Anda di halaman 1dari 36

10 KESALAH PAHAMAN MENGENAI SUKSES

Kesalahpahaman 1
Beberapa orang tidak bisa sukses karena latar belakang, pendidikan, dan lain-lain.
Padahal, setiap orang dapat meraih keberhasilan. Ini hanya bagaimana mereka menginginkannya,
kemudian melakukan sesuatu untuk mencapainya.

Kesalahpahaman 2
Orang-orang yang sukses tidak melakukan kesalahan.
Padahal, orang-orang sukses itu justru melakukan kesalahan sebagaimana kita semua pernah lakukan
Namun, mereka tidak melakukan kesalahan itu untuk kedua kalinya.

Kesalahpahaman 3
Agar sukses, kita harus bekerja lebih dari 60 jam (70, 80, 90...) seminggu.
Padahal, persoalannya bukan terletak pada lamanya anda bekerja. Tetapi bagaimana anda dapat
melakukan sesuatu yang benar.

Kesalahpahaman 4
Anda hanya bisa sukses bila bermain sesuatu dengan aturan.
Padahal, siapakah yang membuat aturan itu? Setiap situasi membutuhkan cara yang berbeda. Kadang-
kadang kita memang harus mengikuti aturan, tetapi disaat lain andalah yang membuat aturan itu.

Kesalahpahaman 5
Jika anda selalu meminta bantuan, anda tidak sukses.
Padahal, sukses jarang sekali terjadi di saat-saat vakum. Justru, dengan mengakui dan menghargai
bantuan orang lain dapat membantukeberhasilan anda. Dan, sesungguhnya ada banyak sekali orang
semacam itu.

Kesalahpahaman 6
Diperlukan banyak keberuntungan untuk sukses.
Padahal, hanya dibutuhkan sedikit keberuntungan. Namun, diperlukan banyak kerja keras, kecerdasan,
pengetahuan, dan penerapan.

Kesalahpahaman 7
Sukses adalah bila anda mendapatkan banyak uang.
Padahal, uang hanya satu saja dari begitu banyak keuntungan yang diberikan oleh kesuksesan. Uang
pun bukan jaminan kesuksesan anda.

Kesalahpahaman 8
Sukses adalah bila semua orang mengakuinya.
Padahal, anda mungkin dapat meraih lebih banyak orang dan pengakuan dari orang lain atas apa yang
anda lakukan. Tetapi, meskipun hanya anda sendiri yang mengetahuinya, anda tetaplah sukses.

Kesalahpahaman 9
Sukses adalah tujuan.
Padahal, sukses lebih dari sekedar anda bisa meraih tujuan dan goal anda. Katakan bahwa anda
menginginkan keberhasilan, maka ajukan pertanyaan "atas hal apa?"
Kesalahpahaman 10
Saya sukses bila kesulitan saya berakhir.
Padahal, anda mungkin sukses, tapi anda bukan Tuhan. Anda tetap harus melalui jalan yang naik turun
sebagaimana anda alami dimasa-masa lalu. Nikmati saja apa yang telah anda raih dan hidup setiap hari
sebagaimana adanya.

(diadaptasi dari "The Top 10 Misconceptions About Success", Jim M. Allen. CoachJim.com)

Aku pernah datang dan aku sangat patuh.

Kisah tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang
bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim
piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu
kata terakhir yang ia tinggalkan adalah saya pernah datang dan saya
sangat penurut.
Anak ini rela melepasakan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah
memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari
perkumpulan orang Chinese seluruh dunia. Dan membagi dana tersebut
menjadi tujuh bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga
sedang berjuang menghadapi kematian.Dan dia rela melepaskan
pengobatannya.

Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia
hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun
yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota
Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak
menemukan pasangan hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil
ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya. Pada tanggal
30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat dimana papanya
menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah papanya
menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat menemukan
anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November
jam 12.

Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai
melemah.
Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan
saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi
tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, "saya makan apa, maka kamu
juga ikut apa yang saya makan". Kemudian papanya memberikan dia nama Yu
Yan.

Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan
seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk,
hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras).
Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi
anak ini sangat penurut dan sangat patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan
pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar
biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari
kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah
ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.

Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur
lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci
baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan
baik.
Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki
sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga
ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus
menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi
sedih dan marah.

Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti,
harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa
membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia
tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya.
Setiap hal yang lucu yang terjadi disekolahnya di ceritakan kepada
papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang
susah untuk menguji papanya.

Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan


bahagia.Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi
bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia.

Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu
pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci
mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya.
Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut.
Sehingga papanya membawa Yu Yuan kepuskesmas desa untuk disuntik. Tetapi
sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengerluarkan darah dan tidak mau
berhenti. Dipahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter
tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk
diperiksa. Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor
karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi
yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya
bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai.
Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil
untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai
sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang
keluar dari hidung Yu Yuan.

Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk


diperiksa.Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia
ganas.Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar
300.000$. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah
diranjang. Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya.
Dengan berbagai cara meminjam uang kesanak saudara dan teman dan
ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit.
Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang
merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam
waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.

Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus.
Dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan
papanya, air mata pun mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar.
"Papa saya ingin mati".
Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, "Kamu baru berumur
8 tahun kenapa mau mati". "Saya adalah anak yang dipungut, semua orang
berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini,
biarlah saya keluar dari rumah sakit ini."

Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal


huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang
berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan
dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang kerumah, Yu
Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta
dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto.
Yu Yuan berkata kepada papanya: "Setelah saya tidak ada, kalau papa
merindukan saya lihatlah foto ini". Hari kedua, papanya menyuruh
bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru.
Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan
satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu
mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di
sebuah studio foto.
Yu Yuan kemudia memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin
berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada
akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau
bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar
Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari
pohon dan hilang ditiup angin.

Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian
menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail.
Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamakannya sendiri
dan akhirnya menyebar keseluruh kota Rong Cheng.
Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai
satu Negara bahkan sampai keseluruh dunia. Mereka mengirim email ke
seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini". Dunia yang damai ini
menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang.

Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia
saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah
tercukupi.Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang.

Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan tetapi dana terus


mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter
sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan
pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu
Yuan.

Ada seorang teman di-email bahkan menulis: "Yu Yuan anakku yang tercinta
saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya
mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh
besar dan sehat.
Yu Yuan
anakku tercinta."

Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan


menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota . Dana yang sudah
terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk
terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia
sangat menderita didalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan
kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini
membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min
berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang
sangat hebat. Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi
Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan
pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan
dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan
tidak meneteskan air mata. Yu yuan yang dari dari lahir sampai maut
menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat
dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perermpuannya. Air
mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.

Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu
memanggil dengan sebutan Shii Mama. Pertama kalinya mendengar suara itu,
Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, "Anak yang
baik". Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen
dimana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk
menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email.
Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos
sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan dipencernaan dan selalu
selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan
sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari
kesembuhan Yu Yuan.

Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah


menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain.
Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah melewati operasi tersebut fisik
Yu Yuan semakin lemah.
Pada tanggal 20 agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan:
"Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan
tersebut.Wartawan tersebut menjawab, karena mereka semua adalah orang yang baik
hati". Yu Yuan kemudia berkata : "Tante saya juga mau menjadi orang yang
baik hati".Wartawan itupun menjawab, "Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus
saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik". Yu yuan dari
bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu
Yuan."Tante ini adalah surat wasiat saya."

Fu yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu


Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri. Ini adalah
seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah
kematian dan diatas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi
menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri
dengan selamat tinggal tante Fu Yuan.

Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada
sembilan sebutan singkat tante wartawan. Dibelakang ada enam belas
sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal.
Tolong,..... ..
Dan dia
juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada
orang-orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar. "Sampai jumpa
tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan
sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan
katakana ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal,
biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti
saya. Biar mereka lekas sembuh".
Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi
pipinya.

Saya pernah datang, saya sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar
dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 agustus, karena pendarahan
dipencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa
mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula mulanya berusaha mencuri
makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat
pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun
secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer
darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan
para perawat pun ikut menangis.
Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap tidak
bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut
akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima
kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air.
Sungguh telah pergi kedunia lain.

Dikecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar


kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita
dengan karangan bunga yang ditumupuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda
berkata dengan pelan "Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil
diatas langit, kepakanlah kedua sayapmu. Terbanglah.. ......... ...."
demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.

Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan


gerimis.
Didepan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar
kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal
oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena
leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa
mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan.

Didepan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa.


Diatas batu nisannya tertulis, "Aku pernah datang dan aku sangat patuh"
(30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir perjalanan singkat
riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih
hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis
kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.

Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan
kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima
bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu,
Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini
semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin
yang berjuang melawan kematian.

Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu


Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang
mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut. "Saya telah menerima
bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang
melihat kami diatas sana . Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga
akan mengukirnya dengan kata-kata "Aku pernah datang dan aku sangat
patuh".

Berima Kasih Ayah,, Telah Mengingatkan, Betapa Miskinnya Kita

Suatu ketika seseorang yang sangat kaya mengajak anaknya mengunjungi sebuah
kampung dengan tujuan utama memperlihatkan kepada anaknya betapa
orang-orang bisa sangat miskin.

Mereka menginap beberapa hari di sebuah daerah pertanian yang sangat


miskin.

Pada perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya. "Bagaimana


perjalanan kali ini?"
"Wah, sangat luar biasa Ayah"

"Kau lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin" kata ayahnya.

"Oh iya" kata anaknya

"Jadi, pelajaran apa yang dapat kamu ambil?" tanya ayahnya.

Kemudian si anak menjawab.

"Saya saksikan bahwa :

Kita hanya punya satu anjing, mereka punya empat.

Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ke


tengah taman kita dan mereka memiliki telaga yang
tidak ada batasnya.

Kita mengimpor lentera-lentera di taman kita dan


mereka memiliki bintang-bintang pada malam hari.

Kita memiliki patio sampai ke halaman depan,


dan mereka memiliki cakrawala secara utuh.

Kita memiliki sebidang tanah untuk tempat tinggal


dan mereka memiliki ladang yang melampaui
pandangan kita.

Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita,


tapi mereka melayani sesamanya.

Kita membeli untuk makanan kita,


mereka menumbuhkannya sendiri.

Kita mempunyai tembok untuk melindungi kekayaan


kita dan mereka memiliki sahabat-sahabat
untuk saling melindungi."

Mendengar hal ini sang Ayah tak dapat berbicara.


Kemudian sang anak menambahkan "Terimakasih Ayah, telah menunjukkan
kepada saya betapa miskinnya kita."

Betapa seringnya kita melupakan apa yang kita miliki dan terus
memikirkan apa yang tidak kita punya.

Apa yang dianggap tidak berharga oleh seseorang ternyata merupakan


dambaan bagi orang lain.
Semua ini berdasarkan kepada cara pandang seseorang.

Membuat kita bertanya apakah yang akan terjadi jika kita semua
bersyukur kepada Tuhan sebagai rasa terima kasih kita atas semua yang
telah disediakan untuk kita daripada kita terus menerus khawatir untuk
meminta lebih.

Asal Muasal The Scarlet Letter

Beberapa kisah sukses yang terbesar dalam sejarah tercipta lantaran kata-kata pendorong semangat atau
tindakan yang penuh keyakinan dari orang tercinta atau teman terpercaya.

Ketika Nathaniel, seorang laki-laki yang telah dipecat dari pekerjaannya di kantor bea cukai dan tengah
masygul hatinya menghadapi kepahitan kenyataan yang diterimanya. Kemudian dia pulang dengan
memberitahukan istrinya bahwa ia hanyalah seonggok kegagalan dan telah dipecat dari pekerjaannya,
istrinya mengejutkan dengan seruan kegembiraan. "Sekarang," katanya dengan nada penuh
kemenangan, "Kamu dapat menulis bukumu!"

"Ya" jawab laki-laki itu, dengan kepercayaan diri yang kendur, "Dan dengan apa kita hidup sementara
aku menulisnya?"

Ia tercengang ketika istrinya membuka sebuah laci dan mengeluarkan uang yang
cukup banyak.

"Dari mana gerangan kamu mendapatkan itu?" serunya.

"Aku selalu yakin bahwa kamu seorang jenius," ucap istrinya.

"Aku tahu bahwa suatu hari kamu akan menulis sebuah mahakarya. Jadi setiap minggu, dari yang kamu
berikan kepadaku untuk urusan rumah tangga, aku menyisihkan sedikit uang. Jadi ini cukup untuk
menghidupi kita selama setahun penuh."

Dari kepercayaan dan keyakinan seorang istri, lahirlah salah satu novel termasyhur dalam kesusastraan
Amerika, The Scarlet Letter.

JERITAN PARA LELAKI ( hikssss )

Yang selalu kita dengar adalah Girls Rulez, kini saatnya kami para cowok-cowok mengungkapkan isi
hati kami.

Ini adalah cerita dari sisi kita, Kaum Cowok! Kaum Adam! Aturan kita!

Untuk para cewek-cewek...

1. Tidak Semua cowok seperti Dedy Cobuzier.


Jadi jangan harap kami bisa membaca isi pikiranmu disaat kamu manyun tanpa suara. Apa susahnya sih
bilang : "Aku Laper, Aku minta dibeliin pakaian, Tolong rayu aku...!"

2. Hari Minggu itu waktunya istirahat setelah 6 hari bekerja, jadi jangan harap kami mau menemani
seharian jalan-jalan ke mall.

3. Berbelanja BUKAN olahraga. Dan kami gak akan berpikir ke arah situ.
Bagi kami belanja ya belanja, kalau sudah pas ya beli saja, perbedaan harga toko A dan B cuma 1,000
perak jadi nggak usah keliling kota untuk cari yang paling murah, buang-buang bensin aja...

4. Menangis merupakan suatu pemerasan.


Lebih baik kami mendengar suara petir, guntur , bom meledak daripada suara tangisanmu yang
membuat kami tidak bisa berbuat apa-apa.

5. Tanya apa yang kamu mau. Cobalah untuk sepaham tentang hal ini.

Sindiran halus tidak akan dimengerti.


Sindiran kasar tak akan dimengerti.
Terang-terangan menyindir juga kita gak ngerti!
Ngomong aja langsung kenapa!?

6. Ya dan Tidak adalah jawaban yang paling dapat diterima hampir semua pertanyaan. It's simple.!

7. Cerita ke kami kalo mau masalah kamu diselesaikan. Karena itu yang kami lakukan. Pengen dapet
simpati doang sih, cerita aja ke temen-temen cewekmu.

8. Sakit kepala selama 17 bulan adalah penyakit. Pergi ke dokter dong...! Masa kami harus pijitin terus
tiap pusing...

9. Semua yang kami katakan 6 bulan lalu gak bisa dipertimbangkan dalam suatu argumen. Sebenernya,
semua komentar jadi gak berlaku dan batal setelah 7 hari.
Janji kami untuk menyebrangi lautan dan mendaki gunung itu hanyalah klise, jangan dianggap serius.

10. Kalo kamu gak mau pake baju kayak model-model pakaian dalam, jangan harap kita seperti artis
sinetron dong.

11. Kalo kamu pikir kamu gendut, mungkin aja. Jangan tanya kami dong. Cermin lebih jujur daripada
Lelaki.

12. Kamu boleh meminta kami untuk melakukan sesuatu atau menyuruh kami menyelesaikannya
dengan cara kamu. Tapi jangan dua-duanya dong. Kalo kamu pikir bisa melakukannya lebih baik,
kerjain aja sendiri.

13. Kalau bisa, ngomongin apa yang harus kamu omongin pas iklan aja. Ingat, jangan sekali-kali
ngomong apalagi pas saat tendangan penalty.

14. Kami bukan anak kecil lagi, jadi tak perlu mengingatkan jangan lupa makan, selamat tidur, dll.
Menurut kami itu hanyalah pemborosan pulsa saja.
15. Kalo ***** kan bisa digaruk sendiri. Kami juga kok. ( JANGAN NGERES !!! EDITED BY
ADMIN HARUMNET )

16. Kalo kami nanya ada apa dan kamu jawab gak ada apa-apa, kami akan berpikir memang gak ada
apa-apa. Ingat, seperti no.1 kami bukanlah pembaca pikiran. Ngomong baby...ngomong. ...!

17. Kalo kita berdua harus pergi ke suatu tempat, pakaian apapun yang kamu pakai, pantes aja kok.
Bener. Jadi tidak ada alasan gak mau pergi ke pesta karena tidak ada baju.

18. Jangan tanya apa yang kami pikir tentang sesuatu kecuali kamu memang mau diskusi tentang bola,
game, billyard, memancing atau mungkin juga tentang teknik mereparasi mobil.

19. Kami malas berdebat secara hati dan perasaan, ingat! kami hanya pakai logika. ( KOK KAYA
LAGU NA SI AGNES.... LAGI LAGI EDITED BY ADMIN )

20. Terima kasih sudah mau baca ini. Iyaa ... ya ..., aku siap tidur di sofa nanti malam...

CATATAN SEORANG PRAMUGARI

Saya adalah seorang pramugari biasa dari China Airline, karena bergabung dengan perusahaan
penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang mengesankan, setiap hari
hanya melayani penumpang dan melakukan pekerjaan yang monoton.

Pada tanggal 7 Juni yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang membuat perubahan pandangan
saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya.

Hari ini jadwal perjalanan kami adalah dari Shanghai menuju Peking, penumpang sangat penuh pada
hari ini.

Diantara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa, merangkul sebuah karung tua dan terlihat
jelas sekali gaya desanya, pada saat itu saya yang berdiri dipintu pesawat menyambut penumpang
kesan pertama dari pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah maju seorang dari desa sudah
mempunyai uang untuk naik pesawat.

Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minuman, ketika melewati baris ke 20, saya
melihat kembali kakek tua tersebut, dia duduk dengan tegak dan kaku ditempat duduknya dengan
memangku karung tua bagaikan patung.

Kami menanyakannya mau minum apa, dengan terkejut dia melambaikan tangan menolak, kami
hendak membantunya meletakan karung tua diatas bagasi tempat duduk juga ditolak olehnya, lalu kami
membiarkannya duduk dengan tenang, menjelang pembagian makanan kami melihat dia duduk dengan
tegang ditempat duduknya, kami menawarkan makanan juga ditolak olehnya.

Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah dia sakit, dengan suara kecil dia
mejawab bahwa dia hendak ke toilet tetapi dia takut apakah dipesawat boleh bergerak sembarangan,
takut merusak barang didalam pesawat.
Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan menyuruh seorang
pramugara mengantar dia ke toilet, pada saat menyajikan minuman yang kedua kali, kami melihat dia
melirik ke penumpang disebelahnya dan menelan ludah, dengan tidak menanyakannya kami meletakan
segelas minuman teh dimeja dia, ternyata gerakan kami mengejutkannya, dengan terkejut dia
mengatakan tidak usah, tidak usah, kami mengatakan engkau sudah haus minumlah, pada saat ini
dengan spontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkan kepada kami, kami
menjelaskan kepadanya minumannya gratis, dia tidak percaya, katanya saat dia dalam perjalanan
menuju bandara, merasa haus dan meminta air kepada penjual makanan dipinggir jalan dia tidak
diladeni malah diusir. Pada saat itu kami mengetahui demi menghemat biaya perjalanan dari desa dia
berjalan kaki sampai mendekati bandara baru naik mobil, karena uang yang dibawa sangat sedikit,
hanya dapat meminta minunam kepada penjual makanan dipinggir jalan itupun kebanyakan ditolak dan
dianggap sebagai pengemis.

Setelah kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenang meminum secangkir teh,
kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya.

Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik, putra sulung sudah bekerja
di kota dan yang bungsu sedang kuliah ditingkat tiga di Peking. anak sulung yang bekerja di kota
menjemput kedua orang tuanya untuk tinggal bersama di kota tetapi kedua orang tua tersebut tidak
biasa tinggal dikota akhirnya pindah kembali ke desa, sekali ini orang tua tersebut hendak menjenguk
putra bungsunya di Peking, anak sulungnya tidak tega orang tua tersebut naik mobil begitu jauh,
sehingga membeli tiket pesawat dan menawarkan menemani bapaknya bersama-sama ke Peking, tetapi
ditolak olehnya karena dianggap terlalu boros dan tiket pesawat sangat mahal dia bersikeras dapat pergi
sendiri akhirnya dengan terpaksa disetujui anaknya.

Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai anak bungsunya, ketika melewati
pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruh menitipkan karung tersebut ditempat bagasi tetapi dia
bersikeras membawa sendiri, katanya jika ditaruh ditempat bagasi ubi tersebut akan hancur dan
anaknya tidak suka makan ubi yang sudah hancur, akhirnya kami membujuknya meletakan karung
tersebut di atas bagasi tempat duduk, akhirnya dia bersedia dengan hati-hati dia meletakan karung
tersebut.

Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia selalu membalas dengan
ucapan terima kasih yang tulus, tetapi dia tetap tidak mau makan, meskipun kami mengetahui
sesungguhnya dia sudah sangat lapar, saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia
menanyakan saya apakah ada kantongan kecil? dan meminta saya meletakan makanannya di kantong
tersebut. Dia mengatakan bahwa dia belum pernah melihat makanan yang begitu enak, dia ingin
membawa makanan tersebut untuk anaknya, kami semua sangat kaget.

Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa dimata seorang desa menjadi begitu
berharga.

Dengan menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, dengan terharu kami
mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kami bagikan kepada penumpang ditaruh
didalam suatu kantongan yang akan kami berikan kepada kakek tersebut, tetapi diluar dugaan dia
menolak pemberian kami, dia hanya menghendaki bagian dia yang belum dimakan tidak menghendaki
yang bukan miliknya sendiri, perbuatan yang tulus tersebut benar-benar membuat saya terharu dan
menjadi pelajaran berharga bagi saya.
Sebenarnya kami menganggap semua hal tersebut sudah berlalu, tetapi siapa menduga pada saat semua
penumpang sudah turun dari pesawat, dia yang terakhir berada di pesawat. Kami membantunya keluar
dari pintu pesawat, sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal yang sangat tidak bisa saya lupakan
seumur hidup saya, yaitu dia berlutut dan menyembah kami, mengucapkan terima kasih dengan
bertubi-tubi, dia mengatakan bahwa kami semua adalah orang yang paling baik yang dijumpai, kami di
desa hanya makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yang begitu manis dan makanan yang
begitu enak, hari ini kalian tidak memandang hina terhadap saya dan meladeni saya dengan sangat
baik, saya tidak tahu bagaimana mengucapkan terima kasih kepada kalian.

Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian, dengan menyembah dan menangis dia mengucapkan
perkataannya. Kami semua dengan terharu memapahnya dan menyuruh seseorang anggota yang
bekerja dilapangan membantunya keluar dari lapangan terbang.

Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, beragam-ragam penumpang sudah saya jumpai, yang
banyak tingkah, yang cerewet dan lain-lain, tetapi belum pernah menjumpai orang yang menyembah
kami, kami hanya menjalankan tugas kami dengan rutin dan tidak ada keistimewaan yang kami
berikan, hanya menyajikan minuman dan makanan, tetapi kakek tua yang berumur 70 tahun tersebut
sampai menyembah kami mengucapkan terima kasih, sambil merangkul karung tua yang berisi ubi
kering dan menahan lapar menyisihkan makanannya untuk anak tercinta, dan tidak bersedia menerima
makanan yang bukan bagiannya, perbuatan tersebut membuat saya sangat terharu dan menjadi
pengalaman yang sangat berharga buat saya dimasa datang yaitu jangan memandang orang dari
penampilan luar tetapi harus tetap menghargai setiap orang dan mensyukuri apa yang kita dapat.

For Lovers, 8 Kado Terindah

Aneka kado ini tidak dijual di toko. Anda bisa menghadiahkannya setiap saat, dan tak perlu membeli!

Meski begitu, delapan macam kado ini adalah hadiah terindah dan tak ternilai bagi orang-orang yang
Anda sayangi.

1. Kehadiran

Kehadiran orang yang dikasihi rasanya adalah kado yang tak ternilai harganya. Memang kita bisa juga
hadir di hadapannya lewat surat , telepon, foto, faks, e-mail atau chatting. Namun dengan berada di
sampingnya. Anda dan ia dapat berbagi perasaan, perhatian, dan kasih sayang secara lebih utuh dan
intensif. Dengan demikian, kualitas kehadiran juga penting. Jadikan kehadiran Anda sebagai pembawa
kebahagiaan.

2. Mendengarkan

Sedikit orang yang mampu memberikan kado ini, sebab kebanyakan orang lebih suka didengarkan,
daripada mendengarkan. Sudah lama diketahui bahwa keharmonisan hubungan antar-manusia amat
ditentukan oleh kesediaan saling mendengarkan.

3. Diam
Seperti kata-kata, di dalam diam juga ada kekuatan.
Diam bisa dipakai untuk menghukum, mengusir, atau membingungkan orang. Tapi lebih dari
segalanya, diam juga bisa menunjukkan kecintaan kita pada
seseorang karena memberinya “ruang.”

4. Kebebasan

Mencintai seseorang bukan berarti memberi kita hak penuh untuk memiliki atau mengatur kehidupan
orang bersangkutan.

Bisakah kita mengaku mencintai seseorang jika kita selalu mengekangnya?


Memberi kebebasan adalah salah satu perwujudan cinta.
Makna kebebasan bukanlah “Kau bebas berbuat semaumu.” Lebih dalam dari itu, memberi kebebasan
adalah memberinya kepercayaan penuh untuk bertanggung jawab atas segala hal yang ia putuskan atau
lakukan.

5. Keindahan

Siapa yang tak bahagia jika orang yang disayangi tiba-tiba tampil lebih
ganteng atau cantik? Tampil indah dan rupawan juga merupakan kado. Bahkan tak salah jika Anda
mengkadokannya tiap hari!

6. Tanggapan Positif

Tanpa sadar, sering kali kita memberikan penilaian negatif terhadap pikiran, sikap atau tindakan orang
yang kita sayangi.

Seolah-olah tidak ada yang benar dari dirinya dan kebenaran mutlak hanya
pada kita. Kali ini, coba hadiahkan tanggapan positif. Nyatakan dengan jelas
dan tulus.

7. Kesediaan Mengalah

Tidak semua masalah layak menjadi bahan pertengkaran. Apalagi sampai menjadi cekcok yang hebat.
Kesediaan untuk mengalah juga dapat melunturkan sakit hati dan mengajak kita menyadari bahwa
tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini

8. Senyuman

Percaya atau tidak, kekuatan senyuman amat luar biasa.


Senyuman, terlebih yang diberikan dengan tulus, bisa menjadi pencair
hubungan yang beku, pemberi semangat dalam keputusasaan, pencerah suasana muram, bahkan obat
penenang jiwa yang resah.
Senyuman juga merupakan isyarat untuk membuka diri dengan dunia sekeliling kita. Kapan terakhir
kali Anda menghadiahkan senyuman manis pada orang yang Anda kasihi?
Kisah Mengharukan Anak Yang Mencoret Mobil Ayahnya

Sepasang suami isteri - seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh
pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah
tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur.
Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan
lain-lain di halaman rumahnya.

Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya
diparkirkan mobil1.jpg, tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan.
Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya
tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.

Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja motor.jpgkarena ingin menghindari macet. Setelah
sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu
dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya.
Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.

Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan
bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus
menjerit, “Kerjaan siapa ini !!!” …. Pembantu rumah yang tersentak engan jeritan itu berlari keluar.
Dia juga beristighfar. Mukanya merah adam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali
lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘ Saya tidak tahu..tuan.” “Kamu
dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi.

Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja
dia berkata “Dita yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik …kan!” katanya sambil memeluk ayahnya
sambil bermanja seperti biasa.. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil
dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya . Si anak
yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak
tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.

Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang
dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa… Si ayah cukup lama memukul-
mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si
ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.

Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah.
Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis.
Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu
rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu
rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke
majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab bapak si anak.

Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar
pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah
menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah.
“Dita demam, Bu”…jawab pembantunya ringkas. “Kasih minum panadol aja ,” jawab si ibu. Sebelum
si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan
pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.

Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas.
“Sore nanti kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah siap” kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak
yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena
keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu.
“Tidak ada pilihan..” kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong
karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut…”Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan
nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah” kata dokter itu. Si bapak dan ibu
bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat
dikatakan lagi.

Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar
tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius
yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya
berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia
mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara
dalam linangan air mata. “Ayah.. ibu… Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah
pukul. Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah..sayang ibu.”, katanya berulang kali membuatkan si
ibu gagal menahan rasa sedihnya. “Dita juga sayang Mbok Narti..” katanya memandang wajah
pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.

“Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi!
Bagaimana caranya Dita mau makan nanti ?… Bagaimana Dita mau bermain nanti ?… Dita janji tidak
akan mencoret-coret mobil lagi, ” katanya berulang-ulang. Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-
kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat
menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa
kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta
maaf…Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai
suatu saat Sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg
tak bertepi…, Namun…., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tersebut tetap hidup
tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya..

Sumber : dikutip dari milis EMBA, dan debritto

PS FROM ADMIN HARUMNET: DONT CRY OK!!!

ILMUWAN VS NELAYAN

Suatu ketika seorang yang besar dan berilmu tinggi ingin bepergian ke kota lain di seberang lautan.
Maka ia menyewa seorang nelayan dengan perahunya untuk membawanya menyeberang. Udara
nyaman, dan angin lautpun pun tenang.

Di tengah perjalanan keduanya mulai terlibat dalam sebuah percakapan menarik. Sang ilmuwan
bertanya pada nelayan: “Ya Fulan, dapatkah kamu membaca dan berhitung?”
Sang nelayan menjawab: “Tidak.”

Hmm, sang ilmuwan mengangguk dan berguman: “Sayang sekali. Seperempat hidupmu telah hilang”

Angin yang mulai berhembus agak kencang dan ombak yang semakin tinggi tak mengusik mereka.
Keduanya tetap asyik dengan tanya jawabnya.

Lalu bertanyalah ia kembali: “Tahukan kamu tentang ilmu perbintangan ?

Sang nelayan menjawab; “Tidak”

“Hmm, sayang sekali. Seperempat hidupmu telah kau sia-siakan?” guman sang ilmuwan lagi.

Lalu dilanjutkanlah pertanyaannya itu “Tahukah kamu, tentang ilmu dagang?”

Sang nelayan menjawab “Tidak”

“Hmm sayang sekali. Seperempat hidupmu telah terbuang”

Cuaca semakin buruk, angin bertambah kencang dan ombak tinggi menggulung-gulung. Perahu
bergolak naik-turun dan terguncang-guncang hebat. Tapi keduanya tetap asyik dengan pecakapan
mereka. Dan demikianlah, berbagai ilmu ditanyakan kepada nelayan, dan setiap kali nelayan menjawab
“tidak” maka sepersekian hidupnya telah hilang.

Ketika cuaca makin tidak menentu dan perahu makin oleng, maka tak lama lagi perahu ini akan
tenggelam. Keduanya segera terdiam. Dalam suasana mencekam itu tiba-tiba sang nelayan kepada
orang yang berilmu tadi.

“Tahukah Bapak caranya berenang?”

Sang Ilmuwan menjawab “Tidak.”

“Hmm, sayang sekali. Seluruh hidup Bapak akan segera hilang!”

----------------------------

Hidup kita adalah bagaikan mengarungi samudera di tengah berbagai hantaman ombak, tiupan angin
dan teriknya matahari serta derasnya hujan. Jika kita tidak mempunyai ilmu yang bisa menyelamatkan
perjalanan kita menuju Illahi, maka akan lenyaplah seluruh makna hidup kita ini.

Jangan “Ngambek” berkepanjangan terhadap orang yang kamu kasihi

Ini adalah cerita sebenarnya ( diceritakan oleh Lu Di dan di edit oleh Lian Shu Xiang )

Sebuah salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga.


Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka, tetapi segalanya sudah terlambat.

Membawa nenek utk tinggal bersama menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah
menghianati ikrar cinta yg telah kami buat selama ini, setelah 2 tahun menikah, saya dan suami setuju
menjemput nenek di kampung utk tinggal bersama .

Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah satu-satunya harapan nenek, nenek pula yg
membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga tamat kuliah.

Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar yg menghadap taman
untuk nenek, agar dia dapat berjemur, menanam bunga dan sebagainya.Suami berdiri didepan kamar yg
sangat kaya dgn sinar matahari, tidak sepatah katapun yg terucap tiba-tiba saja dia mengangkat saya
dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India dan berkata: “Mari,kita jemput nenek di
kampung”.

Suami berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yg bidang, ada suatu
perasaan nyaman dan aman disana.

Aku seperti sebuah boneka kecil yg kapan saja bisa diangkat dan dimasukan ke dalam kantongnya.

Kalau terjadi selisih paham di antara kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi di atas
kepalanya dan diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan. Aku sungguh menikmati
saat-saat seperti itu.

Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah.

Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan
berkata kepada suami: “Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa
dimakan? “Aku menjelaskannya kepada nenek: “Ibu, rumah dengan bunga segar membuat rumah
terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih gembira. “Nenek berlalu sambil mendumel, suamiku
berkata sambil tertawa: “Ibu, ini kebiasaan orang kota , lambat laun ibu akan terbiasa juga.”

Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga, dia tidak bisa
menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir
sambil menggeleng-gelengkan kepala. Setiap membawa pulang barang belanjaan, dia selalu tanya itu
berapa harganya, ini berapa. Setiap aku jawab, dia selalu berdecak dengan suara keras. Suamiku
memencet hidungku sambil berkata: “Putriku, kan kamu bisa berbohong. Jangan katakan harga yang
sebenarnya.” Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.

Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia
sendiri,di mata nenek seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan. Di
meja makan, wajah nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Nenek selalu
membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan sendok, itulah cara dia protes.

Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku sangat letih, aku tidak ingin
membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi di saat musim dingin. Nenek kadang juga
suka membantuku di dapur,tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot, misalnya: dia suka
menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual katanya. Jadilah
rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik, di mana-mana terlihat kantong plastik besar
tempat semua kumpulan kantong plastik.

Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan pencuci, agar supaya dia
tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur. Suatu hari, nenek
mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya, dia segera masuk ke kamar sambil membanting
pintu dan menangis. Suamiku jadi serba salah, malam itu kami tidur seperti orang bisu, aku coba
bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak perduli. Aku menjadi kecewa dan marah. “Apa salahku?”
Dia melotot sambil berkata: “Kenapa tidak kamu biarkan saja? Apakah memakan dengan pring itu bisa
membuatmu mati?”

Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg culup lama, suasana mejadi kaku. Suamiku menjadi
sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak pada siapa? Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke
dapur, setiap pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu kebahagiaan
terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap, dengan sinar mata yang seakan
mencemohku sewaktu melihat padaku, seakan berkata di mana tanggung jawabmu sebagai seorang
istri?

Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku selalu membeli makanan di luar pada saat
berangkat kerja. Saat tidur, suami berkata: “Lu di, apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan
tidak bersih sehingga kamu tidak pernah makan di rumah?” sambil memunggungiku dia berkata tanpa
menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku. Dan dia akhirnya berkata: “Anggaplah ini
sebuah permintaanku, makanlah bersama kami setiap pagi.” Aku mengiyakannya dan kembali ke meja
makan yg serba canggung itu.

Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu perasaan yg sangat mual
menimpaku, seakan-akan isi perut mau keluar semua. Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi,
sampai disana aku segera mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak reda, aku melihat suamiku
berdiri di depan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar mata yg tajam, di luar sana
terdengar suara tangisan nenek dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam dan
terbengong tanpa bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!.

Pertama kali dalam perkawinanku, aku bertengkar hebat dengan suamiku, nenek melihat kami dengan
mata merah dan berjalan menjauh..suamiku segera mengejarnya keluar rumah.

Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek.

Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku. Aku sangat kecewa,
semenjak kedatangan nenek di rumah ini, aku sudah banyak mengalah, mau bagaimana lagi? Entah
kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku
yang kacau, sungguh sangat menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku berkata: “Lu Di, sebaiknya kamu
periksa ke dokter.” Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil. Aku baru sadar mengapa aku
mual-mual pagi itu. Sebuah berita gembira yg terselip juga kesedihan. Mengapa suami dan nenek
sebagai orang yg berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?

Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku, 3 hari tidak bertemu dia berubah drastis, muka kusut
kurang tidur, aku ingin segera berlalu tetapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya. Dia
melihat ke arahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya penuh dengan
kebencian dan itu melukaiku. Aku berkata pada diriku sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera
memanggil taksi. Padahal aku ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak.
Dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun tetapi…..
mimpiku tidak menjadi kenyataan. Di dalam taksi air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalah
pahaman ini berakibat sangat buruk?

Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan peristiwa tadi,memikirkan sinar matanya yg
penuh dengan kebencian, aku menangis dengan sedihnya. Tengah malam, aku mendengar suara orang
membuka laci, aku menyalakan lampu dan melihat dia dgn wajah berlinang air mata sedang mengambil
uang dan buku tabungannya. Aku nenatapnya dengan dingin tanpa berkata-kata. Dia seperti tidak
melihatku saja dan segera berlalu.

Sepertinya dia sudah memutuskan utk meninggalkan aku. Sungguh lelaki yg sangat picik, dalam saat
begini dia masih bisa membedakan antara cinta dengan uang. Aku tersenyum sambil menitikan air
mata.
Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin secepatnya membereskan masalah ini, aku akan
membicarakan semua masalah ini dan pergi mencarinya di kantornya. Di kantornya aku bertemu
dengan seketarisnya yg melihatku dengan wajah bingung. “Ibunya pak direktur baru saja mengalami
kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit. Mulutku terbuka lebar. Aku segera menuju
rumah sakit dan saat menemukannya, nenek sudah meninggal. Suamiku tidak pernah menatapku,
wajahnya kaku. Aku memandang jasad nenek yg terbujur kaku. Sambil menangis aku menjerit dalam
hati: “Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?”

Sampai selesai upacara pemakaman,suamiku tidak pernah bertegur sapa denganku, jika memandangku
selalu dengan pandangan penuh dengan kebencian. Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang
lain, pagi itu nenek berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung. Suamiku
mengejar sambil berlari, nenek juga berlari makin cepat sampai tidak melihat sebuah bus yg datang ke
arahnya dengan kencang. Aku baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan kebencian.
Jika aku tidak muntah pagi itu, jika kami tidak bertengkar, jika………… di matanya, akulah penyebab
kematian nenek.

Suamiku pindah ke kamar nenek, setiap malam pulang kerja dengan badan penuh dengan bau asap
rokok dan alkohol. Aku merasa bersalah tetapi juga merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin
menjelaskan bahwa semua ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera
mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak pernah menjelaskan masalah ini. Aku rela
dipukul atau dimaki-maki olehnya walaupun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan sangat lambat.
Kami hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain. Dia pulang makin larut malam.
Suasana tegang didalam rumah.

Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah café, melalui keremangan lampu dan kisi-kisi jendela, aku
melihat suamiku dengan seorang wanita di dalam. Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan
mesra. Aku tertegun dan mengerti apa yg telah terjadi.Aku masuk kedalam dan berdiri di depan mereka
sambil menatap tajam kearahnya. Aku tidak menangis juga tidak berkata apapun karena aku juga tidak
tahu harus berkata apa. Sang gadis melihatku dan ke arah suamiku dan segera hendak berlalu. Tetapi
dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku dengan sinar mata yg tidak kalah tajam dariku.
Suara detak jangtungku terasa sangat keras, setiap detak suara seperti suara menuju kematian. Akhirnya
aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka, jika tidak.. mungkin aku akan jatuh bersama bayiku di
hadapan mereka.

Malam itu dia tidak pulang ke rumah. Seakan menjelaskan padaku apa yang telah terjadi. Sepeninggal
nenek, rajutan cinta kasih kami juga sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi ke rumah, kadang
sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas dibongkar. Aku tahu dia kembali
mengambil barang-barang keperluannya. Aku tidak ingin menelepon dia walaupun kadang terbersit
suatu keinginan untuk menjelaskan semua ini. Tetapi itu tidak terjadi………, semua berlalu begitu saja.

Aku mulai hidup seorang diri,pergi check kandungan seorang diri. Setiap kali melihat sepasang suami
istri sedang check kandungan bersama, hati ini serasa hancur. Teman-teman menyarankan agar aku
membuang saja bayi ini, tetapi aku seperti orang yg sedang histeris mempertahankan miliknya. Hitung-
hitung sebagai pembuktian kepada nenek bahwa aku tidak bersalah.

“Suatu hari pulang kerja, aku melihat dia duduk didepan ruang tamu. Ruangan penuh dengan asap
rokok dan ada selembar kertas di atas meja,tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu. 2 bulan hidup
sendiri, aku sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi aku berkata kepadanya:
“Tunggu sebentar, aku akan segera menanda tanganinya”. Dia melihatku dengan pandangan awut-
awutan demikian juga aku. Aku berkata pada diri sendiri, jangan menangis, jangan menangis. Mata ini
terasa sakit sekali tetapi aku terus bertahan agar air mata ini tidak keluar. Selesai membuka mantel, aku
berjalan ke arahnya dan ternyata dia memperhatikan perutku yg agak membuncit. Sambil duduk di
kursi, aku menandatangani surat itu dan menyodorkan kepadanya. “Lu di,kamu hamil?” Semenjak
nenek meninggal, itulah pertama kali dia berbicara kepadaku. Aku tidak bisa lagi membendung air
mataku yg menglir keluar dengan derasnya. Aku menjawab:”Iya, tetapi tidak apa-apa. Kamu sudah
boleh pergi”. Dia tidak pergi, dalam keremangan ruangan kami saling berpandangan.

Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku, air matanya terasa menembus lengan
bajuku. Tetapi di lubuk hatiku, semua sudah berlalu, banyak hal yg sudah pergi dan tidak bisa diambil
kembali.”

Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata: “Maafkan aku, maafkan aku”. Aku
pernah berpikir untuk memaafkannya tetapi tidak bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah
aku lupakan. Cinta di antara kami telah ada sebuah luka yg menganga. Semua ini adalah sebuah akibat
kesengajaan darinya.

Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang telah berlalu tidak akan pernah kembali. Hanya
sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan untuk terus hidup. Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan
es, tidak pernah menyentuh semua makanan pembelian dia, tidak menerima semua hadiah
pemberiannya tidak juga berbicara lagi dengannya. Sejak menanda tangani surat itu, semua cintaku
padanya sudah berlalu, harapanku telah lenyap tidak berbekas.

Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera berlalu ke ruang tamu, dia
terpaksa kembali ke kamar nenek. Malam hari, terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek
tetapi aku tidak perduli. Itu adalah permainan dia dari dulu. Jika aku tidak perduli padanya, dia akan
berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan bertanya apa yang sakit. Dia lalu akan memelukku
sambil tertawa terbahak-bahak. Dia lupa…….., itu adalah dulu, saat cintaku masih membara, sekarang
apa lagi yg aku miliki?

Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang mengerang sampai anakku lahir. Hampir
setiap hari dia selalu membeli barang-barang perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan buku-
buku bacaan untuk anak-anak. Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan
barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak bergeming. Terpaksa dia
mengurung diri dalam kamar, malam hari dari kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard
komputer. Mungkin dia lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya pikirku. Bagiku itu
bukan lagi suatu masalah.

Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku berteriak dengan suara yg
keras. Dia segera berlari masuk ke kamar, sepertinya dia tidak pernah tidur. Saat inilah yg ditunggu-
tunggu olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah sakit. Sepanjang jalan, dia
mengenggam dengan erat tanganku, menghapus keringat dingin yg mengalir di dahiku. Sampai di
rumah sakit, aku segera digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yg kurus kering, aku
terbaring dengan hangat dalam dekapannya. Sepanjang hidupku, siapa lagi yg mencintaiku sedemikian
rupa jika bukan dia?

Sampai di pintu ruang bersalin, dia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang saat aku
didorong menuju persalinan, sambil menahan sakit aku masih sempat tersenyum padanya. Keluar dari
ruang bersalin, dia memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan air mata sambil tersenyum
bahagia. Aku memegang tanganya, dia membalas memandangku dengan bahagia, tersenyum dan
menangis lalu terjerambab ke lantai. Aku berteriak histeris memanggil namanya.

Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya…aku pernah berpikir tidak akan lagi
meneteskan sebutir air matapun untuknya, tetapi kenyataannya tidak demikian, aku tidak pernah
merasakan sesakit saat ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai pada stadium mematikan, bisa
bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah mukjijat. Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi?
5 bulan yg lalu kata dokter, bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk. Aku tidak lagi perduli
dengan nasehat perawat, aku segera pulang ke rumah dan ke kamar nenek lalu menyalakan komputer.

Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah benar apa adanya, aku masih berpikir dia sedang
bersandiwara….Sebuah surat yg sangat panjang ada di dalam komputer yg ditujukan kepada anak
kami. “Anakku, demi dirimu aku terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu. Itu adalah harapanku.
Aku tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan kekecewaan, sungguh
bahagia jika aku bisa melaluinya bersamamu tetapi ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Di
dalam komputer ini, ayah mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap segala kemungkinan hidup
yg akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah.

“Anakku, selesai menulis surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup selama bertahun-tahun. Ayah
sungguh bahagia. Cintailah ibumu, dia sungguh menderita, dia adalah orang yg paling mencintaimu
dan adalah orang yg paling ayah cintai”.

Mulai dari kejadian yg mungkin akan terjadi sejak TK , SD ,SMP,SMA sampai kuliah, semua tertulis
dengan lengkap di dalamnya. Dia juga menulis sebuah surat untukku. “Kasihku, dapat menikahimu
adalah hal yg paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini. Maafkan salahku, maafkan aku tidak pernah
memberitahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau kesehatan bayi kita terganggu oleh karenanya.
Kasihku, jika engkau menangis sewaktu membaca surat ini, berarti kau telah memaafkan aku. Terima
kasih atas cintamu padaku selama ini. Hadiah-hadiah ini aku tidak punya kesempatan untuk
memberikannya pada anak kita. Pada bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian padanya”".”

Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah. Aku menggendong anak kami dan
membaringkannya di atas dadanya sambil berkata: “Sayang, bukalah matamu sebentar saja, lihatlah
anak kita. Aku mau dia merasakan kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya”. Dengan susah payah
dia membuka matanya, tersenyum…………..anak itu tetap dalam dekapannya, dengan tanganya yg
mungil memegangi tangan ayahnya yg kurus dan lemah. Tidak tahu aku sudah menjepret berapa kali
momen itu dengan kamera di tangan sambil berurai air mata………………..
Teman2 terkasih, aku sharing cerita ini kepada kalian, agar kita semua bisa menyimak pesan dari cerita
ini.Mungkin saat ini air mata kalian sedang jatuh mengalir atau mata masih sembab sehabis menangis,
ingatlah pesan dari cerita ini: “Jika ada sesuatu yg mengganjal di hati di antara kalian yg saling
mengasihi, sebaiknya utarakanlah jangan simpan di dalam hati. Siapa tau apa yg akan terjadi besok?

Ada sebuah pertanyaan:

Jika kita tahu besok adalah hari kiamat, apakah kita akan menyesali semua hal yg telah kita
perbuat? atau apa yg telah kita ucapkan? Sebelum segalanya menjadi terlambat, pikirlah
matang2 semua yg akan kita lakukan sebelum kita menyesalinya seumur hidup.

TENTANG SEBUAH KEINGINAN

Bertahun-tahun yang lalu, saya berdoa kepada Tuhan untuk memberikan saya pasangan,
"Engkau tidak memiliki pasangan karena engkau tidak memintanya", Tuhan menjawab.

Tidak hanya saya meminta kepada Tuhan,seraya menjelaskan kriteria pasangan yang
saya inginkan. Saya menginginkan pasangan yang baik hati,lembut, mudah
mengampuni, hangat, jujur, penuh dengan damai dan sukacita, murah hati, penuh
pengertian, pintar, humoris, penuhperhatian. Saya bahkan memberikan kriteria pasangan
tersebut secara fisik yang selama ini saya impikan.

Sejalan dengan berlalunya waktu,saya menambahkan daftar kriteria yang saya inginkan
dalam pasangan saya. Suatu malam, dalam doa, Tuhan berkata dalam hati saya,
"HambaKu, Aku tidak dapat memberikan apa yang engkau inginkan."
Saya bertanya, "Mengapa Tuhan?" dan Ia! menjawab, "Karena Aku adalah Tuhan dan
Aku adalah Adil. Aku adalah Kebenaran dan segala yang Aku lakukan adalah benar."
Aku bertanya lagi, "Tuhan, aku tidak mengerti mengapa aku tidak dapat
memperoleh apa yang aku pinta dariMu?"
Jawab Tuhan, "Aku akan menjelaskan kepadamu.

Adalah suatu ketidakadilan dan ketidakbenaran bagiKu untuk memenuhi keinginanmu


karena Aku tidak dapat memberikan sesuatu yang bukan seperti engkau. Tidaklah adil
bagiKu untukmemberikan seseorang yang penuh dengan cinta dan kasih kepadamu jika
terkadang engkau masih kasar; atau memberikan seseorang yang pemurah tetapi engkau
masih kejam; atau seseorang yang mudah mengampuni, tetapi engkau sendiri masih
suka menyimpan dendam; seseorang yang sensitif, namun engkau sendiri tidak..."

Kemudian Ia berkata kepada saya, "Adalah lebih baik jika Aku memberikan
kepadamu seseorang yang Aku tahu dapat menumbuhkan segala kualitas yang engkau
cari selama ini daripada membuat engkau membuang waktu mencari seseorang yang
sudah mempunyai semua itu. Pasanganmu akan berasal dari tulangmu dan dagingmu,
dan engkau akan melihat dirimu sendiri di dalam dirinya dan kalian berdua akan
menjadi satu. Pernikahan adalah seperti sekolah, suatu pendidikan jangka panjang.
Pernikahan adalah tempat dimana engkau dan pasanganmu akan saling menyesuaikan
diri dan tidak hanya bertujuan untuk menyenangkan hati satu sama lain, tetapi untuk
menjadikan kalian manusia yang lebih baik, dan membuat suatu kerjasama yang solid.

Aku tidak memberikan pasangan yang sempurna karena engkau tidak sempurna. Aku
memberikanmu seseorang yang dapat bertumbuh bersamamu".

Ini untuk yang baru saja menikah, yang sudah menikah, yang akan menikah dan yang
sedang mencari, khususnya yang sedang mencari.
J I K A........
Jika kamu memancing ikan.....
Setelah ikan itu terikat di mata kail, hendaklah kamu mengambil
Ikan itu.....
Janganlah sesekali kamu lepaskan ia semula ke dalam air begitu saja....
Karena ia akan sakit oleh karena bisanya ketajaman mata kailmu dan mungkin ia akan
menderita selagi ia masih hidup.
Begitulah juga setelah kamu memberi banyak pengharapan kepada seseorang... .
Setelah ia mulai menyayangimu hendaklah kamu menjaga hatinya.....
Janganlah sesekali kamu meninggalkannya begitu saja......
Karena ia akan terluka oleh kenangan bersamamu dan mungkin tidak dapat melupakan
segalanya selagi dia mengingat... . ..
Jika kamu menadah air biarlah berpada, jangan terlalu mengharap pada
takungannya dan janganlah menganggap ia begitu kuat untuk menampung......cukuplah
sekedar keperluanmu. ......
Apabila sekali ia retak......tentu sukar untuk kamu menambalnya semula......
Akhirnya ia dibuang..... .
Sedangkan jika kamu coba memperbaikinya mungkin ia masih dapat dipergunakan
lagi.....
Begitu juga jika kamu memiliki seseorang, terimalah seadanya.... . .
Janganlah kamu terlalu mengaguminya dan janganlah kamu menganggapnya begitu
istimewa Anggaplah ia manusia biasa.
Apabila sekali ia melakukan kesilapan bukan mudah bagi kamu untuk
menerimanya. ....akhirnya kamu kecewa dan meninggalkannya.
Sedangkan jika kamu memaafkannya boleh jadi hubungan kamu akan terus
Hingga ke akhirnya.... .
Jika kamu telah memiliki sepiring nasi.....yang pasti baik untuk dirimu.
Mengenyangkan dan berkhasiat.
Mengapa kamu berlengah, coba mencari makanan yang lain....
Terlalu ingin mengejar kelezatan.
Kelak, nasi itu akan basi dan kamu tidak bisa memakannyalagi kamu akan
menyesal.

Begitu juga jika kamu telah bertemu dengan seorang insan....yang membawa
kebaikan kepada dirimu. Menyayangimu. Mengasihimu. Mengapa kamu berlengah,
dan coba bandingkannya dengan yang lain.
Janganlah terlalu mengejar kesempurnaan.
Bersyukurlah untuk apa yang ada dan beLajar mengahargai apa yang sudah didapat.

TEMPAYAN RETAK

Seorang tukang air India memiliki dua tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua ujung
suatu pikulan, yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, sedangkan
tempayan yang satunya lagi tidak. Jika tempayan yang utuh itu selalu dapat membawa air penuh,
setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya, tempayan retak itu hanya dapat
membawa air setengah penuh.

Selama dua tahun hal itu terjadi setiap hari. Si tukang air hanya dapat membawa satu setengah
tempayan air ke rumah majikannya. Tentu saja si tempayan yang utuh merasa bangga akan prestasinya
karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna. Namun, si tempayan retak yang malang itu
merasa malu sekali akan ketidaksempurnaannya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberi
setengah dari porsi yang seharusnya dapat diberikannnya.

Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak itu berkata pada si tukang air,
"Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu."

"Kenapa?" tanya si tukang air, "Kenapa kamu merasa malu?"

"Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat
saya bawa karena adanya retakan pada sisi saya yang membuat air yang saya bawa bocor sepanjang
jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacatku itu, saya telah membuatmu rugi," kata tempayan itu.

Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak, dan dalam belas kasihannya, ia berkata, "Jika kita
kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang
jalan."

Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada
bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan, dan itu membuatnya sedikit terhibur. Namun pada akhir
perjalanan, ia kembali sedih karena separo air yang dibawanya telah bocor, dan kembali dia minta maaf
pada si tukang air atas kegagalannya.

Si tukang air berkata kepada tempayan itu, "Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga di
sepanjang jalan di sisimu tetapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan yang lain yang
utuh. Itu karena aku selalu menyadari akan cacatmu dan aku memanfaatkannya.
Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu, dan setiap hari jika kita berjalan
pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik
bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu ada,
majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang."

Setiap dari kita memiliki cacat dan kekurangan kita sendiri. Kita semua adalah tempayan retak. Namun
jika kita mau, Tuhan akan menggunakan kekurangan kita untuk menghias-Nya. Di mata Tuhan yang
bijaksana, tidak ada yang terbuang percuma. Jangan takut akan kekuranganmu.

Kenalilah kelemahanmu dan kamu pun dapat menjadi sarana keindahan Tuhan. Ketahuilah, di dalam
kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita.

Seseorang disebut sebagai orang yang sukses jika ia bisa tetap hidup dan menikmati
kesuksesannya dengan rasa bersyukur.

SEMANGKOK NASI PUTIH


TRUE STORY

Pada sebuah senja dua puluh tahun yang lalu, terdapat seorang pemuda yang kelihatannya
seperti seorang mahasiswa berjalan mondar mandir di depan sebuah rumah makan cepat saji di kota
metropolitan, menunggu sampai tamu di restoran sudah agak sepi, dengan sifat yang segan dan malu-
malu dia masuk ke dalam restoran tersebut. “Tolong sajikan saya semangkuk nasi putih.”

Dengan kepala menunduk pemuda ini berkata kepada pemilik rumah makan. Sepasang suami
istri muda pemilik rumah makan, memperhatikan pemuda ini hanya meminta semangkuk nasi putih dan
tidak memesan lauk apapun, lalu menghidangkan semangkuk penuh nasi putih untuknya.

Ketika pemuda ini menerima nasi putih dan sedang membayar berkata dengan pelan :
“dapatkah menyiram sedikit kuah sayur diatas nasi saya.”
Istri pemilik rumah berkata sambil tersenyum :
“Ambil saja apa yang engkau suka, tidak perlu bayar !”
Sebelum habis makan, pemuda ini berpikir : “kuah sayur gratis.”
Lalu memesan semangkuk lagi nasi putih.
“Semangkuk tidak cukup anak muda, kali ini saya akan berikan lebih banyak lagi nasinya.”
Dengan tersenyum ramah pemilik rumah makan berkata kepada pemuda ini.
“Bukan, saya akan membawa pulang, besok akan membawa ke sekolah sebagai makan siang saya !”

Mendengar perkataan pemuda ini, pemilik rumah makan berpikir pemuda ini tentu dari keluarga
miskin diluar kota , demi menuntut ilmu datang kekota, mencari uang sendiri untuk sekolah, kesulitan
dalam keuangan itu sudah pasti.

Berpikir sampai disitu pemilik rumah makan lalu menaruh sepotong daging dan sebutir telur
disembunyikan dibawah nasi, kemudian membungkus nasi tersebut sepintas terlihat hanya sebungkus
nasi putih saja dan memberikan kepada pemuda ini. Melihat perbuatannya, istrinya mengetahui
suaminya sedang membantu pemuda ini, hanya dia tidak mengerti, kenapa daging dan telur
disembunyikan di bawah nasi ?

Suaminya kemudian membisik kepadanya :


“Jika pemuda ini melihat kita menaruh lauk dinasinya dia tentu akan merasa bahwa kita bersedekah
kepadanya, harga dirinya pasti akan tersinggung lain kali dia tidak akan datang lagi, jika dia ket empat
lain hanya membeli semangkuk nasi putih, mana ada gizi untuk bersekolah.”
“Engkau sungguh baik hati, sudah menolong orang masih menjaga harga dirinya.”
“Jika saya tidak baik, apakah engkau akan menjadi istriku ?”

Sepasang suami istri muda ini merasa gembira dapat membantu orang lain.
“Terima kasih, saya sudah selesai makan.” Pemuda ini pamit kepada mereka. Ketika dia mengambil
bungkusan nasinya, dia membalikan badan melihat dengan pandangan mata berterima kasih kepada
mereka.

“Besok singgah lagi, engkau harus tetap bersemangat !” katanya sambil melambaikan tangan, dalam
perkataannya bermaksud mengundang pemuda ini besok jangan segan-segan datang lagi. Sepasang
mata pemuda ini berkaca-kaca terharu, mulai saat itu setiap sore pemuda ini singgah kerumah makan
mereka, sama seperti biasa setiap hari hanya memakan semangkuk nasi putih dan membawa pulang
sebungkus untuk bekal keesokan hari.
Sudah pasti nasi yang dibawa pulang setiap hari terdapat lauk berbeda yang tersembunyi setiap
hari, sampai pemuda ini tamat, selama 20 tahun pemuda ini tidak pernah muncul lagi. Pada suatu hari,
ketika suami ini sudah berumur 50 tahun lebih, pemerintah melayangkan sebuah surat bahwa rumah
makan mereka harus digusur, tiba-tiba kehilangan mata pencaharian dan mengingat anak mereka yang
disekolahkan di luar negeri yang perlu biaya setiap bulan membuat suami istri ini berpelukan menangis
dengan panik.

Pada saat ini masuk seorang pemuda yang memakai pakaian bermerek kelihatannya seperti
direktur dari kantor bonafid.
“Apa kabar?, saya adalah wakil direktur dari sebuah perusahaan, saya diperintah oleh direktur kami
mengundang kalian membuka kantin di perusahaan kami, perusahaan kami telah menyediakan
semuanya kalian hanya perlu membawa koki dan keahlian kalian kesana, keuntungannya akan dibagi 2
dengan perusahaan.”

“Siapakah direktur diperusahaan kamu ?, mengapa begitu baik terhadap kami? saya tidak ingat
mengenal seorang yang begitu mulia !” sepasang suami istri ini berkata dengan terheran.
“Kalian adalah penolong dan kawan baik direktur kami, direktur kami paling suka makan telur dan
dendeng buatan kalian, hanya itu yang saya tahu, yang lain setelah kalian bertemu dengannya dapat
bertanya kepadanya.”

Akhirnya, pemuda yang hanya memakan semangkuk nasi putih ini muncul, setelah bersusah
payah selama 20 tahun akhirnya pemuda ini dapat membangun kerajaaan bisnisnya dan sekarang
menjadi seorang direktur yang sukses untuk kerajaan bisnisnya.

Dia merasa kesuksesan pada saat ini adalah berkat bantuan sepasang suami istri ini, jika mereka
tidak membantunya dia tidak mungkin akan dapat menyelesaikan kuliahnya dan menjadi sesukses
sekarang. Setelah berbincang-bincang, suami istri ini pamit hendak meninggalkan kantornya.

Pemuda ini berdiri dari kursi direkturnya dan dengan membungkuk dalam-
dalam berkata kepada mereka :”bersemangat ya ! di kemudian hari perusahaan
tergantung kepada kalian, sampai bertemu besok !”

Jangan Panggil Aku Cina ...


Kisah Nyata dan NO SARA

Saya membuat tulisan ini bukan untuk membela diri, membela seseorang, ataupun menyerang
orang lain. Saya membuat artikel ini semata-mata karena ingin mencurahkan pemikiran saya dalam
bentuk tulisan, bukan makian, serta siapa tahu bisa memperluas sudut pandang para KoKiers tercinta.

Saat di KoKi saya menyadari betapa masih bodoh dan sempitnya pikiran saya, dan berusaha belajar
kepada para ‘Mpu’ (Mpu WES, Mpu Iwan Kamah, Mpu JC, Mpu HL, Mpu LR, dll) lewat artikel-
artikel yang barangkali tak akan saya dapatkan dimanapun. Hanya saja akhir-akhir ini kepala saya
mulai cenut-cenut, tenggorokan kering, gatal-gatal, susah buang air dan susah mingkem (kaya gejala
panas dalam …. duile ga segitunya seh! ), jika sudah membaca makian yang menjurus ke arah SARA.
Entah apapun yang dipertengkarkan, dari masalah artikel plagiat, BBM, dan yang lainnya, pasti akan
berujung ke arah makian SARA (padahal si Sara lagi santai di Hawaii).

Saya sadar bahwa pertengkaran-pertengkaran itu harus saya terima sebagai salah satu bentuk
kedinamisan KoKi. Hanya saja tanpa disadari oleh si pemaki, mungkin saja makian yang telah asal
dilontarkan (menurut si pemaki bukanlah makian, tapi cuma perdebatan), bisa menyakiti hati,
menimbulkan kebencian baru ataupun dendam kesumat di hati yang lainnya. Ibarat paku yang sudah
tertancap, biarpun telah dicabut pakunya akan meninggalkan bekas yang tak mungkin bisa hilang
selamanya.

Saya akan menceritakan sekelumit kehidupan saya, yang mungkin bisa membuat KoKiers ngantuk,
bosan, dan ingin ke toilet ….. jadi silahkan menyiapkan cemilan, kopi, singkong rebus ataupun gambar
HOT untuk membuat mata melek.

Saya dilahirkan dari sebuah keluarga sederhana. Ibu saya adalah seorang Tionghoa yang dibawa oleh
ayahnya dari Tiongkok ke Indonesia saat masih berusia 2 tahun. Saat itu nenek tengah hamil besar.
Mereka datang ke Indonesia untuk menghindari tentara Jepang yang tengah masuk ke Tiongkok, yang
kata nenek gemar membayonet perut orang hamil. Setelah dewasa, ibu dan saudara-saudaranya
memutuskan menjadi WNI dan tinggal di Indonesia, meskipun kakek saya kembali lagi ke Tiongkok
setelah nenek meninggal.

Ayah saya adalah hasil pernikahan campuran. Ibunya setengah Tionghoa setengah Indonesia, menikah
dengan ayahnya yang putra Madura asli. Ayah saya tak pernah mengenyam pendidikan. Sejak kecil
beliau sudah bekerja di pelabuhan sebagai kuli angkut dan kadang-kadang membantu petani garam.
Beliau sangat mahir menyelam dan percaya atau tidak, beliau lancar membaca dan menulis. Beliau juga
yang mengajar saya wudhu, sholat, dan menceritakan kisah tentang nabi-nabi kepada saya.

Ibu sudah menikah dengan seorang Tionghoa kaya pemilik toko kelontong dan mempunyai 5 orang
anak, saat bertemu ayah. Tapi karena ibu mengalami KDRT serta tak mau dipoligami, beliau menerima
ajakan ayah untuk kawin lari. Saya baru menyadari belakangan mengapa ibu rela meninggalkan hidup
berkecukupan untuk menikahi ayah (yang walau tampan tapi tak punya apa-apa), setelah melihat ibu
dengan mata menerawang membakar surat-surat cinta yang berisi puisi-puisi dari ayah beberapa hari
setelah ayah meninggal. Ternyata ayah saya romantis bo! Rasa-rasanya keahlian saya untuk berpantun
seks bersama Aimee, JL, Burpit, Pak Sirpa, dan Eda Rosda, juga menurun dari beliau.

Pernikahan ayah dan ibu menghasilkan 4 orang anak. Kakak-kakak saya rata-rata berkulit sawo matang
dan bermata lebar, hanya saya yang berkulit putih dan bermata sipit. Dua kakak saya adalah muslim,
hanya saya dan seorang kakak yang memutuskan mengambil jalan berbeda.

Sampai akhir hayatnya ibu selalu mendampingi ayah, meski ayah terbaring sakit dan membutuhkan
biaya besar. Ibu tak pernah menyerah, meski biasa hidup berkecukupan lalu harus banting tulang
mencari nafkah, merawat ayah, dan mengurus anak-anaknya. Dengan keadaan ekonomi seperti itu,
kami hanya mampu tinggal di lingkungan yang bisa dibilang keras. Jangan ditanya intimidasi apa yang
sering saya alami di lingkungan keras seperti itu. Saat ayah masih hidup, hal itu tak terlalu sering saya
alami. Tapi sejak ayah meninggal, segalanya jauh lebih sulit.

“ Woi Cina, jangan main sama adikku!”

“Dasar Cina makan babi kau!” padahal makan daging ayam saja kami sering tak mampu ….. hihihi.

“ Eh Cina, pulang sana ke negaramu! Menuh-menuhin Indonesia saja!” kata guru PMP saya dulu,
padahal saya selalu juara kelas.

Saya sering pulang dengan mata sembab bekas menangis.

“Ibu, Cina itu apa sih? Kenapa Nat selalu dibilang Cina, padahal kita kan orang Indonesia?”

Biasanya ibu hanya menyuruh saya sabar dan tak meladeni, tanpa menjawab pertanyaan saya. Katanya
kita ini minoritas, jadi ngalah saja. Tetapi saya tetap tak paham. Hanya satu hal yang saya pahami, jadi
Cina itu aib, seperti penyakit kotor yang memalukan, padahal saya sehat-sehat saja. Tapi kelamaan
dihina membuat saya belajar membela diri.

“Woi, ada Cina lewat, godain yuk!” batu dan pasirpun dilempar ke arah saya, saya menghampiri
gerombolan anak laki-laki itu dan menonjok sang provokator. Jika jumlah mereka terlalu banyak, saya
balas melempar batu dan kabur secepat kilat.

“Eh Cina, pulang saja ke negaramu!” saya akan menjawab, “ Perasaan Tuhan menciptakan bumi untuk
dinikmati semua orang, Cina juga berhak hidup, Bu! ” hasilnya saya sering disetrap guru PMP.

“Dasar Cina tak tahu diri lu!” saya akan menjawab, “ Hidup Cina! Horee!” dengan gaya seorang juara
mengacungkan piala, hingga saya dicap gila.

Lalu ada yang mencolek anggota tubuh, “Cina jual mahal lu! ” saya balas melempar sandal dan
menendangnya.

Hasilnya saya pulang dengan bibir pecah, hidung berdarah, dan wajah babak belur karena dihajar
preman itu, untung ada seorang Pak Haji yang menolong saya. Ibu sampai geleng-geleng kepala dan
mengamuk. Berbagai hukuman dan ceramah tentang ‘minoritas’ saya terima.

Bertahun-tahun saya malu dan merasa bersalah menjadi Cina, seperti sebuah dosa yang harus saya
tanggung. Padahal dosa-dosa saya pribadi sudah cukup berat, saya tak mau jika harus menanggung
dosa yang katanya dulu dilakukan ‘leluhur’, yang membuat hancur citra orang Tionghoa di Indonesia.
Sesungguhnya panggilan Cina itu saja sudah cukup membuat trauma, sama halnya seperti ‘the N-word’
untuk orang hitam.

Perasaan malu itu selalu ada dan membayangi, hingga saya bertemu dengan seseorang yang banyak
berpengaruh dalam hidup saya. Orang itu adalah bos saya. Kesan pertama saat saya bertemu dengannya
adalah segan. Orangnya hitam, lebar, botak, hidungnya mekar, sangar pula. Tetapi don’t judge a book
by its cover, karena dari isi kepala botaknyalah saya banyak belajar tentang segala hal. Beliau sering
mengajak saya berdiskusi tentang pekerjaan, hidup, jodoh, hingga agama. Beliau adalah anak seorang
jenderal, jenderal jujur yang hidup tidak bergelimang harta hingga akhir hayatnya. Beliau membuat
seorang Tionghoa seperti saya mengenal pengamat militer, duta besar, menteri, jenderal teman
bapaknya, ataupun orang-orang yang tak pernah saya bayangkan bisa saya kenal sebelumnya. Biarpun
kenalannya hebat-hebat, tapi jangan tanya keuangan perusahaan. Beliau tak pernah mau memakai
koneksi dan surat sakti. Perusahaan kami miskin, saya pernah tak digaji berbulan-bulan, bahkan
memakai uang pribadi untuk perusahaan.

Beliau seperti ayah yang saya cari-cari selama ini. Beliau adalah seorang muslim yang mengajarkan
bahwa perbedaan itu indah, bahwa bukanlah kesalahan saya menjadi seorang Tionghoa. Karena kalau
boleh memilih, saya tak kan pernah mau dilahirkan jadi Tionghoa di Indonesia, saya akan lebih
memilih jadi bule Selandia Baru (???) hahaha …. Beliau mengajarkan bahwa saya harus bangga
menjadi Tionghoa yang lahir di Indonesia, karena kami biasanya ulet dan tahan banting. Beliau yang
membuka wawasan saya bahwa Islam itu cinta damai dan melindungi wanita, bahwa Islam itu indah,
tidak kaku dan menakutkan seperti yang saya bayangkan sebelumnya.

Apa yang sudah terjadi dan saya lalui, saya hanya mengambil hikmahnya. Saat teman-teman mengajak
kabur ke luar negeri pada kerusuhan Mei 1998, saya tak mau pergi. Selain karena tak punya uang dan
ada ibu yang harus saya jaga, saya juga mencintai negara ini. Saya ingin hidup dan mati hanya disini
( cinta membabi buta, kata seorang teman saya), kecuali kalau ada yang ingin mengajak saya
honeymoon ke Selandia Baru, heheheh!

Sampai sekarang saya masih dalam tahap belajar menerima perbedaan. Bahwa tidak
semua orang bisa menerima perbedaan, dan akan menjadikan perbedaan itu sesuatu
yang layak untuk dipermasalahkan. Mohon maaf yang setulus-setulusnya, bila
tulisan saya masih banyak kekurangan dan menyinggung perasaan banyak pihak.

Tolong Jaga Mataku

Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya sendiri karena kebutaannya itu. Tidak hanya terhadap
dirinya sendiri, tetapi dia juga membenci semua orang kecuali kekasihnya. Kekasihnya selalu ada
disampingnya untuk menemani dan menghiburnya. Dia berkata akan menikahi kekasihnya hanya jika
dia bisa melihat dunia.

Suatu hari, ada seseorang yang mendonorkan sepasang mata kepadanya sehingga dia bisa melihat
semua hal, termasuk kekasihnya. Kekasihnya bertanya, "Sekarang kamu bisa melihat dunia. Apakah
kamu mau menikah denganku?" Gadis itu terguncang saat melihat bahwa kekasihnya ternyata buta. Dia
menolak untuk menikah dengannya.

Kekasihnya pergi dengan air mata mengalir, dan kemudian menulis sepucuk surat singkat kepada gadis
itu, "Sayangku, tolong jaga baik-baik mata saya."

Kisah di atas memperlihatkan bagaimana pikiran manusia berubah saat status dalam hidupnya berubah.
Hanya sedikit orang yang ingat bagaimana keadaan hidup sebelumnya dan lebih sedikit lagi yang ingat
terhadap siapa harus berterima kasih karena telah menyertai dan menopang bahkan di saat yang paling
menyakitkan.

Hidup adalah anugerah


Hari ini sebelum engkau berpikir untuk mengucapkan kata-kata kasar -
Ingatlah akan seseorang yang tidak bisa berbicara.

Sebelum engkau mengeluh mengenai cita rasa makananmu -


Ingatlah akan seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

Hari ini sebelum engkau mengeluh tentang hidupmu -


Ingatlah akan seseorang yang begitu cepat pergi ke surga.

Sebelum engkau mengeluh tentang anak-anakmu -


Ingatlah akan seseorang yang begitu mengaharapkan kehadiran seorang anak, tetapi tidak
mendapatnya.

Sebelum engkau bertengkar karena rumahmu yang kotor, dan tidak ada yang membersihkan atau
menyapu lantai -
Ingatlah akan orang gelandangan yang tinggal di jalanan.

Sebelum merengek karena harus menyopir terlalu jauh -


Ingatlah akan sesorang yang harus berjalan kaki untuk menempuh jarak yang sama.

Dan ketika engkau lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu -


Ingatlah akan para penganguran, orang cacat dan mereka yang menginginkan pekerjaanmu.

Sebelum engkau menuding atau menyalahkan orang lain -


Ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang tidak berdosa dan kita harus menghadap pengadilan Tuhan.

Dan ketika beban hidup tampaknya akan menjatuhkanmu -


Pasanglah senyuman di wajahmu dan berterima kasihlah pada Tuhan karena engkau masih hidup dan
ada di dunia ini.

Hidup adalah anugerah, jalanilah, nikmatilah, rayakan dan isilah itu.

Tuhan Beri Aku Waktu 1 Jam Saja...


Los Felidas adalah nama sebuah jalan di ibu kota sebuah negara di Amerika Selatan, yang terletak di
kawasan terkumuh diseluruh kota .

Ada sebuah kisah yang menyebabkan jalan itu begitu dikenang orang, dan itu dimulai dari kisah
seorang pengemis wanita yang juga ibu seorang gadis kecil. Tidak seorangpun yang tahu nama aslinya,
tapi beberapa orang tahu sedikit masa lalunya, yaitu bahwa ia bukan penduduk asli disitu, melainkan
dibawa oleh suaminya dari kampung halamannya.

Seperti kebanyakan kota besar di dunia ini, kehidupan masyarakat kota terlalu berat untuk mereka, dan
belum setahun mereka di kota itu, mereka kehabisan seluruh uangnya, dan pada suatu pagi mereka
sadar bahwa mereka tidak tahu dimana mereka tidur malam nanti dan tidak sepeserpun uang ada di
kantong.

Padahal mereka sedang menggendong bayi mereka yang berumur 1 tahun. Dalam keadaan panik dan
putus asa, mereka berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya, dan akhirnya tiba di sebuah jalan sepi
dimana puing-puing sebuah toko seperti memberi mereka sedikit tempat untuk berteduh..

Saat itu angin Desember bertiup kencang, membawa titik-titik air yang dingin. Ketika mereka
beristirahat dibawah atap toko itu, sang suami berkata: "Saya harus meninggalkan kalian sekarang.
Saya harus mendapatkan pekerjaan, apapun, kalau tidak malam nanti kita akan tidur disini." Setelah
mencium bayinya ia pergi. Dan ia tidak pernah kembali.

Tak seorangpun yang tahu pasti kemana pria itu pergi, tapi beberapa orang seperti melihatnya
menumpang kapal yang menuju ke Afrika. Selama beberapa hari berikutnya sang ibu yang malang
terus menunggu kedatangan suaminya, dan bila malam tidur di emperan toko itu.

Pada hari ketiga, ketika mereka sudah kehabisan susu,orang-orang yang lewat mulai memberi mereka
uang kecil, dan jadilah mereka pengemis di sana selama 6 bulan berikutnya. Pada suatu hari, tergerak
oleh semangat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, ibu itu bangkit dan memutuskan untuk
bekerja.

Masalahnya adalah di mana ia harus menitipkan anaknya, yang kini sudah hampir 2 tahun, dan tampak
amat cantik jelita. Tampaknya tidak ada jalan lain kecuali meninggalkan anak itu disitu dan berharap
agar nasib tidak memperburuk keadaan mereka. Suatu pagi ia berpesan pada anak gadisnya, agar ia
tidak kemana-mana, tidak ikut siapapun yang mengajaknya pergi atau menawarkan gula-gula.

Pendek kata, gadis kecil itu tidak boleh berhubungan dengan siapapun selama ibunya tidak ditempat.
"Dalam beberapa hari mama akan mendapatkan cukup uang untuk menyewa kamar kecil yang
berpintu, dan kita tidak lagi tidur dengan angin di rambut kita". Gadis itu mematuhi pesan ibunya
dengan penuh kesungguhan. Maka sang ibu mengatur kotak kardus dimana mereka tinggal selama 7
bulan agar tampak kosong, dan membaringkan anaknya dengan hati-hati di dalamnya. Di sebelahnya ia
meletakkan sepotong roti... Kemudian, dengan mata basah ibu itu menuju ke pabrik sepatu, di mana ia
bekerja sebagai pemotong kulit.

Begitulah kehidupan mereka selama beberapa hari, hingga di kantong sang Ibu kini terdapat cukup
uang untuk menyewa sebuah kamar berpintu di daerah kumuh. Dengan suka cita ia menuju ke
penginapan orang-orang miskin itu, dan membayar uang muka sewa kamarnya. Tapi siang itu juga
sepasang suami istri pengemis yang moralnya amat rendah menculik gadis cilik itu dengan paksa, dan
membawanya sejauh 300 kilometer ke pusat kota ...

Di situ mereka mendandani gadis cilik itu dengan baju baru, membedaki wajahnya, menyisir
rambutnya dan membawanya ke sebuah rumah mewah dipusat kota . Di situ gadis cilik itu dijual.
Pembelinya adalah pasangan suami istri dokter yang kaya, yang tidak pernah bisa punya anak sendiri
walaupun mereka telah menikah selama 18 tahun.

Mereka memberi nama anak gadis itu Serrafona, dan mereka memanjakannya dengan amat sangat. Di
tengah-tengah kemewahan istana itulah gadis kecil itu tumbuh dewasa. Ia belajar kebiasaan-kebiasaan
orang terpelajar seperti merangkai bunga, menulis puisi dan bermain piano. Ia bergabung dengan
kalangan-kalangan kelas atas, dan mengendarai Mercedes Benz kemanapun ia pergi.

Satu hal yang baru terjadi menyusul hal lainnya,dan bumi terus berputar tanpa kenal istirahat. Pada
umurnya yang ke-24, Serrafona dikenal sebagai anak gadis Gubernur yang amat jelita, yang pandai
bermain piano, yang aktif di gereja, dan yang sedang menyelesaikan gelar dokternya. Ia adalah figur
gadis yang menjadi impian tiap pemuda, tapi cintanya direbut oleh seorang dokter muda yang welas
asih, yang bernama Geraldo.

Setahun setelah pernikahan mereka, ayahnya wafat, dan Serrafona beserta suaminya mewarisi beberapa
perusahaan dan sebuah real-estate sebesar 14 hektar yang diisi dengan taman bunga dan istana yang
paling megah di kota itu. Menjelang hari ulang tahunnya yang ke-27, sesuatu terjadi yang merubah
kehidupan wanita itu. Pagi itu Serrafona sedang membersihkan kamar mendiang ayahnya yang sudah
tidak pernah dipakai lagi, dan di laci meja kerja ayahnya ia melihat selembar foto seorang anak bayi
yang digendong sepasang suami istri. Selimut yang dipakai untuk menggendong bayi itu lusuh, dan
bayi itu sendiri tampak tidak terurus, karena walaupun wajahnya dilapisi bedak tetapi rambutnya tetap
kusam.

Sesuatu di telinga kiri bayi itu membuat jantungnya berdegup kencang. Ia mengambil kaca pembesar
dan mengkonsentrasikan pandangannya pada telinga kiri itu. Kemudian ia membuka lemarinya sendiri,
dan mengeluarkan sebuah kotak kayu mahoni. Di dalam kotak yang berukiran indah itu dia menyimpan
seluruh barang-barang pribadinya, dari kalung-kalung berlian hingga surat-surat pribadi. Tapi diantara
benda-benda mewah itu terdapat sesuatu terbungkus kapas kecil, sebentuk anting-anting melingkar
yang amat sederhana, ringan dan bukan emas murni.

Ibunya almarhum memberinya benda itu sambil berpesan untuk tidak kehilangan benda itu. Ia sempat
bertanya, kalau itu anting-anting, di mana satunya. Ibunya menjawab bahwa hanya itu yang ia punya.
Serrafona menaruh anting-anting itu didekat foto.

Sekali lagi ia mengerahkan seluruh kemampuan melihatnya dan perlahan-lahan air matanya berlinang .
Kini tak ada keragu-raguan lagi bahwa bayi itu adalah dirinya sendiri. Tapi kedua pria wanita yang
menggendongnya, yang tersenyum dibuat-buat, belum penah dilihatnya sama sekali. Foto itu seolah
membuka pintu lebar-lebar pada ruangan yang selama ini mengungkungi pertanyaan-pertanyaannya,
misalnya: kenapa bentuk wajahnya berbeda dengan wajah kedua orang tuanya, kenapa ia tidak
menuruni golongan darah ayahnya..

Saat itulah, sepotong ingatan yang sudah seperempat abad terpendam, berkilat di benaknya, bayangan
seorang wanita membelai kepalanya dan mendekapnya di dada. Di ruangan itu mendadak Serrafona
merasakan betapa dinginnya sekelilingnya tetapi ia juga merasa betapa hangatnya kasih sayang dan
rasa aman yang dipancarkan dari dada wanita itu. Ia seolah merasakan dan mendengar lewat dekapan
itu bahwa daripada berpisah lebih baik mereka mati bersama.

Matanya basah ketika ia keluar dari kamar dan menghampiri suaminya yang sedang membaca koran:
"Geraldo, saya adalah anak seorang pengemis, dan mungkinkah ibu saya masih ada di jalan sekarang
setelah 25 tahun?"

Itu adalah awal dari kegiatan baru mereka mencari masa lalu Serrafonna. Foto hitam-putih yang kabur
itu diperbanyak puluhan ribu lembar dan disebar ke seluruh jaringan kepolisian diseluruh negeri.
Sebagai anak satu-satunya dari bekas pejabat yang cukup berpengaruh di kota itu, Serrafonna
mendapatkan dukungan dari seluruh kantor kearsipan, kantor surat kabar dan kantor catatan sipil..

Ia membentuk yayasan -yayasan untuk mendapatkan data dari seluruh panti-panti orang jompo dan
badan-badan sosial di seluruh negeri dan mencari data tentang seorang wanita.

Bulan demi bulan lewat, tapi tak ada perkembangan apapun dari usahanya. Mencari seorang wanita
yang mengemis 25 tahun yang lalu di negeri dengan populasi 90 juta bukan sesuatu yang mudah. Tapi
Serrafona tidak punya pikiran untuk menyerah.. Dibantu suaminya yang begitu penuh pengertian,
mereka terus menerus meningkatkan pencarian mereka. Kini, tiap kali bermobil, mereka sengaja
memilih daerah-daerah kumuh, sekedar untuk lebih akrab dengan nasib baik. Terkadang ia berharap
agar ibunya sudah almarhum sehingga ia tidak terlalu menanggung dosa mengabaikannya selama
seperempat abad.

Tetapi ia tahu, entah bagaimana, bahwa ibunya masih ada, dan sedang menantinya sekarang. Ia
memberitahu suaminya keyakinan itu berkali-kali, dan suaminya mengangguk-angguk penuh
pengertian.

Pagi, siang dan sore ia berdoa: "Tuhan, ijinkan saya untuk satu permintaan terbesar dalam hidup saya:
temukan saya dengan ibu saya". Tuhan mendengarkan doa itu. Suatu sore mereka menerima kabar
bahwa ada seorang wanita yang mungkin bisa membantu mereka menemukan ibunya. Tanpa
membuang waktu, mereka terbang ke tempat itu, sebuah rumah kumuh di daerah lampu merah, 600 km
dari kota mereka.

Sekali melihat, mereka tahu bahwa wanita yang separoh buta itu, yang kini terbaring sekarat, adalah
wanita di dalam foto. Dengan suara putus-putus, wanita itu mengakui bahwa ia memang pernah
mencuri seorang gadis kecil ditepi jalan, sekitar 25 tahun yang lalu.

Tidak banyak yang diingatnya, tapi diluar dugaan ia masih ingat kota dan bahkan potongan jalan
dimana ia mengincar gadis kecil itu dan kemudian menculiknya. Serrafona memberi anak perempuan
yang menjaga wanita itu sejumlah uang, dan malam itu juga mereka mengunjungi kota dimana
Serrafonna diculik.

Mereka tinggal di sebuah hotel mewah dan mengerahkan orang-orang mereka untuk mencari nama
jalan itu. Semalaman Serrafona tidak bisa tidur. Untuk kesekian kalinya ia bertanya-tanya kenapa ia
begitu yakin bahwa ibunya masih hidup sekarang, dan sedang menunggunya, dan ia tetap tidak tahu
jawabannya.

Dua hari lewat tanpa kabar. Pada hari ketiga, pukul 18:00 senja, mereka menerima telepon dari salah
seorang staff mereka. "Tuhan maha kasih, Nyonya, kalau memang Tuhan mengijinkan, kami mungkin
telah menemukan ibu Nyonya. Hanya cepat sedikit, waktunya mungkin tidak banyak lagi."

Mobil mereka memasuki sebuah jalanan yang sepi, dipinggiran kota yang kumuh dan banyak angin.
Rumah-rumah di sepanjang jalan itu tua-tua dan kusam. Satu, dua anak kecil tanpa baju bermain-main
ditepi jalan. Dari jalanan pertama, mobil berbelok lagi kejalanan yang lebih kecil, kemudian masih
belok lagi kejalanan berikut nya yang lebih kecil lagi. Semakin lama mereka masuk dalam lingkungan
yang semakin menunjukkan kemiskinan.. Tubuh Serrrafona gemetar, ia seolah bisa mendengar
panggilan itu. "Lekas, Serrafonna, mama menunggumu, sayang". Ia mulai berdoa "Tuhan, beri saya
setahun untuk melayani mama. Saya akan melakukan apa saja".

Ketika mobil berbelok memasuki jalan yang lebih kecil, dan ia bisa membaui kemiskinan yang amat
sangat, ia berdoa: "Tuhan beri saya sebulan saja". Mobil belok lagi kejalanan yang lebih kecil, dan
angin yang penuh derita bertiup, berebut masuk melewati celah jendela mobil yang terbuka. Ia
mendengar lagi panggilan mamanya , dan ia mulai menangis: "Tuhan, kalau sebulan terlalu banyak,
cukup beri kami seminggu untuk saling memanjakan ". Ketika mereka masuk belokan terakhir,
tubuhnya menggigil begitu hebat sehingga Geraldo memeluknya erat-erat.

Jalan itu bernama Los Felidas. Panjangnya sekitar 180 meter dan hanya kekumuhan yang tampak dari
sisi ke sisi, dari ujung keujung. Di tengah-tengah jalan itu, di depan puing-puing sebuah toko, tampak
onggokan sampah dan k anto ng-k anto ng plastik, dan ditengah-tengahnya, terbaring seorang wanita
tua dengan pakaian sehitam jelaga, tidak bergerak-gerak.

Mobil mereka berhenti diantara 4 mobil mewah lainnya dan 3 mobil polisi. Di belakang mereka sebuah
ambulans berhenti, diikuti empat mobil rumah sakit lain. Dari kanan kiri muncul pengemis- pengemis
yang segera memenuhi tempat itu. "Belum bergerak dari tadi." lapor salah seorang. Pandangan
Serrafona gelap tapi ia menguatkan dirinya untuk meraih kesadarannya dan turun.

Suaminya dengan sigap sudah meloncat keluar, memburu ibu mertuanya. "Serrafona, kemari cepat!
Ibumu masih hidup, tapi kau harus menguatkan hatimu ."

Serrafona memandang tembok dihadapann ya, dan ingat saat ia menyandarkan kepalanya ke situ. Ia
memandang lantai di kaki nya dan ingat ketika ia belajar berjalan. Ia membaui bau jalanan yang busuk,
tapi mengingatkan nya pada masa kecilnya. Air matanya mengalir keluar ketika ia melihat suaminya
menyuntikkan sesuatu ke tangan wanita yang terbaring itu dan memberinya isyarat untuk mendekat.

"Tuhan, ia meminta dengan seluruh jiwa raganya,beri kami sehari...... Tuhan, biarlah saya membiarkan
mama mendekap saya dan memberitahunya bahwa selama 25 tahun ini hidup saya amat bahagia....Jadi
mama tidak menyia-nyia kan saya".

Ia berlutut dan meraih kepala wanita itu ke dadanya. Wanita tua itu perlahan membuka matanya dan
memandang keliling, ke arah kerumunan orang-orang berbaju mewah dan perlente, ke arah mobil-
mobil yang mengkilat dan ke arah wajah penuh air mata yang tampak seperti wajahnya sendiri ketika ia
masih muda.

"Mama.. ..", ia mendengar suara itu, dan ia tahu bahwa apa yang ditunggunya tiap malam - antara
waras dan tidak - dan tiap hari - antara sadar dan tidak - kini menjadi kenyataan. Ia tersenyum, dan
dengan seluruh kekuatannya menarik lagi jiwanya yang akan lepas.
Perlahan ia membuka genggaman tangannya, tampak sebentuk anting-anting yang sudah menghitam.
Serrafona mengangguk, dan tanpa perduli sekelilingnya ia berbaring di atas jalanan itu dan merebahkan
kepalanya di dada mamanya.

"Mama, saya tinggal di istana dan makan enak tiap hari. Mama jangan pergi dulu. Apapun yang mama
mau bisa kita lakukan bersama-sama. Mama ingin makan, ingin tidur, ingin bertamasya, apapun bisa
kita bicarakan. Mama jangan pergi dulu... Mama...."

Ketika telinganya menangkap detak jantung yang melemah, ia berdoa lagi kepada Tuhan: "Tuhan maha
pengasih dan pemberi, Tuhan..... satu jam saja.... ...satu jam saja....."

Tapi dada yang didengarnya kini sunyi, sesunyi senja dan puluhan orang yang
membisu. Hanya senyum itu, yang menandakan bahwa penantiannya selama
seperempat abad tidak berakhir sia-sia....

Anda mungkin juga menyukai