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Akademik Mahasiswa Pada Mata Kuliah Pengantar Akuntansi
    Dokumen9 halaman
    8.analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Akademik Mahasiswa Pada Mata Kuliah Pengantar Akuntansi
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Mesin Bubut
    Mesin Bubut
    Dokumen23 halaman
    Mesin Bubut
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Teknik Las GTAW
    Teknik Las GTAW
    Dokumen152 halaman
    Teknik Las GTAW
    LatifIrfan
    Belum ada peringkat
  • 04 Filosofi Pend Kejuruan
    04 Filosofi Pend Kejuruan
    Dokumen10 halaman
    04 Filosofi Pend Kejuruan
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Kimia Mesin P 4 Ikatan K
    Kimia Mesin P 4 Ikatan K
    Dokumen37 halaman
    Kimia Mesin P 4 Ikatan K
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat
  • Mesin Bubut
    Mesin Bubut
    Dokumen23 halaman
    Mesin Bubut
    Andi Baso Achmad Syarif
    Belum ada peringkat