Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

PENGARUH HORMON TERHADAP PEMANJANGAN JARINGAN

Oleh:
Elisa Kustiyaningsih
15030244008
BIOLOGI 2015

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses perkembangan dan pertumbuhan bagian tubuh tumbuhan tidak lepas
dari pengaruh zat kimia tertentu berupa protein yang disebut hormon. Hormon dibutuhkan
dalam jumlah yang sedikit, tetapi akan merusak jika ada dalam jumlah yang banyak.
Konsentrasi hormon yang amat rendah pada tumbuhan maka hormon pertama yang
ditemukan yaitu asam indolasetat baru dapat diketahui. Hormon dapat menyebabkan begitu
banyak respon, bila diberikan dari luar kepada tumbuhan, maka oleh banyak orang hormon
itu dianggap sebagai satu-satunya hormon tumbuh.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu koordinasi dari banyak peristiwa
dengan tahap yang berbeda, yaitu dari tahap biofisika dan biokimia ke tahap organisme dan
menghasilkan suatu orgaisme yang utuh dan lengkap. Faktor dalam adalah faktor yang
terdapat didalam tubuh organisme misalnya gen dan hormon yang disintesis tumbuhan itu
sendiri. Faktor luar meliputi air, suhu, cahaya, nutrien, kelembaban, oksigen dan hormon
tumbuh sintetik. Salah satu faktor luar yang mempengaruhi pemanjangan jaringan adalah
hormon Auksin. Hormon ini biasanya berupa hormon auksin alami dan sintetik. Hormon
auksin sintetik bisa berupa AIA, NAA, 2,4 D dan lain-lain.
Pada tumbuhan tidak diketahui adanya berjenis-jenis hormon seperti yang terdapat
pada hewan dan manusia. Hormon tumbuhan sering disebut fitohormon. Hormon tumbuhan
adalah suatu senyawa organik yang dibuat pada suatu bagian tumbuhan dan kemudian
diangkut ke bagian lain, yang dengan konsentrasi rendah menyebabkan dampak fisiologis.
Peran hormon merangsang pertumbuhan, pembelahan sel, pemanjangan sel dan ada yang
menghambat pertumbuhan. Sampai saat ini hanya 5 kelompok hormon yang diakui
dihasilkan oleh tumbuhan, meskipun mungkin akan lebih banyak lagi ditemukan di
kemudian hari. Ke-5 hormon tersebut adalah auksin, giberlin, sitokonin, asam absisat dan
etilen.
Beberapa senyawa yang disintesis oleh manusia yang dapat menimbulkan respon
seperti AIA, dianggap sebagai auksin. Yang termasuk ke dalam keompok ini adalah asam
naftalasetat (NAA), asam indolbutirat (IBA), asam 2,4-diklorofenoksi asetat (2,4 D).
Senyawa-senyawa tersebut tidak dapat disintesis oleh tumbuhan sehingga senyawa tersebut
tidak disebut hormon akan tetapi disebut zat pengatur tumbuh (ZPT).
Saat ini makin banyak hormon yang telah diketahui efek serta konsentrasi
endogennya, maka akan diketahui beberapa hal antara lain, setiap hormon mempengaruhi
respon pada banyak bagian tumbuhan dan respon itu bergantung pada spesies, bagian
tumbuhan, fase perkembangan, konsentrasi hormon, interaksi antar hormon yang diketahui,
dan berbagai faktor lingkungan. Oleh karena itu, efek hormon tidak selalu berlaku umum
pada proses pertumbuhan dan perkembangan suatu organ atau jaringan tumbuhan tertentu.
Pada biji yang berkecambah kadar auksinnya berbeda-beda disetiap tempatnya.
Sehingga proses pemanjangannya pun akan berbeda-beda disetiap tempatnya. Dengan
penambahan berbagai macam hormon atau zat pengatur tumbuh, maka akan menunjukkan
perbedaan panjang pada jaringan, baik pada koleoptil maupun akar primer
Maka dalam praktikum ini kami mencoba mengetahui pengaruh berbagai hormon
tumbuh dan membandingkannya. Hormon yang dibandingkan tersebut antara lain adalah
larutan AIA, larutan 2,4 D, larutan NAA 1 ppm dan juga air suling.
B. Rumusan Masalah
Pada percobaan ini terdapat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh hormon tumbuh terhadap pemanjangan jaringan akar dan batang?
C. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan yang dapat diperoleh dari rumusan masalah yang ada adalah:
1. Membandingkan pengaruh berbagai hormon tumbuh terhadap pemanjangan jaringan
akar dan batang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Hormon tumbuhan adalah suatu senyawa organik yang disintesis dalam satu bagian
tumbuhan dan diangkut kebagian lain, yang dalam konsentrasi yang sangat rendah dapat
mengakibatkan respon fisiologi. Secara umum, hormon mengontrol pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan dengan cara mempengaruhi pembelahan, pemanjangan, dan
diferensiasi sel. Beberapa hormon juga memperantarai respon fisiologis jangka pendek
tumbuhan terhadap stimulus lingkungan (Dwidjosaputro, 1994).
Hormon-hormon tumbuhan dihasilkan dalam konsentrasi yang sangat rendah, namun
hormon dalam jumlah yang kecil dapat memiliki efek yang besar pada pertumbuhan dan
perkembangan organ tumbuhan. Suatu hormon bisa bertindak dengan mengubah ekspresi
gen-gen, memengaruhi aktifitas enzim-enzim yang sudah ada atau mengubah aktivitas
membran. Tindakan manapun dapat mengarahkan kembali metabolisme dan perkembangan
sebuah sel yang merespon molekul-molekul hormon dalam jumlah kecil (Campbell, 2012).
Zat pengatur tumbuh yang paling dikenal dikelompokkan menjadi 5, yaitu auksin,
giberelin, sitokinin, etilen dan inhibitor (asam absisat). Auksin dicirikan dengan struktur
kimia yang khas yaitu indol ring. Beberapa struktur kimia zat pengatur tumbuh yang
dikelompokkan ke dalam auksin adalah IAA, NAA, IBA, IAN, 2,4 D dan banyak lagi yang
lainnya (Campbell, 2012).
Istilah auksin pertama kali digunakan oleh Frits Went. Auksin sebetulnya digunakan
untuk menjelaskan segala jenis bahan kimia yang membantu proses pemanjangan koleoptil,
meskipun sesungguhnya memiliki banyak fungsi baik pada monokotil maupun pada dikotil.
Auksin alamiah yang diekstraksi dari tumbuhan merupakan suatu senyawa yang dinamai
asam indolaseta (indoleacetic acid, IAA). Meristem apikal suatu tunas merupakan tempat
utama sintesis auksin. Karena auksin dari apeks tunas bergerak turun ke daerah
pemanjangan sel, hormon akan merangsang pertumbuhan sel-sel tersebut. Auksin
berpengaruh hanya pada kisaran konsentrasi tertentu, yaitu sekitar 10-8 sampai 10-3 M. Pada
konsentrasi yang lebih tinggi, auksin bisa menghambat pemanjngan sel. Hal ini barangkali
disebabkan oleh tingginya level auksin yang menginduksi sintesis hormon lain, yaitu etilen,
yang umumnya bekerja sebagai inhibitor pertumbuhan tumbuhan akibat pemanjangan sel
(Sasmitamihardja, 1996).
Auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang dapat mempengaruhi pemanjangan
koleoptil gandum, yang telah dikemukakan oleh Charles Darwin pada abad ke-19.
Percobaan definitif yang membuktikan adanya zat yang berdifusi dan merangsang
pembesaran sel, telah dikerjakan oleh Firizt went tahun 1920. Dan pada tahun 1930 struktur
dan identitas auksin diketahui sebahai asam indol-3 asetat (AIA). Auksin disintesis di pucuk,
jaringan muda dan terutama bergerak ke arah bawah batang, sehingga terjadi perbedaan
kaddar auksin dipucuk dengan di akar (Sasmitamihardja, 1996).
Auksin merangsang pemanjangan potongan akar. Auksin dalam aktifitasnya, dapat
bekerja sendiri atau berkombinasi dengan hormon lain dapat merangsang atau menghambat
berbagai peristiwa yang berbeda dari mulai peristiwa reaksi enzim secara individual sampai
kepada pembelahan sel dan pembentukan organ (Sasmitamihardja, 1996).
Hormon ini dihasilkan pada ujung pucuk yang sedang tumbuh dan akan
mendatangkan efek atau akibat apabila telah bergerak kebagian organ yang lain. Fungsi
auksin dalam memacu pertumbuhan tanaman adalah sebagai pengaturan perbesaran sel dan
pergerakan auksin selalu menjauhi arah cahaya (Loveless, 1991). Pengaruh auksin terhadap
rangsangan berbeda-beda, rangsangan yang paling kuat adalah rangsangan terhadap sel-sel
meristem apikal batang dan koleoptil. Pada kadar yang sangat tinggi, auksin lebih bersifat
menghambat daripada merangsang pertumbuhan. Pengaruh auksin terhadap perkembangan
sel menunjukkan adanya indikasi bahwa auksin dapat menaikkan tekanan osmotik,
meningkatkan sintesa protein, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, dan melunakkan
dinding sel yang kemudian diikuti menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat
masuk ke dalam sel yang disertai dengan kenaikan volume sel. Dengan adanya kenaikkan
sintesa protein, maka dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan
(Hendaryono, 1994).
Percobaan Luckwill pada tahun 1965 dengan menggunakan zat kimia NAA (Alpha
Naphtalene Acetic Acid), IAA (Indole Acetic Acid) dan IAN (Indole-3-Aceto Nitrille) pada
kecambah kacang menunjukkan bahwa ketiga jenis auksin tersebut mampu mendorong
pertumbuhan primordial akar kacang. Dari hasil penelitian mengatakan bahwa pemberian
IAA yang relatif tinggi pada akar menyebabkan terhambatnya perpanjangan akar tetapi
meningkatkan jumlah akar (Sasmitamihardja, 1996).
Hormon 2,4 D dan NAA adalah hormon sintetik yang dibuat oleh ahli kimia dan
mampu menyebabkan respon fisiologis seperti AIA sehingga menyebabkan pertambahan
panjang pada jaringan akar dan batang. Kedua hormon tersebut juga memiliki sebuah gugus
karboksil yang menempel pada gugus lain yang mengandung karbon dan akhirnya akan
berhubungan dengan cincin aromatik. Hormon NAA lebih mirip dengan hormon AIA yaitu
memiliki dua cincin aromatik sedangkan hormon 2,4 D hanya memiliki satu cincin aromatik
(Loveless, 1991).
Sitokinin, adalah zat yang larut dari bahan tumbuhan, mengandung bahan yang
penting untuk merangsang pembelahan sel dalam kultur sel yang diisolasi dari bagian
tumbuhan. Hormon dan senyawa-senyawa yang memberikan pengaruh terhadap pembelahan
sel, sekarang disebut sebagai sitokinin. Sitokinin alami yang telah berhasil diisolasi dan
diidentifikasi oelh tumbuhan diantaranya zeatin yang diperoleh dari endosperma jagung
(Loveless, 1991).
Etilen, merupakan senyawa yang berbentuk gas dan dapat mempengaruhi
perkembangan pada tumbuhan. Senyawa ini diproduksi dalam daun dan dapat merangsang
proses penuaan, sedangkan pada buah dapat merangsang proses pematangan. Sintesisnya
sangat dipengaruhi oleh auksin. Pada kecambah, pucuk merupakan tempat penghasil yang
penting. Hal ini dikarenakan tingginya kadar AIA, auksin sangat merangsang pembentukan
banyak etilen. Akar mengeluarkan etilen dalam jumlah yang relatif kecil, tetapi pemberian
auksin dapat meningkatkan kadar cepat produksinya (Loveless, 1991).
Asam abisat (ABA), senyawa ini berperan dalam memelihara dormansi dari proses
absisi pada daun. Aktifitas ABA dapat melawan kerja giberelin pada beberapa tumbuhan
dan memiliki struktur yang mirip giberelin. Fungsi utama ABA dalam tumbuhan berperan
dalam menyebabkan stomata tertutup apabila mengalami stress air atau apabila terjadi
peningkatan CO2 dalam sel penutup (Soerodikoesoemo, 1995).
ABA memiliki tiga efek utama, tergantung pada jaringannya. Pertamaa pada
membran plasma akar, yang lain menghambat sintesis RNA (translasi). Pengaruh pada
membran akar akan menyebabkan membrane bermuatan lebih positif dan berpengaruh pada
hilangnya ion K+ dengan cepat dari sel-sel penutup. Dengan demikian, sintesis protein dan
enzim – enzim lain akan berpengaruh paada pertumbuhan dan perkembangan dalam jangka
panjang, meliputi peranannya dalam dormansi biji dan tunas serta penghambatan terhadap
aktifitas enzim hidrolase pada biji serealia yang dirangsang oleh giberelin
(Soerodikoesoemo, 1995).
B. Hipotesis
Hipotesis yang dapat diperoleh dari tujuan percobaan ini adalah:
Ha: terdapat pengaruh berbagai hormon terhadap pemanjangan jaringan akar dan batang
(koleoptil) kecambah jagung.
H0: tidak terdapat pengaruh berbagai hormon terhadap pemanjangan jaringan akar dan
batang (koleoptil) kecambah jagung.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen karena menggunakan beberapa
variabel yaitu variabel kontrol, variabel manipulasi dan variabel respon, serta yang diselidiki
adalah pengaruh hormon tumbuh terhadap pemanjangan jaringan akar dan batang.
B. Waktu dan Tempat
Jenis penelitian pengaruh hormon tumbuh terhadap pemanjangan jaringan akar dan
batang dilakukan pada hari selasa tanggal 8 November 2016 pukul 13.00 WIB yang
bertempat di Laboratorioum Fisiologi Tumbuhan gedung C10 FMIPA UNESA.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Manipulasi: Jenis hormon
2. Variabel Kontrol:
a. Jenis kecambah yaitu jagung.
b. Umur kecambah yaitu 5 hari.
c. Ukuran kecambah yaitu panjang 5 mm diukur pada jarak 2 mm dari kotiledon.
d. Jenis kontrol yaitu air suling
e. Jumlah potongan jaringan akar dan batang kecambah yaitu 5 potongan.
f. Volume larutan hormon dan kontrol yaitu 10 mL.
g. Konsentrasi larutan AIA, NAA, dan 2,4 D yaitu 1 ppm.
h. Waktu penyimpanan yaitu 48 jam.
3. Variabel Respon: perubahan pemanjangan jaringan akar dan batang (koleoptil)
kecambah jagung
D. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut: cawan petri 8 buah,
silet tajam, penggaris. Sedangkan bahan yang digunakan adalah larutan IAA 1 ppm 10 ml,
larutan 2,4 D 10 ml, larutan NAA 1 ppm 10 ml, air suling 10 ml, kecambah jagung umur 5
hari.
E. Rancangan Percobaan
1. Memilih kecambah jagung yang terdapat jaringan akar dan batang (koleoptil) dan
memotong jaringan tersebut dengan panjang 5 mm diukur pada jarak 2 mm dari
kotiledon.
Jaringan batang
(koleoptil)
Dipotong jaringan akar dan batang
(koleoptil) dengan panjang 5 mm
diukur pada jarak 2 mm dari kotiledon
Jaringan akar
2. Merendam potongan jaringan akar dan batang (koleoptil) kecambah tersebut ke dalam
berbagai hormon yaitu larutan hormon AIA, larutan hormon 2,4 D; larutan hormon NAA
dan air suling sebanyak 5 potongan selama 48 jam.

Dimasukkan ke masing-
masing larutan hormon
Potongan jaringan batang
(koleoptil)

Potongan jaringan akar


Larutan Larutan Larutan
Air Suling
hormon hormon 2,4 D hormon NAA
AIA

3. Mengukur panjang akhir dari masing-masing potongan jaringan akar dan batang
(koleoptil) kecambah jagung yang telah direndam dalam larutan hormon AIA, larutan
hormon 2,4 D; larutan hormon NAA dan air suling selama 48 jam dan menghitung rata-
rata pertambahan panjang masing-masing potongan jaringan tersebut.
F. Langkah Kerja
Adapun langkah kerja dalam praktikum pengaruh hormon tumbuh terhadap
pemanjangan jaringan akar dan batang adalah sebagai berikut:
1. Disiapkan bahan dan alat yang diperlukan.
2. Disediakan kecambah jagung yang berusia 5 hari.
3. Dipotong koleoptil dan akar primer dengan panjang 5 mm diukur pada jarak 2 mm dari
kotiledon masing-masing sebanyak 12 potongan.
4. Dimasukkan ke dalam cawan petri masing-masing 3 potongan.
5. Disi cawan petri 1 dengan larutan IAA 1ppm sebanyak 10 ml, kemudian rendam
potongan jaringan tersebut (akar dan batang), lakukan hal yang sama untuk larutan 2,4
D; NAA; air suling.Tutup cawan petri dan biarkan sampai 48 jam.
6. Dilakukan pengukuran kembali terhadap potongan-potongan jaringan tersebut.
7. Dibuat tabel hasil pengamatan untuk merekam hasil data.
8. Dibuat histogram yang menyatakan hubungan antara macam hormon terhadap
pertambahan panjang jaringan akar dan batang.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Analisis
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil yang menyatakan
bahwa berbagai hormon mempengaruhi pemanjangan jaringan akar dan batang (koleoptil)
kecambah jagung. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengaruh Berbagai Hormon Terhadap Pemanjangan Jaringan
Akar dan Batang (Koleoptil) Kecambah Jagung
Rata-rata
Panjang Awal Panjang Akhir
Hormon Jenis Jaringan Pertambahan
(cm) (cm)
Panjang (cm)
0,5 0,5
Batang /
0,5 0,6 0,03
Koleoptil
Larutan AIA 0,5 0,5
Rata-rata 0,5 0,53
1 ppm
0,5 0,5
(10 mL) Akar 0,5 0,6 0,06
0,5 0,6
Rata-rata 0,5 0,56
0,5 0,6
Batang /
0,5 0,5 0,03
Koleoptil
Larutan 2,4 0,5 0,5
Rata-rata 0,5 0,53
D 1 ppm
0,5 0,7
(10 mL) Akar 0,5 0,6 0,13
0,5 0,6
Rata-rata 0,5 0,63
0,5 1
Batang /
0,5 0,5 0,16
Koleoptil
0,5 0,5
Larutan
Rata-rata 0,5 0,66
NAA 1 ppm
0,5 0,6
(10 mL)
Akar 0,5 0,5 0,06
0,5 0,6
Rata-rata 0,5 1,36
0,5 1,1
Batang /
0,5 1,2 0,7
Koleoptil
0,5 1,3
Air Suling Rata-rata 0,5 1,2
(10 mL) 0,5 0,5
Akar 0,5 0,5 0
0,5 0,5
Rata-rata 0,5 0,5
Berdasarkan data tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa suatu hormon berpengaruh
terhadap pemanjangan jaringan akar dan batang (koleoptil) kecambah jagung. Hal ini dapat
dilihat bahwa pada potongan jaringan batang (koleoptil) kecambah jagung yang semula
panjangnya 0,5 cm, setelah direndam pada berbagai larutan hormon selama 48 jam, ada
potongan jaringan batang (koleoptil) tersebut mengalami pemanjangan. Potongan jaringan
batang (koleoptil) kecambah jagung yang direndam pada larutan hormon AIA bertambah
panjang menjadi 0,5 cm, 0,6 cm, dan 0,5 cm dengan rata-rata pertambahan panjang sebesar
0,03 cm. Untuk potongan jaringan batang (koleoptil) kecambah jagung yang direndam pada
larutan hormon 2,4 D bertambah panjang menjadi 0,6 cm, 0,5 cm, dan 0,5 cm dengan rata-
rata pertambahan panjang sebesar 0,03 cm. Pada potongan jaringan batang (koleoptil)
kecambah jagung yang direndam di larutan hormon NAA bertambah panjang menjadi 1 cm,
0,5 cm, dan 0,5 cm dengan rata-rata pertambahan panjang sebesar 0,16 cm. Sedangkan
untuk potongan jaringan batang (koleoptil) kecambah jagung yang direndam pada air suling
bertambah panjang menjadi 1,1 cm, 1,2 cm, dan 1,3 cm dengan rata-rata pertambahan
panjang sebesar 0,7 cm.
Pada potongan jaringan akar yang semula panjangnya 0,5 cm, kemudian direndam
dalam berbagai larutan hormon selama 48 jam mengalami pemanjangan dengan panjang
yang berbeda-beda, kecuali pada air suling yang mana semua potongan jaringan akar tidak
mengalami pertambahan panjang. Potongan jaringan akar kecambah jagung yang direndam
pada larutan hormon AIA bertambah panjang menjadi 0,5 cm, 0,6 cm, dan 0,6 cm dengan
rata-rata pertambahan panjang sebesar 0,06 cm. Untuk potongan jaringan akar kecambah
jagung yang direndam pada larutan hormon 2,4 D bertambah panjang menjadi 0,7 cm, 0,6
cm, dan 0,6 cm dengan rata-rata pertambahan panjang sebesar 0,13 cm. Pada jaringan akar
kecambah jagung yang direndam di larutan hormon NAA bertambah panjang menjadi 0,6
cm, 0,5 cm, dan 0,6 cm dengan rata-rata pertambahan panjang sebesar 0,06 cm. Sedangkan
untuk potongan jaringan akar kecambah jagung yang direndam pada air suling tidak
mengalami pertambahan panjang sehingga rata-rata pertambahan panjangnya sebesar 0 cm.
Untuk lebih memahami hasil pengamatan pengaruh berbagai hormon terhadap
pemanjangan jaringan akar dan batang (koleoptil) kecambah jagung, dapat dilihat pada
gambar 1.
0.8

0.7
Rata-rata Pertambahan Panjang (cm)

0.6

0.5

0.4
Batang/Koleoptil
0.3
Akar
0.2

0.1

0.0
Larutan AIA Larutan 2.4 D Larutan NAA Air Suling

Perlakuan

Gambar 1. Grafik Pengaruh Berbagai Hormon Terhadap Pemanjangan Jaringan Akar dan
Batang (Koleoptil) Kecambah Jagung
Berdasarkan grafik yang diperoleh dari hasil percobaan di atas, dapat diketahui
bahwa jaringan batang dan akar yang direndam selama 48 jam pada larutan yang berbeda-
beda mengalami pertambahan panjang yang berbeda-beda pula. Panjang awal jaringan
koleoptil dan akar yaitu 0,5 cm mengalami pertambahan panjang dengan rata-rata yang
berbeda setiap larutan. Pada grafik diatas dapat diketahui bahwa pertambahan panjang yang
dialami jaringan koleoptil lebih signifikan dibandingkan dengan jaringan akar. Larutan yang
paling mempengaruhi pertambahan panjang secara signifikan adalah air suling, larutan
hormon lain juga mempengaruhi pertambahan panjang jaringan hanya saja tidak lebih besar
daripada air suling. Pada jaringan akar, setiap larutan memberikan hasil yang fluktuatif.
Larutan yang paling mempengaruhi pertambahan panjang adalah pada larutan NAA,
sedangkan pada jaringan akar kecambah jagung yang direndam pada air suling tidak
mengalami pertambahan panjang.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan, pada jaringan akar dan batang (koleoptil) kecambah
jagung yang diberi perlakuan larutan AIA, larutan 2,4 D, larutan NAA, dan air suling
sebagai variabel kontrol diketahui bahwa panjang batang dan akar sebelum diberi perlakuan
pada masing-masing jaringan panjangnya adalah 0,5 cm. Namun setelah diberi perlakuan,
panjangnya berubah. Hal ini menandakan bahwa setiap larutan sangat berpengaruh terhadap
pemanjangan jaringan akar dan batang (koleoptil) kecambah jagung. Selain itu, hormon
auksin juga dapat memacu pembentangan akar dan batang karena auksin mampu
mengendurkan dinding sel epidermis sehingga dinding epidermis yang sudah kendur
menjadi mengembang kemudian sel epidermis ini membentang dengan cepat dan
pembentangan ini menyebabkan sel sub epidermis yang menempel juga ikut mengembang.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa hormon AIA (Auksin) berfungsi dalam pengembangan
sel-sel yang ada di daerah belakang meristem. Oleh karena itu, didapatkan sel yang panjang
dengan vakuola yang besar di daerah belakang titik tumbuh (Dwidjoseputro, 1982).
Koleoptil yang direndam dalam 2,4 D menunjukkan pemanjangan jaringan lebih
sedikit daripada NAA dan sama dengan AIA. Karena 2,4 D merupakan zat pengatur
tumbuh, tetapi strukturnya berbeda dari auksin alami. Sehingga AIA oksidase tidak dapat
merusak 2,4 D akibat strukturnya sedikit berbeda. Oleh karena itu, larutan hormon 2,4 D
akan merangsang pemanjangan jaringan batang (koleoptil) kecambah jagung (Kusumo,
1989).
Pada perlakuan perendaman di dalam air suling didapatkan pertambahan panjang
jaringan batang (koleoptil) yang sangat panjang dibandingkan dengan pertambahan panjang
jaringan batang (koleoptil) yang direndam di dalam larutan hormon AIA, larutan hormon 2,4
D, dan larutan hormon NAA. Koleoptil jagung yang direndam dalam AIA menunjukkan
pemanjangan jaringan yang lebih sedikit daripada NAA, ini dikarenakan AIA merupakan
hormon auksin alami yang mempunyai struktur sama dengan AIA oksidase yang terdapat
pada koleoptil. Sedangkan pertambahan panjang jaringan yang paling besar adalah pada saat
direndam dalam air suling. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses osmosis. Proses
osmosis terjadi karena PO dan PA aquades lebih tinggi daripada PO dan PA jaringan
sehingga air berpindah ke dalam jaringan (Dwidjoseputro, 1982).
Pengembangan sel dari hasil studi tentang pengaruh IAA terhadap perkembangan
sel, menunjukan bahwa terdapat indikasi yaitu IAA dapat menaikkan tekanan osmotik,
meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, menyebabkan pengurangan tekanan pada
dinding sel, meningkatkan sintesis protein, meningkatkan plastisitas dan pengembangan
dinding sel (Fetter, 1998). Dalam hubungannya dengan permeabilitas sel, kehadiran auksin
meningkatkan difusi masuknya air ke dalam sel. Hal inilah yang menyebabkan pertambahan
panjang pada batang dan akar seharusnya lebih besar, tetapi pada percobaan kami
menunjukkan hal sebaliknya. Air suling yang justru menyebabkan pertambahan panjang
pada batang paling besar. Meskipun air suling bukan merupakan hormon pertumbuhan yang
menyebabkan pertambahan panjang jaringan tetapi air suling menyebabkan peristiwa
osmosis terus menerus pada sel yang menyebabkan dinding akan menegang sehingga terjadi
pertambahan jaringan. Pertambahan jaringan akibat dari osmosis air ke dalam sel akan
berhenti jika sudah dalam keadaan seimbang sehingga pertambahan jaringan pun akan
terhenti.
Pada jaringan akar kandungan auksin lebih rendah dibandingkan pada jaringan
koleoptil. Hal ini karena secara alami auksin diproduksi pada jaringan meristematik ujung
koleoptil yang kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh tumbuhan untuk aktifitasnya. Pada
akar, aktifitas pemanjangan tidak terlalu ekstrim dibandingkan dengan aktifitas
pemanjangan pada jaringan koleoptil.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa
pemberian larutan hormon AIA, 2,4 D dan NAA mempengaruhi pertambahan panjang
jaringan batang dan akar (koleoptil dan radikula) pada tumbuhan jagung. Pada bagian batang
(koleoptil) kecambah jagung, hormon yang mempengaruhi pertambahan jaringan dari yang
paling besar pengaruhnya sampai yang paling kecil pengaruhnya berturut-turut adalah air
suling, larutan NAA, larutan AIA, dan larutan 2,4 D. Pada bagian akar kecambah jagung,
hormon yang mempengaruhi pertambahan jaringan dari yang paling besar pengaruhnya
sampai yang paling kecil pengaruhnya berturut-turut adalah larutan 2,4 D, larutan AIA,
larutan NAA, dan air suling.
B. Saran
Dalam melakukan percobaan, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain
pemotongan jaringan koleoptil dan radikula harus sama ukurannya agar diperoleh hasil
percobaan yang sesuai dengan teori, kecambah yang digunakan harus diperhitungkan
umurnya agar tidak mempengaruhi hasil percobaan.
Daftar Pustaka

Campbell, Neil A.; Jane B. Reece and Lawrence G.Mitchell. 2012. Biologi Jilid 2 edisi
kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Dwidjosaputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia.

Fetter. 1998. Fisiologi Tumbuhan Dasar. Jakarta: PT Yudhistira.

Hendaryono, D.P dan A. Wijayani. 1994. Tehnik Kultur Jaringan: Pengenalan dan Petunjuk
Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif-modern. Yogyakarta: Kanisius.

Kusumo, Surachmat. 1989. Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: CV Yasaguna.

Loveless, A. R. 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Jakarta:


Erlangga.

Sasmitamihardja, Dardjat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB.

Soerodikoesoemo, Wibisono. 1995. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: UT Depdikbud

Anda mungkin juga menyukai