AMPUTASI PENIS
Disusun oleh:
dr. Arley Sadra Telussa
Pembimbing
Prof. DR. dr. Soetojo, SpU (K)
Surabaya
JUDUL:
AMPUTASI PENIS
Oleh:
Pembimbing
Objective: to present a case of self genital amputation/penetrating penile trauma grade IV according
to American Association for the Surgery of Trauma (AAST) classification in schizophrenic patient and
review the relevant literature
Methods: A case report.
First case:
Male, 42 years old, a schizophenic patient, was diagnosed with self genital amputation/penetrating
penile trauma grade IV according to American Association for the Surgery of Trauma (AAST)
classification. From penile exploration we found 2 cm long partial rupture of urethra pars pendulare;
circular vulnus scizuum at the shaft of the penis as deep as tunica albuginea and vulnus scizuum at
the base of the penis. Twelve hours after the event we performed macrosurgical end-to-end
approximation and urethroplasty with the involvement of Psychiatric Department for addressing
patient mental status postoperatively.
Second case:
Male, 7 years old, had a penile amputation upon circumcision. From penile exploration we found
penile amputation at sulcus coronarius (AAST grade V) and the penile stump was not pack properly.
Fourty five minutes after the event we performed macrosurgical urethroplasty and microsurgical
replantation of dorsalis penis artery, vein, and nerve.
Result: From the first case we obtained very good cosmetic and functional results with no micturition
impairment. From the second case, penile stump became necrotik and we had to performed
debridement and necrotomy to remove the penile stump.
Conclusion: Penile amputation is an uncommon condition that requires immediate surgical
replantation. Routine standardized procedures for dealing with this medical condition has not been
establish yet. A macrovascular technique is recommended, as it can be performed in any general
hospital with an acceptable result.
Sebesar 10% pasien yang masuk ke unit gawat darurat adalah pasien trauma pada traktus
genitourinaria. Banyak dari kasus-kasus tersebut sulit dan membutuhkan kemampuan diagnostik
yang baik untuk menanganinya.1Dari jumlah tersebut, satu-pertiga sampai dua-pertiga adalah
berhubungan dengan trauma pada genitalia eksterna. Trauma genitourinaria paling banyak
disebabkan oleh trauma tumpul (80%) dan 20% disebabkan oleh trauma tajam. Trauma pada traktus
genitourinaria dapat ditemukan pada semua kelompok umur, dengan frekuensi paling sering pada
laki-laki berumur antara 15 sampai 40 tahun. Tetapi 5% dari seluruh pasien adalah berumur kurang
dari 10 tahun. Terdapat beberapa olahraga populer yang meningkatkan resiko untuk terjadi trauma
tumpul dan/atau trauma tajam pada genitalia externa, seperti bersepeda off road, berkuda, dan
balap motor.2Gigitan hewan atau manusia adalah penyebab trauma tajam genitalia yang jarang, dan
berhubungan dengan resiko tinggi terjadinya infeksi. Keterlibatan Pasteurella multocida tercatat
sebesar 50% dari seluruh infeksi karena gigitan anjing, sedangkan Escherichia coli, Streptococcus
viridan dan Staphilococcus aureus memiliki angka yang lebih rendah.3Untuk kelompok pediatri, anak-
anak umur 4 sampai 7 tahun memiliki frekuensi trauma genitourinaria terbesar (36,8%), diikuti anak-
anak umur 8 sampai 11 tahun (20,6%). Organ yang paling sering terkena trauma genitourinaria
adalah genitalia eksterna perempuan (37,7%), penis (21,6%) dan testis (12%). 4Selain kelompok resiko
tersebut, trauma pada genitalia eksterna yang parah dapat ditemukan pada mutilasi terhadap diri
pada pasien yang melakukan emaskulasi diri sendiri pada individu-individu psikotik yang
melakukannya sebagai respon terhadap halusinasi yang dialaminya. 5Selain itu, amputasi penis juga
merupakan komplikasi dari tindakan sirkumsisi. 6 Sirkumsisi adalah suatu prosedur pembedahan yang
umum dilakukan. Tetapi, karena sirkumsisi banyak dilakukan oleh petugas medis yang tidak
berpengalaman di rumah, rumah sakit maupun sirkumsisi massal dengan jumlah pasien yang banyak
yang dilakukan dalam waktu yang singkat maka angka komplikasi sirkumsisi cukup besar. 7,8,9Pada
amputasi penis yang merupakan komplikasi tindakan sirkumsisi, bagian dari penis yang teramputasi
adalah kulit penis dan/atau bagian dari glans penis. 5Seri laporan kasus terbesar mengenai
pembedahan replantasi penis pada literatur urologi adalah serial kasus amputasi penis pada tahun
1970an, dimana kurang lebih 100 pria di Thailand mengalami amputasi penis oleh istri mereka
menggunakan pisau dapur ketika pria-pria tersebut tidur dikarenakan pria-pria tersebut
berselingkuh.10Enam puluh sampai delapan puluh persen pasien amputasi penis menunjukkan gejala
psikotik saat kejadian, dengan 51% berada pada status schizophrenik yang dekompensasi.Kelompok
lain adalah individu-individu dengan kelainan karakter parah atau pada beberapa kasus mengalami
masalah identitas gender. Ada beberapa individu yang pada serangan psikotik pertama akan
berusaha mengamputasi penis atau bagian tubuh yang lain dibawah pengaruh halusinasi yang
mikro untuk memperbaiki pembuluh darah dorasal penis dan persyarafannya memiliki hasil yang
cukup baik. Jika fasilitas pembedahan mikro tidak tersedia, anastomosis secara makroskopis dari
uretra dan korpora dapat dilakukan dengan hasil yang cukup baik dan kemampuan erektil yang cukup
baik. Komplikasi–komplikasi seperti striktur uretra, hilangnya jaringan kulit, dan abnormalitas sensori
lebih rendah pada repair secara mikrovaskular. Sensasi penis normal kembali pada 0% sampai 10%
pasien setelah dilakukan replantasi secara makroskopis, dan 80% sensasi penis kembali normal pada
tindakan replantasi secara mikroskopis. 5Tindakan tambahan setelah dilakukan replantasi penis
adalah penggunaan oksigen hiperbarik untuk mempercepat proses penyembuhan. 5,8Karena luasnya
spektrum trauma pada traktus genitourinari khususnya trauma amputasi penis,maka membutuhkan
manajemen khusus untuk penanganan pasien tersebut dan sangatlah penting bagi ahli urologi untuk
Korpora cavernosa yang terletak di bagian distal mengandung jaringan erektil yang dibungkus oleh
tunika albugiea (Gambar II.1). Pada batang penis, terdapat hubungan yang bebas diantara
keduakorpora kavernosa melalui septum midline yang inkomplit. Septum ini menjadi komplit pada
ujung penis dan hilum penis, dimana korpora kavernosa menjadi mandiri dan membentuk krura yang
terpisah.11
Badan erektil penis diselubungi oleh deep penile fascia (fasia Buck’s), superficial penile fascia
(fasia Dartos), dan kulit. Fasia Buck’s adalah lapisan tebal yang langsung menyelubungi dan
menempel secara longgar terhadap ketiga korpora. Di sebelah superior dari corpora kavernosa
terdapat vena dorsalis profundus, arteri dorsalis, nervus dorsalis yang berada pada fasia Buck’s diatas
tunika albuginea. Di sebelah ventral, fasia Buck’s terbagi untuk menyelubungi korpus spongiosum.
Konsolidasi dari fasia ini di sebelah lateral korpus spongiosum memfiksasi truktur ini pada tunica
albuginea. Di sebelah distal, fasia Buck’s menempel pada permukaan bawah dari glans penis pada
korona glandis. Setelah melewati basis dari glans penis, fasia ini meluas sampai perineum. 11
Fasia Dartos penis terdiri dari jaringan areolar yang memisahkan dua lapisan preputial fold
dan berlanjut ke sebeah proksimal di bawah kulit penis, melekat secara longgar pada kulit dan fasia
Buck’s. Fasia Dartos mengandung arteri-arteri, vena-vena, dan nervus superfisial penis. Pada basis
penis, fasia ini menyatu dengan tunika Dartos dari skrotum dan meluas sampai ke perineum, dimana
fasia ini akan berlanjut menjadi fasia perineum superfisialis. Kulit penis di sebelah distal melekat
pada glans penis pada korona glandis dan melipat untuk membentuk prepusium yang menutupi
glans. Sisi dalam dari prepusium adalah konfluen dengan kulit yang menyelubungi glans penis yang
berlanjut menjadi membrana mukosa dari uretra di meatus eksterna. Kulit yang menyelubungi penis
lapisan sirkular longitudinal di bagian dalam dan luar yang menyelubungi hampir semua korpus
(Gambar II.2). Korpora kavernosa dipenuhi dengan jaringan erektil yang terdiri dengan arteri-arteri,
sinusoid-sinusoid yang berisi sel-sel endotelial, vena, nervus, dan trabeculae yang berasal dari tunika
albuginea. Diantara jaringan ini dan tunika albuginea, terdapat lapisan sangat tipis dari jaringan
Di sebelah proksimal, ligamentum suspensarium penis terletak pada basis penis (Gambar
II.3).bagian luar dari ligamentum tersebut berlanjut menjadi bagian bawah dari linea alba dan
terbagi menjadi lamina-lamina yang menyelingkupi penis. Bagian dalam dari ligamentum
suspensarium melekat pada bagian anterior dari symphisis pubis (Gambar II.3). 11
Korpus spongiosum berada pada bagian ventral pada cekungan diantara kedua korpora
cavernosa. Tunika albuginea yang menyelubungi korpus spongiosum lebih tipis dari pada yang
menyelubungi korpora kavernosa dan pada korpus spongiosum, jaringan erektil lebih sedikit. Uretra
berjalan sepanjang penis didalam korpus spongiosum. Korpus spongiosum sebelah distal
membentuk jaringan erektil yang bernama glans penis, yang menutup seluruh ujung korpora
cavernosa. Meatus uretra berada di sebelah ventral dari ujung glans penis dengan aksis panjang
berada pada arah vertikal. Tepi dari glans penis yang berbatasan dengan shaft penis bernama corona,
dengan sulkus coronarius berada di proksimalnya. Frenulum adalah lipatan kulit yang menempel
pada bagian paling ventral dari glans penis, dimana korona membentuk “V”. 11
Pembagian uretra sebagai berikut: (1) glandularis, (2) pendularis / penile, (3) bulbousa, (4)
membranosa, dan (5) prostatika (Gambar II.4). Uretra pars glandularis dilapisi oleh epitel squamous
kompleks. Pada uretra pars pendularis, epitelium yang melapisi adalah secara primer adalah
stratified atau pseudo stratified columnar dengan disertai area epitel stratified squamous. Pada
bulbus penis, uretra melebar dan berada lebih dekat pada bagian dorsal dari corpus spongiosum.
Uretra pars bulbosa dilapisi oleh epitel stratified atau pseudo stratified columnar, yang akan berlanjut
ke arah proksimal menjadi uretra pars membranasea. Pada area ini terjadi perubahan bertahap
menjadi epitel transisional yang melapisi uretra pars prostatika. Kelenjar periuretra (kelenjar Littre’s)
berada pada uretra pars pendulare dan bulbosa pada permukaan dorsalnya. Sering kali terdapat
lacuna magna pada dorsal dari fossa navicularis. Duktus kelenjar bulbouretra (kelenjar Cowper’s)
kiri arteri pudenda ekterna (Gambar II.5). pembuluh darah ini berasal dari cabang pertama arteri
femoralis dan menyilang sisi medial atas dari femoral triangle yang akan bercabang menjadi dua.
Cabang-cabang ini berjalan ke arah dorsolateral dan ventrolateral didalam fasia dartos pada shaf
penis dengan kolateralisasi ke arah midline. Drainase vena superfisial penis disediakan oleh sejumlah
vena yang berjalan di dalam fasia dartos pada sisi dorso lateral penis. Vena-vena ini bersatu pada
basis penis yang membentuk vena dorsalis superfisialis, yang akan bermuara pada vena saphena
kiri.11
merupakan terusan dari arteri perieal. Arteri penis komunis berjalan pada batas medial ramus pubis
inferior sebelum bercabang menjadi cabang terminal dekat dengan bulbus uretra. Terkadang satu
atau lebih pembuluh darah terminal penis berasal dari arteri pudenda aksesorius yang berasal dari
pelvis, paling banyak berasal dari arteri obturator atau arteri pudenda interna sebelum masuk
foramen sciatica magna. Arteri pudenda asesorius berjalan sepanjang bagian bawah buli-buli dan
permukaan anterolateral dari prostat untuk mencapai bagian dalam dari penis. 11
Cabang pertama dari arteri penis kommunis adalah arteri bulbourethralis, yang menembus
membran perineal untuk mencapai bulbus penis. Ini dapat juga muncul sebagai cabang dari arteri
dorsalis penis atau arteri cavernosa. Arteri uretralis, yang mungkin muncul sebagai cabang terpisah
dari arteri penis kummunis, berjalan didalam corpus spongiosum di sisi ventrolateral dari urethra dan
berakhir di glans penis. Arteri dorsalis penis adalah terusan dari arteri penis kommunis dan umumnya
memiliki arah yang konstan. Arteri ini berjalan sepanjang bagian dorsum penis diantara vena dorsalis
profunda disebelah medial dan nervus dorsalis penis di sebelah lateal. Arteri ini membentuk 3-10
cabang sirkumfleksa yang berjalan bersama vena sirkumfleksa mengelilingi permukaan lateral dari
korpus penis. Bagian proksimal dari arteri sirkumfleksa dapat berkontribusi kepada suplai darah
menuju korpus spngiosum dan uretra. Terkadang, cabang dari arteri doralis penis menembus tunika
albuginea untuk memberikan suplai darah ke jaringan erektil. Arteri dorsalis penis berakhir pada
glans penis, yang berkontribusi pada suplai darah ganda ke korpus spongiosum, yang penting pada
pembedahan rekonstruksi uretra. Cabang terakhir dari arteri penis kommunis adalah arteri
kavernosa. Arteri ini masuk ke korpus kavernosa pada hillum dan berjalan sepanjang shaft penis,
memberikan suplai darah ke banyak arteri helicine yang menyediakan suplai darah ke apparatus
erektil dari penis. Arteri cavernosa dapat berasal dari arteri pudenda aksesorius, dan variasi dapat
terjadi pada sejumlah arteri dan konfigurasinya.. dapat terjadi komunikasi antara arteri cavernosa
pada midline sebelum masuk ke korpus penis atau sebuah cabang dapat masuk ke korpus pada sisi
yang berlawanan. Terkadang sebuah arteri akan bercabang pada shaf penis untuk mensuplai darah
tiga sampai lima vena besar yang menuju vena dorsalis profunda, yang berada di dalam fasia Buck’s
disebelah superior tengah dari korpus penis. Vena dorsalis profunda di sebelah proksimal melewati
ligamentum suspensarium dan kemudian dibalik symphisis pubis untuk bergabung dengan pleksus
prostatika (pleksus Santorini). Sepanjang shaft penis, vena dorsalis menerima drainase darah dari
jaringan erektil. Vena emisaria muncul dari jaringan vena subtunika mengikuti arah perpendikular
atau oblik menuju tunika albuginea. Vena-vena ini muncul dari permukaan lateral atau dorsal dari
korpora kavernosa dan menuju vena sirkumfleksa atau langsung menuju vena dorsalis profunda.
Vena sircumfleksa berada pada dua-pertiga sebelah distal dari penis. Vena-vena ini berasal dari
korpus spongiosum dan berjalan transversal pada sisi lateral dari korpora, melewati dibawah arteri
beberapa trunkus vena pada permukaan dorsomedial dari masing-masing krus penis. Vena-vena ini
berkonsolidasi menjadi satu atau lebih vena cavernosa pada masing-masing sisi, membentuk arteri
cavernosa profunda dan medial dan nervus pada hilum penis. Vena-vena ini menuju pleksus
prostatikus atau berjalan ke lateral diantara bulbus penis dan krus penis sekitar 2-3 cm sebelum
bergabung dengan vena pudenda interna. Tiga atau empat vena-vena crural kecil muncul dari
permukaan dorsolateral dari masing-masing krus dan menuju ke vena pudenda interna ipsilateral.
Vena pudenda interna berjalan bersama dengan arteri pudenda interna dan nervus pudendus
(Gambar II.8). Nervus ini memasuki perineum bersama arteri dan vena pudenda interna melalui
foramen sciatica minor pada sisi posterior dari fossa ischiorectal. Bersama-sama berjalan melalui
kanalis Alcock’s ke batas posterior dari membran perineum. Pada tiap sisi nervus dorsalis muncul
sebagai cabang pertama dari nervus pudendus di dalam kanalis Alcock’s. Di sebelah distal nervus-
nervus ini berlanjut menuju bagian dorsal dari korpora. Fascicles multipel menyebar keluar dari
nervus dorsalis sepanjang shaft peni, memberikan suplai persyarafan untuk permukaan tunika
organ lain. Pada anak-anak, trauma tajam pada genitalia externa sering terlihat pada kasus laserasi
kulit genitalia setelah terjatuh ke atas benda tajam. Pada semua kasus trauma tajam, status imunisasi
tetanus pasien harus jelas. Booster imunisasi tetanus direkomendasikan pada pasien dengan riwayat
imunisasi tetanus terakhir lebih dari 10 tahun sebelum kejadian. Karena booster tetanus tidak
memproteksi pada saat trauma, tidak diperlukan pemberian tetanus toxoid pada kasus trauma akut.
Hal ini berlawanan dengan rekomendasi World Health Organization yang menyatakan bahwa booster
tetanus toxoid sebaiknya diberikan pada pasien luka terbuka bila imunisasi tetanus trakhir pasien
lebih dari 5 tahun sebelum kejadian. Tetanus imunoglobulin hanya diberikan pada pasien trauma
atau trauma tembak pada traktus genitourinarius. Luas injuri pada trauma tembak berhubungan
dengan kaliber dan kecepatan tembak dari peluru. Luka tembak diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Trauma penetrasi dengan peluru velositas rendah, sering proyektil masih berada pada
2. Luka tembak perforasi, sering terlihat pada peluru dengan velositas rendah sampai tinggi.
Pada kasus ini, peluru menembus jaringan dengan luka masuk yang kecil dan luka keluar yang
besar.
3. Luka tembak avulsi adalah luka serius yang disebabkan oleh peluru dengan velositas tinggi,
dengan luka masuk yang sesuai ukuran kaliber tetapi meninggalkan defek jaringan yang besar
Walaupun kasus gigitan hewan adalah kasus yang umum, gigitan hewan atau manusia adalah
penyebab trauma tajam genitalia yang sangat jarang, dan berhubungan dengan resiko tinggi
terjadinya infeksi.Gigitan hewan terutama pada kelamin laki-laki adalah jarang dengan 60%-70%
adalah anak laki-laki berumur dibawah 15 tahun. Kurang lebih 30% luka gigitan hewan sudah
menunjukkan tanda-tanda infeksi pada 48 jam pertama setelah gigitan. Bakteri yang umum terlibat
pada kasus gigitan anjing adalah Pasteurella multocida, tercatat sebesar 50% dari seluruh infeksi
karena gigitan anjing, sedangkan Escherichia coli, Streptococcus viridan dan Staphilococcus aureus
memiliki angka yang lebih rendah. Pada kasus gigitan hewan, kemungkinan infeksi rabies harus selalu
dipikirkan. Pada kasus gigitan hewan domestik dengan kemungkinan infeksi rabies, vaksinasi harus
diberikan untuk mencegah infeksi yang mengancam nyawa. Angka kematian karena rabies di seluruh
dunia diperirakan sekitar 55.000 pada tahun 2004. Paling banyak di daerah pedesaan di Afrika dan
Asia. Selain vaksinasi, manajemen lokal pada luka adalah penting. Vaksinasi dengan human rabies
sirkumsisi.sirkumsisi adalah suatu prosedur pembedahan yang umum dilakukan. Tetapi, karena
sirkumsisi banyak dilakukan oleh petugas medis yang tidak berpengalaman di rumah, rumah sakit
maupun sirkumsisi massal dengan jumlah pasien yang banyak yang dilakukan dalam waktu yang
singkat maka angka komplikasi sirkumsisi cukup besar. 7,8,9Rate komplikasi pada tindakan sirkumsisi
pada bayi baru lahir sebesar 0,2% sampai 3%. Perdarahan dan infeksi adalah komplikasi ringan yang
paling sering dilaporkan. Komplikasi sirkumsisi yang paling serius adalah injuri pada urethra atau
teramputasinya glans penis atau sebagian atau seluruh bagian dari shaf penis. Parsial amputasi dari
glans penis dilaporkan pada teknik sirkumsisi menggunakan teknik guilotine dimana kulit preputium
ditarik dan di klem disebelah distal dari ujung glans dan dieksisi diantara glans dan klem tersebut.
Dengan teknik ini, amputasi penis dapat terjadi jika operator secara tidak sengaja menempatkan
klem di glans penis.8Pernyataan dan rekomendasi EAU tahun 2012 mengenai tindakan sirkumsisi
Tabel II.1 Pernyataan dan rekomendasi EAU tahun 2012 mengenai tindakan sirkumsisi 12
Pernyataan
Sirkumsisi adalah tindakan yang umum dilakukan
Rate komplikasi berbeda-beda pada setiap negara
Kebanyakan kompliasi karena sirkumsisi adalah komplikasi minor dan
mudah diterapi
Rekomendasi GR
Sirkumsisi, pada semua umur, harus dilakuka n oleh profesional yang A
berpengalaman dengan menggunakan analgesia yang tepat dan kondisi
yang steril A
Komplikasi yang berat dari tindakan sirkumsisi membutuhkan pembedahan
rekonstruksi dan harus dirujuk pada pusat Urologi
GR = grade of recommendation
Trauma karena gigitan manusia pada genitalia eksterna memiliki kemungkinan infeksi yang
lebih luas dengan resiko infeksi menular seksual tambahan, seperti syphilis, hepatitis, HIV, herpes,
adalah serial kasus amputasi penis pada tahun 1970an, dimana kurang lebih 100 pria di Thailand
mengalami amputasi penis oleh istri mereka menggunakan pisau dapur ketika pria-pria tersebut tidur
dikarenakan pria-pria tersebut berselingkuh. Delapan belas pasien ini dilakukan replantasi penis. 10
II.3 Diagnosis
Diagnosis trauma tajam khususnya amputasi penis dapat terlihat jelas dari pemeriksaan fisik.
Dari anamnesa harus diketahui tentang tipe trauma, berapa lama trauma tersebut telah berlangsung
dan alat penyebab amputasi penis tersebut. Adanya darah pada meatus urethra mengindikasikan
bahwa ada trauma pada uretra. Tetapi, ketiadaan darah pada meatus tidak serta-merta
menghilangkan kemungkinan terjadi trauma pada uretra. Pada trauma tembus yang disebabkan oleh
tembakan, kaliber peluru dan dapat membantu menentukan luas dan jalur kerusakan. Retrograde
urethrography, dan sistoskopi, mungkin dapat berguna, tetapi ahli urologi harus waspada untuk
kemungkinan urethrogram yang negatif palsu karena adanya bekuan darah yang mencegah adanya
ekstravasasi. Skala trauma tajam penis menurut American Association for the Surgery of Trauma
Tabel II.2 Skala trauma organ untuk trauma penis menurut American Association for the Surgery of
Trauma (AAST). 13
IV cavernosa <2cm
V Penektomi parsial; atau defek uretra atau cavernosa >2cm
Penektomi total
Perhatian awal yang juga harus diberikan adalah mengenai preservasi bagian penis yang
teramputasi. Sebaiknya diketahui berapa lama penis telah teramputasi, dan teknik penempatan
bagian penis tang teramputasi. Hipotermia memperpanjang waktu survival semua jaringan. Respon
terhadap hipotermia pada jaringan penis belum dipelajari, tetapi penis dapat sukses direplantasi
resusitasi cairan yang agresif, dilakukan pemeriksaan darah lengkap, dan tranfusi darah jika terjadi
kehilangan darah yang ekstensif. Pasien sebisa mungkin di bawa pada pusat medis yang dapat
melakukan pembedahan mikrovaskuler, karena pembedahan mikrovaskular memiliki hasil yang lebih
baik.14,15,16Manajemen akut dari amputasi penis melibatkan resusitasi pasien dimana keadaan umum
pasien mungkin menurun dikarenakan kehilangan darah dan persiapan untuk reimplantasi penis jika
bagian penis yang teramputasi didapatkan dan tidak mengalami kerusakan parah. Tindakan
reimplantasi harus dipertimbangkan pada semua pasien dan harus dilakukan dalam 24 jam pertama
setelah kejadian amputasi penis. Jika amputasi terjadi pada saat episode psikotik, konsultasi
nekrotik. Bahkan pada trauma tajam penis yang terbatas, penjahitan primer dari jaringan yang rusak
dapat menghasilkan penyembuhan yang baik karena banyaknya suplai darah penis. Karena elastisitas
dari kulit penis cukup baik, hilangnya kulit dalam jumlah sedang biasanya dapat teratasi dengan baik,
walaupun pada trauma yang luas dan kehilangan jaringan kulit yang luas memerlukan manajemen
yang lebih sulit. Jaringan yang digunakan untuk rekonstruksi pasca trauma harus memiliki
kemampuan menutup yang baik dan cocok digunakan untuk rekonstruksi. Teknik split thickness skin
grafing menyediakan kemampuan menutup yang baik dan durabilitasnya baik tetapi teknik ini lebih
mudah terjadi kontraksi, sehingga penggunaannya pada batang penis harus seminimal mungkin.
McAnich et al. merekomendasikan penggunaan ketebalan skin graf setidaknya 0,015 inchi (0,4 mm)
dengan tujuan untuk mengurangi resiko kontraksi. Full thickness skin grafyang digunakan pada
batang penis memberikan kemungkinan kontraksi yang lebih kecil, kosmetik yang lebih baik, dan
lebih resisten pada trauma hubungan seksual. Donor dapat diambil dari perut, pantat, paha maupun
axilla, dengan dipilih berdasarkan pilhan ahli urologi dan tipe trauma. 12
Bagian penis yang teramputasi harus dicuci dengan cairan saline steril, dibungkus dengan
kasa yang dibasahi cairan salin, diletakkan pada kantong steril dan kantong tersebut direndam dalam
air es. Penis tidak boleh bersentuhan langsung dengan es. Bebat tekan atau torniquet harus
diletakkan pada penis yang teramputasi untuk mencegah kehilangan darah masif. Reimplantasi dapat
dicapai dengan cara non-pembedahan mikro, tetapi teknik ini memberikan rate striktur uretra yang
lebih tinggi dan kehilangan sensasi. Hasil yang terbaik dihasilkan dengan teknik reimplantasi dengan
pembedahan mikro. Pertama korpora cavernosa dan urethra di sejajarjan dan diperbaiki, kemudian
arteri dorsalis penis, vena dorsalis penis dan nervus dorsalis dengan menggunakan mikroskop. Arteri
cavernosa umumnya terlalu kecil untuk dilakukan anastomose. Fasia dan kulit ditutup lapis demi
lapis, dan dipasang kateter uretra dan kateter suprapubis. Jika bagian penis yang teramputasi tidak
dapat ditemukan, atau tidak dapat dilakukan reimplantasi, maka ujung penis yang teramputasi
ditutup seperti tindakan penektomi parsial. Rekonstruksi lebih lanjut dapat dilakukan untuk
memperpanjang penis dengan teknik pembagian ligamentum suspensarium dan v-y plasty,
arteri pubis) terkadang dibutuhkan pada trauma yang menyisakan sedikit jaringan penis atau stump
tepi potongan sebelah proksimal dari corpora (Gambar II.9). tergantung dari hebat perdarahan,
kompresi lokal secara manual dengan kasa atau torniquet dengan penrose drain mungkin
dibutuhkan. Setelah perdarahan terkontrol, tunika albuginea dari korpora kavernosa kemudian di
reaproksimasi dengan jahitan terputus menggunakan polyglactin (vicryl) 3-0 dengan tiga atau empat
jahitan melewati septum mediana untuk stabilisasi. Arteri-arteri cavernosa tidak perlu dilakukan
reanastomosis karena sulit dan tidak meningkatkan outcome. Tepi proksimal dan distal urethra
direanastomose diatas kateter foley terbuat dari silikon dengan ukuran 16Fr dengan jahitan terputus
menggunakanpolydioxanone (maxon atau PDS) berukuran 5-0 satu lapis. Kemudian dilakukan diversi
Pertama, vena dorsalis profunda direanastomosis dengan menggunakan nylon atau polypropylene
(prolene) berukuran 11-0. Anastomosis ini harus paten untuk mencegah edema korporeal,
pembengkakan dan edema lanjutan. Kedua, paling tidak satu, lebih baik keduanya, arteri dorsalis
penis dilakukan reaproksimasi secara end-to-end dengan cara yang sama seperti pada vena, yang
akan dengan segera mengembalikan aliran darah ke jaringan subkutaneus dan mencegah nekrosis
kulit postoperatif (Gambar II.11). Aliran darah pada arteri dorsalis diperiksa dengan Doppler sebelum
pasien meninggalkan ruang operasi. Terakhir, sebanyak mungkin serat syaraf diidentifikasi kemudian
dilakukan reaproksimasi dengan nylon atau polypropylene pada epineurum, sehingga memudahkan
jahitan terputus menggunakan benang chromik 4-0 atau split thickness skin graf diletakkan diatas
kulit yang hilang. Jika kedua cara tersebut tidak dapat dilakukan, tindakan terakhir adalah dengan
menanam penis pada terowongan subcutaneus di skrotum (modified Cecil technique), yang
membutuhkan pembedahan rekonstruksi kedua. Sangat penting bahwa anastomose vaskular harus
ditutup untuk mencegah thrombosis pembuluh darah yang mengakibatkan kegagalan replantasi.
Yang terakhir, penis dibungkus dengan pembungkus yang longgar dan diberi splint eksternal yang
Jika pasien tidak memiliki akses menuju pusat kesehatan dengan kemampuan pembedahan
mirovaskular, dapat dilakukan pembedahan dengan teknik makrovaskular. Teknik ini sub obtimal,
tetapi ini merupakan pilihan yang lebih baik dari pada tidak melakukan tindakan penyambungan
kembali dan hanya melakukan penile stump. Seringkali vena dorsalis dapat dilakukan reanastomosis,
beserta kulit penis dan glans penis. Jika replantasi penis tidak dapat dilakukan, maka penile stump
dapat ditutup seperti pada tindakan penektomi parsial elektif. Tindakan free forearm phalloplasty
dapat dilakukan kemudian menurut permintaan pasien. 14Telah disepakati bahwa teknik pembedahan
mikrosurgical memiliki hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan teknik nonmikrosurgical dalam
kasus amputasi penis. Metode mikroskopis menyedakan sirkulasi yang lebih baik untuk
penyembuhan luka dan menurunkan resiko komplikasi. Tetapi, teknik mikrosurgical membutuhkan
alat, instrumen dan pelatihan yang yang tidak banyak tersedia. Razzaghi dkk melaporkan bahwa
teknik pembedahan makrovaskular juga memiliki hasil kosmetik dan fungsi yang cukup
baik.17Naraysingh dkk melaporkan keberhasilan tindakan replantasi penis pada laki-laki kelainan
mental berumur 24 tahun menggunakan kaca pembesar loupe dengan pembesaran 4,5x dalam
mengembalikan fungsi erektil penis tanpa kehilangan jaringan dan dalam follow up selama 20 tahun
guilotine, level amputasi sangat penting dalam manajemen terapi. Jika amputasi penis berada pada
shaf penis, direkomendasikan dilakukan replantasi dengan teknik mikrovaskular; walaupun terdapat
beberapa laporan kasus yang sukses melakukan tindakan replantasi dengan menggunakan teknik
makrosurgical. .jika terjadi amputasi glans penis parsial, jaringan yang tereksisi harus dipreservasi
dan segera dilakukan penjahitan dan tindakan memperbaiki dengan teknik mikroskopis tidak
dibutuhkan. Jika tindakan pembedahan dilakukan dalam 8 jam setelah kejadian, penis sembuh
dengan baik pada sebagian besar kasus. Tindakan anastomotic urethroplasty umumnya tidak tepat
jika dilakukan di glans penis karena eksisi dan reanastomosis pada uretra di bagian glans penis akan
mengakibatkan pemendekan uretra setidaknya 1 cm, yang mana cukup dapat mengakibatkan
terjadinya chordee.8
Manajemen postoperatif harus meliputi setidaknya 2 hari bedrest dan antibiotik spektrum
luas selama 2 hari postoperatif. Setelah 2 minggu stent urethral, catheter foley dapat dilepas setelah
terjadi anastomosis, kemudian kateter suprapubis dapar dilepas setelah beberapa hari berkemih
secara normal. Selain manajemen pembedahan, Departemen Psikiatri harus terlibat dalam
perawatan pasien postoperatif. Pada kasus mutilasi genital oleh pasien sendiri, pasien biasanya
bersikap irasional sehingga status mental pasien harus dikendalikan. Juga terdapat rate bunuh diri
yang lebih tinggi pada pasien mutilasi genital dan pasien seperti ini harus dimonitor secara ketat oleh
Departemen Psikiatri.14
Oksigen memerankan peran yang penting dalam proses fisiologis penyembuhan luka. Terapi
oksigen hiperbarik dapat meningkatkan tekanan oksigen di jaringan yang dapat membantu dalam
proses penyembuhan. Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi dimana pasien bernapas dengan udara
yang mengandung oksigen 100% pada lingkungan yang bertekanan paling tidak 1,4 atmosfer.
Tindakan skin graf dan flaps yang terganggu proses penyembuhannya dapat diterapi dengan terapi
oksigen hiperbarik. Terapi oksigen hiperbarik juga meningkatkan angiogenesis dan menstimulasi
proses proliferasi dari fibroblast, meningkatkan sirkulasi dan tingkat oksigen di jaringan untuk
penis, tentamen suicide dan intoksikasi bayclin (cairan pembersih). pasien mengiris batang penis dan
tangan dengan menggunakan pisau serta meminum bayclin 12 jam sebelum masuk Instalasi Rawat
Darurat RSUD. Dr. Soetomo karena merasa mendapat bisikan untuk mengakhiri hidupnya. Setelah
pasien mengiris batang penis dan tangan serta meminum bayclin, pasien dibawa ke RS Islam
Kalianget Sumenep. Di RS Islam Kalianget Sumenep dilakukan bilas lambung dan jahit luka di tangan
serta dipasang kateter kemudian dirujuk ke Instalasi Rawat Darurat RSUD. Dr. Soetomo. Pasien sejak
ditinggal istrinya (4 tahun sebelum masuk Rumah Sakit) sering merasa ketakutan dan merasa mau
mmHg, Nadi 88 kali per menit, nafas 20 kali per menit dan suhu rektal 37 °C. Dari pemeriksaan status
lokalis regio antebrachii kanan didapatkan vulnus scissum ukuran panjang 5 cm terjahit. Dari
pemeriksaan genitalia eksterna didapatkan pasien telah tersirkumsisi, terpasang kateter urin
berukuran 16 Fr dengan produksi urin 300 cc per 4 jam berwarna kuning jernih. Didapatkan vulnus
schissum melingkar di penis bagian proksimal dengan kesan korpora cavernosa yang intak, serta
103/uL, trombosit 271 x 103 /uL, hematokrit 31,5%. Fungsi ginjal BUN 10,7 mg/dL dan serum
kreatinin 1 mg/dL. Kadar gula darah acak 115 mg/dL. Dari pemeriksaan serum elektrolit didapatkan
Natrium 136 mEq/L dan Kalium 4,7 mEq/L. Dari pemeriksaan urialisis didapatkan berat jenis urin
lebih dari 1,030, pH urine 5,5, protein urin +3, sedimen eritrosit 5-10 per lapangan pandang. Hasil
pemeriksaan fungsi hati dan faal hemostasis dalam batas normal.Pemeriksaan radiologi foto thorak
skizophrenia paranoid dan tentamen suicide; dan dari Departemen Penyakit Dalam didiagnosa
dengan intoksikasi bayclin. Dari Departemen Psikiatri dilakukan psikoedukasi dan terapi oral dengan
stellazine 5 mg dua kali sehari. Dari Departemen Penyakit Dalam dilakukan terapi suportif, diet tinggi
kalori tinggi protein, dan hindari kumbah lambung. Dari Departemen Urologi didiagnosa dengan
trauma tajam penis grade IV dengan diagnosa sekunder tentamen suicide, vulnus scissum regio
berukuran 16 Fr dilakukan eksplorasi penis (Gambar III.2). Didapatkan ruptur parsial uretra pars
pendulare. Pada bagian dorsal penis didapatkan vulnus di dua tempat pada pangkal penis : 2 cm dan
vulnus schisum pada shaft penis sirkumferensial sedalam tunika albuguinea. Dilakukan jahit urethra
dg PDS 6.0. Dilakukan jahit corpus cavernosum. Dilakukan tes ereksi, tidak didapatkan kebocoran dari
corpus cavernosum. Dilakukan jahit vulnus scissum di bagian dorsal penis (Gambar III.3). Dilakukan
bebat luka operasi. Pada evaluasi 1 minggu setelah operasi tidak didapatkan keluhan miksi dan
keluhan ereksi. Bebat luka dilepas hari ke 4 paska operasi. Kateter dilepas hari ke 10 paska operasi.
Gambar III.1 Pemeriksaan fisik penis saat pertama datang ke IRD RSUD. Dr Soetomo
Gambar III.2 Eksplorasi penis
dengan keluhan penis terpotong. Penis terpotong secara tidak sengaja oleh petugas paramedis ketika
melakukan tindakan sirkumsisi dengan teknik guillotine menggunakan alat kauter 45 menit sebelum
masuk rumah sakit. Ujung penis yang terpotong tidak diletakkan pada cairan salin dan terbungkus
generalis dalam batas normal. Dari pemeriksaan status urologis tidak didapatkan nyeri pinggang,
massa di pinggang maupun nyeri ketok pinggang. Dari pemeriksaan genitalia eksterna didapatkan
penis teramputasi 0,5 cm sebelah proksimal dari sulkus koronarius. Terdapat tanda-tanda luka bakar
pada ujung luka. Terdapat perdarahan aktif dari corpora cavernosa dan vasa dorsalis penis (Gambar
III.4). Dari pemeriksaan amputat penis didapatkan amputat berwarna merah, tampak glans penis,
sulcus coronarius, dan preputium, belum tampak nekrotik, tampak luka bakar di tepi potongan
(Gambar III.5).
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 12,1 g/dl; leukosit darah 7.900 /ul; dan
trombosit darah 382 x 10 3 /uL; gula darah acak 119 mg/dl; BUN 8,1 mg/dl; kreatinin serum 0,37
mg/dl; albumin darah 4,43;g/dl. Pemeriksaan faal hemostatasis dan serum elektrolit dalam batas
tampak luka bakar, tampak tepi corpus cavernosa luka bakar, arteri dan vena dorsalis penis tampak
viabel. Pada pemeriksaan amputat penis didapatkan adanya punctum distal arteri dan vena dorsalis
penis; corpora kavernosa dan spongiosum. Dilakukan nekrotomi, debridemen dan freshening tepi
luka operasi. Dilakukan pembebasan korpora cavernosa dari spongiosum, dilakukan end to end
anastomosa uretra dengan spatulasi proksimal dan distal, pasang kateter Foley silikon dengan ukuran
8 Fr kemudian dilakukan penjahitan urethra dengan benang PDS 6.0 jahitan terputus. Dilakukan
penjahitan tunika albuginea dari korpus cavernosa dengan benang vicryl 4.0 jahitan terputus
(Gambar III.6). Kemudian dilakukan end to end anastomosis arteri, vena, dan nervus dorsalis penis
dengan teknik mikroreplantasi (Gambar III.7). Dilakukan evaluasi patensi arteri dan vena dorsalis dan
didapatkan arteri dan vena dorsalis penis paten. Kemudian dilakukan penjahitan kulit (Gambar III.8).
Paska operasi dilakukan heparinisasi dengan heparin 1000 IU perjam selama 6 jam pertama,
injeksi cefriaxon 2x500 mg, injeksi antrain 3x500 mg, drip pentoxifilin 3x0,5 ampul, drip complamin
3x0,5 ampul. Dilakukan penghangatan dengan lampu kurang lebih 30cm dari permukaan penis. Saat
diruangan dilakukan terapi oksigen hiperbarik 6 kali. Evaluasi 10 hari paska operasi didapatkan
sebagian amputat nekrotik. Glans penis proksimal dekat sulkus koronarius tampak viabel sedangkan
glans penis sebelah distal tampak nekrotik. Evaluasi 13 hari paska operasi didapatkan seluruh
amputat nekrotik. Tujuh hari paska evaluasi kedua dilakukan debridemen dan nekrotomi amputat
penis yang nekrotik. Dilakukan jahit korpus kavernosa dan meatus uretra dengan mukosa sekitar.
Gambar III.7 Anastomosis arteri, vena, dan nervus dorsalis penis dengan teknik
mikrosurgery
Amputasi penis adalah suatu kasus yang jarang ditemukan. 1 Amputasi penis dapat ditemui
pada pasien yang melakukan emaskulasi diri sendiri pada individu-individu psikotik yang
melakukannya sebagai respon terhadap halusinasi yang dialaminya. 5 Selain itu, amputasi penis juga
merupakan komplikasi dari tindakan sirkumsisi. Seri laporan kasus terbesar mengenai pembedahan
replantasi penis pada literatur urologi adalah serial kasus amputasi penis pada tahun 1970an, dimana
kurang lebih 100 pria di Thailand mengalami amputasi penis oleh istri mereka menggunakan pisau
dapur ketika pria-pria tersebut tidur dikarenakan pria-pria tersebut berselingkuh. 10 Enam puluh
sampai delapan puluh persen pasien amputasi penis menunjukkan gejala psikotik saat kejadian,
dengan 51% berada pada status schizophrenik yang dekompensasi. Kelompok lain adalah individu-
individu dengan kelainan karakter parah atau pada beberapa kasus mengalami masalah identitas
gender. Ada beberapa individu yang pada serangan psikotik pertama akan berusaha mengamputasi
penis atau bagian tubuh yang lain dibawah pengaruh halusinasi yang memerintahkan individu
tersebut untuk mengamputasi seluruh genitalia nya. 2Pada pasien pertama, amputasi penis dilakukan
oleh pasien sendiri setelah pasien mendapatkan bisikan-bisikan (halusinasi) yang mengancam diri
penderita. Dari wawancara psikiatri didapatkan pasienstres setelah bercerai dengan istrinya.
Penderita merasa ketakutan dan mendapatkan bisikan untuk mengakhiri hidup penderita dengan
cara meminum cairan pembersih, memotong urat nadi tangan kirinya dan memotong penisnya.
Schizophrenia merupakan kelainan psikiatri yang serius yang membutuhkan terapi jangka panjang.
Skizophrenia tanpa terapi yang memadai dapat mengakibatkan komplikasi yang serius dan
mengancam nyawa. Yusuf et al melaporkan pasien dengan skizophrenia yang melakuka mutilasi penis
sendiri dikarenakan halusinasi perintah. 19 Faktor resiko yang berhubungan dengan mutilasi penis
pada penderita skizophrenia adalah ketiadaan figur pria yang kompeten di keluarga, figur ibu yang
terlalu mengontrol dan berperilaku masochistic pada putranya, pria berperilaku kewanita-wanitaan,
ketidakpercayaan diri, konflik seksual yang tidak terpecahkan, kegelisahan dan perasaan
bersalah.20Pada pasien kedua, penis terpotong secara tidak sengaja oleh petugas paramedis ketika
melakukan tindakan sirkumsisi dengan teknik guillotine menggunakan alat kauter 45 menit sebelum
masuk rumah sakit. Amputasi penis adalah salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan
sirkumsisi. sirkumsisi adalah suatu prosedur pembedahan yang umum dilakukan. Tetapi, karena
sirkumsisi banyak dilakukan oleh petugas medis yang tidak berpengalaman di rumah, rumah sakit
maupun sirkumsisi massal dengan jumlah pasien yang banyak yang dilakukan dalam waktu yang
singkat maka angka komplikasi sirkumsisi cukup besar. 7,8,9 Komplikasi sirkumsisi yang paling serius
adalah injuri pada urethra atau teramputasinya glans penis atau sebagian atau seluruh bagian dari
shaf penis. Parsial amputasi dari glans penis dilaporkan pada teknik sirkumsisi menggunakan teknik
guilotine dimana kulit preputium ditarik dan di klem disebelah distal dari ujung glans dan dieksisi
diantara glans dan klem tersebut. Dengan teknik ini, amputasi penis dapat terjadi jika operator
Dari anamnesa harus diketahui tentang tipe trauma, berapa lama trauma tersebut telah berlangsung
dan alat penyebab amputasi penis tersebut. 13pada penderita pertama dari anamnesa didapatkan
bahwa penderita mengiris batang penis dan tangan dengan menggunakan pisau serta meminum
bayclin 12 jam sebelum masuk Instalasi Rawat Darurat RSUD. Dr. Soetomo karena merasa mendapat
bisikan untuk mengakhiri hidupnya. Penderita merupakan rujukan dari RS Islam Kalianget Sumenep.
Di RS Islam Kalianget Sumenep dilakukan bilas lambung dan jahit luka di tangan serta dipasang
kateter. Dari pemeriksaan fisik didapatkan vulnus schissum melingkar di penis bagian proksimal
dengan kesan korpora cavernosa yang intak, serta didapatkan uretra dan kateter terekspos. Penderita
pada kasus pertama mengalami trauma penis derajat IV menurut skala trauma organ untuk trauma
penis menurut American Association for the Surgery of Trauma (AAST) dimana terjadi penektomi
parsial; atau defek uretra atau defek cavernosa lebih dari 2 cm. Pada pasien ini didapatkan ruptur
parsial uretra pars pendulare. Pada bagian dorsal penis didapatkan vulnus di dua tempat pada
pangkal penis : 2 cm dan vulnus schisum pada shaft penis sirkumferensial sedalam tunika albuguinea.
Pada kasus kedua, dari pemeriksaan genitalia eksterna didapatkan penis teramputasi 0,5 cm sebelah
proksimal dari sulkus koronarius. Terdapat tanda-tanda luka bakar pada ujung luka. Terdapat
perdarahan aktif dari corpora cavernosa dan vasa dorsalis penis. Dari pemeriksaan amputat penis
didapatkan amputat berwarna merah, tampak glans penis, sulcus coronarius, dan preputium, belum
tampak nekrotik, tampak luka bakar di tepi potongan. Pada kasus kedua penderita mengalami
trauma penis derajat V menurut American Association for the Surgery of Trauma (AAST)dimana
terjadi penektomi total.13Pada kasus kedua, amputat penis tidak dipreservasi dengan baik. Bagian
penis yang teramputasi harus dicuci dengan cairan saline steril, dibungkus dengan kasa yang dibasahi
cairan salin, diletakkan pada kantong steril dan kantong tersebut direndam dalam air es. Penis tidak
pasien mungkin menurun dikarenakan kehilangan darah dan persiapan untuk re-implantasi penis jika
bagian penis yang teramputasi didapatkan dan tidak mengalami kerusakan parah. Tindakan re-
implantasi harus dipertimbangkan pada semua pasien dan harus dilakukan dalam 24 jam pertama
setelah kejadian amputasi penis. Jika amputasi terjadi pada pasien psikosa dan pada saat episode
psikotik, konsultasi dukungan psikiatri sangat dibutuhkan. 12 pada pasien pertama tidak didapatkan
penurunan keadaan umum penderita yang dikarenakan kehilangan darah yang berat. Dari
pemeriksaan fisik penderita didapatkan keadaan umum yang baik dengan tekanan darah 110/80
mmHg, Nadi 88 kali per menit, nafas 20 kali per menit dan suhu rektal 37 °C. Dari pemeriksaan
genitalia eksterna didapatkan pasien telah tersirkumsisi, terpasang kateter urin berukuran 16 Fr
dengan produksi urin 300 cc per 4 jam berwarna kuning jernih. Dari pemeriksaan laboratorium
menunjukkan kadar hemoglobin 10,9 g/dL leukosit 17,1 x 10 3/uL, trombosit 271 x 103 /uL,
hematokrit 31,5%. Fungsi ginjal BUN 10,7 mg/dL dan serum kreatinin 1 mg/dL. Kadar gula darah acak
115 mg/dL. Dukungan psikiatri pada pasien ini juga telah didapatkan. Dari Departemen Psikiatri,
pasien ini didiagmosa dengan skizophrenia paranoid dan tentamen suicide dan dilakukan
psikoedukasi dan terapi oral dengan stellazine 5 mg dua kali sehari. Post operasi pasien dirawat di
bangsal psikiatri untuk pendampingan psikiatri yang lebih baik.Pada kasus kedua, pada pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak baik, dengan status generalis dalam batas normal.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 12,1 g/dl; leukosit darah 7.900 /ul; dan trombosit
darah 382 x 103 /uL; gula darah acak 119 mg/dl; BUN 8,1 mg/dl; kreatinin serum 0,37 mg/dl; albumin
darah 4,43;g/dl. Pemeriksaan faal hemostatasis dan serum elektrolit dalam batas normal.
Menurut guidelines European Association of Urology tahun 2013 mengenai trauma tajam
nekrotik. Bahkan pada trauma tajam penis yang terbatas, penjahitan primer dari jaringan yang rusak
dapat menghasilkan penyembuhan yang baik karena banyaknya suplai darah penis. Karena elastisitas
dari kulit penis cukup baik, hilangnya kulit dalam jumlah sedang biasanya dapat teratasi dengan baik,
walaupun pada trauma yang luas dan kehilangan jaringan kulit yang luas memerlukan manajemen
yang lebih sulit. 12Pada kasus pertama dilakukan repair penis dan uretroplasty. Setelah dipasang
kateter silikon berukuran 16 Fr dilakukan eksplorasi penis. Didapatkan ruptur parsial uretra pars
pendulare. Pada bagian dorsal penis didapatkan vulnus di dua tempat pada pangkal penis : 2 cm dan
vulnus schisum pada shaft penis sirkumferensial sedalam tunika albuguinea. Dilakukan jahit urethra
dg PDS 6.0. Dilakukan jahit corpus cavernosum. Dilakukan tes ereksi, tidak didapatkan kebocoran dari
corpus cavernosum. Dilakukan jahit vulnus scissum di bagian dorsal penis. Dilakukan bebat luka
operasi. Pada evaluasi 1 minggu setelah operasi tidak didapatkan keluhan miksi dan keluhan ereksi.
Bebat luka dilepas hari ke 4 paska operasi. Kateter dilepas hari ke 10 paska operasi. Pada kasus
kedua, intraoperatif ditemukan amputasi penis sampai dengan sulkus koronarius, kulit penis tampak
luka bakar, tampak tepi corpus cavernosa luka bakar, arteri dan vena dorsalis penis tampak viabel.
Pada pemeriksaan amputat penis didapatkan adanya punctum distal arteri dan vena dorsalis penis;
corpora kavernosa dan spongiosum. Dilakukan nekrotomi, debridemen dan freshening tepi luka
operasi. Dilakukan pembebasan korpora cavernosa dari spongiosum, dilakukan end to end
anastomosa uretra dengan spatulasi proksimal dan distal, pasang kateter Foley silikon dengan ukuran
8 Fr kemudian dilakukan penjahitan urethra dengan benang PDS 6.0 jahitan terputus. Dilakukan
penjahitan tunika albuginea dari korpus cavernosa dengan benang vicryl 4.0 jahitan terputus.
Kemudian dilakukan end to end anastomosis arteri, vena, dan nervus dorsalis penis dengan teknik
mikroreplantasi. Dilakukan evaluasi patensi arteri dan vena dorsalis dan didapatkan arteri dan vena
dorsalis penis paten. Kemudian dilakukan penjahitan kulit. Pada amputasi penis yang terjadi karena
komplikasi tindakan sirkumsisi dengan teknik guilotine, level amputasi sangat penting dalam
manajemen terapi. Jika amputasi penis berada pada shaf penis, direkomendasikan dilakukan
replantasi dengan teknik mikrovaskular; walaupun terdapat beberapa laporan kasus yang sukses
melakukan tindakan replantasi dengan menggunakan teknik makrosurgical. .jika terjadi amputasi
glans penis parsial, jaringan yang tereksisi harus dipreservasi dan segera dilakukan penjahitan dan
tindakan memperbaiki dengan teknik mikroskopis tidak dibutuhkan. Jika tindakan pembedahan
dilakukan dalam 8 jam setelah kejadian, penis sembuh dengan baik pada sebagian besar kasus.
Tindakan anastomotic urethroplasty umumnya tidak tepat jika dilakukan di glans penis karena eksisi
dan reanastomosis pada uretra di bagian glans penis akan mengakibatkan pemendekan uretra
setidaknya 1 cm, yang mana cukup dapat mengakibatkan terjadinya chordee. 8Pada kasus kedua,
paska operasi dilakukan heparinisasi dengan heparin 1000 IU perjam selama 6 jam pertama, injeksi
cefriaxon 2x500 mg, injeksi antrain 3x500 mg, drip pentoxifilin 3x0,5 ampul, drip complamin 3x0,5
ampul. Dilakukan penghangatan dengan lampu kurang lebih 30cm dari permukaan penis. Saat
diruangan dilakukan terapi oksigen hiperbarik 6 kali. Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi dimana
pasien bernapas dengan udara yang mengandung oksigen 100% pada lingkungan yang bertekanan
paling tidak 1,4 atmosfer. Tindakan skin graf dan flaps yang terganggu proses penyembuhannya
dapat diterapi dengan terapi oksigen hiperbarik. Oksigen memerankan peran yang penting dalam
proses fisiologis penyembuhan luka. Terapi oksigen hiperbarik dapat meningkatkan tekanan oksigen
di jaringan yang dapat membantu dalam proses penyembuhan. Terapi oksigen hiperbarik juga
sirkulasi dan tingkat oksigen di jaringan untuk mendapatkan penyembuhan luka yang lebih
baik.8Manajemen postoperatif harus meliputi setidaknya 2 hari bedrest dan antibiotik spektrum luas
selama 2 hari postoperatif. Setelah 2 minggu stent urethral, catheter foley dapat dilepas setelah
terjadi anastomosis, kemudian kateter suprapubis dapar dilepas setelah beberapa hari berkemih
secara normal.14 Pada kasus kedua, evaluasi 10 hari paska operasi didapatkan sebagian amputat
nekrotik. Glans penis proksimal dekat sulkus koronarius tampak viabel sedangkan glans penis
sebelah distal tampak nekrotik. Evaluasi 13 hari paska operasi didapatkan seluruh amputat nekrotik.
Tujuh hari paska evaluasi kedua dilakukan debridemen dan nekrotomi amputat penis yang nekrotik.
Dilakukan jahit korpus kavernosa dan meatus uretra dengan mukosa sekitar.
BAB V
KESIMPULAN
Amputasi penis adalah suatu kasus di bidang Urologi yang cukup jarang didapatkan.
Amputasi penis dapat ditemui pada pasien yang melakukan emaskulasi diri sendiri pada individu-
individu psikotik yang melakukannya sebagai respon terhadap halusinasi yang dialaminya. Selain itu,
amputasi penis juga merupakan komplikasi dari tindakan sirkumsisi.sirkumsisi adalah suatu prosedur
pembedahan yang umum dilakukan. Tetapi, karena sirkumsisi banyak dilakukan oleh petugas medis
yang tidak berpengalaman di rumah, rumah sakit maupun sirkumsisi massal dengan jumlah pasien
yang banyak yang dilakukan dalam waktu yang singkat maka angka komplikasi sirkumsisi cukup besar.
Enam puluh sampai delapan puluh persen pasien amputasi penis menunjukkan gejala psikotik saat
kejadian, dengan 51% berada pada status schizophrenik yang dekompensasi. Kelompok lain adalah
individu-individu dengan kelainan karakter parah atau pada beberapa kasus mengalami masalah
identitas gender. Ada beberapa individu yang pada serangan psikotik pertama akan berusaha
mengamputasi penis atau bagian tubuh yang lain dibawah pengaruh halusinasi yang memerintahkan
diketahui tentang tipe trauma, berapa lama trauma tersebut telah berlangsung dan alat penyebab
amputasi penis tersebut. Adanya darah pada meatus urethra mengindikasikan bahwa ada trauma
pada uretra. Tetapi, ketiadaan darah pada meatus tidak serta-merta menghilangkan kemungkinan
Surgery of Trauma (AAST), amputasi penis dibagi menjadi 5 derajat dimana derajat 1 adalah laserasi
kutaneus atau kontusio; derajat 2 adalah laserasi sedalam fasia Buck’s (cavernosum) tanpa hilangnya
jaringan; derajat 3 adalah avulsi kutaneus, laserasi sampai glans atau meatus, atau defek uretra atau
cavernosa kurang dari 2cm,; derajat 4 adalah penektomi parsial, atau defek uretra atau cavernosa
pasien mungkin menurun dikarenakan kehilangan darah dan persiapan untuk re-implantasi penis jika
bagian penis yang teramputasi didapatkan dan tidak mengalami kerusakan parah. Tindakan re-
implantasi harus dipertimbangkan pada semua pasien dan harus dilakukan dalam 24 jam pertama
setelah kejadian amputasi penis. Jika amputasi terjadi pada saat episode psikotik, konsultasi
dukungan psikiatri sangat dibutuhkan Menurut guidelines European Association of Urology tahun
2013 mengenai trauma tajam penis, direkomendasikan dilakukan eksplorasi secara pembedahan dan
debridemen jaringan nekrotik. Bahkan pada trauma tajam penis yang terbatas, penjahitan primer
dari jaringan yang rusak dapat menghasilkan penyembuhan yang baik karena banyaknya suplai darah
penis. Karena elastisitas dari kulit penis cukup baik, hilangnya kulit dalam jumlah sedang biasanya
dapat teratasi dengan baik, walaupun pada trauma yang luas dan kehilangan jaringan kulit yang luas
memerlukan manajemen yang lebih sulit. McAnich et al. merekomendasikan penggunaan ketebalan
skin graf setidaknya 0,015 inchi (0,4 mm) dengan tujuan untuk mengurangi resiko kontraksi. Full
thickness yang digunakan pada batang penis memberikan kemungkinan kontraksi yang lebih kecil,
kosmetik yang lebih baik, dan lebih resisten pada trauma hubungan seksual. Donor dapat diambil
dari perut, pantat, paha maupun axilla, dengan dipilih berdasarkan pilhan ahli urologi dan tipe
trauma. Karena luasnya spektrum trauma pada traktus genitourinari khususnya trauma amputasi
penis, maka membutuhkan manajemen khusus untuk penanganan pasien tersebut dan sangatlah
penting bagi ahli urologi untuk menguasai manajemen dari trauma ini. Prosedur rutin yang
terstandarisasi untuk menangani kondisi ini belum ada. Teknik pembedahan makrovaskular
direkomendasikan, karena teknik ini dapat dilakukan di semua rumah sakit dengan hasil yang cukup
baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. McAninch JW. Injuries to the Genitourinary Tract. In: Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s
3. Santucci RA, Bartley JM. Urologic Trauma Guidelines: a 21st Century Update. MedscapeCME
2010; 7: 510-519
4. Tasian GE, Bagga HS et al. Pediatric Genitourinary Injuries in the United States from 2002 to
5. Morey AF, Dugi DD. Genital and Lower Urinary Tract Trauma. In: Wein, Alan et al. Campbell-
6. The Royal Australian College of Physician Paediatrics and Child Health Division. Circumcision
7. Sahin C, Toraman AR, Kalkan M. Complications of Circumcision, Our Experiences Over the
8. Faydaci G, Ugur K et al. Amputation of Glans Penis: a Rare Circumcision Complication and
Succesful Management with Primary Anastomosis and Hyperbaric Oxygen Therapy. Korean J
9. Cuckow, Peter M. Circumcision. In: Stringer MD, Oldham KT, Mouriquand PD. Pediatric
10. Ferguson GG, Brandes SB, Louis S. The Epidemic of Penile Amputation in Thailand in the
11. Angermeier, Kenneth. Surgical Anatomy of the Penis. In: Novick AC, Jones JS et al. Operative
13. Jabren GW, Hellstrom WJ. Trauma to the External Genitalia. In: Wessells H, McAninch JW.
14. Ferguson GG, Brandes SB. Reconstruction for Genital Trauma. In: Montague D, Gill I,
2008. P. 657-667
15. Bhatt YC, Vyas KA, Srivastava RK, Panse NS. Microneurovascular Reimplantation in a Case of
16. Yueh Wei C. Microsurgical Replantation of an Amputated Penis. CC Medical Journal 2011;
7(4): 67-71
17. Razzaghi MR, Rezaei A et al. Successful Macrosurgical Reimplantation of an Amputated Penis.
19. Yusuf AJ, Bello A, Abubakar ML, Mbibu NH. Genital Self-Mutilation in Schizophrenic Patients.
20. Chand PK, Kumar CN, Murthy P. Major Self-Mutilations: Castration and Enucleation. German