Zulpa Makiah
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari, Jl. Jenderal Ahmad Yani Km 4,5 Banjarmasin
E-mail: zulfamakiyah@gmail.com
Abstract: Mashlahah or concept of the benefits an essential part of Islamic law. Ulama (muslim
scholar) have various statements about mashlahah. In one statement, mashlahah is nash authorities that
people have to understand exclusively and strictly. In another, Ulama ensure that intelligence has a
role to decisive the benefit. There are three way to gain knowledge about mashlahah, namely bayani,
burhani, and „irfani. Nash is believed to be esoteric and exoteric, but the meaning of esoteric is more
dominant. This paper wants to explore how to gain knowledge about mashlahah in bayani, burhani, and
„irfani perspective.
Abstrak: Mashlahah adalah suatu yang sangat urgen dalam hukum Islam. Para ulama beragam
pendapat tentang mashlahah. Ada yang memahami secara eksklusif dan ketat dalam pengertian bahwa
mashlahahadalah otoritas nash. Sedangkan pihak lain memahami secara lebih terbuka bahwa akal
memiliki peran dalam menentukan kemaslahatan.Dalam memperoleh pengetahuan tentang mashlahah
terdapat tiga cara, yaitu bayani, burhani, dan „Irfani. Adapun Nash diyakini bersifat esoteris dan
eksoteris, tetapi makna esoteris lebih mendominasi suatu ajaran.Tulisan ini ingin mengkaji lebih jauh
bagaimana cara memperoleh pengetahuan tentang mashlahah dalam perspektif bayani, burhani dan
„irfani.
26 M. Faishal Munif, “Maslahah Sebagai Dasar 27 Ibn Haz, al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, (Beirut : Dar al-
Istinbath Hukum Islam”, Jurnal Paramedia, Vol.4 Kutub al-Ilmiyah, t.th), Juz.V.,hlm.3.
No,3., (Juli 2003), hlm.20. 28 Ibid., Juz.IV., hlm.434.
pendekatan deduksi dengan cara menganalisis ilmu sampa pada prinsip-prinsip
menghubungkan proposisi yang satu yang telah dan dasar-dasarnya yang terdalam. Logika pada
terbukti secara aksiomatik..Dengan demikian, dasarnya bertujuan mencapai ilmu-ilmu burhani,
burhan merupakan aktifitas intelektual untuk tetap untuk sampai kesana terlebih dahulu
menetapkan suatu proposisi tertentu.29 memahami silogisme (salah satu cara mencapai
Untuk mendapatkan pengetahuan, dan salah satu macam ilmu burhani).31
epistemologi burhani menggunakan aturan Silogisme pada dasarnya terdiri dari
silogisme.Dalam bahasa Arab, silogisme beberapa proposisi yang disebut dengan premis
diterjemahkan dengan al-qiyas al-jam‟i yang mayor, premis minor dan konklusi.Ini berarti
mengacu pada makna ashal, mengumpulkan. bahwa penyimpulan yang bersifat konklusif tidak
Secara istilah silogisme adalah suatu bentuk bisa terjadi apabila hanya terdiri dari satu premis.
argumen di mana dua proposisi yang disebut Di samping itu dua premis tersebut harus
premis, dirujukkan bersama sedemikian rupa, mengandung satu term yang sama, yang disebut
sehingga sebuah keputusan (konklusi) pasti term tengah (middle term). Misalnya setiap
menyertai. Namun karena pengetahuan burhani manusia mati (premis mayor). Socrates adalah
tidak murni bersumber pada rasio, tetapi manusia (premis minor), maka dengan term
didasarkan juga atas rasio objek-objek eksternal, tengah kata manusia, konklusinya adalah Socrates
maka ia melalui tahapan-tahapan sebelum akan mati..32
dilakukan silogisme yaitu tahap pengertian Dengan demikian, dalam silogisme harus
(ma‟qulat) ; tahap penyertaan (ibarat), dan tahap terpenuhi tiga hal, yaitu pertama, silogisme harus
penalaran (tahlili). Tahap pengertian adalah memiliki dua premis, dan premis kedua
proses abstraksi atas objek-objek eksternal yang merupakan bagian dan tidak mungkin keluar dari
masuk ke dalam pikiran. Menurut al-Jabiri cakupan premis pertama, serta konklusinya tidak
penarikan kesimpulan dengan silogisme harus mungkin melebihi cakupan yang ada pada premis
memenuhi beberapa syarat yaitu: mengetahui pertama tersebut. Kedua, silogisme terbentuk
latar belakang dari penyusunan premis; adanya dari dua premis yang mengandung tiga term,
konsistensi logis antara alasan dan kesimpulan; yaitu term tengah yang ada kedua premis, term
kesimpulan yang diambil harus bersifat pasti dan mayor yang ada pada premis mayor, dan term
benar, sehingga tidak mungkin menimbulkan minor yang ada pada premis minor. Ketiga,
kebenaran atau kepastian lain.30 silogisme pasti mengandung term tengah yang
Nalar burhani berpegang pada kekuatan ada pada kedua premis, yang fungsinya enjadi
natural manusia yang berupa indera dan otoritas sebab yang melegitimasi predikat dapat bersandar
akal dalam memperoleh pengetahuan.Dari pada subyeknya dalam konklusi.Dari sini
pengertian tersebut nalar burhani identik dengan Aristoteles berkata bahwa ilmu adalah upaya
filsafat, yang masuk kedunia Islam dan menemukan sebab.33
Yunani.Namun demikian dalam konteks Silogisme dapat menjadi ilmu burhani
keilmuan klasik, penyebutan nalar burhani hanya apabila berupa silogisme atau analogi ilmiah,
ditujukan pada pemikiran Aristoteles. yang harus memenuhi tiga syarat, yaitu: pertama,
Kerangka teoritik pemikiran Aristoteles mengetahui term tengah yang menjadi „illah atau
sesungguhnya adalah logika. Istilah logika sendiri sebab adanya konklusi. Kedua, hubungan yang
diberikan oleh Alexander Aphrodisias, salah konsisten antara sebab dan akibat (antara term
seorang komentator terbesar Aristoteles yang
hidup abad 2-3 M. Sementara Aristoteles 31 Muhammad Agus Najib, “Nalar Burhani Dalam
menyebutnya analitika, yang maksudnya adalah Hukum Islam (Sebuah Penelusuran Awal)”, Hermenia
: Jurnal Kajian Islam Interdisipliner, Vol.2. No.2 (Juli-
Desember 2003), hlm.224.
29 Al-Jabiri, Bunyat..., op.cit.,46. 32 Ibid.
30 Achmad Khodari Soleh, op.cit.,hlm.250. 33 Ibid.,hlm.225.
tengah dan konklusi), dan ketiga, konklusi harus menambah kekuatan indera seperti alat-alat
bersifat pasti, sehingga sesuatu yang lain tidak laboratorium, proses penelitian lapangan dan
tercakup dalam konklusi tersebut. Untuk penelitian literer yang mendalam. Peran akal
memenuhi syarat ketiga ini menurut Aristoteles disini sangat menentukan, karena fungsinya
premis-premis yang dikemukakan dalam selalu diarahkan mencari sebab akibat. Sementara
silogisme tersebut harus merupakan aksioma- tolak ukur validitas keilmuannya ditekankan pada
aksioma yang kebenarannya tidak bisa dibantah korespondensi, yaitu kesesuaian antara rumus-
dan tidak memerlukan pembuktian lagi. rumus yang diciptakan oleh akal manusia dengan
Aksioma-aksioma ini biasanya mengandung hukum alam. Selain itu ditekankan pula aspek
prinsip-prinsip antara lain “sesuatu yang koherensi, yakni keruntutan dan keteraturan
bertentangan tidak mungkin untuk disatukan”, berfikir logis, serta upaya yang terus menerus
tidak ada jalan tengah bagi dua hal yang dilakukan untuk memperbaiki dan
bertentangan, dan tidak ada suatu peristiwa menyempurnakan temuan-temuan, rumus-rumus
kecuali mempunyai sebab.34 dan teori-teori yang telah dibangun dan disusun
Prinsip-prinsip dan premis-premis di atas oleh akal manusia.36
sebenarnya, menurut Aristoteles, didapat dengan Dengan demikian Agus Najib mengatakan
cara induktif dari realitas empiris yang ada, dalam burhan, akal memiliki peran dan fungsi
melalui proses abstraksi. Benda-benda dan yang paling utama. Karena itu dengan
peristiwa-peristiwa parsial dan empiris pada menggunakan premis-premis logika yang
dasarnya masing-masing memiliki kandungan konsisten, akal berusaha menemukan
yang universal, yang dapat disatukan antara satu pengetahuan dari realitas yang ada (al-waqi‟), baik
dengan yang lainnya yang sejenis. Proses realitas alam, sosial, humanitas maupun
abstraksi ini tidak lain merupakan hasil dari keagamaan.
penalaran akal. Dengan demikian ilmu hanya bisa Nalar burhani tumbuh dan berkembang serta
didapat dengan jalan burhan, dan burhan dibentuk dipraktekkan secara konsisten di wilayah
oleh prinsip-prinsip, serta prinsip-prinsip hasil Andalusia, khususnya di Cordova. Di Andalusia
penalaran akal. Karena kekuatan akal adalah dasar-dasar burhani mulai menemukan eksistensi
prinsip ilmu pengetahuan dan prinsip atau dan karakteristiknya pada periode akhir
landasan bagi prinsip ilmu itu sendiri, hubungan kekuasaan Umayyah. Corak pemikiran ini tetap
ilmu pengetahuan dan peristiwa yang ada di alam eksis sampai dinasti al-Murabbitun, sebelum
sama halnya dengan hubungan akal dan prinsip akhirnya muncul kembali masa pemerintahan al-
ilmu pengetahuan.35 muwahhidiyyah, yang beberapa penguasa dari
Menurut Amin Abdullah, sumber dinasti ini mengembangkan aliran pemikiran
pengetahuan burhani adalah realitas atau al-waqi‟, tersebut serta merumuskannya sebagai ideologi
baik realitas alam, sosial, humanitas maupun resmi negara. Proyek ini belum menampakan
keagamaan. Ilmu-ilmu yang muncul dari tradisi wujud dan karakteristiknya kecuali setelah
burhani disebut sebagai al-ilm al-hushuli, yakni ilmu berlalunya satu abad dan kemunculan Ibnu
yang dikonsep, disusun, dan disistematisasikan Hazm.
melalui premis-premis logika, dan bukannya
lewat otoritas teks, otoritas salaf ataupun intusisi. Episteme Burhani Dalam Hukum Islam
Premis-premis logika keilmuwan tersebut Nalar burhani menolak prinsip infisal
disusun melalui kerjasama antara proses abstraksi (keterputusan, ketidaksaling berhubungan), tajwiz
dan pengamatan inderawi yang sahih atau dengan (keserbabolehan, keserbamungkinan) dan qiyas
menggunakan alat-alat yang dapat membantu dan
36 M. Amin Abdullah, “At-Ta‟wil al-„Ilmi : Kearah
Perubahan Paradigma Penafsiran Kitab Suci”, Al-
34 Ibid. Jami‟ah Journal of Islamic Studies. Vol. 39, No. 2, (Juli-
35 M. Abid al-Jabiri, Bunyah ..., op.cit., hlm. 392-396. Desember, 2001), hlm. 378-380.
(analogi yang didasarkan pada keserupaan).37 serupa dengan prinsip dasar yang berlaku dalam
Ibnu Hazm menyatakan bahwa tidak ada jalan sidiplin filsafat, yaitu prinsip kausalitas. Prinsip
untuk mencapai dan memperoleh suatu dasar syari‟ah dimaksud adalah maqhashid al-
pengetahuan kecuali melalui dua cara, yaitu syari‟ah(tujuan-tujuan dasar syari‟ah), karena
pertama, melalui postulat-postulat aksiomatik prinsip ini termasuk dalam katagore as-sabah al-
yang diberikan akal dan persepsi indrawi, kedua ga‟iy (sebab akhir, fanal cause) dalam ungkapan
melalui prinsip-prinsip penalaran yang berasal para ahli filsafat. Jadi apabila dimensi rasionalitas
dariaksioma akal dan persepsi indrawi. Namun disiplin ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu metafisika
demikian, menurutnya, dalam syariahperlu dibangun atas dasar prinsip maqhashid al-syari‟ah.
dibedakan antara apa yang dijangkau oleh akal Karena itu, untuk membangun rumusan
dan apa yang tidak bisadijangkau olehnya. Akal penalaran dalam syari‟ah termasuk formulasi
semata, misalnya tidak bisa menetapkan Babi itu rasionalismenya, harus berdasar pada prinsip-
haram atau halal, salat zuhur ada empat rakaat, prinsip doktrinal, yang secara gamblang menjadi
dan salat magrib ada tiga rakaat. Dalam konteks tujuan dan maksud syari‟ah, yang akan diterapkan
ini akal tidak punya peran, baik dalam bagi manusia.39
mengukuhkan maupun dalam menolaknya. Rasionalitas syari‟ah dibangun atas dasar
Namun hal ini tidak berarti bahwa akal tidak maksud dan tujuan yang diberikan sang pembuat
punya tempat dalam syari‟ah. Hukum-hukum syari‟ah, dan akhirnya bermuara pada upaya
syari‟ah mirip dengan hukum-hukum alam. membawa manusia kepada nilai-nilai kebijakan.
Menyangkut hukum alam, harus bertitik Bisa dikatakan kemudian bahwa gagasan maqashid
tolak dari pengamatan secara induktif atas al-syari‟ah sebanding dengan gagasan hukum
beberapa fenomena yang terdapat di alam ini kausalitas dialam ini dalam disiplin filsafat.
sebelum akhirnya sampai pada satu kesimpulan Rasionalitas filsafat dibangun atas landasan
umum mencakup segenap fenomena partikulasi keteraturan dan keajegan alam ini, dan juga paada
lainnya yang tidak dijangkau oleh pengamatan landasan prinsip kausalitas.40
induktif. Sementara dalam masalah syari‟ah, juga Pandangan yang berpegang pada maqashid al-
ditemukan hal serupa. Nas-nas yang jelas, seperti syari‟ah sebagai acuan membangun rasionalisme
halnya fenomena-fenomena alam yang jelas, menjadi karakteristik dari pemikiran islam
dinyatakan sebagai data dari sekian data-data Andalusia. Hal ini diawali oleh Ibn Hazm yang
agama yang tidak bisa diubah atau diganti, baik kemudian dimatangkan oleh Ibn Rusyd,
dengan qiyas, ijmak, maupun yang lain. Bila tidak kemudian dilanjutkan as-syatibi.
ada nas, kewajiban seseorang muslim adalah As-Syatibi menyatakan membangun dimensi
mencari dan merumuskan suatu dalil atau rasionalisme dalam disiplin syari‟ah atas dasar
pembuktian rasional, yakni dengan cara meneliti prinsip qath‟i dengan mengacu pada metode
secara induktif teks-teks agama, lalu dijadikan rasionalisme atau burhani, sehingga disiplin ushul
premis-premis yang kemudian digunakan untuk fiqh pun didasarkan pada prinsip kulliyyah as-
menarik satu keputusan hukum.38 syariah (ajaran-ajaran universal dari syari‟ah) dan
Ibnu Rusd memandang bahwa prinsip- pada prinsip maqasid syariah. Prinsip kulliyyah as-
prinsip dalam syari‟ah serupa dengan prinsip- syariah berposisi sebagaimana halnya dengan
prinsip dalam filsafat, bahkan ia menyatakan posisi al-kulliyyah al-„aqliyyah (prinsip-prinsip
bahwa filsafat kawan akrab syariah dan saudara universal) dalam filsafat. Sementara maqhasid as-
sesusuannya. Prinsip dasar dalam disiplin syari‟ah syariah serupa dengan posisi al-sabab al-ga‟iy
45 Muhammad Abed al-Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, 46 Muhammad Abid al-jabiri, Bunyah al-aql al-Arabi,
op.cit., hlm. 128-129. op.cit., hlm. 539-540.
insani (bahasa Al-Qur‟an). Kedua, tanda-tanda renungan awliya Allah. Ia menempatkan otoritas
(ayat-ayat) yang bercorak non verbal berupa akal pada level kedua karena ia lebih condong
gejala-gejala alam atau maujudat. Dua bentuk ayat pada pendekatan sufistik.48
itu sama-sama bersumber dari Allah. Oleh karena Penggunaan dan peran akal diatas dalam
itu, tidak dapat dipisahkan satu dengan yang sejarah pemikiran agama Islam telah dilakukan
lainnya-walau dapat dibedakan. Keduanya sama- mu‟tazilah yang hampir melampaui wewenang
sama mengandung kebenaran dari Allah. Ini wahyu. Pemikiran yang berkembang dikalangan
antara lain dibuktikan dari sekian ayat-ayat Al- mereka adalah bahwa Tuhan tidak menghendaki
Qur‟an terdiri dari ayat-ayat kauniyah. Dengan kecuali hal-hal yang bermanfaat bagi manusia.
demikian, mashlahah dapat diketahui dari ayat-ayat Dari sini timbul doktrin al-shalah wa al-ashlah,
qur‟aniyyah dan ayat-ayat kauniyah yang yakni Tuhan wajib menciptakan yang baik
terpampang di alam semesta.47 bahkan yang terbaik untuk kemaslahatan
Maujudud sebagai sumber pengetahuan manusia. Ini berarti bahwa ciptaan Allah
(maslhlahah) bersifat universal dan adil. Bahkan mengandung mashlahah. Sesuatu yang dapat
Muhammad Iqbal mengatakan alam semesta diketahu dengan akal melalui pengalaman, indra,
sebagai sumber ilmu (pengetahuan mashlahah) penelitian, dari percobaan. Dari sini kebenaran
mengandung aspek kebenaran dan dapat pengetahuan mashlahah dilakukan berulang-ulang
mengantar manusia memperoleh kebenaran dari tahap ke tahap, sehingga terjadi hubungan
hakiki. secara logis dan konsisiten.49
Penetapan maujudad sebagai informasi
mashlahah membawa konsekuensi penggunaan Epistemologi ‘Irfani
akal secara dominan. Secara tegas al-Tufi „Irfan adalah pengetahuan yang diperoleh
menyatakan akal sebagai sarana yang mandiri dengan olah ruhani dimana dengan kesucian hati,
untuk mengetahui mashlahah dan mafsadah (dalam diharapkan Tuhan akan melimpahkan
muamalah dan adat), tanpa menunggu penjelasan pengetahuan langsung kepadanya. Dari situ
nas. Kata Ibn Abd as-Salam, bahwa sebagian kemudian dikonsepsikan atau masuk ke dalam
besar mashlahah dunia dapat diketahui dengan pikiran sebelum dikemukakan kepada orang lain.
akal, karena mashlahahtidak samar bagi setiap Dengan demikian, secara metodologi,
orang yang berakal sebelum datangnya syara‟. pengetahuan ruhani setidaknya diperoleh melalui
Bahkan, ia menegaskan bahwa jika sesorang tiga tahapan yaitu persiapan, penerimaan dan
ingin mengetahui mashlahah, maka ia secara pengungkapan, baik dengan lisan maupun
sederhana dapat menemukannya secara rasional dengan tulisan.
dengan menganggap Syari‟ tidak memberi Tahap pertama, persiapan.50 Untuk bisa
indikasi. Hasil penemuan ini dapat dijadikan menerima limpahan pengetahuan, seseorang
dasar membangun ketentuan hukum. Ia biasanya harus menyelesaikan jenjang-jenjang
mengakui peranan penting akal mengetahui kehidupan spiritual. Para tokoh berbeda
mashlahah, tapi ia mengakui pulatingkat pendapat tentang jumlah jenjang yang harus
kemampuannya. Baginya, pengetahuan mashlahah dilalui ini. Namun, setidaknya, ada tujuh tahapan
berbeda levelnya tergantung pada level yang harus dijalani,semuanya berangkat dari
pendekatan yang dilakukan masyarakat. Level tingkatan yang paling dasar menuju tingkatan
pengetahuan mashlahah yang paling rendah adalah
pengetahuan untuk seluruh manusia. Lebih tinggi 48 Ibid., hlm. 27-28.
lagi adalah level pengetahuan mashlahah melaului
49 Ibid., hlm. 28.
50 A. Khudori Soleh, op.cit., hlm. 241-242. Al-Qusairi
pemahaman azkiya. Level paling tinggi adalah mencatat ada empat puluh sembilan tahapan yang
pertauatan mashlahah melalui pemahamanatau harus dilalui, sedang at-Thabthabai mencatat dua
puluh empat jenjang, lihat Simuh, Tasawufdan
Perkembangannya Dalam Islam, (Jakarta : Rajawali
47 M. Faisal Munif, op.cit., hlm.27. Press, 1977), hlm. 49-72.
puncak dimana saat itu qalb (hati) telah menjadi menginginkan sesuatupun. Pada tingkat
netral dan jernih, sehingga siap menerima fakir, merupakan realisasi dari upaya
limpahan pengetahuan. pensucian hati secara keseluruhan dari
1. Tobat, meninggalkan segala perbuatan segala yang selain Tuhan.
yang kurang baik disertai penyesalan yang 5. Sabar, yakni menerima segala bencana
mendalam untuk kemudia menggantinya dengan laku sopan dan rela.
dengan perbuatan-perbuatan baru yang 6. Tawakkal, percaya atas apa yang
terpuji. Prilaku tobat sendiri terdiri dari ditentukan Tuhan. Tahap awal dari
beberapa tingkatan. Pertama-tama, tobat tawakkal adalah menyerahkan diri pada
dari perbuatan-perbuatan dosa dan Tuhan laksana mayat dihadapan orang
makanan haram, kemudian tobat dari lalai yang memandikan. Namun menurut
mengingat Tuhan, dan puncaknya adalah Qusyairi, hal ini bukan berarti fatalisme,
tobat dari klaim bahwa dirinya telah karena tawakkal adalah kondisi dalam hati
melakukan tobat. Menurut al-Qusairi tobat dan itu tidak menghalangi seseorang untuk
adalah landasan dan tahapan pertama bagi bekerja mencari nafkah demi kelangsungan
perjalanan spiritual berikutnya. Jika hidupnya. Begitupula sebaliknya, apa yang
seseorang tidak berhasil membersihkan dikerjakan tidak menafikan tawakkal dalam
dirinya pada tahapan ini, ia akan sulit untu hatinya, sehingga jika mengalami kesulitan
naik pada jenjang berikutnya. ia akan menyadari bahwa itu berarti takdir-
2. Wara‟, menjauhkan diri dari segala sesuatu Nya dan jika berhasil berarti atas
yang tidak jelas statusnya (subhat). Dalam kemudahan-Nya.
tasawuf, Wara‟ ini terdiri atas dua 7. Rida, hilangnya rasa ketidaksenangan
tingkatan, lahir dan batin. Wara‟ lahir dalam hati sehingga yang tersisa hanya
berarti tidak melakukan sesuatu kecuali gembira dan suka cita. Ini adalah puncak
untuk beribadah kepada tuhan, sedangkan dari tawakkal.
Wara‟ batin adalah tidak memasukkan Kedua, tahap penerimaan.51 Jika telah
sesuatu apapun dalam hati kecuali Tuhan. mencapai tingkat tertentu dalam sufisme,
3. Zuhud, tidak tamak dan tidak seseorang akan mendapatkan limpahan
mengutamakan kehidupan dunia. Ini lebih pengetahuan langsung dari Tuhan secara
serius dan lebih tinggi dibandingkan iluminatif. Pada tahap ini seseorang akan
tingkat sebelumnya, karena disini tidak mendapatkan realitas kesadaran diri yang
hanya menjaga dari yang subhat, bahkan demikian mutlak, sehingga dengan kesadaran itu
juga yang halal. Namun demikian, zuhud ia mampu melihat realitas dirinya sendiri sebagai
merupakan bukan berarti meninggalkan objek yang diketahui. Namun, realitas kesadaran
harta sama sekali. Menurut as-Syibili, dan realitas yang disadari tersebut, karena bukan
seseorang tidak dianggap zuhud jika hal itu objek eksternal, keduanya bukan sesuatu yang
terjadi lantaran ia memang tidak berbeda tetapi merupakan eksistensi yang sama,
mempunyai harta. Zuhud adalah bahwa sehingga objek yang diketahui tidak lain adalah
hati tidak tersibukkan oleh sesuatu apapun kesadaran yang mengetahui itu sendiri, begitu
kecuali Tuhan. Semuanya tidak berarti diperoleh melalui representasi atau data-data
dihatinya dan tidak memberi pengaruh indera apa pun, bahkan objek eksternal sama
dalam hubungannya dengan Tuhan. sekali tidak berfungsi dalam pembentukan
4. Fakir, mengosongkan seluruh fikiran dan gagasan umum pengetahuan ini. Pengetahuan ini
harapan dari kehidupan masa kini dan justru terbentuk melalui unifikasi eksistensial.
masa akan datang, dan tidak menghendaki
sesuatu apapun kecuali Tuhan, sehingga ia
tidak terikat dengan apapun dan hati tidak 51 Ibid., hlm. 243-244.
Ketiga, pengungkapan.52 Ini merupakan Bagaimana makna atau dimensi batin yang
tahap terakhir dari proses pencapaian diperoleh dari kashf tersebut diungkapkan.
pengetahuan „irfani, dimana pengalaman mistik Menurut al-Jabiri, makna batin ini, pertama,
diinterpretasikan dan diungkapkan kepada diungkapkan dengan cara apa yang disebut
oranglain lewat ucapan atau tulisan. Namun, sebagai i‟tibar atau qiyas irfani yaitu analogi makna
karena pengatehuan „irfan bukan masuk tatanan batin yang ditangkap dalam kashf kepada makna
konsepsi kehadiran Tuhan dalam diri dan zahir yang ada dalam teks. Sebagai contoh, qiyas
kehadiran diri dalam Tuhan, sehingga tidak bisa yang dilakukan kaum syi‟ah yang meyakini
dikomunikasikan, maka tidak semua pengalaman keunggulan keluarga Imam Ali atas QS. Ar-
ini dapat diungkapkan. Beberapa pengkaji Rahman, 19-22 “Dia membiarkan dua lautan
masalah „irfan atau mistik membagi pengetahuan mengalir dan bertemu, diantara keduanya ada
ini dalam beberapa tingkat : batas yang tidak terlampaui dan dari keduanya
1. Pengetahuan tak terkatakan. keluar mutiara dan marjan. Dalam hal ini, Ali dan
2. Pengetahuan „irfan atau mistisisme. Fatimah dinisbahkan pada dua lautan,
3. Pengetahuan metasisme yang terbagi dalam Muhammad saw dinisbahkan pada barzah,
dua bagian yaitu: sedangkan Hasan dan Husein dinisbahkan pada
a. Oleh orang ketiga tetapi masih dalam mutiara dan marjan.54
satu tradisi dengan yang bersangkutan Barzah = Muhammad
(orang Islam menjelaskan pengalaman Dua lautan = Ali/Fatimah
mistik orang Islam yang lain). Dua laut Ali/Fatimah
b. Oleh orang ketiga dan dari tradisi yang Mutiara & Marjan Hasan/Husein
berbeda (orang Islam menjadi Dengan demikian, qiyas „irfani ini tidak sama
pengalaman mistik dari tokoh mistik dengan qiyas bayani atau silogisme. Qiyas „irfani di
non-muslim) sini berusaha menyesuaikan konsep yang telah
Sesuai dengan sasaran bidik „irfan yang ada atau pengetahuan yang diperoleh lewat kashf
esoterik, isu sentral „irfan adalah zahir dan batin, dengan teks, qiyas al-ghaib „ala al-syahid. Dengan
bukan sebagai konsep yang berlawanan tetapi kata lain, seperti dikatakan al-Ghazali di atas,
sebagai pasangan. Menurut Muhasibi, al-Ghazali, zahir teks dijadikan furu‟ (cabang) sedangkan
Ibn Arabi, juga para sufi yang lain, teks konsep atau pengetahuan kashf sebagai ashal
keagamaan (Alquran dan hadis) tidak hanya (pokok). Karena itu, qiyas „irfani atau i‟tibar tidak
mengandung apa yang tersurat (zahir) tetapi juga memerlukan persyaratan „illah atau pertalian
apa yang tersirat (batin). Zahir teks adalah antara lafal dan makna, sebagaimana yang ada
bacaannya, sedangkan batinnya adalah takwilnya. dalam qiyas bayani, tetapi hanya berpedoman
Jika dianalogikan dengan bayani, konsep zahir- pada isyarat (petunjuk batin).55
batin tidak berbeda dengan lafaz dan makna. Kedua, pengetahuan kashf diungkapkan
Bedanya, dalam epistemologi bayani, seseorang lewat apa yang disebut dengan syatahat.
berangkat dari lafaz menuju makna, sedangkan Namunm, berbeda dengan qiyas „irfani yang
dalam irfani, seseorang justru berangkat dari dijelaskan secara sadar dan dikaitkan dengan teks,
makna menuju lafaz, dari batin menuju zahir, syatahat ini sama sekali tidak mengikuti aturan-
atau dalam bahasa al-Ghazali, makna sebagai ashl, aturan tersebut. Syatahat lebih merupakan
sedangkan lafaz mengikuti makna (sebagai ungkapan lisan tentang perasaan karena limpahan
furu‟).53 pengetahuan langsung dari sumbernya dan
disertai dengan pengakuan seperti ungkapan
“Maha Besar Aku” dari Abu Yazid Bustami atau
52 Ibid., hlm. 244.
53 Al-Ghazali, Misykat al-Anwar, (Kairo : Dar al- 54 A. Khudori Soleh, op.cit., hlm. 246.
Qaumiyyah, 1964), hlm. 65. 55 M. Abid al-Jabiri, Bunyah ..., op.cit., hlm. 274.
“ana al-haqq” (aku adalah Tuhan) dari al-Hallaj. Untuk samapai pada kawasan batin harus melalui
Ungkapan-ungkapan tersebut keluar dari pendekatan intuitif. Pengetahuan-kebenaran-
seseorang saat mengalami suatu pengalaman mashlahah suatu ajaran dapat diperoleh melalui
intuitif yang sangat mendalam, sehingga sering kajian aspek esoteris dari makna ayat-ayat Alquran
tidak sesuai dengan kaidah teologis maupun dan hadis, karena mashlahah diyakini berada
epistemologis tertentu, sehingga ia sering dihujat dibalik tabir teks bukan pada zahir lafal dan
dan dinilai menyimpang dari ajaran Islam yang maknanya. Suatu perbuatan yang didasarkan
baku. Meski demikian, secara umum syatahat pada pemahaman dua dimensi (eksoteris dan
sebenarnya diterima dikalangan sufisme suni esoteris) akan memperoleh ilmu yang dapat
yang membatasi diri pada aturan syariat, dengan mengungkap hikmah (mashlahah) yang dikandung
syarat syatahat harus ditakwilkan, yakni Alquran dan sunnah.
ungkapannya terlebih dahulu harus dikembalikan Seorang „irfani-dengan kemampuan proses
pada makna zahir teks.56 kejiwaannya- sampai pada tahap tajalli (jawaban
Hakikat qiyas „irfani, takwil, dan syatahat batin terhadap persoalan yang dihadapi) tentang
menurut al-Jabiri terletak pada makna umumnya pengetahuan mashlahah yang harus melalui
atau universalitasnya melainkan pada makna tahapan riyadhah (latihan ritus). Pengetahuan
temporal dan subjektivitasnya. Sebab takwil atau mashlahah yang diperoleh melalui pendekatan
syatahat tidak lain adalah pemaknaan atau intuitif hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu
pemahaman atas realitas yang ditangkap saat (awliya) karena mereka sangat konsisten terhadap
kashf, dan hal tersebut pasti berbeda diantara hukum-hukum Allah, sehingga penyelidikan dan
masing-masing orang, sesuai dengan kualitas jiwa ijtihad mereka sangat sempurna. Dari sinilah
dan pengalaman sosial budaya yang pengetahuan mashlahah dimungkinkan dapat
menyertainya. 57 diperoleh melalui iliminasi (menampakkan
„irfan sebagai metode perolehan pengetahuan langsung) kepada subjek, bahkan pengetahuan
melalui penampakan langsung kepada subjek- seorang„irfani mampu mencapai mashlahah yang
dalam tasawuf- dinamakan ma‟rifah. Sarana ada pada tingkat haqq al-yaqin. Mashlahah
mencapai ma‟rifah adalah kalbu, bukan indera diperoleh melalui tingkat takhalli (pengosongan
bukan akal budi. Kalbu yang dimaksud bukan diri dari perbuatan tercela) dan proses pada
bagian tubuh secara fisik, akan tetapi merupakan tingkat tahalli (memperbanyak amal saleh yang
percikan ruhiyah ketuhanan yang merupakan dihiasi dengan akhlaqal-karimah), yang kemudian
hakekat realitas manusia. Terkadang ia terkait sampai pada tingkat tajalli. Mashlahah yang
dengan segumpal hati manusia. Namun sejauh ini ditangkap dirasakan pada tingkat tajalli tidak
daya nalar manusia belum mampu memahami dapat ditukar dengan mashlahah pada tingkat
keterkaitan antara keduanya.58 rukhsah syari‟ah karena rukhsah berada pada
level bawah. Pandangan dan sikap di atas
Epistema Mashlahah Dalam Konstruksi memiliki implikasi serius terhadap kemaslahatan
‘Irfani manusia, karena dinilai mengabaikan
Dalam pemikiran „irfani, nas diyakini kemashlahahan itu sendiri. Pada dasarnya
berdimensi eksoteris (zahir) dan esoteris (batin). penerimaan dalam rukhsah berarti merealisasi
Namun demikian, kawasan esoteris lebih sebagian kemaslahatan karena kewajiban dalam
mendominasi makna suatu ajaran. Sumber „azimah dirasakan sulit, bahkan nyaris tidak dapat
kebahasaan dinilai tidak mampu memfasilitasi dilaksanakan.59
makna yang tidak dapat diganti dengan teks. Sesuai dengan tradisi „irfaniyyun, pengetahuan
atau perolehan mashlahah terasa sulit bagi orang
lain. Sebagai contoh, kemaslahatan/manfaat
56 Ibid., hlm. 290.
57 Ibid., hlm. 281.
58 M. Faishal Munif, op.cit., hlm. 30. 59 M. Faishal Munif, op.cit., hlm. 30-31.
dalam ibadah seperti salat yang berfungsi memahami hukum-hukum syari‟at serta dalam
mencegah pelakunya dari (perbuatan) keji dan merespon persoalan-persoalan baru yang muncul
munkar sebagaimana dalam surat al-„Ankabut sebagai akibat semakin luasnya wilayah Islam.
(29): 45. Berdasarkan pernyataan di atas Muhy Yaitu ahlu al-hadits dan ahlu al-ra‟yi. Aliran
ad-Din bin „Arabi mengklasifikasi salat menjadi pertama yang berpusat di Hijaz (Mekah-
tujuh macam tingkat. Tingkat paling rendah salat Madinah), banyak menggunakan hadis dan
al-badaniyyah (raga) dan tingkat tertinggi salat al- pendapat-pendapat sahabat, serta memahaminya
khifa‟ (dengan jiwa yang berdialog mesra) yang secara harfiah. Adapun aliran kedua, berpusat di
dapat mengantar seseorang pada maqam fana‟ Irak, banyak menggunakan rasio dalam
(penghancuran diri untuk lebur dengan Allah) merespon persoalan baru yang muncul. Salah
dalam „ain al-wahdah (esensi kesatuan manusia satu contoh kasus perbedaan ini, pada suatu
dengan Allah). Apabila salat tidak dapat ketika seseorang dari kelompok ahlu al-hadits
menghantarkan seseorang pada tingkat fana‟ ditanya tentang dua orang anak bayi yang
berarti ia telah memberikan kemaslahatan kepada menyusu air susu seekor domba, apakah hal itu
pelakunya secara maksimal. Sedemikian rupa dari menjadi hubungan susuan atau tidak.
tujuh macam tingkat salat di atas disederhanakan Jawabannya, ya, karena berdasarkan hadis dua
menjadi dua macam. Pertama, salat syari‟ah, anak bayi yang menyusu pada satu air susu yang
yakni gerakan-gerakan raga seperti berdiri, sama menjadikan keduanya haram menikah.
membaca, ruku, sujud dan sebagainya. Kedua, Meskipun jawaban ini sesuai dengan teks hadis,
salat thariqah, yakni salat hati yang dilaksanakan tetapi tidak sejalan dengan rasio, karena maksud
selama hidup tanpa putus yang merupakan hadis hanya sejalan dengan air susu ibu, bukan
bentuk kerinduan hati kepada Allah. Pelaksana pada domba atau hewan lain. Meskipun
ibadah (salat) bagi irfaniyyun tidak sekedar gerakan demikian, pada masa dinasti Umayyah dan awal
raga lahiriyah, tetapi mengandung gerakan Abbasiyah, ulama dan muridnya bebas dan sering
ruhaniyyah. Gerakan jasmaniyah-memungkinkan bertukar guru atau mengubah pendapat.61
pada saat tertentu- ditinggalkan dibanding Munculnya kedua aliran tersebut terutama
gerakan ruhaniyyah. Pada saat seseorang tidak disebabkan oleh dua faktor. Pertama : pengaruh
dapat melaksanakan salat lahiriyah ia tetap geografis dan kondisi sosial di Madinah pada
diwajibkan melaksanakan salat batiniyyah, walau masa dinasti Umayyah tidak banyak berbeda
dengan niat saja.60 dengan kondisi pada masa Nabi SAW dan
khulafa al-rasyidin, karena Irak sudah menjadi kota
Potret Keterpisahan Epistemologi Dalam metropolitan waktu itu, sehingga persoalan-
Sejarah persoalan lebih kompleks dari pada Madinah.
Antara Ahlu al-Ra’yi dan Ahlu al-Hadits Dalam menghadapi persoalan-persoalan baru itu
Persoalan mengenai sumber pengetahuan dibutuhkan ijtihad, sementara hadis yang beredar
(mashlahah) sejak awal Islam sudah di Irak tidak sebanyak hadis yang beredar di
memperlihatkan bentuk-bentuk tipologi Madinah yang merupakan tempat turunnya
pemikiran. Sebultah misalnya Ibnu Abbas dan wahyu. Maka para ahli ijtihad mengeluarkan
Ibnu Umar. Kedua tokoh ini berbeda dalam fatwa yang banyak berdasarkan rasio.
melihat nas. Ibnu Abbas lebih menggunakan Kedua : Pengaruh sahabat-sahabat dalam
pendekatan konteks, sedangkan Ibnu Umar memberikan fatwa. Umar bin Khattab dan Ibnu
berpegang pada makna teks. Mas‟ud, misalnya dalam memberikan fatwa
Pada masa tabi‟in (masa awal dinasti banyak menggunakan rasio dengan berusaha
Umayyah) terlihat ulama fikih terpilih ke dalam
dua mazhab utama. Muncul aliran-aliran dalam
61 Masykuri Abdillah, “Ilmu Agama”, dalam Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van
60 Ibid., hlm. 30-31. Hoeve, 2002), hlm. 247.
mencari „illat(reason) dan jiwa syari‟at. Sedangkan (fukaha), dan Keenam: adanya kebebasan
Abdullah bin Umar, sangat berhati-hati dalam berpendapat di bidang ilmiahtanpa adanya
memberikan fatwa dan hanya mempergunakan keharusan untuk mengikuti pendapat atau
nas Alquran dan hadis. Di antara ahli fatwa mazhab tertentu, meskipun tetap dibatasi, selama
dikalangan tabi‟in adalah Sa‟id bin Mutsayyab, tidak melawan atau mengkritik penguasa.63
Ibrahim an-Nakhai, dan Hasan al-Basri. Pada periode ini, di Irak muncul seorang
Sejak awal para ulama tidak muncul dan mujtahid besar bernama Nu‟man bin Tsabit atau
berkembang menjadi kelompok yang homogen. yang lebih dikenal dengan Abu Hanifah (80
Keberagaman dalam bentuk rumusan ulama H/699 M-150 H/767 M). Ia merupakan orang
telah tampak, yang belakangan kondisi ini pertama memformulasikan ilmu fikih. Ia lahir di
mengarah pada terbentuknya mazhab-mazhab di Kufah, putera seorang pedagang sutra dari
kalangan ulama khususnya dan umat Islam pada keturunan Persia yang masuk Islam masa
Umumnya. Ulama di wilayah awal perkembangan pemerintahan khulafaur rasyidin. Ia mempelajari
Islam (Hijaz), cenderung berpegang pada banyak bidang ilmu terutama dari gurunya
panduan Nabi Muhammad SAW yang memang Hammad bin Zaid. Pada periode Umayyah, ia
lebih banyak diingat dan lestari dikalangan sudah menjadi ulama yang berpengaruh,
mereka. Kelompok ini sering disebut ahlu al-hadis sehingga pernah ditawarkan untuk menjadi
(kelompok tradisional), dan mereka sering hakim di Kufah, tetapi ia menolak. Karena
dibedakan dengan ulama di wilayah baru Islam, sikapnya itu ia dibenci dan dihukum oleh
terutama Irak, yang biasanya disebut ahlu al-ra‟yi gubernur Kufah, Yazid bin Umar. Hal yang sama
(kelompok rasionalis). Penamaan di atas bukan juga dialaminya ketika ia menolak tawaran
suatu pemilahan, akan tetapi lebih bersifat Dinasti Abbasiah. Ia akhirnya dipenjarakan oleh
preperensi, karena kelompok ahli hadis bukan khalifah Abdullah bin Muhammad al-Mansur,
berarti tidak menggunakan pendekatan rasional, sampai ia meninggal tahun 767. Meskipun
dan kelompok ahlu al-ra‟yi bukan berarti demikian ia memiliki banyak murid yang
meninggalkan hadis yang sahih.62 menyebabkan mazhabnya banyak diikuti.
Pada periode tabi‟it tabi‟in abad 2 H, dengan Diantaranya adalah Abu Yusuf Ya‟qub bin
munculnya para mujtahid di berbagai kota, serta Ibrahim dan Muhammad bin Hassan as-Syaibani.
terbukanya pembahasan dan perdebatan tentang Di antara mazhab sunni, mazhab Hanafi inilah
hukum-hukum syari‟at. Munculnya ulama-ulama yang dianggap paling rasional dalam metodologi
mujtahidin ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan pendapatnya.64
yaitu pertama: perkembangan Islam ke berbagai Sementara itu, di Madinah muncul juga
wilayah dengan latar belakang nilai-nilai dan seorang mujtahid besar bernama Malik bin Anas
kebiasaan masing-masing yang beraneka ragam atau Imam Malik (716-796). Ia belajar antara lain
mengharuskan adanya pedoman yang kepada Rabi‟ah bin Farukh dan Yahya bin Sa‟id,
bersandarkan pada hukum-hukum syari‟at. Kedua: dua ahli hadis yang terkenal pada zaman itu.
kemudahan untuk merujuk kepada sumber- Selain pergi ke Mekah untuk menunaikan haji,
sumber dasar syari‟at. Ketiga: semangat kaum Imam Malik tidak pernah meninggalkan Madinah
muslimin untuk berpegang pada ajaran-ajaran selama hidupnya. Ia memformulasikan ilmu fikih
agama. Keempat: adanya iklim yang menunjang, dan membukukan kumpulan hadis berjudul al-
bersamaan dengan berkembangnya filsafat Islam Muwatta yang terutama berisi hukum-hukum
dan ilmu-ilmu lainnya. Kelima: perhatian para syariat. Pembukuan kitab ini dilakukan atas
khalifah terhadap fikih dan para ahli fikih permintaan khalifah Abu Ja‟far al-Mansur dengan
maksud sebagai pedoman bagi kaum muslim
62 Nur Ahmad Fadhil Lubis, “Fajar Keemasan Islam”,
dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta : Pt. 63 Masykuri Abdillah, op.cit., hlm. 246.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 279. 64 Ibid.
dalam menjalani kehidupan mereka. Khalifah serta menempatkan kedua aliran tersebut secara
Harun ar-Rasyid pernah berusaha untuk proporsional. Hal ini didukung oleh latar
menjadikan kitab ini sebagai hukum yang berlaku belakang Imam Syafi‟i yang pernah belajar
untuk umum, tetapi tidak disetujui oleh Malik dengan Imam Malik (ahlu al-hadits) dan as-
bin Anas. Kitab ini kemudian menjadi dasar bagi Syaibani (ahlu al-ra‟yi). Munculnya Imam Syafi‟i
paham fikih dikalangan umat Islam di Hijaz yang di satu segi menguasai banyak hadis dan
(aliran ahlu al-hadits). Mazhab Maliki dilain segi memiliki kemampuan dalam menggali
mengutamakan hadis dan memberi kedudukan dasar-dasar dan tujuan-tujuan hukum, dapat
khusus bagi praktek („amal) penduduk Madinah. menghilangkan supremasi ahlu al-ra‟yi terhadap
Meskipun demikian ia menerima pertimbangan ahlu al-hadits dalam perdebatan. Karena jasanya
hukum atas dasar kemaslahatan (istishlah).65 membela hadis, maka ia dijuluki sebagai nashir al-
Adapun yang menjadi pedoman bagi paham sunnah (pembela sunnah). Pembelaan ini tidak
fikih di kalangan umat Islam di Irak (aliran ahlu hanya ditujukan kepada kalangan ahlu al-ra‟yi yang
al-ra‟yi) adalah buku-buku yang ditulis oleh banyak mendahulukan rasio daripada hadis,
murid-murid Abu Hanifah. Terutama tetapi juga kepada kalangan ahlu al-hadits yang
Muhammad bin Hasan asy-Syaibani (131-189 H) dalam beberapa hal menggunakan hadis lemah
dengan bukunya antara lain al-Jami‟al-Kabir dan atau mendahulukan praktek penduduk Madinah
al-Jami as-Sagir dan Abu Yusuf dengan daripada hadis. Pemikiran-pemikiran Imam
hukumnya al-Kharaj. Baik Abu Hanifah maupun Syafi‟i ini memang tidak terlepas dari latar
Malik bin Anas masing-masing dijadikan sebagai belakangnya yang pernah belajar di lingkungan
pendiri Mazhab Hanafi dan Maliki. kedua aliran tersebut.
Sejak periode tabi‟in, sering terjadi Imam Syafi‟i menjumpai iklim ketika
perdebatan antara kedua aliran tersebut. kontroversi juristik terjadi merata antara para ahli
Sementara kalangan ahlu al-hadits mencela hukum Madinah dan ahli hukum Irak. Dan
kelompok ahlu al-ra‟yi dengan tuduhan bahwa akhirnya di antara faktor yang mendorong Imam
ahlu al-ra‟yi meninggalkan sebagian hadis, maka Syafi‟i ke dalam penggalian teori hukum usul
ahlu al-ra‟yi pun menjawab dengan fikih adalah gelombang besar orang-orang non
mengemukakan argumentasi tentang „illah- „illah Arab ke wilayah-wilayah Islam dan pengaruh
hukum (legal reasons) dan maksud-maksud syari‟at. memalukan yang menimpa tradisi-tradisi hukum
Pada umumnya ahlu ar-ra‟yi dengan kemampuan dan budaya Islam. Syafi‟i mengkhawatirkan
debatnya dapat mengalahkan argumentasi ahli tercemarnya kemurnian syari‟ah dan bahasa
hadis. Namun masing-masing dari kedua aliran Alquran. Di dalam kitab ar-Risalahnya, Syafi‟i
ini tidak memiliki metodologi yang sistematis dan merumuskan pedoman ijtihad dan menguraikan
konsisten, sehingga menimbulkan semakin kaidah-kaidah yang mengatur masalah „amm,
beranekanya dan meruncing perdebatan khass, nasikh dan mansukh, dan menyusun prinsip-
pendapat, yang diantaranya bahkan mengarah prinsip ijmak dan qiyas. Al-Syafi‟i menyangkal
pada pemahaman menurut keinginannya sendiri, validitas istihsan dan menganggapnya tidak lebih
terutama dikalangan ahlu al-ra‟yi.66 dari perbuatan hukum secara serampangan.
Salah seorang murid Imam Malik yang Beliaulah yang telah berjasa menghimpun usul
cerdas adalah Muhammad Idris as-Syafi‟i atau fikih menjadi sebuah disiplin ilmu yang sistematis
yang dikenal dengan Imam Syafi‟i (769-820), dan koheren.67
terpanggil untuk menertibkan perbedaan
pemahaman tersebut dengan memperkenalkan
sebuah metodologi yang sistematis dan konsisten 67 Muhammad Hashim Kamali, Princples of Islamic
Jurisprudence (The Islamic Texts Society), diterjemahkan
oleh Norhaidi, Prinsip dan Teori-teori Hukum Islam
65 Nur Ahmad Fadhil Lubis, op.cit., hlm. 280. (Ushul Fiqh), (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996),
66 Masykuri Abdillah, op.cit., hlm. 246. hlm. 5.
Dengan upaya ini, Imam Syafi‟i dikenal interpretasi alegoris terhadap sumber-sumber
dengan orang yang telah memadukan kedua hukum Islam. Ibnu Hazm al-Andalusi
aliran (ahlu al-ra‟yi dan ahlu al-hadits). Di satu sisi menghidupkan kembali mazhab ini pada abad
ia telah merumuskan logika hukum dibalik teks- ke-11 hingga berkembang kembali di Spanyol.
teks Alquran dan hadis, dan disisi lain ia telah Meskipun demikian jatuhnya kerajaan Islam
menempatkan posisi hadis sahih secara Spanyol turut pula mengakhiri keberadaan
proporsional, yaitu sebagai sumber hukum kedua mazhab di sana.69
setelah Alquran. Ciri mazhab Syafi‟i adalah Yang lain adalah mazhab al-Auza‟i (708-
kombinasi dari kalangan tradisional dan rasional 774). Ia terkenal sebagai salah seorang ahli hadis
dalam suatu metodologi yang lebih sistematis. abad ke-8 dan penentang penggunaan berlebihan
Sama dengan gurunya as-Syafi‟i, salah metodologi qiyas dan bentuk-bentuk penalaran
seorang muridnya Ahmad bin Hanbal (780-855) rasional lain. Di Andalusia pengaruh mazhabini
kemudian mengembangkan aspek ajaran gurunya berkurang ketika posisi hakim Agung di
yang menekankan posisi dan signifikasi sunnah Damaskus dijabat oleh Abu Zar‟ah bin Usman
dalam hukum Islam. Pentingnya kedudukan yang menganut mazhab Syafi‟i.70
sunah bagi Imam Ahmad tampak dari Pada abad ke-8 masih terdapat beberapa
ketekunannya mengkompilasi hadis dalam kitab mazhab lain yang dianut umat Islam.
al-Musnad yang berisikan lebih dari 30.000 hadis. Diantaranya adalah mazhab al-Laits dan mazhab
Kuatnya ia berpegang pada hadis juga terkait erat al-Sauri. Yang pertama dikaitkan kepada al-Laits
dengan keyakinannya dalam bidang akidah, ia bin Sa‟ad (716-791), keturunan Persia dan
menolak pendekatan rasional dan spekulatif yang berdomisili di Mesir. Penyebab memudarnya
dipengaruhi pola pemikiran filosofis, terutama mazhab ini adalah kedatangan Imam as-Syafi‟i ke
yang dikembangkan kaum mu‟tazilah. Sikapnya Mesir hingga pengikut al-Laits banyak yang
yang tegas ini menyeretnya harus berhadapan beralih, karena ajaran mereka tidak berbeda jauh.
dengan banyak pihak terutama para penguasa. Adapun mazhab al-Sauri didirikan oleh Sufyan
Khalifah Abdullah al-Ma‟mun menjebloskannya al-Sauri (715-778), yang terkenal karena
ke dalam penjara karena terkait dengan pengetahuannya yang luas mengenai ilmu-ilmu
penentangan pendapat mengenai kemakhlukan keIslaman, terutama hadis dan fikih. Ia hidup
Alquran. Baru setelah al-Mutawakkil naik tahta ia semasa dengan Imam Hanafi, tetapi berbeda
dapat menyebarluaskan paham yang diyakininya. pendapat tentang penggunaan qiyas dan
Di samping ahli fikih ia dikenal sebagai ahli penyimpangan dari kaidah umum yang
hadis. Walaupun ia pernah belajar kepada Imam didasarkan atas pertimbangan rasional. Pendapat-
Syafi‟i dan Abu Yusuf, tetapi ia memiliki pendapat al-Sauri sulit berkembang karena
pemikiran yang berbeda dari keduanya, dan pendapat-pendapatnya yang keras dan sering
berbeda pula dengan pemikiran fikih Malik, beroposisi dengan pemerintah. Ia pernah
sehingga para pengikutnya menjadikannya menolak tawaran khalifah menjadi hakim.71
sebagai pendiri mazhab Hanbali. Keempat Meskipun awalnya kelompok syi‟ah
mazhab inilah belakangan disebut dengan terbentuk karena persoalan politik,
ahlussunnah wal jamaah.68 perkembangan selanjutnya memperlihatkan
Selain empat mazhab tersebut, masih ada bahwa ulamanya merumuskan metodologi,
mazhab lain. Mazhab Zahiri didirikan oleh kriteria, dan produk ketentuan akidah dan aturan
Dawud bin Ali (815-883) yang lahir di Kufah. hukum sendiri. Merekapun akhirnya terpecah
Gelar al-Zahiri karena mereka berpegang pada menjadi beberapa mazhab. Sebagian kaum
rujukan tekstual (zahir) ayat Alquran dan hadis
dan menentang penggunaan penalaran bebas dan
69 Ibid.
70 Ibid.
68 Nur Ahmad Fadhil Lubis, op.cit., hlm. 280-281. 71 Ibid.
muslim syi‟ah menganut mazhab Ja‟fari. Mazhab kehidupan homogen dan banyaknya sahabat di
ini dinisbahkan kepada Imam Ja‟far bin Madinah membekas jelas pada mazhab Maliki.
Muhammad al-Baqir (699-765), cicit dari Ali bin Bagi mazhab Hanafi, seorang wanita dewasa,
Abi Thalib. Mazhab Ja‟fari khususnya, dan kaum diperbolehkan melakukan akal sendiri, yang
syi‟ah umumnya hanya menerima hadis yang mustahil diterima dikalangan masyarakat Arab
diriwayatkan ahlul bait dan menundukkan yang kuat memegang tradisi patrilineal.73
perkataan para imam syiah (aqwal al- Meskipun demikian, perkembangan
a‟immah)sebagai sumber hukum setelah Alquran. selanjutnya menunjukkan bahwa semua mazhab
Mereka langsung menetapkan rasio sebagai salah yang berkembang menerima Alquran dan sunnah
satu sumber hukum bagi kasus-kasus yang tidak sebagai sumber utama hukum Islam. Namun
diatur oleh sumber-sumber hukum yang lebih dikalangan syi‟ah, rumusan sunnah yang diterima
tinggi.72 berbeda dari penganut sunni. Kalangan syi‟ah
Pengelompokan umat Islam terutama pada hanya menerima sunnah yang diriwayatkan oleh
aspek fikih mengental pada era dinasti keturunan langsung Rasulullah SAW (ahlul bait).
Abbasiyah. Ada beberapa faktor pendorong Dikalangan sunni terdapat perbedaan kriteria.
fenomena ini. Pertama, perkembangan ilmu-ilmu Mazhab Hanafi mensyaratkan hadis yang boleh
keagamaan telah sampai pada tingkat diterima paling tidak dikenal baik (masyhur).
terbentuknya pendekatan dan metodologi yang Sementara itu hadis yang bertentangan dengan
lebih mapan pada masing-masing kelompok. Ini konsensus tradisi penduduk Madinah tidak
ditambah dengan telah berkembangnya lembaga- diterima oleh mazhab Maliki.
lembaga pendidikan keagamaan yang terpusat Mazhab sunni sepakat menerima konsensus
pada ulama-ulama terkenal. Kedua, Dinasti ijmak dan qiyas sebagai sumber utama
Abbasiyah memang lebih memberikan berikutnya. Mazhab Hanafi menerima penetapan
kesempatan dan dukungan terhadap kiprah hukum berdasarkan istihsan, sesuatu yang ditolah
ulama dalam kehidupan umum. Ketiga, diskusi, oleh Mazhab Syafi‟i dan Hanbali. Mazhab Maliki
perdebatan, dan polemik di kalangan ulama berprinsip bahwa perumusan hukum atas
semakin terbuka. pertimbangan kepentingan umum (istishlah) dapat
Ketika periode akhir dinasti Abbasiyah, diterima. Disamping itu dalam kadar yang lebih
friksi antar mazhab semakin menguat karena rendah semua mazhab menerima adat istiadat
adanya campur tangan dan dukungan penguasa dan aturan hukum agama monoteis pra-Islam
terhadap mazhab tertentu. Pada masa ini fikih (syar‟u man qablana) sebagai sumber hukum.
mengalami sistematisasi dan formalisasi. Pada fase kemunduran, hubungan umat
Kemampuan suatu mazhab untuk bertahan Islam secara internal tidak harmonis. Rasa saling
disebabkan gabungan banyak faktor. Di antara menghormati yang berkembang sebelumnya
yang utama adalah tingginya kualitas pemikiran digantikan dengan kebiasaan saling menghina.
orang alim, adanya sekelompok murid yang Sikap saling menghormati di kalangan ulama
tekun mengembangkan, adanya dukungan dapat dilihat dari pujian satu imam kepada imam
penguasa, serta diangkatnya tokoh mazhab lainnya. Imam Syafi‟i pernah berkata : “Dalam
tersebut sebagai petinggi pemerintahan biasanya bidang fikih manusia berutang budi kepada Abu
hakim. Di samping itu, terdapat kondisi saling Hanifah”. Imam Malik pernah memuji Abu
mempengaruhi antara aturan mazhab tertentu Hanifah : “Aku tidak pernah melihat ulama yang
dan kondisi sosio-kultural dari tempat hadis lebih pandai dari Abu Hanifah”. Imam Syafi‟i
tersebut berkembang. Kehidupan kosmopolitan pernah memuji Imam Malik dan Sufyan bin
kota Baghdad banyak mempengaruhi metodologi Uyainah : “Kalau saja tidak ada Imam Malik dan
dan rumusan hukum mazhab Hanafi, sementara
84 Abd Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul al-I‟iqh, (Kairo : 86 Iskandar Usman, Istihsan dan Pembaharuan Hukum
t.tp. 1978), hlm. 192-193. Islam, (Jakarta : Rajawali Pres, 1994), hlm. 103-104.
85 Muhammad Zuhri, op.cit., hlm. 3. 87 Ibid., hlm. 113.
Pembaharuan itu dapat terjadi dalam tiga kemaslahatan umas masa kini yang keadaannya
bentuk atau tiga kondisi.88 Pertama apabila hasil berbeda dengan keadaan masa itu.89
ijtihad lama itu adalah salah satu dari sekian Hubungan antara teori hukum dan
kemungkinan yang dikandung oleh suatu teks perubahan sosial merupakan salah satu masalah
Alquran dan hadis. Dalam keadaan demikian, pokok dalam filsafat hukum. Hukum yang
pembaharuan dilakukan dengan mengangkat pula diasumsikan tidak mengalami perubahan, namun
kemungkinan lain yang terkandung dalam ayat menghadapi suatu tantangan berupa transformasi
atau hadis tersebut. Contoh ulama telah sosial, yang menuntut adaptabilitas hukum.
menetapkan tujuh macam kekayaan yang wajib Seringkali, dampak perubahan sosial itu begitu
zakat, yaitu emas dan perak, tanam-tanaman, hebat sehingga menimbulkan alienasi dalam
buah-buahan, barang-barang dagangan, binatang hukum yang mampu merespon perubahan
ternak, barang tambang dan barang peninggalan sosial.90
orang terdahulu yang ditemukan waktu digali. Masalah perubahan sosial sangat urgen
Ketujuh macam kekayaan yang ditetapkan wajib dalam filsafat hukum Islam. Hal ini disebabkan
zakat itu berkisar dalam ruang lingkup keboleh hukum Islam dipandang sebagai suatu yang
jadian arti (sebagian dari hasil usahamu yang sakral dan internal. Dengan pandangan seperti
baik-baik dan sebagian dari apa yang kami ini, hukum Islam menjadi baku dan tidak
keluarkan dari bumi untuk kamu). Pendapat yang berubah. Pandangan sakralitas hukum
menetapkan penghasilan yang datang dari jasa menjadikan perubahan sosial harus disesuaikan
dikenakan zakat, sebagaimana yang telah dengan hukum islam, bukan sebaliknya,
dijelaskan, juga tetap berkisar dalam ruang perubahan sosial mempengaruhi penetapan
lingkup kemungkinan arti teks Alquran. Kedua, hukum.91
bila hasil ijtihad lama didasarkan atas „urf Dalam menyikapi sakralitas dan keabadian
setempat, dan bila „urf itu sudah berubah, maka hukum Islam, langkah pertama yang harus
hasil ijtihad lama lama itupun dapat diubah dilakukan adalah menangguhkan terlebih dahulu
dengan menetapkan hasil ijtihad baru yang sifat hubungan yang seolah-olah transenden,
didasarkan pada „urf setempat yang telah berubah antara Islam dengan formulasi hukum Islam yang
itu. Ketiga, apabila hasil ijtihad lama ditetapkan dikenal dengan syari‟ah. Bagi an-Na‟im, syari‟ah
dengan qiyas, maka pembaharuan dapat bukanlah keseluruhan Islam itu sendiri hanya
dilakukan dengan meninjau kembali hasil-hasil interpretasi terhadap nas yang pada dasarnya
ijtihad atau ketentuan-ketentuan hukum yang dipahami dalam konteks historis tertentu.92
ditetapkan dengan qiyas. Munawir Syadzali menekankan perlunya
Karena pembaharuan hukum Islam reinterpretasi terhadap ayat Alquran seperti surat
mengandung arti gerakan ijtihad menetapkan an-Nisa ayat 34, 176. Al-Baqarah ayat 228 dan
ketentuan hukum yang mampu menjawab 282, an-Nur ayat 4 dan al-Maidah ayat 5.
permasalahan dan perkembangan baru maka Berdasarkan ayat-ayat tersebut dapat
pembaharuan itu dilakukan dengan kembali digambarkan : bahwa menurut Islam :
kepada Alquran dan hadis dan tidak terikat
dengan ketentuan-ketentuan hukum hasil ijtihad
lama yang merupakan hukum Islam katagore 89 Ibid., hlm. 115.
fikih. Karena bisa jadi rumusan ulama terdahulu 90 Masnun Thahir, “Dasar-dasar Pembaharuan
tersebut dipengaruhi oleh „urf setempat. Dan Liberalisme Hukum Islam di Indonesia”, Istinbath,
ketentuan tersebut belum tentu mampu No. 1 Vol. 3, (Desember 2005), hlm. 77.
Adaptabilitas maksudnya kemampuan hukum untuk
menjawab permasalahan dan perkembangan beradaptasi terhadap perkembangan masyarakat
baru, artinya belum tentu mampu merealisasi dengan tetap menjaga hal-hal yang bersifat
fundamental dan sakral.
91 Ibid.
88 Ibid., hlm. 113-114. 92 Ibid., hlm. 78.
a. Laki-laki lebih tinggi derajatnya dari Islam berarti usaha menjadikan hukum Islam itu
perempuan, sebab kepemimpinan dalam berkembang dalam arti meluas penggunaan dan
kehidupan keluarga dan masyarakat ada pemberlakuannya. Kalau tadinya hanya berlaku
ditangan pria. untuk maksud tertentu, menjadi berlaku untuk
b. Perempuan tidak diterima kesaksiannya maksud lain-lainnya.97
dalam perkara pidana. Kesaksian mereka Hal ini disebabkan karena hukum syara‟ itu
dalam perkara perdata diterima namun dua adalah titah Allah yang bernilai hukum dan
wanita nilainya sama dengan kesaksian satu jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan
orang laki-laki. dengan keseluruhan titah Allah yang terdapat
c. Dalam pembagian warisan, anak laki-laki dalam Alquran. Jika titah Allah bernilai hukum
mendapatkan bagian dua kali lebih banyak itu hanya untuk mengatur apa yang tersebut
dari anak perempuan.93 sebagaimana dalam teks suci maka sangat sedikit
Doktrin perempuan ini merupakan ajaran yang terjangkau oleh aturan titah Allah, padahal
yang sangat maju untuk ukuran empat belas abad yang harus tunduk pada aturan Allah sangat
yang lalu, oleh karena posisi mereka yang sangat kompleks permasalahannya. Oleh karena itu
rendah dalam struktur kebudayaan Arab pra diperlukan usaha pengembangan hukum Islam
Islam.94 dengan arti titah Allah bernilai hukum, dapat
Sedangkan Sahal mengatakan bahwa Islam diperlakukan untuk maksud yang lebih banyak.98
bukan sesuatu yang statis dan ajaran Islam bukan Titah Allah yang bernilai hukum ditinjau
sesuatu yang sekali jadi sehingga tidak butuh sebagai titah Allah yang bersifat qadim, tidak
reformulasi maupun reaplikasi. Dengan kata lain, mungkinmengalami perkembangan. Namun bila
watak hukum Islam itu selalu perlu ditinjau sebagai aturan dasar yang memerlukan
diterjemahkan secara kontekstual.95 pemahaman dalam pelaksanaannya, maka
Dasar pemikiran pembaharuan hukum pemahaman terhadap titah Allah tersebut dapat
Islam adalah mewujudkan kemaslahatan dan mengalami perubahan dan pengembangan.
keadilan. Hal ini lebih menekankan dari segi Pengembangan hukum Islam dapat diartikan
subtansi tetapi bukan berarti segi formal dan sebagai pertentangan atau perluasan maksud
tekstual dari ketentuan hukum harus diabaikan. Allah dalam titahnya itu kepada maksud lain,
Ketentuan legal-formal-tekstual yang syah, sehingga penggunaannya menjadi semakin
bagaimanapun, harus mencadi acuan tingkah meluas. Pengembangan dalam arti pertentangan
laku manusia dalam kehidupan bersama, kalau ini mengandung dua cara. Pertama pertentangan
tidak ingin terjadi anarkhi. Tetap pada saat yang lafaz dengan semata menggunakan pemahaman
sama, parameter legal-formal dan tekstual lughawi. Umpanya titah Allah melarang seseorang
hanyalah merupakan cara bagaimana cita mengucapkan kata kasar kepada orang tua
kemaslahatan, keadilan teraktualisasi dalam diperluas dengan larangan memukul orang tua.
realitas kehidupan.96 Perluasan seperti itu disebutmafhum. Kedua,
Sedangkan pengembangan dalam hal ini perluasan lafaz kepada sasaran lain tidak semata
berarti usaha membuat sesuatu menjadi menggunakan pemahaman lughawi, tapi dengan
berkembang dengan arti menjadi semakin luas, cara memahami „illah dan alasan Allah dalam
semkain besar atau semakin banyak. Bila kata menetapkan hukumnya. Umpamanya titah Allah
pengembangan itu dihubungkan dengan hukum melarang orang meminum khamar, nama sejenis
minuman keras direntangkan kepada minum
wiski, bir, tuak, karena pada jenis ini terdapat
93 Ibid., hlm. 98.
94 Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan Dalam
Islam, diterjemahkan oleh Farid Wajedi, (Yogyakarta :
LSPPA, 2000), hlm. 29-31. 97 Amir Syarifuddin, Meretas Kebekuan Ijtihad, (Jakarta :
95 Ibid. Ciputat Press, 2005), hlm. 13.
96 Ibid., hlm. 81. 98 Ibid.
kesamaan „illah hukum yang memabukkan. Cara rohani dan kesucian hati. Nas diyakini bersifat
ini disebut qiyas.99 esoteris dan eksoteris, tetapi makna esoteris lebih
Pemahaman atas titah Allah yang mungkin mendominasi makna suatu ajaran.
mengalami pengembangan dan perubahan adalah Dalam memahami ajaran Islam dan dalam
terhadap titah Allah yang penunjukkannya menyingkap pengetahuan tentang mashlahah,
terhadap hukum bersifat zhanni atau tidak perlu epistemologi integratif, yaitu epistemologi
mengandung kepastian lain. Hukum Islam dalam yang memperhatikan aspek bayani, burhani dan
bentuk ini akan dapat mengalami perubahan dan „irfani. Ketika hukum-hukum Tuhan dipahami
pengembangan untuk mengakomodasi dengan pemahaman parsial, maka yang akan
kehidupan dunia yang selalu mengalami terjadi justru akan merusak kemaslahatan
perubahan ini. manusia. Jika epistemebayanidijadikan satu-satunya
Oleh karena itu pentingnya epistemologi cara dalam memahami teks, maka hukum
Integrasi. Bagaimana memperoleh pengetahuan kehilangan daya akomodatifnya. Respon
dalam pandangan Islam. Alquran telah banyak terhadap perkembangan baru akan terhalangi.
memberikan informasi, disamping sebagai Sebab teks (nas) limited (terbatas), hanya
petunjuk kepada manusia cara memperoleh mengatur hal-hal fundamental dan mendasar
pengetahuan. Ini dapat dipahami secara lafzhi dalam kehidupan. Ketika epistemeburhani dipakai
dari beberapa ayat yang mengisyaratkan agar sebagai satu-satunya epistemologi, maka hukum
Alquran dijadikan sebagai sumber ilmu. Ayat-ayat Tuhan menjadi tidak dipatuhi, teks (nas)
tersebut, selalu memakai kata-kata antara lain : diabaikan. Sedangkan penekanan pada aspek
ya‟qilun, yudabbirun.Begitu pula ketika Alquran „irfanisaja, akan menghilangkan unsur rasionalitas
mengisyaratkan untuk menjadikan alam, diri dan membawa pada praktek keberagamaan yang
manusia, maupun sejarah, dengan menggunakan menyimpang dari syari‟at. Dengan demikian
kata-kata yandhuru, yafqahu, yatazakkaru. integrasi menjadi suatu hal yang urgen dalam
menyingkap dan memahami unsur kemaslahatan
Kesimpulan dalam hukum. Dengan berpijak pada tiga
Ada tiga cara memperoleh pengetahuan epistemologi ini pembaharuan dan
tentang mashlahah,yaitubayani, burhani dan pengembangan hukum Islam harus berjalan, agar
„irfani.Bayani menekankan otoritas teks (nas) hukum Islam selalu mampu merealisasi tujuan
secara langsung atau tidak angsung dan syariat semaksimal mungkin, yaitu kemaslahatan
dijustifikasi oleh aturan kebahasaan. Secara hidup manusia di dunia dan di akhirat.
langsung berarti memahami teks sebagai
pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikan Daftar Rujukan
tanpa pemikiran. Secara tidak langsung berarti Al-Ghazali, Misykat al-Anwar, (Kairo : Dar al-
memahami teks sebagai pengetahuan jadi dan Qaumiyyah, 1964).
langsung mengaplikasikan tanpa pemikiran. Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan Dalam
Secara tidak langsung berarti memahami teks Islam, diterjemahkan oleh Farid Wajedi,
sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu (Yogyakarta : LSPPA, 2000).
tafsir dan penalaran. Perlakuan terhadap teks Abu Ishaq as-Syatibi, op,cit, juz II.
sangat dominan, tanpa teks pengetahuan tentang Abd Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul al-I‟iqh, (Kairo :
mashlahah tidak didapat. Burhaniadalah t.tp. 1978).
argumentasi yang kuat dan meyakinkan. Posisi As-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari‟ah,
akal sangat dominan dalam menyingkap (Beirut : Dar al-Ma‟rifah, t.th), Jl. II.
pengetahuan mashlahah. „Irfaniadalah sarana Amir Syarifuddin, Meretas Kebekuan Ijtihad,
memperoleh pengetahuan mashlahahdengan ulah (Jakarta : Ciputat Press, 2005).