Anda di halaman 1dari 4

UNDANG-UNDANG DAN KONTROVERSI MENGENAI BAYI TABUNG

Salah satu aturan tentang bayi tabung terdapat dalam pasal 16 UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan
yang berbunyi:

Ayat 1

Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri
mendapat keturunan

Ayat 2

Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilaksanakan oleh
pasangan suami istri yang sah, dengan ketentuan:

Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri
darimana ovum itu berasal

Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu

3. Ada sarana kesehatan tertentu

Ayat 3

Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) ditentukan dengan P.P

Inseminasi Buatan di Pandang dari Aspek Medis, Legal,Etik dan HAM

Aspek Medis
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang menyinggung masalah
ini. Dalam Undang-Undang No. 23 /1992 tenang Kesehatan, pada pasal 16 disebutkan, hasil pembuahan
sperma dan sel telur di luar cara alami dari suami atau istri yang bersangkutan harus ditanamkan dalam
rahim istri dari mana sel telur itu berasal. Hal ini menjawab pertanyaan tentang kemungkinan
dilakukannya pendonoran embrio. Jika mengacu pada UU No.23/1992 tentang Kesehatan, upaya
pendonoran jelas tidak mungkin.

Aspek Legal

Jika salah satu benihnya berasal dari donor Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan
fertilisasi-in-vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi
dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke
dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan
hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan
darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.

Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan
merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250
KUHPer Permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang lain
atau orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu
segera dibentuk peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi
fertilisasi-in-vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan
hal-hal apakah yang dilarang

*Kontroversi Bayi Tabung

Kontrover

jjsi bayi tabung di Indonesia mulai merebak tahun 1970-an. Pada tahun 1979, Majelis Ulama Indonesia
(MUI) mengeluarkan fatwa tentang bayi tabung. Dalam fatwa itu. MUI memperbolehkan dilakukan bayi
tabung, sebab termasuk hak ikhtiar (usaha) bagi suami istri yang susah mendapat momongan.
Ketua MUI Prof. Dr. Khuzaimah T Yanggo menyatakan,”Teknik bayi tabung yang diperbolehkan menurut
Islam adalah tidak melibatkan pihak ketiga, jadi sperma dan ovum harus berasal dari suami isteri yang
sah dan masih rukun. Bila sperma dan ovumnya diambil bukan dari pasangan suami isteri sah maka
hukumnya haram dan statusnya zina.

“Bayi tabung diperbolehkan, tapi tidak dengan penyewaan rahim, tandas Prof Khuzaimah menanggapi
fenomena penyewaan rahim yang terkuak saat ini. “Jika embrio dimasukkan ke dalam rahim seorang
perempuan yang bukan istrinya, maka seperti memiliki status sebagai anak di luar perkawinan,” tutur
Prof Khuzaimah.

*Kasus Baru, Kontroversi Baru

Baru baru ini dunia bayi tabung dikejutkan dengan terkuaknya kisah sang ibu yang melahirkan anak
kembar delapan di Amerika.

Sebelumnya, perempuan berumur 33 tahun itu telah menjalani perawatan bayi tabung dan telah
ditanami embrio di rahimnya. Kontroversi muncul karena dinilai melanggar konsesus para dokter
fertilitas, bahwa menanam embrio banyak dianggap tidak bertanggung jawab serta tidak etis. Benarkah?

Pendapat serupa dikemukakan Dr. Muharram, SpOG(K), yang merupakan Kepala Program Bayi Tabung
Klinik Layanan Terpadu Gangguan Kesuburan, Yasmin RSCM. Untuk penanaman embrio, saat ini dunia
merekomendasikan single embryo transfer, jadi hanya satu embrio yang ditransfer ke rahim. Untuk
melakukan itu perlu dipertimbangkan dengan umur ibu, kondisi embrio, dan kesepakatan dengan pasien.
‘Sebaiknya memang hanya satu embrio saja yang ditransfer, tetapi biasanya berdasarkan literatur, kondisi
embrio, umur ibu, dan kasus infertilitasnya, maka masih boleh Iebih dan 1 embrio ditransfer, tetapi
maksimal 3-4 embrio,” jelas Dr. Muharram.

“Kalau memang yakin bisa tumbuh semua, buat apa diberikan banyak-banyak,” tutur dokter yang dikenal
ramah itu. Alasannya, penanaman multiple embrio akan mempertinggi angka prematuritas dan
meningkatkan risiko kematian pada bayinya. Hal itu kemungkinan embrio yang banyak itu bisa
berkembang semua menjadi janin sehingga bisa terjadi kehamilan kembar. Kehamilan janin kembar dua
saja risikonya sudah lebih besar daripada kehamilan dengan satu janin, apalagi jika kembarnya hingga
lebih dan lima janin. Dr. Muharram menyebutkan bahwa hal itu mengandung risiko baik bagi ibu maupun
bayi-bayi yang dikandungnya.

Risiko-risiko yang bisa dialami pada ibu dengan kehamilan kembar antara lain, meningkatkan risiko
preeklampsia dan eklampsia, serta melahirkan bayi-bayi prematur. Bayi yang prematur akan timbul
masalah pada pematangan paru dan distribusi makanan yang kurang.
Kemana Embrio yang Lain?

Sudah disebutkan oleh Dr. Muhararn bahwa penanaman embrio maksimal tiga, untuk mengurangi risiko
pada ibu dan bayi. Lantas, bila tidak ditransfer semuanya, dikemanakan embrio yang tidak terpakai?
Menurut Dr. Muharam, embrio “sisanya” akan disimpan dalam suhu yang amat rendah dan kelak jika
pasangan suami istri tadi menghendaki kehamilan lagi, maka bisa ditanamkan kembali di rahim si
istri.”Biasanya maksimal dua tahun penyimpanan cetus Dr. Muharam.

Persoalan etik dan moral muncul jika pasangan pemilik embrio beku meninggal dunia atau bagaimana
bila mereka tidak menginginkan kehamilan lagi? Bagaimana nasib selanjutnya embrio itu? Bolehkah
dimusnahkan begitu saja?

“Sampai saat ini memang masih dalam perdebatan etis, walaupun menurut saya itu bukan masalah
aborsi ujar Dr. Muharam. Prof Khuzaimah juga mengiyakan. “Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya
implantasi blastosis (embrio yang telah membelah) pada dinding rahim. Kalau embrio yang beku tidak
apa-apa,” tuturnya. (DK/TNS)

Anda mungkin juga menyukai