Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

HASIL OBSERVASI PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN

Untuk Memenuhi Tugas Perkembangan Peserta Didik

Yang Diampu Oleh Ro’ufah Inayati, S. Pd., M. Pd.

Disusun Oleh

Rika Dwi Pranomo ; 170513624012

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS EKONOMI

MEI 2018

Laporan Observasi Peserta Didik | i


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
ridho dan rahmat Nya sehingga penulis dapat menyeleseaikan Laporan Hasil
Observasi dengan judul “ Hasil Observasi Pada Anak Usia 6-12 Tahun”. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan laporan hasil observasi ini masih masih banyak
kesalahan dan kekurangannya, yang semata karena keterbatasan wawasan penulis.
Untuk itu, demi kesempurnaan laporan ini penulis mengharapkan segala masukan,
kritik dan saran dari pembaca sepenuhnya guna membangun dan memberikan input
kepada penulis untuk membuat karya tulis selanjutnya yang lebih baik lagi.

Laporan ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya
pihak-pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik moril maupun
meteril demi kelancaran laporan ini. Untuk tepatnya penulis mengucapkan terima
kasih kepada :

1. Allah SWT atas rahmat dan hidayah Nya.


2. Ibu Ro’ufah Inayati, S. Pd., M. Pd. Sebagai dosen pembimbing.
3. Ibu Setyani sebagai orang tua anak.
4. Kepala sekolah SDN 1 Jurug selaku media observasi
5. Ananda Sherel Selaku sasaran observasi.
6. Dan pihak-pihak yang tidak bias disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis berharap semoga hasil observasi ini dapat bermanfaat
sebagaimana mestinya dan dapat menambah wawasan bagi mereka yang
membacanya.

Ponorogo, 1 April 2018

Penulis

Laporan Observasi Peserta Didik | ii


DAFTAR ISI

Cover Halaman................................................................................................. i

Kata Pengantar ................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I : Identitas

1.1.Identitas Subjek .................................................................................... 1

BAB II : Hasil Observasi

2.1.Karakteristik/Ciri-ciri Pertumbuhan dan Perkembangan Anak ............. 2


2.2.Permasalahan-permasalahan Yang Pernah Muncul .............................. 6
2.3.Peran Orang Tua Dalam Mengatasi Permasalahan ............................... 7
2.4.Cara Orang Tua dan Guru Dalam Mendidik Anak ............................... 9
2.5.Analisis Peran Orang Tua dan Guru ...................................................... 10

BAB III : Penutup

3.1.Kesimpulan ......................................................................................... 12

Daftar Pustaka .................................................................................................. 13

Lampiran

1.1.Foto Hasil Observasi ............................................................................ 14


1.2.Kartu Keluarga ..................................................................................... 20
1.3.Rapor Peserta Didik ............................................................................. 21

Laporan Observasi Peserta Didik | iii


BAB I

IDENTITAS SUBJEK

1.1. Identitas Anak Observasi

1.1.1. Anak
Nama : SHEREL HARYSAH RASENDRIYA
Usia : 9 Tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Ponorog, 23 Desember 2009
Agama : Islam
Alamat : Dukuh Kranggan RT/RW 01/02 Desa Jurug Kec.
Sooko Ponorogo
1.1.2. Orang Tua
Nama Orang Tua
Ayah : Rudi Haryanto
Ibu : Setiani
Pekerjaan Orang Tua
Ayah : Wiraswasta
Ibu : Wiraswasta
Alamat Orang Tua
Jalan :
Dukuh/Dusun : Kranggan
RT/RW : 01/02
Kelurahan/Desa : Jurug
Kecamatan : Sooko
Kabupaten : Ponorogo
Provinsi : Jawa Timur
1.1.3. Sekolah
Nama Sekolah : SD Negeri 1 Jurug
Status Sekolah : Negeri
Alamat Sekolah : Desa Jurug, Kec. Sooko Ponorogo
E-mail : sdnsatujurug@yahoo.com

Laporan Observasi Peserta Didik | 1


BAB II
HASIL OBSERVASI

2.1. Karakteristik/Ciri-ciri Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

2.1.1. Perkembangan Fisik


Perkembangan dan pertumbuhan biologis merupakan salah satu subjek
penting dari perkembangan individu. Menurut Seidert dan Hoffnung (1994),
perkembangan fisik meliputi perubahan-perubahan tubuh (seperti
pertumbuhan otak, system syaraf, organ-organ idrawi pertambahan tinggi dan
berat badan, hormone dan lain-lain). Permulaan masa pertengahan dan akhir
kanak-kanak ditandai dengan masuknua anak ke kelas satu Sekolah Dasar (SD)
atau periode usia 6-12 tahun. Pada umumnya setelah mencapai usia 6 tahun
perkembangan jasmani dan rohani anak semakin sempurna dikarenakan masa
pertengahan dan akhir anak-anak merupakan periode ini perkembangan disik
yang lambat dan relative seragam sampai terjadi pubertas. Pada masa ini
pertumbuhan berkembang pesat. Pertumbuhan dan perkembangan
mempengaruhi cara memandang diri sendiri dan orang lain, yang berdampak
dalam melakukan penyesuaian dengan orang lain.
Berdasarkan hasil pengamatan, Sherel memiliki perkembangan fisik
sedikit lebih lambat dibandingkan dengan teman-temannya. Berat badan Sherel
adalah 20 kg dengan tinggi badan 110 cm. Perbandingan berat badan dengan
tinggi belum bisa dikategorikan ideal ataupun normal, dikarenakan
berdasarkan tabel pertmbuhan anak usia 9 tahun idealnya memiliki berat badan
28,2 kg dan tinggi 132 cm. Sehingga perbandingan bentuk tubuh sherel sedikit
terlihat gemuk dengan berat badan 20 kg (normal bawah) dengan tinggi 110
cm (pendek).Sherel sudah mengalami penggantian gigi susu untuk menjadi
gigi tetap, tetapi hanya beberapa gigi susunya yang telah berganti menjadi gigi
tetap. Seiring dengan bertambahnya usia, maka pertumbuhan dan
perkembangan fisik akan ikut berkembangan pula.

2.1.2. Perkembangan Psikomotorik


Perkembangan psikmotorik adalah perkembangan kepribadian
manusaia yang berhubngan dengan gerakan jasmaniah dan fungsi otot akibat
adanya dorongan dari pikiran, perasaan dan kemauan dari dalam diri seseorang.
Perkembangan psikomotorik merupakan perkembangan ketrampilan yang
terjadi pada ana diakibatkan oleh aktifitas fisik dan mengembangkangkan
bakatnya. Dalam perkembangan psikomotorik dipengaruhi oleh motoric halus
dan kasar dalam kesehariannya. Motorik kasar merupakan gerak anggota badan
secara kasar dan keras yang mengakibatkan tumbuh berkembangannya otot
semakin membesar dan menguat, dengan demikian ketrampilan baru selalu
bermunculan dam semakin bertambah semakin kompleks (berjalan, berlari,

Laporan Observasi Peserta Didik | 2


melompat, melempar, dll). Sedangakan motorik halus berkembang dengan
mengikuti arah perkembangan yang terjadi secara secara teratur sesuai dengan
bertambahnya umur.
Berdasarkan hasil wawancara dengan orangtua dan observasi, Sherel
sudah bisa merangkak sejak usia 7 bulan dan bejalan sejak usia 12 bulan. Sherel
juga memperlihakan bakatnya dalam aerobic dan kesenian sejak masa Taman
Kanak-kanak (TK) hingga sekarang. Ia mengembangkan bakatnya dalam seni
tari dengan mengikuti privat seni tari di sekolah maupun diluar sekolah. Selain
dalam bidang aerobic dan kesenian, Sherel juga memperlihatkan perkem-
bangannya di sekolah dalam bidang ketrampilan menggambar, mewarnai dan
perkerjaan tangan lainnya.
Pada masa SD Sherel memperlihatkan kesadarannya dalam bidang
kebersihan. Hal ini ditunjukkan dengan kesadarannya dalam membuat
peraturan-peraturan ketika berada di kamar mandi, seperti membuat tempelan
pada pintu dengan tulisan “alas kaki harap dilepas”. Jika orang yang berada
dirumah tidak menaati apa yang di inginkan anak tersebut, anak tersebut
biasanya akan marah. Tetapi cara marahnya tidak dengan berteriak atau
mengomel-ngomel. Dia cenderung menggerutu dan mengurung diri
dikamarnya. Selain itu, dia juga mempunyai kesadaran untuk mejaga
kebersihan dengan cara menyapu halaman rumahnya dan juga menyapu
rumahnya saat orang tuanya tidak berada di rumah.

2.1.3. Perkembangan Kognitif


Perkembangan kognitif manusia merupakan proses psikologis yang
didalamnya melibatkan proses memperoleh, menyusun, dan menggunakan
pengetahuan serta kegiatan mental seperti berfikir, menimbang, mengamati,
mengingat, menganalisis, mensistensis, mengevaluasi dan memcahkan
persoalan secara langsung.
Seiring dengan bertambahnya usia, maka kemampuan kognitif anak turut
mengalami perkembangan yang pesat. Dengan masuk dunia pendidikan,
berarti dunia dan minat akan bertambah luas, serta dengan meluasnya minat
maka akan bertambah pula pengertian tentang manusia dan objek-objeknya.
Dalam keadaan normal, pikiran anak usia sekolah akan berkembang secara
berangsur-angsur sehingga daya piker anak akan berkembang kea rah konkrit,
rasional, dan objektif serta daya ingat anak akan menjadi sangat kuat, sehingga
anak benar-benar berada dalam suatu stadium belajar.
Menurut teori kognitif peaget, pemikiran anak usia sekolah dasar disebut
pemikiran operasional konkrit (concrete operational thought). Operasi konkrit
adalah aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-
peristiwa nyata atau konkrit. Pada masa ini anak sudah mengembangkan
pikiran logis. Dalam upaya memahami alam sekitar mereka tidak perlu
mengandalkan informasi dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai
kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan

Laporan Observasi Peserta Didik | 3


yang sesungguhnyadan antara yang bersifat sementara dengan yang bersifat
menetap.
Menurut peaget, anak-anak pada usia konkrit operasional ini telah
mampu menyadari konsevasi, yakni kemampuan anak untuk berhubungan
dengan sejumlah aspek yang berbesa secara serempak (Johnson & Medinnus
dalam Mara’at,2006). Pada masa usia sekolah dasar, anak-anak mengalami
tahap ketiga dan keempat dalam memahami dunianya, yaitu.
- Tahap 3 : konkret Operasional (usia 7-11 tahun)
Dalam periode ini, anak dapat mengembangkan tiga macam proses yang
disebut dengan operasi-operasi, yaitu..
1. Negasi (negation) sebagai kemampuan anak dalam memahami proses
apa yang terjadi diantara dua kegiatan dan memahami proses yang
terjadi serta memahami hubungan keduanya.
2. Hubungan timbal balikm (resiprokasi) kemampuan anak dalam
memahami hubungan timbal balik antara dua hal.
3. Identitas dalam mengenali benda-benda yang ada (gunarsa dalam
Mara’at, 2006).
- Tahap 4 : formal operasional (usia 11- dewasa)
Pada tahap ini, anak sudah bias berfikir dengan cara yang lebih abstrak,
logis dan idealistic serta sistematis mengenai sesuatu yang abstrak dan
memikirkan hal-hal yang akan mungkin terjadi. Sehingga pada tahap ini,
anak sudah mampu meninjau masalah dari berbagai sudut pandang dan
mempertimbangankan alternative dalam menyelesaikan masalah yang
bernalar berdasarkan hipotesis dengan menggabungkan informasisecara
sistematis menggunakan rasio logika dalam abstraksi, memahami dan
membuat pemikiran masa depan.
Bedasarkan hasil wawancara dengan orangtua dan observasi, Sherel
memiliki kemampuan berfikir yang sangat berkembang pada masa Kanak-
kanak pertengahan dan akhir (SD) dibandingkan pada masa kanak-kanak awal
(TK). Taraf berfikirnya sudah berkembang kearah yang lebih konkrit dan
rasional. Semenjak TK, ia sudah bisa mengembangkan kreatifitasnya dengan
berimajinasi dan menggambarkannya. Ia lebih menyukai pelajaran seni
khususnya seni tari dan menggambar untuk menggambarkan kreatifitas dan
imajinasinya.
Selain dalam bidang akademik, sherel juga menunjukkan perkembangan
kognitif dalam segi agamanya. Pada usianya yang belum genap 9 tahun dia
sudah memiliki kemampuan beribadah yang bagus. Ketika waktu shalat sudah
tiba, ia segera kemasjid tanpa harus diingatkan oleh ibunya. Selain itu ia juga
sering mengaji dirumah ataupun disekolah waktu pelajaraan agama. Ia juga
menaati peraturan agamanya dengan baik dan benar meskipun belum
seluruhnya ia mengerti.

Laporan Observasi Peserta Didik | 4


2.1.4. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan media yang digunakan setiap hari untuk
berkomunikasi dengan sesame dalam menyampaikan pesan, pendapat,
perasaan dengan menggunakan kata, symbol yang telah disepakati. Kemudian
dirangkai menjadi suatu kalimat yang bermakna dan mengikuti aturan atau tata
Bahasa yang berlaku di masyarakat. Bahasa dibedakan menjadi Bahasa lisan,
Bahasa tulis dan Bahasa isyarat.
Ketika anak memasuki usia TK, pembendaharaan kos katanya sekitar
2500 kata dan saat anak memasuki kelas satu SD kosa katanya mencapai
20.000-24.000 kata dan kelas enam SD kosa katanya mencapai 50.000 kata
(Seifert & Hoffnug dalam Mar’at, 2006). Anak usia 6 tahun sudah menguasai
hampir semua jenis struktur kalimat. Dari usia 6 tahun hingga 9 atau 10 tahun,
panjang kalimat semakin bertambah. Setelah usia 9 tahun, secara bertahap anak
mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan padat, serta dapat
menerapkan berbagai aturan tata tertib secara tepat (Mar’at, 2006).
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, Sherel sudah mampu
menggunakan bahasanya dengan baik untuk berbicara dengan orang yang lebih
tua darinya dan teman-temannya. Bahasa yang biasa dia gunakan untuk
berbicara temannya berbeda dengan cara berbicanya dengan orang yang lebih
tua darinya. Dalam kemampuan Bahasa, Sherel memiliki kendala dalam
penulisan kata-kata yang dia ucapkan. Kendala tersebut adalah pada saat dia
mengerjakan sebuah karangan yang dia mengerti apa yang ia katakana tetapi ia
tidak mengerti bagaimana cara menuliskannya.

2.1.5. Perkembangan Sosisal dan Emosi


Manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial, makhluk yang selalu
membutuhkan satu sama lain. Untuk mewujudkan potensi yang mereka
memiliki pasti membutuhkan orang lain dalam bertinteraksi dengan
lingkungan manusia lain. Dalam menjalani kehidupan sosialnya, manusia
pasti mempunyai sebuah emosi untuk diungkapkan.
Emosi adalah keadaan yang kompleks dapat berupa perasaan atau
pikiran yang di tandai oleh perubahan biologis yang muncul dari perilaku
seseorang. Emosi seabagi perasaan atau efek yang terjadi ketika seseorang
berada dalam suatu kondisi atau sedang terlibat dalam interaksi yang
penting baginya, khususnya terkait kesejahteraan. Seringkali emosi
melibatkan komunikasi antara individu dengan dunianya. Meski emosi-
emosi lebih dari sekedar komunikasi, komunikasi adalah aspek emosi yang
mengemuka dimasa bayi (campos, 2009). Menurut Izard (2009) emosi
dibagi menjadi dua, yaitu emosi positif (antusiasme, kegembiraan, cinta)
dan emosi negative (kecemasan, kemarahan, rasa bersalah, dan kesedihan).
Pada usia Sekolah Dasar kelas rendah, anak sudah mampu memahami
bahwa tidak harus orang lain saja, tetapi sudah mulai tumbuh dengan
pemahaman sendiri. Pada usia ini, anak baru bisa memahami satu sifat atau

Laporan Observasi Peserta Didik | 5


konsiri tentang dirinya sendiri. Beranjak usia 9-10 tahun, anak sudah mulai
memiliki pemahaman suatu sifat secara bersama-sama sambal dapat
menjelaskan mengapa suka dan tidak suka.
Berdasarkan hasil observasi pada anak, Sherel memiliki emosi yang
kurang stabil. Karakteristik emosinya serig terjadi secara tiba-tiba yang
berkangsung singkat dan berakhir tiba-tiba. Perubahan emosi Sherel dapat
diketahui secara jelas dari kemauannya sebelumnya. Sherel memiliki emosi
yang positif karena dia sering tertawa dan tersenyum dalam menyikapi suatu
hal. Bahakan dia sering tertawa yang sebabnya tidak diketahui oleh orang
lain, yang membuat orang lain bertanya-tanya entah apa sebabnya ia
tertawa.
Dalam lingkungan pertemanannya, Sherel lebih cenderung sebagai
anak yang pendiam. Dia lebih cenderung berdiam diri di kelas atau hanya
bermain dengan beberapa teman masa kecilnya. Ditinjau dari keluarganya,
Sherel memang termasuk anak yang lebih individualisme. Dia lebih lebih
sering menyendiri atau hanya berdiam diri di rumah.

2.2. Permasalahan-permasalahan Yang Muncul


Masalah-masalah yang pernah muncul pada anak dari usia 2-6 tahun
(masa pra sekolah) hingga usia 6-11 tahun (masa usia anak sekolah dasar)
adalah sebagai berikut.
 Pada masa PAUD anak ini sering ketakutan pada orang yang tertawa
lantang/keras. Sehingga pada saat ibunya dan teman-temannya sedang
bercanda di rumah atau sedang bermain bersama di rumah temannya dan
tertawa dengan keras, anak tersebut merasa ketakutan dan berlari
ketemannya atau menangis.
 Pada masa PAUD-TK anak mengalami ketakutan pada sebuah lubang di
tembok rumah. Setiap anak tersebut melihat lubang di tembok, anak itu
selalu berkata “bolongan” (lubang dalam bahasa jawa) dengan ekspresi
seperti ketakutan. Alasan utama anak tersebut takut pada lubang karena dulu
dia pernah kejatuhan laba-laba yang berasal dari sebuah lubang ditembok.
 Pada masa TK-SD (sekarang) anak masih menjadi seseorang yang pemalu
baik di sekolah maupun di rumah. Anak ini kurang berani untuk berbicara
dengan gurunya saat dikelas, dia lebih memilih untuk melihat penjelasan
gurunya ketika sedang menjelaskan dari pertanyaan temannya da juga lebih
pendiam daripada teman-temannya yang lain. Ketika diajak berbicara, anak
ini juga sering memalingkan mukanya entah karena merasa malu atau tidak
berani. Tetapi anak ini lebih terbuka pada orangtuanya daripada orang lain.
Dia selalu bercerita kepada orang tuanya. Saat bermain anak ini juga lebih
cenderung dengan temannya saat kecil, mulai di kantin, duduk di kelas dan

Laporan Observasi Peserta Didik | 6


dirumah. Dia lebih cenderung bermain dengan temannya tersebut daripada
dengan temannya yang lain.
 Pada masa TK-SD anak mengalami fobia dengan laba-laba. Karena dia
pernah kejatuhan laba-laba dan juga takut jika digigit laba-laba (seperti film
spider-man) serta karena bentuknya yang menyeramkan. Setiap anak
tersebut melihat laba-laba selau berteriak dan berlari.
 Pada masa SD anak lebih cenderung menampakkan permasalahannya dalam
bidang belajar terutama mata pelajaran matematika. Dia merasa kesulitan
dalam menyelesaikan soal-soal berhitung (diskalkulia). Selain itu, anak
tersebut juga menampakkan permasalahan dalam proses belajarnya ketika
dirumah. Apabila dia disuruh belajar, dia akan merasa kebingungan dengan
apa yang dipelajarinya. Dia lebih sering menggunakan model belajar
mengingat (remembering) pada saat akan melaksanakan ulangan. Semisan
hari ini dia akan ada ujian, maka dia akan belajar pagi hari sebelum
berangkat ke sekolah.
 Pada masa SD anak lebih cenderung mudah marah atau cemberut ketika apa
yang diinginkannya tidak dituruti atau ada hal yang tidak sesuai dengan
kehendaknya. Contohnya, pada saat dia membuat peraturan untuk mejaga
kebersihan dikamar mandi dan ada yag tidak menaatinya. Dia cenderung
akan diam dan cemberut lalu mengurung dirinya dikamar. Ada pula pada
saat saya melakukan wawancara dengan ibu anak tersebut dan anak tersebut
mendengarkan apa yang dikatakan ibunya. Anak tersebut langsung bertanya
pada ibunya “ mah, aku apa kayak gitu emang orangnya ? perasaan enggak
deh ?”. setelah itu anak tersebut langsung menatap ibunya dengan serius dan
selalu mengawasi handphone ibunya jika ingin mengambil gambar.

2.3. Peran Orang Tua Dalam Mengatasi Masalah Anak


Dalam mengetahui Peranan orang tua untuk mengatasi masalah pada
anak, saya melakukan wawancara dengan orangtua dan anaknya untuk
memvalidkan jawaban yang diberikan dan hasil wawancara saya adalah
sebagai berikut.
2.3.1. Hasil wawancara dengan Orang Tua.
Pada saat Sherel ketakutan dengan tawa yang keras/lantang, ibunya
langsung berhenti tertawa dan jika ingin tertawa dengan suara yang lirih.
Terkadang anak pada saat ketakutan, kia memeluk temannya dan ibunya
meminta tolong temannya untuk mengajak bermain anaknya supaya tidak
ketakutan dan tidak menangis saat mendengar orang tertawa dengan
lantang. Karena anak tersebut cenderung akan menagis dan ketakutan jika
berada di dekat orang yang tertawa dengan lantang/keras.
Dalam mengatasi ketakutan Sherel dengan lubang ibunya
menertawakan anaknya, karena apa yang ditakukan oleh anaknya
dianggap hal yang tidak logis. Selain itu orang tua juga menenangkan anak

Laporan Observasi Peserta Didik | 7


dan menyakinkan anaknya bahwa di dalam lubang tersebut tidak ada apa-
apa. Orang tua juga menutup semua lubang-lubang pada tembok, sehingga
pada saat anak tersebut bermain di sekitar daerah yang ada lubangnya di
tembok tidak merasa ketakutan karena lubang pada tebok telah ditutupi
dengan sebuah papan.
Orang tua berperan penting dalam menumbuhakan rasa percaya diri
dan berani bagi anaknya, orang tua harus mengajarkan anak untuk berani
dan percaya diri. Cara tersebut diterapkan orangtua dan gurunya dengan
cara mengajaknya untuk berpentas menari di depan umum atau pada acara-
acara serta di perlombaan menari.
Dalam mengatasi ketakutan Sherel dengan laba-laba, orang tua
membuang laba-laba dan menjauhkannya dari anaknya, serta
menyakinkan bahwa laba-laba tersebut tidak menggigit seperti yang ada
di film.
Untuk mengatasi permasalahan Sherel dalam akademik, orangtua
mengajari anaknya dalam penyelesaian masalah dari soal-soal yang
dikerjakannya. Orang tua juga mengajarkan cara-cara mengerjakannya
dengan cara mengulang-ulang cara yang digunakan dalam penyelesaian
soal-soalnya. Apabila orang tua tidak bisa mengerjakan soal-soalnaya,
maka orang tua akan meminta tolong pada orang lain untuk mengajari
anaknya dalam menyelesaikan soal-soal yang dikerjakan oleh anaknya.
Dalam menyikapi peraturan yang dibuat oleh anaknya, orang tua dan
anggota keluaraga berusaha menaati aturan-aturan yang dibuat oleh
anak/cucunya. Karena orangtua dan keluarganya menyadari maksud dari
aturan-aturan yang dibuat oleh anaknya bermaksud baik untuk kebersihan
rumahnya. Jika orangtua atau keluarganya lupa tidak menjaga kebersihan
kamar mandi mereka meminta maaf kepada anak/cucunya dan
menjelaskan alasannya mengapa mereka lupa untuk tidak menjaga
kebersihan kamar mandi.

2.3.2. Hasil wawancara dengan anak


Pada saat saya sedang melakukan wawancara dengan anak, terdapat
kendala dengan ingatannya. Sherel cenderung lupa dengan masalah-
masalahnya dan peranan orang tuanya, sehingga Sherel hanya dapat
mengingat beberapa saja masalahnya, yaitu: Dalam mengatasi ketaku-
tannya, ibunya lebih sering menertawakannya. Tetapi akhirnya ibunya
menutup semua lubang-lubang di tembok rumahnya dengan kertas, koran,
poster atau lukisan. Karena rumahnya terutama bagian dapur penuh dengan
lubang-lubang pada temboknya.
Selain dengan lubang, Sherel juga ketakutan dengan laba-laba. Dia
merasa takut digigit oleh laba-laba. Ketika ada laba-laba yang mendekat,
ibunya langsung membuang laba-laba tersebut, terkadang juga menindasnya
menggunakan benda yang keras jika ibunya takut untuk membuang.

Laporan Observasi Peserta Didik | 8


2.4. Cara Orang Tua dan Guru Dalam Mendidik Anak
a. Cara Mengajar Orang Tua
Dalam cara mengajar anak, orang tua lebih menekannkan pada nila
moral anak. Anak lebih ditekankan untuk berbuat baik dan mengajarinya
dalam perihal agama. Orang tua selalu mengajarkan anaknya untuk
beribadah (shalat dan mengaji) dan selalu mengajaknya untuk beribadah
di dalam masjid.
Selain itu dalam metode belajarnya, cara mengajar orang tua adalah
dengan menemani anaknya pada saat belajar. Anak lebih cenderung
mudah belajar dengan metode hafalan. Sehingga orang tua menyuruh
anaknya untuk menghafalkan sebuah meteri yang akan digunakan untuk
ulangan. Seterlah anak selesai menghafal, orang tua mencoba
memberikan sebuah tebakan kepada anaknya dengan soal-soal yang
diperkirankan akan muncul untuk ulangannya nanti.
Orang tua juga selalu menemani anaknya dalam belajar di soal
perhitungan (matematika). Orang tua selalu mengajari anaknya bila
mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soalnya. Bila orang tua
tidak bisa membantu menyelesaikan soal-soal yang dikerjakan anaknya,
maka orang tua meminta tolong pada orang lain untuk membantu
menyelesaikan soal-soal yang dikerjakan anaknya.

b. Cara Mengajar Guru


Dalam mendidik peserta didiknya guru sangat interaktif dan
komunikatif. Cara berbicara guru menggunakan bahasa yang sangat jelas
dan mudah untuk difahami bagi anak usia 8-9 tahun (kelas 2 SD). Guru
tersebut menjelaskan apa-apa saja yang dimaksudkan dalam buku materi.
Guru tersebut juga memberikan contoh secara langsung kepada peserta
didiknya pada saat menjelaskan materinya. Sebagai contoh, guru tersebut
menjelaskan maksud dari sebuah soal “gambarkan sketsa apa yang kalian
fikirkan sekarang !”, guru tersebut menjelaskan bahawa semisal anak
tersebut memikirkan sebuah rumah, maka dia memberikan contoh
gambar rumah dan menjelaskan apa yang dimaksud dengan sketsa itu
(dalam pelajaran seni).
Dalam berkomunikasi dengan muridnya guru tersebut juga
interaktif dan mengerti dengan keadaan muridnya, karena pada saat saya
melakukan observasi guru tersebut langsung menenangkan seseorang
anak yang ketakutan/fobia pada seorang mahasiswa yang melakukan
tugas di sekolah-sekolah (lebih dikenal dengan sebutan anak KKN). Guru
tersebut langsung menenangkan seorang siswi yang ketakutan tersebut
dan mencegahnya untuk menangis. Karena anak anak tersebut baru tiga
hari sekolah tidak ditemani oleh orang tuanya.
Selain itu, cara mengajar guru adalah selalu memberikan apresiasi
pada siswanya yang berhasil mengerjakan suatu persoalan yang

Laporan Observasi Peserta Didik | 9


diberikan atau melawan ketakutannya. Seperti halnya anak yang
mengalami fobia, guru tersebut selalu memotivasi anak tersebut dan akan
memberinya hadiah jika anak tersebut berani masuk sekolah tanpa
ditemani orangtuanya, dan juga guru tersebut selalu memberikan
apresiasi berupa pujian pada anak yang berhasil megerjakan soal yang
dikerjakan
Cara mengajar guru juga dengan membantu mengerjakan soal-soal
bagi siswa-siswanya sulit. Guru tersebut menjelaskan maksud dari soal-
soal tersebut dan memberikan contoh jawabannya. Biasanya guru
memberikan jawaban lebih dari satu jawaban (pada pelajaran bahasi
Indonesia). Guru juga melatih rasa tanggung jawab, disiplin, serius dan
tepat waktu pada siswanya. Sebagai contoh, guru tersebut
memerintahkan siswanya untuk menggambar sebuat objek dan harus
dikumpulkan sebelum pulang serta tidak diperbolehkan keluyuran dan
banyak bicara dalam mengerjakannya. Guru juga meminta muridnya
untuk mengerjakan soal-soalnya dengan serius dan penuh rasa tanggung
jawab untuk menyelesaikannya.

2.5. Analisis Peran Orang Tua dan Guru


Berdasarkan cara mengajar orangtua dan guru seperti yang telah
diuraikan diatas, dapat disimpulkan cara mengajar mereka telah sesuai dengan
usia anak didik yang diajarnya. Seperti yang dijelaskan dalam perkembangan
kognitif menurut teori Piaget dalam Desmita (2006), pemikiran anak usia
Sekolah Dasar disebut pemikiran operasional konkrit (concrete operasional
thought). Operasi merupakan hubungan logis antara konsep dengan skema,
sedangkan operasi konkrit merupakan aktifitas mental yang difokuskan pada
objek dan peristiwa-peristiwa nyata dan konkrit yang dapat diukur.

Menurut Piaget, anak-anak pad masa konkrit ini telah mampu


menyadari konservasi atau kemampuan berhubungan dengan sejumlah aspek
yang berbeda secara serempak (Johnson &Medinnus dalam Desmita, 2006).
Setelah mampu mengkonversikan nilai angka, maka anak dapat
mengkonversikan dimensi-dimensi lain seperti halnya dengan panjang.
Kemampuan anak dalam melakukan operasi-operasi kognitif dan mental
memungkinkan anak melakukan hubungan yang lebih luas dengan dunianya,
misalnya anak mampu membayangkan suatu kegiatan/perbuatan tanpa harus
melihat dan melakukan kegiatan tersebut.

Seperti yang dilakukan guru dalam mengajar yang disebutkan diatas,


guru hanya memperjelas apa yang dimaksud soal dalam buku ajar. Siswa sudah
bisa dituntuk untuk memikirkan hal yang konkrit dengan cara menggambarkan
apa yang sedang mereka fikirkan tanpa harus melihat objek atau kegiatan

Laporan Observasi Peserta Didik | 10


secara langsung. Sehingga hal ini membuat siswa berfkir secara konkrit tanpa
harus bertindak secara nyata.

Selain itu cara mengajar orangtua dalam mengajar anaknya dalam


bidang ingatan memori juga sudah tepat dengan teori perkembangan anak masa
pertengahan dan akhir. Dalam buku desmita (2006) dijelaskan selam tahun-
tahun pertengahan dan akhir menunjukkan perubahan-perubahan yang penting
mengenai bagaimana anak mengorganisasikan dan mengingat informasi.
Ingatan jangka pendek anak usia 7 tahun tidak memperlihatkan ingatan yang
berarti. Berbeda dengan ingatan jangka panjang, anak usia 7 tahun
memperlihatkan peningkatan sesuai dengan bertambahnya usia. Hal ini karena
memori jangka panjang sangat bergantung pada kegiatan-kegiatan belajar
individu ketika mempelajari dan mengingat informasi.

Oleh karena itu, dalam masa ini Sherel lebih menyukai cara belajar
dengan cara mengingat materi apa yang telah ia pelajari hari ini. Dalam
mendukung ingatan jangka panjang anak, maka yang dilakukan adalah dengan
melakukan pengulangan materi (rehearsal), organisasi (organization) seperti
pengkategorian dan pengelompokan materi, dan pemunculan kembali
(retrieval) merupakan proses mengeluarkan atau mengangkat informasi dari
tempat penyimpanan (Chaplin dalam Desmita, 2006).

Berdasarkan uraikan diatas, saya berpendapat bahwa apa yang


dilakukan guru dan orangtua sudah sesuai dengan karakteristik anak/siswa.
Menurut saya, siswa kelas dua SD belum bisa seutuhnya dilepaskan untuk
mandiri, mereka masih harus dibimbing oleh gurunya dalam mengerjakan
sesuatu. Selain itu, perhatian orang tua terhadap anaknya juga harus
diperhatikan, karena dalam periode ini anak mulai bisa berfikir secara konkrit
atau nyata. Sehingga perhatian orang tua terhadap anak harus diperhatikan
untuk membentuk karakteristik anak mulai dari usia sekarang. Karena
perhatian dan problem coping dari orang tua sangat berpengaruh sangat besar
terhadap karakteristik anak nantinya.

Laporan Observasi Peserta Didik | 11


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan perkembangan yang dialami anak
meliputi perkembangan fisik, motoric, kognitif, bahas, dan sosioemosional.
Perkembangan dari aspek-aspek tersebut tidak berkembang sendiri-sendiri,
tetapi saling berintegrasi satu sama lain. Sehingga bagaiman upaya orangtua
dan pendidikan mampu membantu perkembangan semua aspek tersebut
berkembang secara optimal.
Perkembangan yang dialami anak bersifat progresif, sistematis dan saling
berkesinambungan dan perkembangan anak mengikuti prinsip dari perkem-
bangan. Anak pada usia Sekolah Dasar merupakan masa dimana anak dapat
berfikir Konkrit mengenai suatu hal. Anak sudah bisa membayangkan suatu
kegiatan atau benda tanpa harus melihat dan melakukan kegiatan tersebut. Pada
masa ini ingatan jangka panjang anak terus bertambah seiring dengan
bertambahnya usia anak

Laporan Observasi Peserta Didik | 12


DAFTAR PUSTAKA

Mar’at, Samsunuwiyati. 2006. Desmita: Psikologi Perkembangan. Bandung:


Remaja Rosdakarya.
Yusuf, Syamsu. 2012. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Monks, F.J., A.M.P. Knoers. 2001. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Laporan Observasi Peserta Didik | 13


Lampiran 1.1
Foto hasil Observasi

Gambar 1.1 kesadaran anak untuk membantu orang lain

Gambar 1.2 Penuangan apa yang difikirkan Shere; melalui gambar

Laporan Observasi Peserta Didik | 14


Gambar 1.3 kemampuan anak dalam merawat diri

Gambar 1.4 Keseharian anak di rumah

Laporan Observasi Peserta Didik | 15


Gambar 1.5 Pengembangan bakat dan kemampuan Sherel

Gambar 1.6 pergantian gigi susu menjadi gigi tetap

Laporan Observasi Peserta Didik | 16


Gambar 1.67pribadi anak yang lebih sering menyendiri

Gambar 1.8 cara orangtua mengajar anak

Laporan Observasi Peserta Didik | 17


Gambar 1.9 pribadi anak yang pendian dan pemalu

Gambar 2.0. keseharian anak di sekolah

Gamabar 2.1 cara guru mengajar di kelas

Laporan Observasi Peserta Didik | 18


Gambar 2.2 cara guru mengajar

Gambar 2.3 cara guru mengajar

Gambar 2.4. Foto bersama satu kelas

Laporan Observasi Peserta Didik | 19

Anda mungkin juga menyukai