Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN STRIKTUR URETRA

DI RUANG EDELWEIS RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO


PURWOKERTO

Disusun Oleh :
Fidya Pangestika S. Kep
113 118 039

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
A. PENGERTIAN

Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan


perut dan kontraksi. (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)
Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama
karena perbedaan panjangnya uretra. (C. Long , Barbara;1996 hal 338).

B. ETIOLOGI
Striktur uretra dapat terjadi secara:
1. Kongenital
Striktur uretra dapat terjadi secara terpisah ataupun bersamaan dengan
anomali saluran kemih yang lain.
2. Didapat
a. Cedera uretral (akibat insersi peralatan bedah selama operasi
transuretral, kateter indwelling, atau prosedur sitoskopi)
b. Cedera akibat peregangan
c. Cedera akibat kecelakaan
d. Uretritis gonorheal yang tidak ditangani
e. Infeksi
f. Spasmus otot
g. Tekanan dai luar misalnya pertumbuhan tumor
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468 dan C. Long , Barbara;1996 hal
338)
3. Post Operasi
Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur
uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.
4. Infeksi
Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra,
seperti infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis
gonorrhoika atau non gonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa
tahun sebelumnya namun sekarang sudah jarang akibat pemakaian
antibiotik, kebanyakan striktur ini terletak di pars membranase,
walaupun juga terdapat pada tempat lain, infeksi chlamidia sekarang
merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah dengan menghindari
kontak dengan individu yang terinfeksi atau menggunakan kondom.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang
2. Gejala infeksi
3. Retensi urinarius
4. Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan
pielonefritis
Derajat penyempitan uretra:
a. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen.
b. Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra.
c. Berat: oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.
Ada derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus
spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.

D. PATOFISIOLOGI
Striktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa.
Lapisan mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosabuli-buli,
ureter dan ginjal. Mukosanya terdiri dari epitelkolumnar, kecuali pada
daerah dekatorifisium eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis.
Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular. Apabila terjadi
perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara epimorfosis,
artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat) yang
tidak sama dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya
elastisitas dan memperkecil lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra.

E. PATHWAYS
Kongenital Didapat
Infeksi
Anomali saluran kemih yang lain Spasmus otot
Tekanan dari luar:tumor
Cedera uretral
Cedera peregangan
Uretritis Gonorhea

Jaringan parut penyempitan lumen uretra

Kekuatan pancaran & jumlah urin berkurang


Total tersumbat
Perubahan pola eliminasi

Obstruksi saluran kemih yg bermuara ke Vesika Urinaria

Peningkatan tekanan vesika urinaria refluk urin

hidroureter
Penebalan dinding VU
Gg. rs nyaman:nyeri hidronefrosis

penurunan kontraksi otot VU pyelonefritis

kesulitan berkemih GGK

Resiko infeksi retensi urin

Perubahan pola berkemih sistostomi luka insisi

Gg .rs nyaman nyeri

(Long C, Barbara; R. Sjamsuhidayat, Brunner dan suddart)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang,
penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.
2. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella,
pseudomonas, e. coli.
3. BUN/kreatin : meningkat
4. Uretrografi: adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk
mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto)
uretrografi.
5. Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi
6. Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal
672)

G. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari pengobatan striktur uretra adalah kesembuhan permanen,
tidak hanya sembuh sementara. Pengobatan terhadap striktur uretra
tergantung pada lokasi striktur, panjang/pendek striktur, dan
kedaruratannya. Jika lokasi striktur di uretra pars bulbosa dimana terdapat
korpus spongiosum yang lebih tebal dari pada uretra pars pedularis, maka
angka kesuksesan prosedur uretrotomi akan lebih baik jika dikerjakan
didaerah tersebut. Penanganan konvensional seperti uretrotomi atau
dilatasi ,masih tetap dilakukan, walaupun pengobatan ini rentan
menimbulkan kekambuhan. Pemasangan stent adalah alternatif bagi pasien
yang sering mengalami rekurensti striktur. Namun tidak menutup
kemungkinan untuk terjadi komplikasi seperti hyperplasia jaringan uretra
sehingga menimbulkan ostruksi sekunder. Beberapa pilihan terapi untuk
striktur uretra adalah sebagai berikut :
1. Dilatasi uretra
2. Uretrotomi interna
Teknik bedah dengan derajat invasive minim, dimana dilakukan
tindakan insisi pada jaringan radang untuk membuka striktur.
3. Pemasangan stent
Stent adalah benda kecil, elastis yang dimasukan pada daerah striktur.
Stent biasanya dipasang setelah dilatasi atau uretrotomi interna.
4. Uretroplasti
Uretroplasti merupakan standar dalam penanganan striktur uretra,
namun masih jarang dikerjakan karena tidak banyak ahli medis yang
menguasai teknik bedah ini.
5. Prosedur rekonstruksi multiple
Adalah suatu tindakan bedah dengan membuat saluran uretra di
perineum, indikasi prosedur ini adalah ketidakmampuan mencapai
panjang uretra, bisa karena fibrosis hasil operasi sebelumnya atau
teknik substitusi tidak bisa dikerjakan.

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD ( efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi
Gejala: penurunan aliran urin, ketidakmampuan untuk mengosongkan
kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekurnsi berkemih
Tanda: adanya masa/sumbatan pada uretra
3. Makanan dan cairan
Gejala; anoreksia;mual muntah, penurunan berat badan
4. Nyeri/kenyamanan
Nyeri suprapubik
5. Keamanan : demam
6. Penyuluhan/pembelajaran

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Gangguan eliminasi urine
3. Retensi urine
4. Resiko infeksi
J. TUJUAN RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
Tujuan dan kriteria hasil :
NOC :
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level
Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri).
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
2. Gangguan eliminasi urine
Tujuan dan kriteria hasil :
NOC :
a. Urinary elimination
b. Urinary continuence
Kriteria hasil :
a. Kandung kemih kosong secara penuh
b. Tidak ada residu urine >100-200 cc
c. Intake cairan dalam rentang normal
d. Bebas dari ISK
e. Tidak ada spasme bladder
f. Balance cairan seimbang
3. Retensi urine
Tujuan dan kriteria hasil :
NOC :
c. Urinary elimination
d. Urinary continence
Kriteria hasil :
a. Kandung kemih kosong secara penuh
b. Tidak ada residu urine >100-200 cc
c. Bebas dari ISK
d. Tidak ada spasme bladder
e. Balance cairan seimbang
4. Resiko infeksi
Tujuan dan kriteria hasil
NOC :
a. Immune status
b. Knowledge : infection control
c. Risk control
Kriteria hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
c. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d. Jumlah leukosit dalam batas normal
e. Menunjukan perilaku hidup sehat

K. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
 NIC : Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komperenhensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor
presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terupetik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
f. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau.
g. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
 NIC : Analgetic Administration
a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
b. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
c. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic
ketika pemberian lebih dari satu
d. Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri
e. Tentukan pilihan analgesik, rute pemberian, dan dosis optimal
f. Pilih rute pemberian secara IV dan IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
g. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali.
2. Gangguan eliminasi urine
 NIC : Urinary retention care
a. Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada
kontinensia (misalnya, output urin, pola berkemih, fungsi
kognitif, dan masalah kencing praeksisten)
b. Memantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau
properti alpha agonis
c. Memonitor efek dari obat-obatan yang diresepkan
d. Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan
perkusi
e. Membantu dengan toilet secara berkala
f. Masukan kateter kemih
g. Menerapkan kateterisasi intermiten

3. Retensi urine
 NIC : Urinary retention care
a. Monitor intake dan output
b. Monitor penggunaan obat antikolinergik
c. Monitor derajat bladder
d. Intruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencacat output
urine
e. Monitor tanda dan gejala ISK.
f. kateterisasi
4. Resiko infeksi
 NIC : Infection control
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
b. Pertahankan teknik isolasi
c. Batasi pengunjung bila perlu
d. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
e. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
f. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
g. Berikan terapi antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

Wim de, Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Alih bahasa R. Sjamsuhidayat Penerbit
Kedokteran, EGC, Jakarta, 1997
Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Bandung, Yayasan
IAPK pajajaran, 1996
L. Tucker, Martin, Standart Perawatan Pasien : Proses keperawatan,
Diagnosis dan Evaluasi, Edisi V, Volume 3, Jakarta, EGC,1998
Susanne, C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi
VIII, Volume 2, Jakarta, EGC, 2002
Basuki B. purnomo, Dasar-Dasar Urologi, Malang, Fakultas kedokteran
Brawijaya, 2000

Anda mungkin juga menyukai