Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penyakit malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan


dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.World Health
Organization (WHO), memperkirakan terdapat 300- 500 juta orang
terinfeksi malaria tiap tahunnya, dengan angka kematian berkisar 1,5 juta
sampai 2,7 juta pertahun. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan lebih
dari 90 negara, dan mengenai hampir 40% populasi dunia.Lebih dari 90%
kasus malaria di sebagian Sahara Afrika. (WHO, 2010)

Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di


Indonesia.Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana
Indonesia bagian timur masuk dalam startifikasi malaria tinggi, stratifikasi
sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera,
sedangkan di Jawa – Bali masuk dalam staritifikasi rendah, meskipun
masih terdapat desa dengan kasus malaria yang tinggi. (Infodatin, 2016)

Di Papua, malaria masih merupakan masalah utama bagi kesehatan


masyarakat, karena Papua merupakan daerah endemis tinggi. Menurut data
Dinas Kesehatan Provinsi Papua menyebutkan bahwa pada tahun 2010
lalu telah terjadi 142.238 kasus malaria, dan pada tahun 2011 terjadi
129.550 kasus malaria. (Arsin, 2012)

Dalam rencana strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2010-2014


pengendalian malaria merupakan salah satu penyakit yang ditargetkan
untuk menurunkan angka kesakitannya dari 2 menjadi 1 per 1.000
penduduk. Dari gambarantersebut angka kesakitan malaria (API) tahun
2009 adalah 1,85 per 1000 penduduk, sehingga masih harus dilakukan
upaya efektif untuk menurunkan angka kesakitan 0, 85 per 1000 penduduk

1
dalam waktu 4 tahun agar target rencana startegis kesehatan tahun 2014
tercapai. (Infodatin, 2016)

Beberapa upaya yang dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan


kematian akibat malaria, yaitu melalui program pemberantasan malaria
yang seperti contoh kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini,
pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vector yang
kesemuanya ditunjukan untuk memutuskan rantai penularan, tidak hanya
itu peran masyarakat dalam penanganan lingkungannya juga menjadi
faktor penentu kejadian malaria. (Ramdja, 2003)

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, menunjukkan bahwa


penduduk dengan deskripsi karakteristik tertentu memiliki prevalensi
malaria yang lebih tinggi dibandingkan penduduk pada kelompok lainnya.
Deskripsi karakteristik yang dimaksud adalah karakteristik berdasarkan
tempat tinggal, pekerjaan dan kelompok Usia. Masyarakat yang hidup di
pedesaan, berprofesi sebagai petani, nelayan dan buruh, dan kelompok
Usia 25-34 tahun memiliki prevalensi kasus malaria yang tinggi
dibandingkan lainnya. (Kementerian Kesehatan RI, 2016)

Berdasarkan hal tersebut maka kami menyusun laporan kasus


mengenai “Karakteristik Penderita malaria di Puskesmas Kotaraja”.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana karakteristik penderita malaria di Puskesmas Kotaraja?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita malariadi Puskesmas


Kotaraja.

2
1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui jumlah penderita malaria disetiap kelurahan yang


termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Kotaraja.

2. Mengetahui presentasi kunjungan penderita malaria di


Puskesmas Kotaraja berdasarkan jenis kelamin.

3. Mengetahui presentasi kunjungan penderita malaria di


Puskesmas Kotaraja berdasarkan usia.

4. Mengetahui presentasi kunjunganpenderita malariadi


Puskesmas Kotaraja berdasarkan jenis plasmodium.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Memberi informasi kepada Dinas Kesehatan Kota mengenai


manajemen penderita malaria di Puskesmas Kotaraja
2. Laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai informasi,
perbandingan, serta referensi bagi kelompok selanjutnya.
3. Sebagai syarat untuk menyelesaikan bagian Kepaniteraan Klinik
Madya (KKM) di SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) RSUD
Dok 2 Jayapura.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang


disebabkan oleh protozoa genus plasmodium dengan manifestasi klinis
berupa demam, anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan, menurut ahli
lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang
disebabkan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai
dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah dengan gejala demam,
menggigil, anemia dan pembesaran limpa.(Harijanto, 2010)

2.2. EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang berisiko


tertular malaria.Dari 497 Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia saat ini,
54% masih merupakan wilayah endemis malaria. Secara nasional kasus
malaria tahun 2005-2011, berdasarkan laporan rutin, cenderung menurun
yaitu sebesar 4,10‰ (tahun 2005) menjadi 1,38‰ (tahun 2013). Namun
begitu, di daerah endemis tinggi angka API masih sangat tinggi
dibandingkan angka nasional, sedangkan di daerah endemis rendah sering
terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) sebagai akibat adanya kasus import.
Pada tahun 2010 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah 432
kasus. (Depertemen Kesehatan RI, 2014)

Di Indonesia, tingginya kasus malaria dan KLB malaria sangat


berkaitan erat dengan hal-hal sebagai berikut: (Depertemen Kesehatan RI,
2014)

 Adanya perubahan lingkungan yang berakibat meluasnya tempat


perindukan nyamuk penular malaria;

4
 Mobilitas penduduk yang cukup tinggi;
 Perubahan iklim yang menyebabkan musim hujan lebih panjang dari
musim kemarau;
 Krisis ekonomi yang berkepanjangan, berdampak pada masyarakat di
daerah tertentu, mengalami gizi buruk sehingga lebih rentan untuk
terserang malaria;
 Tidak efektifnya pengobatan karena terjadi resisten klorokuin dan
meluasnya daerah resisten, serta
 Menurunnya perhatian dan kepedulian pemerintah dan masyarakat
terhadap upaya pengendalian malaria secara terpadu.

Daerah dengan kasus malaria tinggi dilaporkan dari Kawasan Timur


Indonesia (provinsi Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku
dan Maluku Utara). Di kawasan lain juga dilaporkan masih cukup tinggi
antara lain di provinsi Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimanatan Tengah,
Lampung, dan Sulawesi Tengah. (Hakim, 2011)

Gambar 2.1
Peta Distribusi Penderita Malaria (Global)

Kejadian luar biasa (KLB) ditandai dengan peningkatan kasus yang


disebabkan adanya peningkatan populasi vektor sehingga transmisi
malaria meningkat dan jumlah kesakitan malaria juga meningkat.Sebelum

5
peningkatan populasivektor, selalu didahului perubahan lingkungan yang
berkaitan dengan tempat perindukan potensial seperti luas perairan,flora
serta karakteristik lingkungan yang mengakibatkan meningkatnya
kepadatan larva. Untuk mencegahKLB malaria, maka peningkatan vektor
perlu diketahui melalui pengamatan yang terus menerus (surveilans).
(Hakim, 2011)

Gambar 2.2
Peta Endemisitas Malaria di Indonesia Tahun 2011

2.3. ETIOLOGI

Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya


melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.Penyebab penyakit malaria
adalah genus Plasmodia famili Plasmodiidae.Malaria adalah salah satu
masalah kesehatan penting di dunia.Secara umum ada 4 jenis malaria,
yaitu tropika, tertiana, ovale dan quartana.Di dunia ada lebih dari 1 juta
meninggal setiap tahun. (Arsin, 2012)

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat


intraseluler dari genus Plasmodium.Penyakit ini secara alami ditularkan

6
oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.Penyakit malaria ini dapat
menyerang siapa saja terutama penduduk yang tinggal di daerah dimana
tempat tersebut merupakan tempat yang sesuaidengan kebutuhan nyamuk
untuk berkembang. (Arsin, 2012)

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkanoleh parasit


(Plasmodium) yang ditularkan oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi (vector
borne disease).Malariapada manusia dapat disebabkan oleh P. malariae,
P. vivax,danP. ovale. Pada tubuh manusia, parasit membelah diridan
bertambah banyak di dalam hati dan kemudian menginfeksi sel darah
merah. (Arsin, 2012)

2.3.1. Vektor

Nyamuk termasuk dalam Phylum Arthropoda; ordo Diptera;


kelas Hexapoda; famili Culicidae; subfamili Anopheline; genus
Anopheles. (Arsin, 2012)

Diketahui lebih dari 422 spesies Anopheles di duniadan


sekitar 60 spesies berperan sebagai vektor malaria yang alami.Di
Indonesia hanya ada 80 spesies dan 22 diantaranya ditetapkan
menjadi vektor malaria.18 spesies dikonfirmasi sebagai vektor
malaria dan 4 spesies diduga berperan dalam penularan malaria di
Indonesia.Nyamuk tersebut hidup di daerah tertentu dengan
kondisi habitat lingkungan yang spesifik seperti daerah pantai,
rawa-rawa, persawahan, hutan dan pegunungan.Nyamuk
Anopheles dewasa adalah vektor penyebab malaria.Nyamuk
betina dapat bertahan hidup selama sebulan. (Arsin, 2012)

2.3.1.1. Telur

Nyamuk betina meletakkan telurnya sebanyak 50 –


200 butir sekali bertelur.Telur-telur itu diletakkan di
dalam air dan mengapung di tepi air. Telur tersebut

7
tidak dapat bertahan di tempat yang kering dan dalam 2
– 3 hari akan menetas menjadi larva. (Arsin, 2012)

2.3.1.2. Larva

Larva nyamuk memiliki kepala dan mulut yang


digunakan untuk mencari makan, sebuah toraks dan
sebuah perut.Mereka belum memiliki kaki.Dalam
perbedaan nyamuk lainnya, larva Anopheles tidak
mempunyai saluran pernafasan dan untuk posisi badan
mereka sendiri sejajar dipermukaan air. (Arsin, 2012)

Larva bernafas dengan lubang angin pada perut


danoleh karena itu harus berada di
permukaan.Kebanyakan larva memerlukan makan pada
alga, bakteri, dan mikroorganisme lainnya di
permukaan.Mereka hanya menyelam di bawah
permukaan ketika terganggu.Larva berenang tiap
tersentak pada seluruh badan atau bergerak terus
dengan mulut. (Arsin, 2012)

Larva berkembang melalui 4 tahap atau stadium,


setelah larva mengalami metamorfisis menjadi
kepompong.Disetiap akhir stadium larva berganti kulit,
larva mengeluarkan exokeleton atau kulit ke
pertumbuhan lebih lanjut. (Arsin, 2012)

Habitat larva ditemukan di daerah yang luas tetapi


kebanyakan spesies lebih suka di air bersih. Larva pada
nyamuk Anopheles ditemukan di air bersih atau air
payau yang memiliki kadar garam, rawa bakau, di
sawah, selokan yang ditumbuhi rumput, pinggir sungai
dan kali, dan genangan air hujan. Banyak spesies lebih
suka hidup di habitat dengan tumbuhan.Habitat lainnya
lebih suka sendiri.Beberapa jenis lebih suka di alam

8
terbuka, genangan air yang terkena sinar matahari.
(Arsin, 2012)

2.3.1.3. Kepompong

Kepompong terdapat dalam air dan


tidakmemerlukan makanan tetapi memerlukan
udara.Padakepompong belum ada perbedaan antara
jantan dan betina.Kepompong menetas dalam 1 – 2 hari
menjadi nyamuk,dan pada umumnya nyamuk jantan
lebih dulu menetasdaripada nyamuk betina.Lamanya
dari telur berubahmenjadi nyamuk dewasa bervariasi
tergantung spesiesnyadan dipengaruhi oleh panasnya
suhu.Nyamuk bias berkembang dari telur ke nyamuk
dewasa paling sedikitmembutuhkan waktu 10 – 14hari.
(Arsin, 2012)

2.3.1.4. Nyamuk Dewasa

Semua nyamuk, khususnya Anopheles


dewasamemiliki tubuh yang kecil dengan 3 bagian:
kepala, toraks dan abdomen (perut). Kepala nyamuk
berfungsi untukmemperoleh informasi dan untuk
makan.Pada kepalaterdapat mata dan sepasang antena.
Antena nyamuk sangat penting untuk mendeteksi bau
host dari tempat perindukandimana nyamuk betina
meletakkan telurnya.Nyamuk Anopheles dapat
dibedakan dari nyamuklainnya, dimana hidungnya
lebih panjang dan adanya sisikhitam dan putih pada
sayapnya. (Arsin, 2012)

2.3.2. Karakteristik Parasit Plasmodium

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium,


pada manusia terdapat 4 spesies yaitu P.falcifarum, P.vivax, P.

9
malariae, P.ovale.P.facifarummenyebabkan infeksi paling berat
dan angka kematian tertinggi. (Arsin, 2012)

Morfologi plasmodium pada manusia di dalamdarah


memiliki sitoplasma dengan bentuk tidak teraturpada berbagai
stadium pertumbuhan dan mengandungkromatin, pigmen serta
granula.Pigmen malaria ialah suatukomplek yang terdiri dari
protein yang telah di denaturasi,yaitu hamozoin atau hamatin,
suatu hasil metabolism parasit dengan bahan-bahan dari
eritrosit.Pigmen ini tidakada pada parasit eksoerotrositik yang
terdapat dalam selhati.Gametosit dapat dibedakan dari tropozoit
tua karenasitoplasma lebih padat, tidak ada pembelahan
kromatindan pigmen yang tersebar dibagian tepi. (Arsin, 2012)

2.3.2.1. Plasmodium vivax

Eritrosit yang dihinggapi P. vivax membesar dan


menjadi pucat, karena kekurangan hemoglobin. P.vivax
mempunyai afinitas yang besar terhadap retikulosit,
sehingga pembesarannya pun tampak lebih nyata dari
padasebenarnya. Trofozoit muda tampak sebagai cincin
denganinti pada satu sisi, sehingga merupakan cincin
stempel. (Arsin, 2012)

Bila trofozoit tumbuh maka bentuknya menjadi


tidak teratur, berpigmen halus dan menunjukkan
gerakan ameboid yang jelas. Setelah 36 jam mengisi
lebih dari setengah sel darah merah yang membesar,
intinya membelah dan menjadi skizon. Gerakannya
menjadi kurang, mengisi hampir seluruh sel yang
membengkak dan mengandung pigen yang tertimbun di
dalam sitoplasma. Setelah 48 jam skizon mencapai
ukuran maksimal 8–10 mikron dan mengalami
segmentasi. Pigmen berkumpul dipinggir, inti yang

10
membelah dengan bagian-bagian sitoplasma
membentuk 16–18 sel berbentuk bulat atau lonjong,
berdiameter 1.5–2 mikron yang disebut merozoit.
(Arsin, 2012)

Gametosit berbentuk lonjong, hampir mengisi


seluruheritrosit. Mikro gametosit mempunyai inti besar
yangberwarna merah muda pucat dan sitoplasma
berwarnabiru pucat. Makro gametosit mempunyai
sitoplasma yangberwarna lebih biru dengan inti yang
padat berwarna merah dan letaknya biasanya di bagian
pinggir parasit. Dengan pewarnaan, butir-butir halus
bulat, uniform, berwarna merah muda atau kemerah-
merahan sering tampak didalam sel darah merah yang
di infeksi oleh P. vivax. (Arsin, 2012)

2.3.2.2. Plasmodium malariae

Plasmodium malariae mempunyai ukuran yang


lebihkecil, kurang aktif, jumlahnya lebih kecil dan
memerlukan lebih sedikit hemoglobin dibandingkan
dengan P.vivax hanya sitoplasmanya lebih biru dan
parasitnya lebih kecil, lebih teratur dan lebih padat.
(Arsin, 2012)

Trofozoit yang sedang tumbuh mempunyai butir


butir-pigmen yang kasar dan berwarna tengguli tua
atauhitam. Parasit ini dapat berbentuk pita yang
melintang pada sel darah merah, bentuk kromatin
seperti benang dan kadang-kadang vakuol. Pigmen
kasar berkumpul di pinggir parasit, dalam waktu 72 jam
skizon menjadi matang dan bersegmentasi, hampir
mengisi seluruh sel darah merah yang tidak membesar.
Parasit dikelilingi oleh 8–10 merozoit lonjong, masing-

11
masing dengan kromatin berwarna merah dan
sitoplasma biru. Di dalam sel darah merah yang
mengandung P. malariae butir-butir kecil merah muda
kadang-kadang tampak (titik Zeiman).Gemotosit mirip
gametosit P.vivax tetapi lebih kecil dan pigmennya
lebih sedikit. (Arsin, 2012)

2.3.2.3. Plasmodium falciparum

Plasmodium falcifarum berbeda dengan


Plasmodium lain manusia. Hanya ditemukan bentuk-
bentuk cincin dan gemotosit dalam darah tepi, kecuali
pada infeksi berat. Skizogoni terjadi dalam kapiler alat-
alat dalam, juga didalam jantung, dan hanya beberapa
skizon terdapat didalam darah tepi. Sel darah merah
yang terinfeksi tidak membesar, infeksi multipel di
dalam sel darah merah sangat khas. Dengan adanya
bentuk-bentuk cincin halus yang khas, sering kali
dengan titik kromatin rangkap, walaupun tidakada
gametosit, kadang-kadang cukup untuk identifikasi
spesies ini. Dua titik kromatin (nucleus) sering
dijumpai pada bentuk cincin P. falcifarum, sedang pada
P. vivax dan P. malariae hanya kadang- kadang. (Arsin,
2012)

Bentuk skizon lonjong atau bulat, jarang sekali


ditemukan di dalam darah tepi. Skizon ini menyerupai
skizon P. vivax, tetapi tidak mengisi seluruh eritrosit.
Skizon matang biasanya mengandung 16–20 merozit
kecil. Gemotosit yang muda mempunyai bentuk
lonjong sehingga memanjangkan dinding sel darah
merah, setelah mencapai perkembangan akhir parasit
menjadi berbentuk pisang yang khas yang disebut juga
bentuk sabit. Di dalam seldarah merah yang dihinggapi

12
P. falcifarum sering tampakpresipitat sitoplasma yang
disebut titik Maurer. Titik-titik ini tampak sebagai
bercak-bercak merah yang bentuknya tidak teratur,
sebagai kepingan-kepingan atau batang-batang didalam
sitoplasma. (Arsin, 2012)

2.3.2.4. Plasmodium ovale

P. ovale merupakan parasit manusia yang jarang


terdapat dan dalam berbagai hal mirip dengan P. vivax.
Sel darah merah yang dihinggapi sedikit membesar,
berbentuk lonjong, mempunyai titik- titik Scuffner kasar
pada stadium dini. (Arsin, 2012)

Sel darah merah dengan bentuk yang lonjong dan


bergigi pada satu ujungnya, adalah khas untuk
membuat diagnosis spesies P. ovale. Pigmen tersebar
diseluruh parasit yang sedang tumbuh, sebagai butir-
butir tengguli dan mempunyai corak jelas. Pada skizon
matangyang hampir seluruh eritrosit, pigmen ini
terletak ditengah-tengah P.ovale menyerupai
P.malariae pada bentuk skizon muda dan tropozoit
yang sedang tumbuh, walaupun initidak membentuk
pita. Skizon matang mempunyai pigmen padat dan
biasanya mengandung 8 merozoit. Pada sediaan darah
tebal sangat sukar untuk membedakan P. Ovale dengan
P. malariae kecuali bila titik-titik Scufner tampak
sebagai zona merah. (Arsin, 2012)

2.3.3. Siklus Hidup Plasmodium

Spesies Plasmodium pada manusia, yaitu: Plasmodium


falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium
malariae. Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia
adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax,

13
sedaangkan Plasmodium malariae dapat ditemukan di beberapa
provinsi, antara lain: Lampung, NTT, dan Papua. Plasmodium
ovale pernah ditemukan di NTT dan Papua.Parasit Plasmodium
memerlukan manusia dan nyamuk Anopheles betina (lihat
gambar). (Arsin, 2012)

2.3.3.1. Siklus Pada Manusia

Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap


darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar air
liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah
selama kurang lebih ½ jam. Setelah itu sporozoit akan
masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati.
Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri
dari 10,000 – 30,000 merozoit hati. (Arsin, 2012)

Siklus ini disebut siklus ekso-eritositer yang


berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian
tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi
skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang
disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di
dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun,
akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps.
(Arsin, 2012)

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah


akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel
darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut
berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8 –
30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses
perkembangan aseksual ini disebut skizogoni.
Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan

14
merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah
lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. (Arsin,
2012)

Setelah 2 – 3 siklus skizogoni darah, sebagian


merozoit akan menginfeksi sel darah merah dan
membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan
betina). (Arsin, 2012)

2.3.3.2. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah


yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk,
gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi
zigot.Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar
nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya
menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap
ditularkan ke manusia. (Arsin, 2012)

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit


masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan
demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies
Plasmodium. Masa prepaten adalah rentang waktu sejenak
sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah
dengan pemeriksaan mikroskopik. (Arsin, 2012)

Plasmodium Masa Inkubasi (hari)


Plasmodium falciparum 9 – 14 (12)
Plasmodium vivax 12 – 17 (15)
Plasmodium ovale 16 – 18 (17)
Plasmodium malariae 18 – 40 (28)

Tabel 2.1
Masa Inkubasi Penyakit Malaria

15
Gambar 2.3
Siklus Hidup Plasmodium

2.4. PATOGENESIS

Parasit malaria (plasmodium) mempunyai dua siklus daur hidup, yaitu


pada tubuh manusia dan didalam tubuh nyamuk Anopheles betina Pada
waktu nyamuk Anopheles spp yang terinfeksi menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles masuk
kedalam aliran darah selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu sporozoit
menuju ke hati dan menembus hepatosit, dan menjadi tropozoit. Kemudian
berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000
merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eritrositik yang berlangsung selama
9-16 hari. (Setiati, 2014)

Pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae siklus


skizogoni berlangsung lebih cepat sedangkan Plasmodium vivax dan
Plasmodium ovale siklus ada yang cepat dan ada yang lambat. Sebagian
tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, akan tetapi ada
yang menjadi bentuk dorman yang disebut bentuk hipnozoit. Bentuk

16
hipnozoit dapat tinggal didalam sel hati selama berbulan-bulan bahkan
sampai bertahun-tahun yang pada suatu saat bila penderita mengalami
penurunan imunitas tubuh, maka parasit menjadi aktif sehingga
menimbulkan kekambuhan. (Setiati, 2014)

Apabila nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung


gematosit, didalam tubuh nyamuk gematosit akan membesar ukurannya
dan meninggalkan eritrosit. Pada tahap gematogenesis ini, mikrogame
takan mengalami eksflagelasi dan diikuti fertilasi makrogametosit.
Sesudah terbentuknya ookinet, parasit menembus dinding sel midgut,
dimana parasit berkembang menjadi ookista. Setelah ookista pecah,
sporozoit akan memasuki homokel dan pindah menuju kelenjar ludah.
Dengan kemampuan bergeraknya, sporozoit infektif segera menginvasi
sel-sel dan keluar dari kelenjar ludah. (Setiati, 2014)

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk kedalam


tubuh sampai timbulnya gejala klinis berupa demam. Lama masa inkubasi
bervariasi tergantung spesies Plasmodium. Masa prapaten adalah rentang
waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah
dengan pemeriksaan mikroskopik. (Setiati, 2014)

2.5. KLASIFIKASI

2.5.1. Malaria Asimptomatik

Malaria asimptomatik ialah penderita malaria dengan


ditemukannya parasit malaria pada pemeriksaan darah dan
penderita tidak ada gejala/keluhan. Penderita ini biasanya
ditemukan pada waktu surveilens dan dijumpai pada orang yang
tinggal di daerah hiperendemik. Penderita ini dengan imunitas
yang tinggi sehingga adanya parasit dalam darahnya tidak
memberi gejala. Bila dijumpai kasus seperti ini penderita harus
tetap diberikan obat anti-malaria. (Setiati, 2014)

17
2.5.2. Malaria Tanpa Komplikasi

Malaria tanpa komplikasi ialah ditemukannya parasit bentuk


aseksual dari seseorang penderita disertai dengan gejala-gejala
klinis malaria tetapi pada penderita ini tidak ditemukan tanda-
tanda komplikasi. (Setiati, 2014)

2.5.3. Malaria Berat

Malaria berat ialah ditemukannya parasit bentuk aseksual dari


seseorang penderita disertai dengan gejala-gejala klinis malaria
dan pada penderita ini ditemukan tanda-tanda komplikasi.
Komplikasi malaria disebabkan oleh Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, dan Plasmodium knowlesi.

Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan


sering terjadi pada pendatang/traveller dan ibu hamil. Komplikasi
terjadi 5-10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di
rumah sakit dan 20% nya merupakan kasus yang fatal. (Setiati,
2014)

2.5.4. Malaria Kondisi Khusus

2.5.4.1. Malaria Pada Kehamilan

Malaria pada ibu hamil lebih sering dijumpai pada


kehamilan trisemester I dan II serta pada saat 40 hari
setelah melahirkan (masa Nifas/Puerperium) pada
daerah mesoendemik dan hipoendemik. Hal ini
disebabkan karena penurunan imunitas selama
kehamilan.yang menyebabkan mudahnya terjadi infeksi
pada ibu hamil. (Setiati, 2014)

2.5.4.2. Malaria Pada Pelancong

Umumnya pada pelancong yang belum memiliki


kekebalan (non-immune) pada parasit malaria, dari

18
daerah yang tidak ada infeksi malaria, ataupun
kelompok dengan imunitas rendah dari daerah endemik
yang transmisinya rendah. Kelompok ini berisiko
terinfeksi malaria dan bila kembali ke daerah asalnya
sering tidak terdeteksi karena tenaga dokter sering tidak
terbiasa/berpengalaman dalam deteksi malaria sehingga
sering terlambat diagnosis ataupun tidak tersedianya
sarana serta kesulitan dalam ketersediaan obat-obat anti
malaria. (Setiati, 2014)

2.6. MANIFESTASI KLINIS

Dalam tahapan siklus plasmodium gambaran anatomik dan klinis yang


khas pada malaria berkaitan dengan keadaan-keadaan sebagai berikut:
(Hakim, 2011)

1. Merozoit baru dalam jumlah besar dibebaskan dari Sel Darah Merah
(SDM) pada interval sekitar 48 jam untuk P.vivax, P.ovale, dan P.
falciparum;72 jam untuk P. malariae,gejala klinis berupa menggigil
dan demam bersamaan dengan pembebasan ini.
2. Parasit menghancurkan sejumlah besar SDM sehingga terjadi anemia
hemolitik.
3. Suatu pigmen malaria cokelat yang khas, mungkin turunan Hb yang
identik dengan hematin, dibebaskan dari SDM yang pecah bersama
dengan merozoit. Pigmen ini menyebabkan perubahan warna pada
limpa, hati, kelenjar getah bening, dan sumsum tulang.

Aktivasi mekanisme pertahanan fagositik oleh pejamu menyebabkan


hiperplasia sistem fagosit mononukleus di seluruh tubuh, yang tercermin
pada splenomegali masif. Walaupun jarang, hati juga dapat
membesar.(Hakim, 2011)

19
2.7. DIAGNOSIS

Manifestasi klinis malaria dapat berupa malaria tanpa komplikasi dan


malaria berat. Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang laboratorium. (Depertemen
Kesehatan RI, 2014)

Diagnosa malaria diperlukan dalam pengobatan penderita malaria,


karena itu kemampuan teknis dalam diagnosis malaria yang tepat sangat
penting untuk menentukan langkah selanjutnya dalam pengobatan
penderita malaria penderita lain. Diagnosis yang benar dan cepat, selain
bisa dengan cepat mengobati penderita juga akan bisa mengurangi bahkan
menghentikan penularan lanjut kepada orang lain. (Depertemen Kesehatan
RI, 2014)

Diagnosis malaria, secara umum terdiri dari diagnosis berdasarkan


gejala klinis serta diagnosis berdasarkan pemeriksaan secara laboratorium.
Diganosis malaria klinis atau clinical presumptive diagnosis adalah
diagnosa malaria berdasarkan pada pemeriksaan penderita secara klinis,
pada umumnya terdiri dari pemeriksaan gejala demam (berkala), panas,
tingkat kesadaran, pusing, dll gejaja khas malaria yang sering kali tidak
sama antara satu daerah dengan daerah lainnya. (Depertemen Kesehatan RI,
2014)

Pengalaman tenaga medis yang melakukan diagnosa sangat


menentukan tepat atau tidaknya diagnosa, sehingga diagnosis klinis tidak
bisa dijadikan acuan utama dalam pengobatan malaria sebab tingkat
kesalahannya cukup tinggi. (Depertemen Kesehatan RI, 2014)

2.7.1. Anamnesis

Gejala demam tergantung jenis malaria. Sifat demam akut


(paroksismal) yang didahului oleh stadium dingin (menggigil)
diikuti demam tinggi kemudian berkeringat banyak. Gejala klasik
ini biasanya ditemukan pada penderita non imun (berasal dari
daerah non endemis). (Hakim, 2011)

20
Selain gejala klasik diatas, dapat ditemukan gejala lain seperti
nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot.
Gejala tersebut biasanya terdapat pada orang-orang yang tinggal
di daerah endemis (imun). Setiap penderita dengan keluhan
demam atau riwayat demam harus selalu ditanyakan riwayat
kunjungan ke daerah endemis malaria. Pada anamnesis sangat
penting diperhatikan: (Hakim, 2011)

 Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat


disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau
pegal-pegal.
 Riwayat berkunjung dan bermalam 1 – 4 minggu yang lalu ke
daerah endemik malaria.
 Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
 Riwayat sakit malaria.
 Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
 Riwayat mendapat transfusi darah.

Jika tidak ditangani segera dapat menjadi malaria berat yang


menyebabkan kematian. Selain hal-haldi atas, pada penderita
malaria berat, dapat ditemukan keadaan di bawah ini: (Hakim,
2011)

 Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat


 Keadaan umum yang lemah
 Kejang-kejang
 Panas tinggi
 Mata atau tubuh kuning
 Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
 Nafas cepat dan atau sesak nafas
 Muntah terus menerus
 Dan tidak dapat makan minum
 Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman

21
 Jumlah air seni kurang (oliguria) bahkan sampai tidak ada
(anuria)
 Telapak tangan sangat pucat

2.7.2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dengan kasus terduga malaria, dapat


ditemui keadaan-keadaan sebagai berikut: (Hakim, 2011)

 Demam (pengukuran dengan thermometer ≥37,5 °C)


 Konjungtiva atau telapak tangan pucat
 Splenomegali
 Hepatomegali

Untuk memastikan diagnosis untuk kasus malaria berat jika


ditemukan Plasmodium falcifarum atau Plasmodium vivax
stadium aseksual atau RDT positif ditambah satu atau beberapa
keadaan di bawah ini: (Hakim, 2011)

 Gangguan kesadaran atau koma


 Kelemahan otot (tak 22ias duduk/berjalan tanpa bantuan)
 Tidak bisa makan dan minum
 Kejang berulang lebih dari dua episode dalam 24 jam
 Sesak napas, Respiratory Distress ( pernafasan asidosis)
 Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg (pada
anak: < 50 mmHg)
 Ikterus disertai adanya disfungsi organ vital
 Black Water Fever
 Perdarahan spontan
 Edema Paru (secara radiologi)

Penderita tersangka malaria berat perlu segera dirujuk untuk


mendapat kepastian diagnosis secara mikroskopik dan
penanganan yang lebih lanjut. (Hakim, 2011)

22
2.7.3. Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis berdasarkan pemeriksaan laboratorium, awalnya


hanya berdasarkan pemeriksaan sediaan darah tepi yang telah
diwarnai dan diperiksa dibawah mikroskop. Tujuannya untuk
mengetahui keberadaan parasit Plasmodium, menentukan
spesiesnya serta menghitung kepadatannya. Tapi dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pemeriksaan
laboratorium bukan hanya berdasarkan pemeriksaan mikroskopis,
tapi lebih jauh lagi dilakukan dengan pemeriksaan keberadaan
antibodi anti parasit Plasmodium yang berdasarkan deteksi
enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) melalui
pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) juga pemeriksaan
keberadaan DNA parasitnya. (Hakim, 2011)

Pemeriksaan Polymerase Chain Reactions (PCR) adalah


suatu pemeriksaan parasit malaria secara molekuler terhadap
rantai DNA. PCR saat ini digunakan dalam penelitian dan dapat
digunakan untuk diagnosis malaria apabila jumlah parasit berada
di bawah ambang mikroskop (yaitu pasien diduga malaria tapi
tidak terdeteksi pada pemeriksaan mikroskop), bisa dikonfirmasi
dengan menggunakan PCR. (Hakim, 2011)

Sekarang ini sudah bisa dilakukan pemeriksaan secara cepat


menggunakan rapid diagnostic test (RDT) untuk mendeteksi
keberadaan antibodi anti parasit Plasmodium yang bisa dilakukan
secara cepat di lapangan. Mekanisme kerja tes ini berdasarkan
deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda
imunokromatografi. (Hakim, 2011)

Sebelum menggunakan RDT perlu dibaca petunjuk


penggunaan dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan RDT
bersifat kualitatif, tidak dapat digunakan untuk pemantauan
pengobatan. Kebijakan penggunaan RDT, yaitu: (Hakim, 2011)

23
 Pada puskesmas terpencil di daerah endemis, yang belum
dilengkapi dengan mikroskop atau sarana laboratorium, di
Pustu, Polindes dan Poskesdes.
 Pada kondisi kegawatdaruratan pasien yang memerlukan
penatalaksanaan dengan segera (hanya untuk diagnosis awal).
 Pada daerah dengan KLB malaria dan bencana alam di
daerah endemis malaria yang belum dilengkapi fasilitas
laboratorium malaria.

Pemeriksaan diagnostik secara cepat ditujukan untuk


mendeteksi adanya antigen atau produk parasit yang dihasilkan
oleh keempat spesies Plasmodium. Antigen yang dipakai sebagai
target adalah: (Hakim, 2011)

 HRP II (Histidin Rich Protein), adalah antigen yang disekresi


ke sirkulasi darah kasus oleh stadium tropozoit dan gametosit
muda P.falciparum.
 PLDH (Pan Lactate Dehydrogenase), antigen yang
dihasilkan oleh keempat spesies plasmodium stadium seksual
dan aseksual. Antigen ini dapat membedakan spesies
P.falciparum dan P.vivax.
 Pan aldolase, adalah enzim yang dihasilkan keempat spesies
Plasmodium yang menginfeksi darah manusia.

Dari beberapa jenis pemeriksaan laboratorium, yang


dianggap paling baik sehingga dijadikan sebagai goal standard
pemeriksaan laboratorium malaria adalah pemeriksaan secara
mikroskopis karena pemeriksaan berdasarkan mikroskopis
mempunyai kelebihan yaitu bisa menentukan dengan tepat spesies
serta stadium parasit Plasmodium termasuk kepadatannya.
(Hakim, 2011)

Tapi kadangkala hasil pemeriksaan mikroskopis tidak dapat


dipercaya penuh sebagai dasar penegakan diagnosis terutama

24
pada penderita yang telah diberi pengobatan atau profilaksis,
karena obat anti malaria secara parsial dapat menyebabkan
berkurangnya jumlah parasit sehingga berada di bawah ambang
pemeriksaan mikroskop. (Hakim, 2011)

Ini mengakibatkan pada pewarnaan sediaan darah hanya


ditemukan sedikit parasit yang menggambarkan parasitemia yang
rendah padahal pasien sedang menderita malaria berat. Jumlah
parasit yang sedikit pada sediaan hapus darah juga bisa ditemui
pada fase awal atau relap. (Hakim, 2011)

Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di


Puskesmas/lapangan/ rumah sakit/laboratorium klinik untuk
menentukan: (Hakim, 2011)

 Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).


 Spesies dan stadium plasmodium
 Kepadatan parasit

Pemeriksaan parasit malaria berdasarkan mikroskopis, pada


umumnya dilakukan pada penderita dengan gejala klinis umum
malaria yaitu panas dan demam berkala. Dilakukan pada
spesimen darah yang diambil dari darah tepi, biasanya dari ujung
jari tangan atau jempol kaki. (Hakim, 2011)

Spesimen darah dibuat preparat pada slide glass dan dibuat


bentuk lingkaran dengan diameter 1 cm, setelah kering
selanjutnya diwarnai dengan Giemsa dengan pewarnaan cepat
atau lambat. Setelah dicuci dengan air yang mengalir, selanjutnya
diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 100
kali.Langkah-langkah pada pemeriksaan malaria secara
mikroskopis meliputi: (Hakim, 2011)

25
1. Penyiapan Alat dan Reagensia

Alat yang digunakan: mikroskop binokuler. Bahan yang


digunakan: Kaca sediaan/slide/objek glas, lenset steril, kapas
alkohol 70%, minyak imersi, larutan buffer pH 7.2, Giemsa
stok. Giemsa stok harus selalu dilakukan pengujian mutu
secara rutin untuk memastikan kualitasnya.Larutan Giemsa
yang dibuat adalah 3% dan harus selalu dibuat baru bila ada
pemeriksaan. (Hakim, 2011)

2. Pembuatan sediaan darah

Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah dari ujung


jari. Sediaan darah malaria yang dibuat adalah sediaan darah
tebal dengan diameter 1-1,5 cm dan sediaan darah tipis yang
berbentuk seperti ujung lidah. (Hakim, 2011)

3. Pembacaan sediaan darah (identifikasi)

Pembacaan sediaan darah meliputi identifikasi spesies


dan stadium parasit malaria.Spesies yang diidentifikasi
meliputi Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Stadium
parasit malaria yang ada di dalam sel darah merah yang
terinfeksi yaitu: stadium trofozoit, stadium skizon, dan
stadium gametosit. (Hakim, 2011)

Dianjurkan untuk membuat sediaan darah tipis untuk melihat


morfologi parasit dalam menentukan spesiesnya dan tebal untuk
menentukan kepadatannya. Pemeriksaan dilakukan paling sedikit
200 sampai 300 lapangan pandang dengan minyak emersi atau
anisol sebelum menyimpulkan negatif, serta dilakukan
pemeriksaan ulang 36 jam kemudian. (Hakim, 2011)

Pada kasus malaria berat, dapat ditemukan gambaran klinis


dari hasil laboratorium sebagai berikut: (Hakim, 2011)

26
 Hipoglikemi: gula darah < 40 mg%.
 Asidemia (pH:< 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15
mmol/L).
 Anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokrit <15%)
 Hemoglobinuri
 Hiperparasitemia (di daerah endemis rendah : >2 % atau
>100.000 parasit/uL; daerah endemis tinggi :> 5% atau
>250.000 parasit/ uL).
 Hiperlaktatemia (laktat > 5 ugr/L)
 Gagal ginjal akut (urin < 0,5 ml/kgBB/jam dalam 6 jam)

2.8. DIAGNOSIS BANDING

Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang


juga dijumpai pada hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus
pada sistem respiratorius, influenza, bruselosis, demam tifoid, demam
dengue, dan infeksi bakteri lainnya seperti pneumonia, infeksi saluran
kemih, dan tuberkulosis.

Pada malaria berat diagnosis banding tergantung pada manifestasi


malaria beratnya.Pada malaria dengan ikterus, diagnosis banding ialah
demam tifoid, hepatitis, kolesistitis, dan leptospirosis.Pada malaria
serebral harus dibedakan dengan infeksi otak lainnya seperti meningitis
dan ensefalitis.(Setiati, 2014)

2.9. PENATALAKSANAAN

Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian


ACT.Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan
mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan pemberian
ACT secara oral. Malaria berat diobati dengan injeksi Artesunat atau
Artemeter dilanjutkan dengan ACT oral. Disamping itu diberikan

27
primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal. (Depertemen Kesehatan
RI, 2014)

2.9.1. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi

Malaria falsiparum dan Malaria vivaks

Pengobatan malaria falciparum dan vivaks saat ini


menggunakan ACT di tambah primakuin. Dosis ACT untuk
malaria falciparum sama dengan malaria vivaks 1 kali perhari
selama 3 hari, Primakuin untuk malaria falciparum hanya
diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kgBB, dan
untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg /kgBB.
Pengobatan malaria falciparum dan malaria vivaks adalah seperti
yang tertera di bawah ini: (Hakim, 2011)

Tabel 2.2
Pengobatan Malaria Falciparum Menurut Berat Badan
(DHP Dan Primakuin)

28
Tabel 2.3
Pengobatan Malaria Vivaks Menurut Berat Badan Dengan
(DHP dan Primakuin)

Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan,


apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka
pemberian obat dapat berdasarkan kelompok Usia. (Hakim, 2011)

Tabel 2.4
Pengobatan Malaria Falsiparum Menurut Berat Badan
(Artesunat +Amodiakuin dan Primakuin)

29
Tabel 2.5
Pengobatan Malaria Vivaks Menurut Berat Badan
(Artesunat +Amodiakuin dan Primakuin)

Pengobatan Malaria Vivaks Relaps

Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan


dengan regimen ACT yang sama tapi dosis Primakuin
ditingkatkan menjadi 0.5 mg/kgBB/hari. (Hakim, 2011)

Pengobatan Malaria Ovale

Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu


DHP atau kombinasi Artesunat + Amodiakuin. Dosis pemberian
obatnya sama dengan untuk malaria vivaks yaitu 1 kali perhari
selama 3 hari. (Hakim, 2011)

Pengobatan Malaria Malariae

Pengobatan P. malariae yaitu diberikan ACT 1 kali perhari


selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria
lainnya hanya tidak diberikan primakuin.(Hakim, 2011)

Pengobatan Infeksi Malaria Campuran (P. falciparum + P.


vivax/P. ovale)

Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama


3 hari serta primakuin dengan dosis 0.25 mg/kgBB/hari selama 14
hari. (Hakim, 2011)

30
Tabel 2.6
Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. ovale
(DHP + Primakuin)

Tabel 2.7
Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P.Vivax/P.ovale
(Artesunat + Amodiaquin dan Primakuin)

Dosis obat:

 Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb


 Artesunat = 4 mg/kgbb.

Catatan:

 Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan,


apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka
pemberian obat dapat berdasarkan kelompok Usia

31
 Apabila ada ketidaksesuaian antara Usia dan berat badan
(pada tabel pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah
berdasarkan berat badan.
 Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat
badan ideal.
 ACT tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester 1 dan
Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

2.9.2. Pengobatan Malaria Pada Ibu Hamil

Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama


dengan pengobatan pada orang dewasa lainnya, perbedaan adalah
pada pemberian obat malaria berdasarkan Usia kehamilan. Pada
ibu hamil tidak diberikan Primakuin. (Hakim, 2011)

Tabel 2.8
Pengobatan Malaria Falciparum Pada Ibu Hamil

Tabel 2.9
Pengobatan Malaria Vivaks Pada Ibu Hamil

32
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan
perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu
penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat
anti malaria.Dosis klindamisin 10 mg/kgBB diberikan 2 x sehari.
(Hakim, 2011)

2.9.3. Pengobatan Malaria Berat

Semua penderita malaria berat harus ditangani di Rumah


Sakit (RS) atau puskesmas perawatan. Bila fasilitas maupun
tenaga kurang memadai, misalnya jika dibutuhkan fasilitas
dialisis, maka penderita harus dirujuk ke RS dengan fasilitas yang
lebih lengkap. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan
ketepatan diagnosis serta pengobatan. (Arsin, 2012)

Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap,


pasien malaria berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih
lengkap.Sebelum dirujuk berikan artemeter intramuskular dosis
awal (3.2mg/kgbb). Sedangkan untuk pengobatan di Pusat
Pelayanan Kesehatan Primer maupun Sekunder (Puskesmas,
Klinik Kesehatan, dan Rumah Sakit) dapat diberikan artesunat
intravena sebagai pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat
diberikan artemeter intramuskular atau kina drip. (Arsin, 2012)

Kemasan Dan Cara Pemberian Artesunat

Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg


serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi
natrium bikarbonat 5%. Keduanya dicampur untuk membuat 1 ml
larutan sodium artesunat. Kemudian diencerkan dengan Dextrose
5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5 ml sehingga didapat konsentrasi
60 mg/6ml (10mg/ml). Obat diberikan secara bolus perlahan-
lahan. (Arsin, 2012)

33
Artesunat diberikan dengan dosis 2.4 mg/kgbb intravena
sebanyak 3 kali (jam ke 0, 12, 24). Selanjutnya diberikan 2.4
mg/kgBB intravena setiap 24 jam sehari sampai penderita mampu
minum obat. Contoh perhitungan dosis, yaitu sebagai berikut:
(Arsin, 2012)

 Penderita dengan BB : 50 kg.


 Dosis yang diperlukan : 2.4 mg x 50 = 120 mg

Penderita tersebut membutuhkan 2 vial artesunat perkali


pemberian.Bila penderita sudah dapat minum obat, maka
pengobatan dilanjutkan dengan regimen DHP atau ACT lainnya
(3 hari) + primakuin (sesuai dengan jenis plasmodiumnya).
(Arsin, 2012)

Kemasan Dan Cara Pemberian Artemeter

Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80


mg artemeter dalam larutan minyak. Artemeter diberikan dengan
dosis 3.2 mg/kgBB intramuskular. Pada hari berikutnya artemeter
diberikan 1.6 mg/kgBB intramuskular satu kali sehari sampai
penderita mampu minum obat. (Arsin, 2012)

Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan


dilanjutkan dengan regimen DHP atau ACT lainnya (3 hari) +
primakuin (sesuai dengan jenis plasmodiumnya). (Arsin, 2012)

Kemasan Dan Cara Pemberian Kina Drip

Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria


berat. Obat ini diberikan pada daerah yang tidak tersedia artesunat
intravena/artemeter intramuskular dan pada ibu hamil trimester
pertama. Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina
dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi 500 mg / 2 ml. Cara
pemberian kina pada orang dewasa, yaitu sebagai berikut: (Arsin,
2012)

34
1. Loading dose: 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml
(hati-hati overload cairan) dextrose 5% atau NaCl 0.9%
diberikan selama 4 jam pertama.
2. 4 jam kedua hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl
0.9%.
3. 4 jam berikutnya berikan kina dengan dosis rumatan 10
mg/kgbb dalam larutan 500 ml (hati-hati overload cairan)
dekstrose 5 % atau NaCl.
4. 4 jam selanjutnya, hanya diberikan cairan Dextrose 5% atau
NaCl 0.9%.
5. Setelah itu diberikan lagi dosis rumatan seperti diatas sampai
penderita dapat minum kina per-oral.
6. Bila sudah dapat minum obat pemberian kina iv diganti
dengan kina tablet per-oral dengan dosis 10 mg/kgBB/kali
diberikan tiap 8 jam. Kina oral diberikan bersama doksisiklin
atau tetrasiklin pada orang dewasa atau klindamisin pada ibu
hamil. Dosis total kina selama 7 hari dihitung sejak
pemberian kina perinfus yang pertama.

Sedangkan pada anak-anak, pemberian kina meliputi kina


HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgBB (bila Usia<2 bulan
berikan 6 – 8 mg/kgBB) diencerkan dengan Dekstrosa 5% atau
NaCl 0.9% sebanyak 5 – 10 cc/kgBB diberikan selama 4 jam,
diulang setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat. Perlu
diperhatikan: (Arsin, 2012)

 Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena


toksik bagi jantung dan dapat menimbulkan kematian.
 Dosis kina maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.

35
2.9.4. Pengobatan Malaria Berat Pada Ibu Hamil

Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil dilakukan dengan


memberikan kina HCl drip intravena pada trimester 1 dan
artesunat/artemeter injeksi untuk trimester 2 dan 3. (Arsin, 2012)

Algoritma 2.1
Alur Penemuan Penderita Malaria

2.10. KOMPLIKASI

Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun


mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria
berat.Malaria berat ialah ditemukannya parasit bentuk aseksual dari
seseorang penderita disertai dengan gejala-gejala klinis malaria dan

36
ditemukan tanda-tanda komplikasi.Komplikasi malaria disebabkan oleh
Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, dan Plasmodium knowlesi.
Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan sering terjadi
pada pendatang/traveller dan ibu hamil. Komplikasi terjadi 5 – 10% pada
seluruh penderita malaria yang dirawat di rumah sakit dan 20% nya
merupakan kasus yang fatal. Komplikasi malaria diantaranya adalah :
malaria selebral (koma), respiratory distress, anemia berat, gagal ginjal
akut, edema paru, hipoglikemia, syok, perdarahan spontan, kejang
berulang, delirium, kelemahan otak, hiperparasitemia, ikterik, dan
hiperpireksia (Setiati, 2014).

Pada ibu hamil komplikasi yang sering terjadi adalah hipoglikemia,


edema paru, anemia berat, gagal ginjal akut, hiperpireksia, abortus, janin
kecil masa kehamilan, malaria kongenital, dan malaria plasental (Sarwono.
2014)

2.11. PROGNOSIS

Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria


berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di rumah sakit,
kecepatan diagnosa dan penanganan yang tepat.Meski demikian mortalitas
penderita malaria berat di dunia masih cukup tinggi sekitar 15 – 60%
tergantung fasilitas pemberi pelayanan. Semakin banyak jumlah
komplikasi malaria akan diikuti dengan peningkatan mortalitas (Setiati,
2014).

2.12. PENCEGAHAN

Pencegahan malaria secara garis besar mencakup tigaaspek sebagai


berikut: (Arsin, 2012)

37
Mengurangi pengandung gametosit

Mengurangi pengandung gametosit yang merupakan sumber infeksi


(reservoar). Hal tersebut dapat dicegah dengan jalan mengobati penderita
malaria akut dengan obat yang efektif terhadap fase awal dari siklus
eritrosit aseksual sehingga gametosit tidak sempat terbentuk didalam darah
penderita. Selain itu, jika gametosit telah terbentuk dapat dipakai jenis obat
yang secara spesifik dapat membunuh gametosit (obat gametosida). (Arsin,
2012)

Memberantas nyamuk sebagai vektor malaria

Memberantas nyamuk dapat dilakukan dengan menghilangkan


tempat-tempat perindukan nyamuk, membunuh larva atau jentik dan
membunuh nyamuk dewasa. Pengendalian tempat perindukan dapat
dilakukan dengan menyingkirkan tumbuhan air yang menghalangi aliran
air, melancarkan aliran saluran air dan menimbun lubang-lubang yang
mengandung air. (Arsin, 2012)

Jentik nyamuk diberantas dengan menggunakan solar atau oli yang


dituangkan ke air, memakai insektisida, memelihara ikan pemangsa jentik
nyamuk (ikan kepala timah atau Gambusia affinis), memelihara Crustacea
kecil pemangsa jentik (genus Mesocyclops) atau memanfaatkan bakteri
Bacillus thuringiensis yang menginfeksi dan membunuh jentik
nyamuk.Untuk negara-negara berkembang, telah ditemukan teknologi
sederhana untuk mengembangbiakkan bakteri di atas dengan memakai air
kelapa sebagai media kulturnya. (Arsin, 2012)

Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan menggunakan insektisida,


biasanya dengan cara disemprotkan. Peran DDT sekarang diganti oleh
insektisida sintetis dari golongan kimia lain, yang masih efektif. Akhir-
akhir ini telah dikembangkan teknik genetika untuk mensterilkan nyamuk
Anopheles dewasa. (Arsin, 2012)

Melindungi orang yang rentan dan berisiko terinfeksimalaria

38
Secara prinsip upaya ini dikerjakan dengan cara sebagai berikut:
mencegah gigitan nyamuk, memberikan obat-obat untuk mencegah
penularan malaria, memberi vaksinasi (belum diterapkan secara luas
danmasih dalam tahap riset atau percobaan di lapangan). (Arsin, 2012)

2.12.1. Jenis Intervensi Pengendalian Vektor

Jenis intervensi pengendalian vektor malaria yang dapat


dilakukan berdasarkan hasil analisis situasi adalah melakukan
penyemprotan rumah dengan insektisida (IRS = Indoor Residual
Spraying), memakai kelambu, melakukan larviciding, melakukan
penebaran ikan pemakan larva, dan pengelolaan lingkungan.
(Depertemen Kesehatan RI, 2014)

(IRS = Indoor Residual Spraying)

Penyemprotan rumah dengan insektisida adalah suatu cara


pengendalian vektor dengan menempelkan racun serangga dengan
dosis tertentu secara merata pada permukaan dinding yang
disemprot. Tujuannya adalah memutus rantai penularan dengan
memperpendek Usia populasi, sehingga nyamuk yang muncul
adalah populasi nyamuk muda atau belum infektif (belum
menghasilkan sporozoit di dalam kelenjar ludahnya).IRS
dilakukan di wilayah endemis tinggi, wilayah yang terjadi
peningkatan kasus dan KLB. Dalam pelaksanaannya harus
memperhatikan waktu pelaksanaan berdasarkan data kasus
malaria yaitu 2 bulan sebelum puncak kasus atau data pengamatan
vektor, atau 1 bulan sebelum puncak kepadatan vektor.
Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap cakupan bangunan
harus mencapai minimal 80% dari jumlah rumah di desa tersebut,
sedangkan cakupan permukaan yang disemprot minimal 90% dari
semua bagian rumah yang seharusnya disemprot.Evaluasi
entomologi dilakukan untuk mengetahui resistensi dan efektifitas

39
insektisida yang digunakan dalam program pengendalian malaria.
(Depertemen Kesehatan RI, 2014)

Memakai Kelambu

Memakai kelambu berguna untuk mencegah terjadinya


penularan (kontak langsung manusia dengan nyamuk) dan
membunuh nyamuk yang hinggap pada kelambu.Saat ini upaya
pengendalian malaria menggunakan kelambu berinsektisida
(Long Lasting Insecticidal Nets/LLINs) yang Usia residu
efektifnya relatif lama yaitu lebih dari 3 tahun. Distribusi kelambu
dilakukan pada semua penduduk terutama di daerah endemis
tinggi.Selain itu perlu juga dilindungi kelompok masyarakat yang
berada sementara di daerah risiko penularan (tentara, pekerja
musiman, mahasiswa, peneliti, dan lain-lain).Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam rangka meningkatkan efektifitas penggunaan
kelambu adalah kesadaran dan kemauan masyarakat dalam
pemakaian kelambu. (Depertemen Kesehatan RI, 2014)

Selain itu perlu dipertimbangkan kebiasaan nyamuk


menggigit dan istirahat di dalam rumah (endofilik dan endofagik)
serta kebiasaan tidur masyarakat lebih cepat dari puncak aktifitas
gigitan nyamuk. Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap
rumah tangga atau keluarga yang mendapat kelambu dengan
cakupan lebih dari 90%. Evaluasi entomologi dilakukan untuk
mengetahui lamanya efektifitas kelambu berinsektisida.
(Depertemen Kesehatan RI, 2014)

Melakukan Larviciding

Kegiatan ini dilakukan antara lain dengan menggunakan


jasad renik yang bersifat patogen terhadap larva nyamuk sebagai
biosida seperti: Bacillus thuringiensis subsp. israelensis (Bti) dan
larvisida Insect Growth Regulator (IGR). (Depertemen Kesehatan
RI, 2014)

40
1. Melakukan larviciding dengan Bti

Mekanisme infeksi Bti terhadap jentik (larva) nyamuk


adalah setelah larva memakan atau menelan kristal
endotoksin Bti, maka kristal tersebut akan mengikatkan diri
pada reseptor yaitu dinding usus larva nyamuk. Kristal
endotoksin akan larut pada cairan usus yang bersifat alkali
(basa), sehingga mengakibatkan sel epitel usus rusak dan
larva berhenti makan, lalu mati. (Depertemen Kesehatan RI,
2014)

Sasarannya adalah larva nyamuk yang masih aktif makan


(terutama larva stadium/instar satu dan dua) di tempat
perindukan yang luas dan bersifat permanen.Waktu aplikasi
dengan interval setiap 2 minggu atau bulanan sesuai dengan
formulasinya. Jumlah aplikasi tergantung pada lamanya
genangan air yang potensial menjadi tempat perindukan.
Untuk meningkatkan efisiensi sebaiknya dilakukan pada saat
luas tempat perindukan minimal (kemarau). (Depertemen
Kesehatan RI, 2014)

2. Melakukan larviciding dengan Larvisida Insect Growth


Regulator (IGR)

IGR adalah zat pengatur tumbuh serangga yang


merupakan kelompok senyawa-senyawa antara lain
Metoprene dan Piriproksifen yang dapat mengganggu proses
perkembangan dan pertumbuhan larva secara normal yaitu
terjadi perpanjangan stadia larva, larva gagal menjadi pupa
atau kalau menjadi dewasa akan mandul. Waktu aplikasi
sangat cocok pada awal musim hujan atau pada saat populasi
larva masih sedikit untuk mencegah meningkatnya populasi
serangga. Larvisida ini dapat disebarkan pada genangan air,
rawa, kolam/tambak yang tidak terurus, dan lain-lain.

41
Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap jumlah tempat
perindukan potensial yang dilakukan larviciding dengan
cakupan 100%. (Depertemen Kesehatan RI, 2014)

Melakukan penebaran ikan pemakan larva

Penebaran ikan termasuk dalam upaya pengendalian larva


secara biologi yang menggunakan predator/pemangsa larva
nyamuk seperti: ikan kepala timah, ikan guppy. Jenis ikan lainnya
dapat dipakai sebagai mina padi di persawahan seperti: ikan
mujair, ikan nila yang mempunyai nilai ekonomis. (Depertemen
Kesehatan RI, 2014)

Pengendalian vektor jenis ini merupakan kegiatan yang


ramah lingkungan. Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap
jumlah tempat perindukan potensial yang dilakukan penebaran
ikan pemakan larva dengan cakupan 100%. (Depertemen
Kesehatan RI, 2014)

Mengelola lingkungan (Pengendalian secara fisik)

Mengelola lingkungan dapat dilakukan dengan cara


modifikasi dan manipulasi lingkungan untuk pengendalian larva
nyamuk: (Depertemen Kesehatan RI, 2014)

 Modifikasi lingkungan yaitu mengubah fisik lingkungan


secara permanen bertujuan mencegah, menghilangkan atau
mengurangi tempat perindukan nyamuk dengan cara
penimbunan, pengeringan, pembuatan tanggul, dan lain-lain.
 Manipulasi lingkungan yaitu mengubah lingkungan bersifat
sementara sehingga tidak menguntungkan bagi vektor untuk
berkembang biak seperti: pembersihan tanaman air yang
mengapung (ganggang dan lumut) di lagun, pengubahan
kadar garam, pengaturan pengairan sawah secara berkala, dan
lain-lain.

42
2.8.2. Upaya Pencegahan

Upaya pencegahan agar terhindar dari penularan malaria,


antara lain: (Depertemen Kesehatan RI, 2014)

Penggunaan kelambu biasa

Sejak zaman dahulu sebelum ada bahan anti nyamuk,


masyarakat sering menggunakan kelambu saat tidur untuk
melindungi diri dari gigitan nyamuk sehingga dapat mencegah
penularan malaria. Kelambu ini berfungsi untuk menghindari
nyamuk yang infektif menggigit orang sehat dan menghindari
nyamuk yang sehat menggigit orang sakit. (Depertemen Kesehatan
RI, 2014)

Penggunaan insektisida rumah tangga

Insektisida rumah tangga adalah produk anti nyamuk yang


banyak dipakai masyarakat untuk mengusir atau menghidar dari
gigitan. Formulasi MC dibuat dengan caramencampurkan bahan
aktif, yang umumnya adalah piretroid (knockdown agent), dengan
bahan pembawa seperti tepung, tempurung kelapa, tepung kayu,
tepung lengket dan bahan lainnya seperti pewangi, anti jamur dan
bahan pewarna. Berbagai variasi pemasaran telah berkembang pada
formulasi ini mulai warna yang bermacam-macam (biasanya hanya
hijau), bentuknya yang tidak selalu melingkar, dan berbagai jenis
bahan pewangi untuk menarik pembeli.Selain itu dapat
menggunakan anti nyamuk semprot (Aerosol).Aerosol adalah
formulasi siap pakai yang paling diminati di lingkungan rumah
tangga setelah formulasi MC dan liquid (AL).Untuk menghasilkan
formulasi ini dilakukan dengan melarutkan bahan aktif dengan
pelarut organik dan dimasukkan ke dalam kaleng aerosol dan
selanjutnya diisi gas sebagai tenaga pendorong (propelan) untuk
menghasilkan droplet halus melalui nosel. (Depertemen Kesehatan
RI, 2014)

43
Pemasangan kawat kasa

Upaya mencegah nyamuk masuk ke dalam rumah dengan


memasang kawat kasa pada pintu dan jendela.Dapat menggunakan
kasa dengan pelekat karet di sekelilingnya yang dilekatkan pada
alat khusus yang dipasang di kusen, baik pintu maupun jendela.
(Depertemen Kesehatan RI, 2014)

Penggunaan repelan

Repelen merupakan bahan aktif yang mempunyai kemampuan


untuk menolak serangga (nyamuk) mendekati manusia, mencegah
terjadinya kontak langsung nyamuk dan manusia, sehingga
manusia terhindar dari penularan penyakit akibat gigitan nyamuk.
Bahan repelen dapat langsung diaplikasikan ke kulit, pakaian atau
permukaan lainnya untuk mencegah atau melindungi diri dari
gigitan nyamuk.Repelen berbentuk lotion dianggap praktis karena
dapat digunakan pada kegiatan di luar rumah (outdoor). Repelen
dikatakan baik apabila: (Depertemen Kesehatan RI, 2014)

 Nyaman digunakan di kulit tubuh, tidak menyebabkan iritasi,


tidak menimbulkan rasa panas atau terasa lengket di kulit
 Melindungi kulit lebih lama karena bahan aktifnya terurai
secara perlahan
 Praktis atau mudah digunakan saat kegiatan di dalam maupun
di luar rumah
 Berbahan dasar alami, aman dan bebas racun, ramah
lingkungan dan tidak menimbulkan efek samping
 Dibuat dari bahan yang berkualitas baik.

Penutup badan

Apabila melakukan kegiatan di luar rumah malam hari


terutama di daerah endemis malaria (memancing, ronda malam,
berkemah, masuk hutan) perlu perlindungan diri dari gigitan

44
nyamuk dengan repelan atau memakai baju lengan panjang dan
celana panjang. Penggunaan pakaian penutup badan ini sangat
membantu dalam mencegah gigitan nyamuk sehingga dapat
terhindar dari penularan penyakit. (Depertemen Kesehatan RI,
2014)

Pengendalian vektor malaria akan memberikan hasil optimal


apabila pelaksanaannya berdasarkan data dan informasi yang
akurat tentang vektor (bionomik atau perilaku vektor), lingkungan
perkembangbiakannya serta perilaku masyarakat setempat.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka aplikasi pengendalian vektor
perlu mempertimbangkan aspek REESAA, yakni: Rational,
dilakukan berdasarkan data (evidence based); Efektif, memberi
dampak terbaik karena ada kesesuaian antara metoda yang dipilih
dengan perilaku vektor sasaran. Efisien, dengan metoda tersebut
biaya operasional paling murah. Sustainable, kegiatan harus
berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan rendah.
Acceptable, dapat diterima dan didukung masyarakat, serta
Affordable, mampu dilaksanakan pada lokasi terjangkau.
(Depertemen Kesehatan RI, 2014)

45
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan


menggunakan pengumpulan data secara retrospektif.

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kotaraja Jayapura.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2017.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL

3.3.1. Populasi

Populasi penelitian yang diambil yaitu seluruh masyarakat di


wilayah kerja Puskesmas Kotaraja yang datang untuk
mendapatkan pengobatan malaria di Puskesmas Kotaraja selama
periode Bulan Januari 2017 hingga Bulan Maret 2017 dengan
jumlah populasi 758 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah total populasi dari seluruh masyarakat


yang datang untuk mendapatkan pengobatan malaria di
Puskesmas Kotaraja yaitu 758 orang, dimana 356 orang berasal

46
dari Kelurahan Wahno, 293 orang berasal dari Kelurahan Vim,
dan 109 orang berasal dari Kelurahan Wai Mhorok.

3.4. VARIABEL PENELITIAN

Variabel dalam penelitian ini adalah gambaran karakteristik pada


penderita malaria berdasarkan :

1. Lokasi Tempat Tinggal Pasien (Kelurahan)


2. Jenis Kelamin
3. Usia
4. Jenis Kelamin
5. Jenis Parasit
6. Cara Pemeriksaan Darah

3.5. DEFINISI OPERASIONAL

 Kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas KOtaraja


adalah Kelurahan Wahno, Kelurahan Vim dan Kelurahan Wai
Mhorok

 Usia adalah selisih antara tanggal pengambilan spesimen darah


dengan tanggal lahir responden. Dalam hal ini, usia pasien penderita
malaria dalam penelitian ini dibagi menjadi enam kelompok usia,
yaitu :

1. Kelompok Usia 0 – 11 bulan


2. Kelompok Usia 1 – 4 tahun
3. Kelompok Usia 5 – 9 tahun
4. Kelompok Usia 10 – 14 tahun
5. Kelompok Usia 15 – 59 tahun
6. Kelompok Usia ≥60 tahun

47
 Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden (laki-laki dan
perempuan) yang datang ke Puskesmas Kotaraja untuk memeriksa
keberadaan parasit penyebab malaria di dalam darah.

 Jenis parasit adalah parasit Plasmodium yang ditularkan melalui


gigitan nyamuk malaria (Anopheles). Ada empat jenis parasit dan satu
kondisi malaria campuran (disebabkan oleh karena Plasmodium
falciparum dengan Plasmodium vivax atau dengan Plasmodium ovale)
yang ditemukan berdasarkan hasil pemeriksaan darah adalah:

1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium malariae
4. Plasmodium ovale
5. Mixed – malaria

 Cara pemeriksaan darah merupakan metode yang dilakukan saat


responden memeriksakan darahnya untuk melihat apakah dalam darah
responden terdapat parasit Plasmodium. Cara pemeriksaan pasien
dilakukan dengan cara:

1. Cara mikroskopik
2. Tes RDT (Rapid Diagnostic Test)

3.6. CARA PENGUMPULAN DATA

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data sekunder periode
Januari – Maret 2017 yang berasal dari data hasil rekam medik yang
terdapat di Puskesmas Kotaraja Jayapura.

3.7. ANALISIS DATA

48
Penyusunan menggunakan sistem tabulasi dalam pengolahan data
secara kuantitatif dan dianalisa berdasarkan persentase yang kemudian
disajikan dalam bentuk tabel.

49
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENETILIAN

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi pada Puskesmas


Kotaraja dari bulan Januari 2018 sampai Juni 2018 dimana populasi yang
datang dan diperiksakan malaria sebanyak 5.139 orang. Dimana pada
Kelurahan Wahno dari 9.293 populasi sebanyak 611 orang menderita
malaria, Kelurahan Vim dari 15.436 populasi sebanyak 430 orang
menderita malaria, Kelurahan Wai Mhorok dari 10.672 populasi sebanyak
168 orang menderita malaria. Berikut ini adalah gambaran sampel yang
diteliti.

Tabel 4.1. Karakteristik Penderita Malaria Puskesmas Kotaraja


Berdasarkan Kelurahan Yang Termasuk Ke Dalam Wilayah Kerja
Puskesmas Kotaraja Periode Januari 2018 – Juni 2018

N Penderita
No Kelurahan %
Malaria
1 Wahno 9.293 611 6.57
2 Vim 15.436 430 2.78
3 Wai Mhorok 10.672 168 1.57
Jumlah 35.401 1209 10.92

Berdasarkan table 4.1. terlihat bahwa penderita malaria yang paling


banyak di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja yaitu kelurahan Wahno yaitu
sebanyak 611 atau 6.57%, sedangkan kelurahan Vim sebanyak 430 orang
atau 2.78%, dan kelurahan Wai Mhorok sebanyak 168 orang atau 1.57%.

50
Tabel 4.2. Karakteristik Penderita Malaria Puskesmas Kotaraja
Berdasarkan Jenis Kelamin Periode Januari 2018 – Juni 2018.

No Jenis Kelamin Menderita Malaria %


1 Laki-Laki 772 15,08
2 Perempuan 439 8,57
Jumlah 1211 23,65

Dari 5.139 populasi yang datang dan dilakukan pemeriksaan malaria


didapatkan 1.211 menderita malaria, dimana pada jenis kelamin laki – laki
sebanyak 772 orang atau 15,08% dan wanita 439 orang atau 8,57%,
sisanya dinyatakan negative menderita malaria.

Tabel 4.3. Distribusi Penderita Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin di


Kelurahan Wilayah Kerja Puskesmas Kotaraja Periode Januari 2018 –
Juni 2018.

Wahno Vim Wai Mhorok


No Jenis Kelamin
N % N % N %
1 Laki-Laki 343 6.70 283 5.52 146 2.85
2 Perempuan 205 4.00 173 3.37 61 1,19
Jumlah 548 10.7 456 8.89 207 4.04

Berdasarkan tabel 4.2. terlihat bahwa dari 5.139 populasi penderita


malaria di setiap kelurahan paling banyak adalah yang berjenis kelamin
laki – laki, dimana pada tabel 4.3 di peroleh data pada kelurahan Wahno
sebanyak 548 orang atau 6.70%, di kelurahan Vim sebanyak 456 orang
atau 5.52%, dan di kelurahan Wai Mhorok sebanyak 207 orang atau
2.85%.

51
Tabel 4.4. Karakteristik Penderita Malaria Puskesmas Kotaraja
Berdasarkan Usia Periode Januari 2018 – Juni 2018

No Kelompok Usia N %
1 0 – 11 bulan 9 0,74
2 1 – 4 tahun 104 8.58
3 5 – 9 tahun 110 9.08
4 10 – 14 tahun 71 5.86
5 15 – 59 tahun 908 74.97
6 Ibu Hamil 9 0.74
Jumlah 1.211 100

Berdasarkan tabel 4.4. terlihat bahwa penderita malaria yang paling


banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu penderita yang berusia 15 – 59 tahun
sebanyak 908 orang atau 74.97%, sedangkan penderita paling sedikit yaitu
penderita yang berusia 0 – 11 bulan dan Ibu Hamil sebanyak 9 orang atau
0.74%.

Tabel 4.5. Distribusi Penderita Malaria Berdasarkan Kelompok Usia di


Kelurahan Wilayah Kerja Puskesmas Kotaraja Periode Januari 2018 – Juni
2018

Wahno Vim Wai Mhorok


No Kelompok Usia
N % N % N %
1 0 – 11 bulan 6 0.98 2 0.46 1 0.62
2 1 – 4 tahun 46 7.56 42 9.69 11 6.87
3 5 – 9 tahun 60 9.86 36 8.31 8 5
4 10 – 14 tahun 34 5.59 37 8.54 1 0.62
5 15 – 59 tahun 455 74.83 314 72.51 139 86.87
6 Ibu Hamil 7 1.15 2 0.46 0 0
Jumlah 608 99.97 433 99.97 160 99.98

52
Berdasarkan tabel 4.5.terlihat bahwa penderita malaria di setiap
kelurahan paling banyak adalah yang berusia 15 – 59 tahun yaitu, di
kelurahan Wahno sebanyak 455 orang atau 74.83%, di kelurahan Vim
sebanyak 314 orang atau 72.51%, dan di kelurahan Wai Mhorok sebanyak
139 orang atau 86.87%.

Tabel 4.6. Karakteristik Penderita Malaria Puskesmas Kotaraja


Berdasarkan Cara Pemeriksaan Periode Januari 2018 – Juni 2018

No Cara Pemeriksaan N %
1 Mikroskopis 4.668 90.83
2 RDT 471 9.16
Jumlah 5.139 99.99

Berdasarkan tabel 4.6. terlihat bahwa penderita malaria yang paling


banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu penderita yang diperiksa dengan
menggunakan mikroskopis sebanyak 4.668 orang atau 90,83%, sedangkan
penderita yang diperiksa dengan menggunakan mikroskopis sebanyak 471
orang atau 9.16%.

Tabel 4.7. Distribusi Penderita Malaria Berdasarkan Cara Pemeriksaan di


Kelurahan Wilayah Kerja Puskesmas Kotaraja

Cara Wahno Vim Wai Mhorok


No
Pemeriksaan N % N % N %
1 Mikroskopis 2.022 93.48 1.740 92.94 906 82.06
2 RDT 141 6.51 132 7.05 198 17.93
Jumlah 2.163 99.99 1.872 99.99 1.104 99.99

53
Berdasarkan tabel 4.7.terlihat bahwa penderita malaria di setiap
kelurahan paling banyak adalah penderita yang diperiksa dengan
menggunakan mikroskopis yaitu, di kelurahan Wahno sebanyak 2.022
orang atau 99.99%, di kelurahan Vim sebanyak 1.740 orang atau 99.99%,
dan di kelurahan Wai Mhorok sebanyak 906 orang atau 99.99%.

Tabel 4.8. Karakteristik Penderita Malaria Puskesmas Kotaraja


Berdasarkan Jenis Plasmodium Periode Januari – Maret 2017

No Jenis Plasmodium N %
1 Plasmodium falcifarum 436 57.52
2 Plasmodium vivax 273 36.02
3 Plasmodium malariae 16 2.11
4 Plasmodium ovale 0 0
5 Mixed 33 4.35
Jumlah 758 100

Berdasarkan tabel 4.8. terlihat bahwa penderita malaria yang paling


banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu penderita dengan jenis Plasmodium
falcifarum sebanyak 436 orang atau 57.52%, sedangkan penderita yang
berdasarkan jenis Plasmodium ovale sebanyak 0 orang atau 0%.

Berdasarkan tabel 4.9. terlihat bahwa penderita malaria di setiap


kelurahan paling banyak adalah penderita dengan jenis plasmodium
falcifarum yaitu, di kelurahan Wahno sebanyak 205 orang atau 57.58%, di
kelurahan Vim sebanyak 169 orang atau 57.68%, dan di kelurahan Wai
Mhorok sebanyak 62 orang atau 56.88%.

54
Tabel 4.9. Distribusi Penderita Malaria Berdasarkan Jenis Plasmodium di
Kelurahan Wilayah Kerja Puskesmas Kotaraja Periode Januari – Maret
2017

Wahno Vim Wai Mhorok


No Jenis Plasmodium
N % N % N %
Plasmodium
1 205 57.58 169 57.68 62 56.88
falcifarum
Plasmodium
2 122 34.27 108 36.86 43 39.44
vivax
Plasmodium
3 8 2.25 6 2.05 2 1.84
ovale
Plasmodium
4 0 0 0 0 0 0
malariae
5 Mixed 21 5.90 10 3.41 2 1.84
Jumlah 356 100 293 100 109 100

4.2. PEMBAHASAN

4.2.1. Berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal Pasien (Kelurahan)

Dari hasil data di atas menunjukkan bahwa penderita malaria


yang paling banyak di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja yaitu
kelurahan Wahno dengan persentase 46.97%, dibandingkan
kelurahan Vim dengan persentase 38.65%, dan kelurahan Wai
Mhorok 14.38%.

Munculnya penyakit malaria disebabkan oleh berbagai faktor


yang menunjang vektor nyamuk Anopheles sp. bisa tetap bertahan
karena penyesuaian terhadap lingkungan yang ada, sehingga faktor
yang pertama adalah lingkungan, kemudian invidu.Lingkungan
adalah lingkungan manusia dan nyamuk berada. Nyamuk

55
berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan
keadaan yang dibutuhkan oleh nyamuk untuk berkembang biak.

Keberadaan banyaknya genangan air dikarenakan curah hujan


yang relatif tinggi atau adanya hujan setiap bulan serta keberadaan
parit atau selokan yang tidak mendukung sistem drainase air yang
baik, memungkinkan tersedianya tempat perkembangbiakan vektor
nyamuk Anopheles sp.

Keadaan alam di kelurahan Wahno banyak terdapat


pepohonan. Vektor nyamuk Anopheles sp. yang tumbuh dewasa
digenangan air akan singgah dan beristirahat di tempat – tempat
yang rimbun seperti hutan, semak – semak, dan sebagainya.

Hal penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan


oleh Rubianti (2009) dimana faktor lingkungan meliputi adanya
tempat perkembangbiakan nyamuk dan peristirahatan nyamuk di
sekitar rumah terbukti sebagai faktor risiko terhadap kejadian
malaria.

4.2.2. Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari hasil data di atas menunjukkan bahwa penderita malaria


yang paling banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu penderita yang
berjenis kelamin laki – laki dengan persentase 61.48%,
dibandingkan penderita yang berjenis kelamin perempuan dengan
persentase 38.52%. Untuk di setiap kelurahannya paling banyak
adalah berjenis kelamin laki – laki dengan persentase kelurahan
Wahno 60.68%, kelurahan Vim 58.37%, dan kelurahan Wai
Mhorok 72.48%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian


yang dilakukan oleh Junaidi dkk (2015) dan Solikah (2009) yang
menemukan bahwa penderita malaria berjenis kelamin laki-laki

56
lebih banyak dibandingkan penderita malaria berjenis kelamin
perempuan. Namun, penelitian lain juga menunjukkan bahwa
pasien berjenis kelamin perempuan yang menderita malaria lebih
banyak dari laki-laki pada kondisi tertentu (Rubianti dkk, 2009 dan
Gusra dkk, 2014).

Tingginya persentase penderita malaria berjenis kelamin laki-


laki diduga karena perilaku kesehatan yang kurang baik, yakni
kebiasaan beraktivitas diluar rumah pada malam hari (Solikah, dkk
2009; Rubianti dkk 2009).Selanjutnya Solikah (2009) mengatakan
bahwa fakta ini menunjukkan bahwa pola distribusi malaria, salah
satunya dipengaruhi oleh faktor pekerjaan.Sebaliknya, tingginya
persentase penderita malaria berjenis kelamin perempuan yang
dijumpai, disebabkan karena pasien perempuan lebih rajin
memeriksakan diri ke puskesmas, ataupun karena jumlah penduduk
perempuan yang lebih dominan dibanding jumlah penduduk laki-
laki (Gusra dkk, 2014). Sedangkan dalam kasus penelitian
sebelumnya,rendahnya penderita malaria berjenis kelamin laki-laki,
disebabkan karena pada daerah penelitian (Bima, NTT) kaum pria
tidak mempunyai kebiasaan keluar malam (Rubianti dkk, 2009).

4.2.3. Berdasarkan Usia

Dari hasil data di atas menunjukkan bahwa penderita malaria


yang paling banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu penderita yang
berusia 15 – 59 tahun dengan persentase 72.42%, dibandingkan
penderita yang berusia 0 – 11 bulan dengan persentase 1.06%,
penderita yang berusia 1 – 4 tahun dengan persentase 9.23%,
penderita yang berusia 5 – 9 tahun dengan persentase 9.50%,
penderita yang berusia 10 – 14 tahun dengan persentase 7.39%,
penderita yang berusia ≥ 60 tahun dengan persentase 0.40%. Untuk
di setiap kelurahannya paling banyak adalah berusia 15 – 59 tahun
dengan persentase kelurahan Wahno 71.35%, kelurahan Vim
71.67%, dan kelurahan Wai Mhorok 77.99%. Tingginya persentase

57
penderita pada kelompok umur produktif diduga karena aktivitas
pasien sehari-hari misalnya berada di luar rumah untuk bersekolah
maupun pekerjaan lain yang berlokasi di luar rumah.

Hasil ini didukung oleh penelitian – penelitian yang dilakukan


oleh Gusra (2014), Rubianti dkk (2009), Solikha (2009) yang
menemukan juga bahwa penderita malaria banyak pada orang-
orang berusia produktif. Menurut peneliti-peneliti tersebut,
penyebabnya adalah karena pada kelompok ini, terutama orang
dewasa lebih aktif diluar rumah karena faktor pekerjaan dan juga
seringnya bermigrasi dalam bekerja.Selanjutnya dikatakan bahwa
orang dewasa karena keaktifannya diluar rumah lebih rentan dan
lebih banyak terserang malaria melalui gigitan nyamuk Anopheles
dibanding anak-anak.

4.2.4. Berdasarkan Cara Pemeriksaan

Dari hasil data di atas menunjukkan bahwa penderita malaria


yang paling banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu penderita yang
diperiksa dengan menggunakan cara mikroskopis dengan
persentase 100%, dibandingkan penderita yang diperiksa dengan
menggunakan cara RDT dengan persentase 0%. Untuk di setiap
kelurahannya paling banyak adalah diperiksa dengan menggunakan
cara mikroskopis dengan persentase kelurahan Wahno 100%,
kelurahan Vim 100%, dan kelurahan Wai Mhorok 100%. Diagnosis
dan terapi malaria berdasarkan klinis saja kurang dipercaya dan
sebaiknya didukung oleh hasil tes laboratorium. Pemeriksaan
mikroskop hapusan darah masih menjadi baku emas untuk
diagnosis malaria. Pemeriksaan hapusan darah dengan cara
mikroskopik akan memberikan informasi tentang ada tidaknya
parasit malaria, menentukan spesiesnya, stadium plasmodium dan
kepadatan parasitemia. Pemeriksaan RDT memiliki beberapa
kekurangan, diantaranya hasil positif palsu dan negatif palsu pada
beberapa kasus.

58
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Daysema dkk (2015) dimana pemeriksaan
mikroskopis masih menjadi pilihan utama dan merupakan standar
baku diagnosis malaria yang efektif, serta kelebihan pemeriksaan
mikroskopis ialah dapat menghitung jumlah kepadatan parasit dan
dapat melihat bentuk parasit yang utuh dan morfologinya sempurna
serta dapat menentukan jenis plasmodium, stadium plasmodium,
dan kepadatan parasit.

4.2.5. Berdasarkan Jenis Plasmodium

Dari hasil data di atas menunjukkan bahwa penderita malaria


yang paling banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu penderita dengan
jenis Plasmodium falciparum dengan persentase 57.52%,
dibandingkan penderita dengan jenis Plasmodium vivax dengan
persentase 36.02%, penderita dengan jenis Plasmodium malariae
dengan persentase 2.11%, penderita dengan jenis plasmodium
ovale dengan persentase 0%, dan penderita dengan jenis mixed
dengan persentase 4.35%. Untuk di setiap kelurahannya paling
banyak adalah jenis Plasmodium falciparum dengan persentase
kelurahan Wahno 57.58%, kelurahan Vim 57.68%, dan kelurahan
Wai Mhorok 56.88%.

Tingginya persentase Plasmodium falciparum dan Plasmodium


vivax di Puskesmas Kotaraja sebagai penyebab penyakit malaria
disebabkan karena berbagai hal, diduga disebabkan karena kondisi
atau geografis wilayah Jayapura dan wilayah lainnya di Papua yang
mendukung berkembang biaknya populasi nyamuk Anopheles
sebagai vektor. Keadaan ini sejalan dengan hasil penelitian oleh
Gusra (2014) yang menemukan bahwa di wilayah Pesisir Selatan
Sumatera Barat, penderita malaria didominasi oleh
Plasmodiumfalciparum dan Plasmodium vivax.Serta sejalan dengan
temuan Solikha (2009) yang menyatakan bahwa penyebab malaria
di wilayah Kulon Progo didominasi oleh Plasmodium falciparum

59
dan Plasmodium vivax. Namun secara umum dapat dikatakan
bahwa jenis Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax
merupakan Plasmodium penyebab malaria yang banyak di derita di
seluruh Indonesia, sedang penderita malaria yang disebabkan oleh
Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale merupakan kasus
yang sangat jarang.

60
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa penderita malaria di


wilayah kerja Puskesmas Kotaraja paling banyak berada di Kelurahan
Wahno.
2. Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa penderita malaria di
Puskesmas Kotaraja paling banyak berjenis kelamin laki-laki.
3. Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa penderita malaria di
Puskesmas Kotaraja paling banyak berusia 15 – 59 tahun.
4. Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa penderita malaria di
Puskesmas Kotaraja paling banyak dengan menggunakan cara
pemeriksaan mikroskopis.
5. Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa penderita malaria di
Puskesmas Kotaraja paling banyak dengan jenis Plasmodium
falciparum.

5.2. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian atau pengamatan mengenai pengetahuan


sikap, perilaku dan persepsi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Kotaraja mengenai malaria serta cara pencegahannya
2. Perlu perhatian dan pendataan secara khusus terhadap kejadian
malaria pada ibu hamil dalam wilayah kerja Puskesmas Kotaraja
3. Perlu dibuat peta sebaran malaria pada tingkat Kecamatan Abepura

61
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous.(2016). Malaria. Pusat Data Dan Informasi KementerianKesehatan


RI. www.depkes.go.id , diunduh pada 23 April 2017.

Arsin, A. A. (2012).Malaria Di Indonesia. Makassar: Masagena Press.

Daysema, S.D., Warouw, S.M., Rompis, J. (2016). Gambaran Prevalensi Malaria


pada Anak SD YAPIS 2 di Desa Maro Kecamatan Merauke Kabupaten
Merauke Papua. Jurnal e-Clinic (eCl), 4 (1): 41-45

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan.(2014).


Pedoman Manajemen Malaria. Jakarta: Depertemen Kesehatan RI.

Gunawan, A. (2010). Dalam: Harijanto, P, N., Nugroho., Agung., Ed., Malaria


dari Molekuler Ke Klinis. Jakarta: EGC.

Gusra, T., N. Irawati, D., Sulastri (2014). Gambaran Penyakit Malaria di


Puskesmas Tarusan dan Puskesmas Balai Selasa Kabupaten Pesisir Selatan
Periode Januari – Maret 2013.Jurnal Kesehatan Andalas, 3 (2): 234-237

Hakim, L. (2011). Malaria: Epidemiologi dan Diagnosis. Aspirator, 3 (2).

Junaidi, H., Raharjo, M., Setiani, O. (2015).Analisis Faktor ResikoKejadian


Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Bhee Kecamatan Woila
Kabupaten Aceh Barat.Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 14 (2): 40-
44

Rubianti, I., Wibowo, T., A., Solikhah (2009). Faktor-faktor Resiko Malaria di
Wilayah Kerja Puskesmas Paruga Kota Bima Nusa Tenggara Barat.Jurnal
KESMAS UAD, 3 (17): 174-185.

Solikah (2012). Pola Penyebaran Penyakit Malaria di Kecamatan Kokap


Kabupaten Kulon Progo DIY Tahun 2009. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan 15 (3): 213-221.

62
WHO (2010)..http://www.cdc.gov/MALARIA/, Diakses pada tanggal 23 Juni
2014

63

Anda mungkin juga menyukai