Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beberapa pulau besar dan kecil.

Keadaan geografis Indonesia yang berupa kepulauan berpengaruh terhadap

mekanisme pemerintahan Negara Indonesia. 1Dengan keadaan geografis yang

berupa kepulauan ini menyebabkan pemerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan

yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan

maka diperlukan adanya suatu sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara

efisien dan mandiri tetapi tetap terawasi dari pusat.

Di era reformasi ini sangat dibutuhkan sistem pemerintahan yang

memungkinkan cepatnya penyaluran aspirasi rakyat, namun tetap berada di bawah

pengawasan pemerintah pusat. Sumber daya alam daerah di Indoinesia yang tidak

merata juga merupakan salah satu penyebab diperlukannya suatu sistem

pemerintahan yang memudahkan pengelolaan sumber daya alam. Karena itulah

pemerintah pusat membuat suatu sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat

daerah yang disebut otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah akan

memberi peluang seluas luasnya bagi tiap daerah untuk berkembang sesuai potensi

alam dan sumber daya manusia yang ada dimasing-masing daerah.

1
Setiawan, Irfan, Handbook Pemerintah Daerah, Yogyakarta, Wahana Resolusi,
2018, hlm 1

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian otonomi daerah?

2. Apa dasar hukum otonomi daerah?

3. Apa saja asas-asas otonomi daerah?

4. Apa saja prinsip-prinsip otonomi daerah?

5. Bagaimana hubungan pemerintah pusat dan daerah?

6. Apa kelebihan dan kekurangan otonomi daerah?

7. Apa contoh kasus pelanggaran otonomi daerah dan langkah

pencegahannya?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian otonomi daerah

2. Untuk mengetahui dasar hukum otonomi daerah

3. Untuk mengetahui asas-asas otonomi daerah

4. Untuk mengetahui prinsip-prinsp otonomi daerah

5. Untuk menjelaskan hubungan pemerintah pusat dan daerah

6. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan otonomi daerah

7. Untuk mengetahui kasus pelanggaran otonomi daerah dan langkah

pencegahannya

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi berasal dari 2 kata yaitu, auto berarti sendiri, nomos berarti rumah

tangga atau urusan pemerintahan. Otonomi dengan demikian berarti mengurus

rumah tangga sendiri. Sehingga otonomi daerah mengandung makna memperoleh

kekuasaan dari pusat dalam mengatur atau menyelenggarakan rumah tangga

pemerintahan daerah sendiri.

Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan2. Daerah Otonom yang

selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan

dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia3

Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah merupakan suatu pilihan politik suatu

bangsa, hal ini merupakan dampak penerapan dari bentuk sebuah negara. Masing-

masing negara menerapkan otonomi daerah sesuai dengan kondisi politik

kekuasaan negara tersebut. Penerapannya di Indonesia pun seperti “Bandul jam”

2
Pasal 1 Ayat 6 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
3
Pasal 1 Ayat 12 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014

3
yang bergerak ke kiri dan ke kanan. 4Hal ini terlihat dari perjalanan penerapan

desentralisasi di Indonesia yang bergerak antara sentralisasi dan desentralisasi,

sebagaimana yang digambarkan berikut di bawah ini:

Sentralisasi Desentralisasi

Pusat Daerah

Pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah dilakukan dengan

mendesentralisasikan kewenangan-kewenangan yang selama ini tersentralisasi di

tangan pemerintah pusat. 5. Dalam proses desentralisasi itu,kekuasaan pemerintah

pusat dialihkan dari tingkat pusat ke pemerintahan daerah sebagaimana mestinya,

sehingga terwujud pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah kabupaten dan kota

di seluruh Indonesia. Jika dalam kondisi semula arus kekuasaan pemerintahan

bergerak dari daerah ke tingkat pusat, maka diidealkan bahwa sejak diterapkannya

kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika kekuasaan akan bergerak sebaliknya,

yaitu dari pusat ke daerah.

4
Setiawan, Irfan, Handbook Pemerintah Daerah, Yogyakarta, Wahana Resolusi,
2018, hlm.3
5
Chalid, Pheni, Otonomi Daerah Masalah Pemberdayaan dan Konflik, Jakarta,
Kemitraan, 2005, hlm. 5

4
B. Dasar Hukum Otonomi Daerah

Berikut dasar hukum otonomi daerah sebagai berikut:6

 Undang-undang Dasar

 Pasal 18 Ayat 1-7

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,

yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai

pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

(2) Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas

otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota

memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-

anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

(4) Gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala

pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara

demokratis.

(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,

kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang

ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

6
Anita “Dasar Hukum Otonomi Daerah di Indonesia”,
https://www.daftarinformasi.com/dasar-hukum-otonomi-daerah

5
(6) Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan dan peraturan-

peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas

pembantuan

(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah di

atur dengan undang-undang.

 Pasal 18A Ayat 1 dan 2

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan

pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara

provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang

dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber

daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintahan pusat

dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil

dan selaras berdasarkan undang-undang.

 Pasal 18B Ayat 1 dan 2

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan

pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan bersifat istimewa

yang diatur dengan undang-undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan

masyarakat hukum adat berserta hak-hak tradisionalnya dan

prinsip-prinsip Negara Kaesatuan Republik Indonesia, yang

diatur dengan undang-undang.

6
 Ketetapan MPR7

1. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan

Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber

Daya Nasional yg Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat

dan Daerah dalam Kerangka NKRI.

2. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi

Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

 Undang Undang

 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

 UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah (Revisi UU

No.32 Tahun 2004)

C. Asas-asas Otonomi Daerah

Penyelenggaraan otomomi daerah menggunakan tiga asas yaitu:

1. Asas Desentralisasi

Konsep desentralisasi sering nampak pada pembahasan tentang sistem

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Desentralisasi adalah penyerahan

Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom

berdasarkan Asas Otonomi. 8. Hal ini sejalan dengan berbagai pengertian

7
Anita “Dasar Hukum Otonomi Daerah di Indonesia”,
https://www.daftarinformasi.com/dasar-hukum-otonomi-daerah
8
Pasal 1 Ayat 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014

7
dan defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai desentralisasi. 9Apalagi

pada saat sekarang, hampir setiap negara menerapkan konsep desentralisasi

sebagai suatu asas dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara

kepada pemerintahan daerah.

Pada implementasi asas desentralisasi di daerah, urusan-urusan

pemerintahan yang telah diserahkan kepada pemerintah daerah dalam

rangka pelaksanaan asas desentralisasi pada dasarnya menjadi wewenang

dan tanggung jawab pemerintah daerah sepenuhnya. Dalam hal ini prakarsa

juga sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah, baik yang

menyangkut perencanaan, penentuan kebijaksanaan, pelaksanaan maupun

yang menyangkut segi-segi pembiayaan. Demikian pula perangkat

pelaksanaannya adalah perangkat daerah itu sendiri, yaitu terutama dinas-

dinas daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 18 Tahun 2016

tentang Perangkat Daerah.10

2. Asas Dekonsentrasi

Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang

menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil

Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau

kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan

pemerintahan umum.11

9
Setiawan, Irfan, Handbook Pemerintah Daerah, Yogyakarta, Wahana Resolusi,
2018, hlm.32
10
Setiawan, Irfan, Handbook Pemerintah Daerah, Yogyakarta, Wahana Resolusi,
2018, hlm.41
11
Pasal 1 Ayat 9 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014

8
Gubernur sebagai kepala daerah provinsi berfungsi pula selaku wakil

Pemerintah di daerah, dalam pengertian untuk menjembatani dan

memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah

termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan

urusan pemerintahan di daerah kabupaten dan kota. Dasar pertimbangan dan

tujuan diselenggarakannya asas dekonsentrasi yaitu:

a. terpeliharanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. terwujudnya pelaksanaan kebijakan nasional dalam mengurangi

kesenjangan antar daerah;

c. terwujudnya keserasian hubungan antar susunan pemerintahan dan

antarpemerintahan di daerah;

d. teridentifikasinya potensi dan terpeliharanya keanekaragaman sosial

budaya daerah;

e. tercapainya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan,

serta pengelolaan pembangunan dan pelayanan terhadap kepentingan umum

masyarakat; dan

f. terciptanya komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya


12
dalam sistem administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Asas Tugas Pembantuan

Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah

otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi

12
Setiawan, Irfan, Handbook Pemerintah Daerah, Yogyakarta, Wahana Resolusi,
2018, hlm.42

9
kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi

kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan

Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi.13.

Penyelenggaraan asas tugas pembantuan merupakan cerminan dari sistem

dan prosedur penugasan Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari

pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari

pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk menyelenggarakan urusan

pemerintahan dan pembangunan yang disertai dengan kewajiban

melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung-jawabkannya kepada

yang memberi penugasan.14

Tujuan diberikannya tugas pembantuan (Medebewind) adalah untuk lebih

meningkatkan efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pembangunan

serta pelayanan umum kepada masyarakat. Selain itu pemberian tugas

pembantuan juga bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan

penyelesaian permasalahan serta membantu mengembangkan

pembangunan daerah dan desa sesuai dengan potensi dan karakteristiknya15.

Tugas pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada daerah dan/atau

desa meliputi sebagian tugas-tugas Pemerintah yang apabila dilaksanakan

oleh daerah dan/atau desa akan lebih efisien dan efektif. Tugas pembantuan

yang diberikan oleh pemerintah provinsi sebagai daerah otonom kepada

13
Pasal 1 Ayat 10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
14
Setiawan, Irfan, Handbook Pemerintah Daerah, Yogyakarta, Wahana Resolusi,
2018, hlm.43
15
Sadu Wasistiono, Etin Indrayani, dan Andi Pitono, Memahami Asas Tugas
Pembantuan, Bandung: Fokus Media, 2006, hlm. 2.

10
kabupaten/kota dan/atau desa meliputi sebagian tugas-tugas provinsi, antara

lain dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota,

serta sebagian tugas pemerintahan dalam bidang tertentu lainnya, termasuk

juga sebagian tugas pemerintahan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan

oleh kabupaten dan kota.

D. Prinsip-prinsip Otonomi Daerah

Adapun prinsip otonomi daerah yang diantaranya yaitu:

1. Prinsip Otonomi seluas-luasnya

Daerah diberikan kebebasan dalam mengurus serta mengatur berbagai

urusan pemerintahan yang mencakup kewenangan pada semua bidang

pemerintahan, kecuali kebebasan terhadap bidang politik luar negeri,

agama, keamanan, moneter, peradilan, keamanan, serta fiskal nasional.16

2. Prinsip Otonomi Nyata

Otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi objektif

di daerah17

3. Prinsip Otonomi bertanggung Jawab

Pemerintahan diselenggarakan sejalan dengan tujuan dan maksud mengapa

otonomi diberikan, yakni memberdayakan daerah dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai salah satu tujuan NKRI18

16
Setiawan, Irfan, Handbook Pemerintah Daerah, Yogyakarta, Wahana Resolusi,
2018, hlm.50
17
Setiawan, Irfan, Handbook Pemerintah Daerah, Yogyakarta, Wahana Resolusi,
2018, hlm.51
18
Setiawan, Irfan, Handbook Pemerintah Daerah, Yogyakarta, Wahana Resolusi,
2018, hlm.52

11
E. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah

Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki

hubungan dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah lainnya.


19
Hubungan pemerintahan tersebut bertujuan untuk menyelenggarakan apa yang

diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dalam pembukaan alenia ke IV

yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial”.

Berdasarkan tujuan tersebut, maka dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18A,

dibentuklah hubungan pemerintahan pusat dan daerah yang meliputi:

1. Wewenang

2. Keuangan

3. Pelayanan umum

4. Pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.

Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya

alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras antara

Pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah untuk mencapai tujuan negara. Dalam

mencapai tujuan negara tersebut pemerintah pusat membentuk hubungan dengan

19
Setiawan, Irfan, Handbook Pemerintah Daerah, Yogyakarta, Wahana Resolusi,
2018, hlm.4

12
pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah. Hubungan Pusat-Daerah

dapat diartikan sebagai hubungan kekuasaan pemerintah pusat dan daerah sebagai

konsekuensi dianutnya asas desentralisasi dalam pemerintahan negara.20

F. Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah

Otonomi daerah dilaksanakan dengan tujuan untuk mempercepat pelaksanaan

pembangunan, meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan rakyat di daerah

Provinsi, Kab/Kota di seluruh Indonesia.

Adapun Kekurangan dan kelebihan adanya sistem otonomi daerah diantaranya :

A. Kelebihan

 Pemerintah Prov/Kab/Kota mampu melihat kebutuhan yang mendasar pada

daerahnya untuk menjadi prioritas pembangunan.

 Dengan dilaksanakannya Otoda maka pembangunan didaerah tersebut akan

maju, berkembang dalam pembangunan daerah, peningkatan pelayanan dan

kesejahteraan rakyat.

 Daerah dapat mengatur sendiri tata kelola pemerintahannya, PAD dengan

membentuk Perda sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah

yang lebih tinggi.

 Pemerintah daerah bersama rakyat di daerah itu akan bersama-sama

membangun daerah untuk kemajuan dan kepentingan bersama.

 Dan lain-lain

20
Setiawan, Irfan, Handbook Pemerintah Daerah, Yogyakarta, Wahana Resolusi,
2018, hlm.9

13
Pada dasarnya kelebihan otonomi daerah membuat daerah lebih mampu melihat

persoalan yang mendasar pada daerah masing-masing, jadi otonomi daerah akan

membuat daerah itu lebih maju, berkembang dan bersaing dengan daerah-daerah

lain tanpa takut dianaktirikan oleh pemerintah pusat.

B. Kekurangan/kerugian

 Pemda ada yg mengatur daerahnya dengan menetapkan Perda yang

bertentangan dengan peraturan yg lebih tinggi, sehingga berpotensi

menimbulkan kerawanan di daerah.

 Kalau kontrol/pengawasan pemerintah pusat lemah, maka besar peluangnya

untuk munculnya raja-raja kecil yg berpotensi terjadinya disintegrasi bangsa.

 Bila terjadi permasalahan di daerah, misalnya KKN, maka bukan hanya pemda

yg disalahkan, akan tetapi pemerintah pusat akan kenah getahnya (kurang

pengawasan).

 Peraturan yg ditetapkan pemerintah pusat, kadang-kadang tidak sesuai dengan

kondisi daerah tertentu, sehingga menimbulkan multi tafsir yang dapat

merugikan pemda dan rakyat didaerah itu.

 Dan lain-lain

Kekurangan yang mendasar pada sistem otonomi daerah adalah daerah suka

'kebablasan" dalam mengatur daerahnya. suka membuat peraturan daerah yang

aneh-aneh demi mengisi kas daerah. Hal ini kemudian berdampak pada

kesejahteraan warga daerah itu sendiri.

14
G. Contoh Kasus Pelanggaran Otonomi Daerah

Gubernur Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Irwandi Yusuf dan Bupati Bener

Meriah Ahmadi resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi


21
Pemberantasan Korupsi (KPK). Irwandi meminta dana kepada Ahmadi

sebesar Rp 1,5 miliar. Uang itu sebagai syarat kalau Kabupaten Bener Meriah

mau mendapatkan dana infrastruktur dari Pemprov melalui Dana Otonomi

Khusus Aceh (DOKA). Padahal, seharusnya tanpa perlu menyodorkan uang,

masing-masing kabupaten berhak mendapatkan DOKA tersebut. Irwandi

memang sudah menetapkan jatah bagi masing-masing bupati akan mendapat 2

persen dari DOKA. Sementara, untuk proyek di tingkat provinsi, akan

dialokasikan 8 persen dari DOKA. Tapi, untuk mendapat jatah tersebut, mereka

harus mau memberikan uang kepada mantan pimpinan Gerakan Aceh Merdeka

(GAM) itu. Padahal tahun 2018, DOKA yang dialokasikan dari pemerintah

pusat untuk Aceh mencapai Rp 8 triliun. Secara umum, peristiwa ini kian

memperpanjang daftar kepala daerah yang menjadi pesakitan hukum lantaran

terjerat korupsi. Lebih dari itu, kasus ini sekaligus juga menguatkan tesis

bahwa otonomi daerah dan korupsi adalah dua hal yang saling berkait-kelindan

dan sulit dipisahkan.

21
Santi, Dewi, “Gubernur Aceh Irwandi Yusuf resmi menjadi tersangka korupsi”
https://www.idntimes.com/news/indonesia/santi-dewi/gubernur-aceh-irwandi-
yusuf-resmi-jadi-tersangka-kasus-korupsi/full

15
Agus Susanto dalam bukunya Menyingkap Tabir Otonomi Daerah di Indonesia

memberikan tiga penjelasan mengapa otonomi daerah melahirkan efek negatif

berupa korupsi.22

Pertama, otonomi daerah yang selama ini berjalan cenderung hanya terfokus

pada pelimpahan wewenang dalam membuat kebijakan, pengelolaan keuangan

serta administrasi birokrasi dari pusat ke daerah. Sistem otonomi daerah yang

selama ini berjalan luput menyertakan pembagian kekuasaan ke masyarakat.

Konsekuensinya, peluang untuk mengakses sumber-sumber ekonomi dan

politik daerah hanya terbuka bagi para elite lokal. Hal inilah yang kemudian

menyuburkan praktik kongkalikong antara pengusaha nakal dan penguasa

korup.

Kedua, otonomi daerah telah memutus struktur hirarkis pemerintahan, yang

memungkinkan kepala daerah menjalankan kekuasaannya tanpa kontrol

pemerintah pusat. Hubungan pusat dan daerah dalam sistem otonomi yang

sekarang ini berjalan ialah hubungan yang bersifat normatif-fungsional. Situasi

ini menyebabkan tidak adanya institusi formal yang mampu melakukan

pengawasan secara efektif terhadap kinerja pemerintahan daerah.

Ketiga, gagalnya dewan legislatif daerah dalam menjalankan fungsinya sebagai

pengontrol kekuasaan. Bahkan, dalam banyak kasus korupsi di daerah,

legislatif acapkali menjadi aktor yang terlibat di dalamnya. Di sisi lain, gerakan

22
Susanto, Agus, Menyingkap Tabir Otonomi Daerah di Indonesia, Yogyakarta
Pelajar, 2013, hlm.10

16
masyarakat sipil (civil society) yang diharapkan mampu menjadi agregator

kritisisme pada kekuasaan juga belum sepenuhnya mapan terbentuk.

Langkah Strategis

Terkait berbagai problematika otonomi daerah tersebut, menjadi sangat urgen

bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tegas dan strategis.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah23

Pertama segera merevisi UU 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terutama

masalah pembagian wewenang pemerintah pusat dan daerah dan terkait pasal

126 yang memuat status kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Selama ini,

dasar hukum tersebut memberi ketentuan bahwa sejauh belum menjadi

terdakwa dan tuntutannya kurang dari lima tahun penjara, mereka bisa bebas

dan tetap menempati jabatannya.

Status sebagai pejabat negara juga kerap menyulitkan aparat penegak hukum

ketika akan menahan dan memeriksa mereka. Undang-undang mengharuskan

pemeriksaan terhadap kepala daerah atas izin presiden. Sedangkan izin tersebut

juga harus melalui birokrasi yang panjang dan rumit. Dengan merevisi undang-

undang tersebut, diharapkan gubernur, bupati/walikota yang tersangkut kasus

korupsi akan dinon-aktifkan begitu menjadi tersangka. Jabatan dan hak mereka

akan diberikan kembali jika penyidikan kasusnya dihentikan.

Kedua, pemerintah juga dapat mengefektifkan peran Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) dalam upaya memerangi korupsi di daerah yang semakin

23
Rizki, Evi, “Korupsi dan Otonomi Daerah”
https://evirizkirahmadani.wordpress.com/2012/05/30/korupsi-dan-otonomi-
daerah/

17
menggurita. Argumentasi ini didasarkan pada kapasitas legal yang dimiliki

KPK untuk untuk masuk ke semua lembaga negara dan melakukan evaluasi

untuk pencegahan korupsi. Sebelum itu ditempuh, tentu langkah yang harus

diambil adalah penguatan posisi KPK di daerah, yakni dengan pembentukan

KPK di daerah.

Ketiga, penting untuk menerapkan asas pembuktian terbalik. Asas pembuktian

terbalik merupakan aturan hukum yang mengharuskan seseorang untuk

membuktikan kekayaan yang dimilikinya, sebelum menjabat dibandingkan

setelah menjabat. Serta darimana sumber kekayaan itu berasal. Jika kekayaan

melonjak drastis dan bersumber dari kas Negara atau sumber lain yang ilegal,

tentu merupakan tindak pidana korupsi24

24
Rizki, Evi, “Korupsi dan Otonomi Daerah”
https://evirizkirahmadani.wordpress.com/2012/05/30/korupsi-dan-otonomi-
daerah/

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat

mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal.

Dimana untuk mewujudkan keadaan tersebut,berlaku proposisi bahwa pada

dasarnya segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk

mengidentifikasikan,merumuskan,dan memecahkannya, kecuali untuk

persoalan-persoalan yang memang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah itu

sendiri dalam perspektif keutuhan negara- bangsa. Prinsip otonomi luas, nyata,

dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan

otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat. Adapun

dampak negative dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi

oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran.

B. Saran

1. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi membangun atas

kebijakan dan tindakan aparat pemerintah yang merugikan masyarakat

dalam pelaksanaan Otonomi Daerah.

2. Pemerintahan daerah perlu memperhatikan hubungan antarsusunan

pemerintahan dan antarpemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman

daerah.

19
Daftar Pusataka

Setiawan, Irfan. 2018. Handbook Pemerintah Daerah. Yogyakarta:Wahana

Resolusi.

Chalid, Pheni. 2005. Otonomi Daerah Masalah Pemberdayaan dan Konflik.

Jakarta:Pustaka Obor

Sadu Wasistiono, Etin Indrayani, dan Andi Pitono. 2006. Memahami Asas Tugas

Pembantuan, Bandung: Fokus Media.

Susanto, Agus. 2013. Menyingkap Tabir Otonomi Daerah di Indonesia,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anita, Dasar Hukum Otonomi Daerah di Indonesia

https://www.daftarinformasi.com/dasar-hukum-otonomi-daerah

Santi, Dewi, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf resmi menjadi tersangka korupsi

https://www.idntimes.com/news/indonesia/santi-dewi/gubernur-aceh-irwandi-

yusuf-resmi-jadi-tersangka-kasus-korupsi/full

Rizki, Evi. Korupsi dan Otonomi Daerah

https://evirizkirahmadani.wordpress.com/2012/05/30/korupsi-dan-otonomi-

daerah/

20

Anda mungkin juga menyukai