Anda di halaman 1dari 71

PROPORSI PENDERITA BATU EMPEDU DENGAN

STATUS GIZI OBESITAS DI RUMAH SAKIT UMUM


PUSAT FATMAWATI PADA TAHUN 2015 - 2016

Laporan Penelitian Ini Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Sarjana Kedokteran

OLEH :
REGI AZISTHA AMRI
NIM: 11141030000098

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2017 M
i
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan rasa syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah

SWT, tuhan semesta alam, karena atas rahmat, berkah dan kasih sayangnya

penulis dapat menyelesaikan penelitian judul “PROPORSI PENDERITA BATU

EMPEDU DENGAN STATUS GIZI OBESITAS DI RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT FATMAWATI PADA TAHUN 2015 - 2016” tepat pada

waktunya

Penulis menyadari bahwa dengan selesainya pengerjaan laporan penelitian


ini, semua tidak luput dari dukungan, doa, bantuan dan juga semangat yang
diberikan selama proses pembuatan penelitian ini. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada :
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M. Kes, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Nouval Shahab, SpU, PhD, FICS, FACS, selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD, K-GEH, FINASIM, selaku pembimbing I
kami, yang atas dengan bimbingan, arahan, tenaga, dan waktunya untuk
peneliti, sehingga terselesaikannya penelitian ini hingga akhir
4. Dr.dr. Mukhtar Ichsan, SpP (K), MARS,FIRS, selaku dosen pembimbing
II kami yang selalu meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam
membimbing dari awal penelitian hingga terselesaikannya laporan
penelitian ini

v
5. dr. Hari Hendarto SpPD-KEMD PhD FINASIM, selaku dosen penguji I
kami yang telah meluangkan waktu berkesempatan dalam menguji dan
mengoreksi skripsi ini
6. Dr. dr. Francisca A, Tjakadidjaja MS,SpGK, selaku dosen penguji II kami
yang telah berkesempatan menyediakan waktu, tenaga dan memberi
masukan dalam mengoreksi skripsi ini, sehingga skripsi ini selesai
7. Pak Chris Adhiyanto, M.Biomed, selaku penanggung jawab riset
mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014
8. Kedua orang tua penulis, Amri dan Tasmarni yang selalu mendoakan,
menyemangati, mendukung peneliti baik dalam moril ataupun materiil
serta kakak dan adik yang tercinta atas pengertian waktu dan kondisi
lingkungan rumah sehingga penelitian ini terselasikan
9. Para pengajar dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
10. Sahabat seperjuangan riset, Jewaqa Brako Muzakki yang dengan penuh
kesabaran, motivasi, dan berbaik hati kepada peneliti, serta melewati suka
dan duka bersama sehingga penelitian ini terselesaikan
11. Teman teman Penulis,Devina Rahmadewi, Alissa Rifa, Fheby Syabrina
Gebry Nadira, Nadira, Asiah Mutia, M. Abdurrahman Faris, Pandu Nur
Akbar serta teman teman Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
Angkatan 2014 lainnya
12. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada
kata pengantar ini

Demikian yang bisa saya sampaikan, besar harapan penulis semoga


penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua

Jakarta, 24 Oktober 2016

Regi Azistha Amri


vi
ABSTRAK
Regi Azistha Amri. Program Studi Pendidikan Dokter. Proporsi Batu
Empedu terhadap Status Gizi (Obesitas) di RSUP Fatmawati Tahun 2015 –
2016.
Latar Belakang: Batu empedu adalah partikel keras yang berkembang di dalam
kandung atau saluran empedu.Terbentuknya batu tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor tertentu, seperti jenis kelamin, usia, dislipidemia, diabetes
miletus dan obesitas. Obesitas merupakan faktor pendukung utama dari
terbentuknya batu di kandung empedu. Tujuan: untuk mengetahui proporsi batu
empedu dengan faktor resiko obesitas, usia dan jenis kelamin. Metode: Penelitian
menggunakan metode observasional dengan pendekatan cross sectional deskriptif.
Data diperoleh dari rekam medis pasien di RSUP Farmawati tahun 2015-2016
dengan diagnosis batu empedu dan disertakan dengan pemeriksaan USG
abdominal. Pengambilan sampel consecutive sampling dengan jumlah sampel
sebesar 93. Hasil: Proporsi pasien batu empedu dengan status gizi obesitas di
RSUP Fatmawati tahun 2015-2016 sebesar 47,3% dengan rincian obesitas I
31,2% dan obesitas II 16,1%. Berdasarkan jenis kelamin, frekuensi laki laki
adalah 28% dan perempuan 72%,serta usia diatas 40 tahun sebanyak 77,5% dan
dibawah 40 tahun sebesar 22,5%. Kesimpulan: Proporsi status gizi pada batu
empedu pada umumnya adalah obesitas dan dominan pada jenis kelamin
perempuan dengan frekuensi usia diatas 40 tahun
Kata kunci : Batu empedu, Obesitas, Usia, Jenis kelamin

ABSTRACT
Regi Azistha Amri. Medical Education Program. Proportion of Patient
Gallstone disease with Obesity in General Hospital Center Fatmawati from
2015 to 2016.
Background: Gallstones is a bile disease that contain blockage of hard particle in
the bile. The gallstone an by some certain factors, such as gender,age, metabolic
syndrome, diabetes milletus, and obesity. Obesity is one of the supporting factors
of the formation of stones in the gallbladder. Purpose: to know proportion of
gallstones with risk factors for obesity, age, and gender. Method: The study used
observational method with cross sectional descriptive approach. Data was
obtained from medical records of patients at RSUP Farmawati 2015 -2016 with
gallstone diagnosis and included with abdominal ultrasound examination. The
sample was taken by consecutive sampling with sample amount of 93. Result:
Proportion of gallstones patients with obesity at Fatmawati General Hospital
2015-2016 was 47.3%. Obesity I 31.2% and Obesity II 16.1%. Based on gender,
the frequency of male is 28% and female 72%, and sample with age above 40
years is 77,5% and below 40 years is 22,5% Conclusion: Proportion of gallstones
patient is dominated by females with age >40 years and obesity.
Keywords : Gallstones disease, Obesity, Age, Gender

vii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................. iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................v
ABSTRAK ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ..............................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
DAFTAR ISTILAH ..................................................................................... xii

BAB 1 : PENDAHULUAN .............................................................................1


1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ...............................................................................3
1.3.Tujuan Penelitian ..................................................................................3
1.4.Manfaat Penelitian ................................................................................4
1.4.1 Bagi Peneliti .................................................................................4
1.4.2 Bagi Institusi ................................................................................4
1.4.3 Bagi Masyarakat ..........................................................................4

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................5


2.1 Batu Empedu .........................................................................................5
2.1.1 Definisi Batu Empedu ...............................................................5
2.1.2 Anatomi Kandung Empedu .......................................................6
2.1.3 Fisiologi Pembentukan Empedu ...............................................8
2.1.4 Epidemiologi Batu Empedu ....................................................11
2.1.5 Klasifikasi Batu Empedu.........................................................12
2.1.6 Faktor Risiko Batu Empedu ....................................................12
2.1.7 Patogenesis Batu Empedu ......................................................16
2.1.8 Gejala Klinis Batu Empedu .....................................................18
2.1.9 Diagnosis Batu Empedu ..........................................................21
2.1.10 Komplikasi Batu Empedu .......................................................22
2.1.11 Prognosis Batu Empedu .........................................................23
2.1.12 Tatalaksana Batu Empedu .......................................................23
2.2 Obesitas ...............................................................................................26
2.2.1 Definisi Obesitas .....................................................................26
2.2.2 Klasifikasi Obesitas .................................................................26
2.2.3 Epidemiologi Obesitas ............................................................27
2.2.4 Patofisiologi dan kompllikasi Obesitas ...................................28
2.2.5 Strategi penurunan dan pemeliharaan Berat Badan ................31
2.3 Hubungan Obesitas dan Batu Empedu ................................................33
2.4 Batu Empedu dan Jenis Kelamin ........................................................34
2.5 Batu Empedu dan Usia ........................................................................35
2.6 Pandangan dokter muslim pada penelitian .........................................36
2.7 Kerangka Teori....................................................................................38

viii
2.8 Kerangka Konsep ...............................................................................38
2.9 Definisi Operasional ...........................................................................39

BAB 3 : METODE PENELITIAN ..............................................................41


3.1 Desain Penelitian .................................................................................41
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................41
3.3 Populasi dan Sampel ...........................................................................41
3.3.1 Populasi Target .......................................................................41
3.3.2 Populasi Terjangkau ................................................................41
3.3.3 Besar Sampel...........................................................................41
3.3.4 Cara Pengambilan Sampel ......................................................42
3.4 Kriteria Inkluasi dan Eksklusi .............................................................42
3.5 Cara Kerja Penelitian ..........................................................................42
3.6 Analisis Data .......................................................................................43
3.7 Alur Penelitian ....................................................................................43
BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................44
4.1 Deskripsi Sampel ...............................................................................44
4.1.1 Berdasarkan jenis kelamin .......................................................44
4.1.2 Berdasarkan usia .....................................................................45
4.2 Proporsi pasien batu empedu dengan status gizi ................................46
4.3 Keterbatasan Penelitian ......................................................................48
BAB 5 :KESIMPULAN DAN SARAN........................................................49
5.1 Kesimpulan ........................................................................................49
5.2 Saran...................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................50
LAMPIRAN .................................................................................................. 53

ix
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Daftar Tabel
Tabel 2.1 Klasifikasi batu empedu dan komposisi berdasarkan jenis batu ........ 11
Tabel 2.2 Klasifikasi berat badan dan obesitas berdasarkan IMT dan lingkar
perut menurut kriteria Asia Pasifik .................................................... 27
Tabel 2.3 Batu empedu dengan faktor risiko jenis kelamin dan usia.................. 35
Tabel 4.1 Distribusi sampel menurut jenis kelamin ........................................... 45
Tabel 4.2 Distribusi sampel berdasarkan kelompok usia ................................... 46
Tabel 4.3 Distribusi sampel berdasarkan usia .................................................... 47
Tabel 4.4 Distribusi sampel berdasarkan status gizi .......................................... 47
Tabel 4.4 Distribusi sampel status gizi obesitas dan rerata IMT serta usia
berdasarkan jenis kelamin ................................................................. 47

Daftar Gambar
Gambar 2.1 Pola topografi 4 kuadran tubuh ........................................................ 6
Gambar 2.2 Pandangan Posterior area nuda pada hepar ...................................... 7
Gambar 2.3 Suplai arterial hepar dan Vesica biliaris ........................................... 7
Gambar 2.4 Anatomi Hati .................................................................................... 8
Gambar 2.5 Sirkulasi enterohepatik garam empedu ........................................... 10
Gambar 2.6 Major Factor in cholesterol gallstone formation are supersaturation
of bile with cholesterol .................................................................... 20
Gambar 2.7 Peran lipotoxicity dan inplamasi pada obesitas .............................. 30
Gambar 2.8 Prevalensi batu empedu pada wanita berdasarkan survey
pemeriksaan USG............................................................................ 35

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Penelitian dan Anggaran Penelitian........................................53


Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dan Anggaran Penelitian...................................54
Lampiran 3 Hasil Analisis Data.............................................................................56
Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup.........................................................................59

xi
DAFTAR ISTILAH

ACAT : Asyltransferase asil-CoA asiltransferase


BMI : Body Mass Index
CCK : Cholecystokinin
DISIDA : Disopropyl Iminodiacetic Acid
DM : Diabetes Mellitus
FDA : Food and Drug Administration
GLUT4 : Glucose transporter type 4
HDL : High Desinty Lipoprotein
HMG CoA : Hydroxymethylglutaryl Coenzim A
HIDA : Asam iminodiacetic
IMT : Indeks Masa Tubuh
IL : Inter Leukin
IRS-1 : Insulin receptor substrate 1
MCP-1 : Monocyte chemoattractant protein-1
MRI : Magnetic Resonance Imaging
NASH : Nonalcoholic steatohepatitis
NF-KB : Nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cells
RAS : Renin Angiotensin Stimulation
TNF : Tumor Necrosis Factor
USG : Ultrasonografi
WAT : White Adiposa Tissue
WHO : Word Health Organization

xii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease,
batu empedu merupakan partikel keras yang berkembang di dalam kantung
ataupun saluran empedu. Di Amerika, penyakit ini merupakan salah satu masalah
di masyarakat, dengan 10 – 15% orang dewasa atau 20 – 25 juta penduduk
Amerika memiliki batu empedu1. Prevalensi tertinggi ditemukan pada kota Chili,
Amerika Selatan, dengan angka kejadian 1,2/100 wanita/tahun. Prevalensi
terendah ditemukan di negara Asia dan Afrika. Prevalensi yang dilaporkan di Asia
berkisar antara 4,35%-10,7%2. Sementara di Indonesia, prevalensi batu empedu
belum tersedia.
Batu empedu sendiri secara garis besar terdiri dari tiga jenis, yakni batu
kolesterol, batu pigmen, dan batu campuran. Sebuah penelitian menyebutkan, di
beberapa negara berkembang, temasuk Indonesia, lebih dari 85% batu empedu
merupakan jenis batu kolesterol. Pola makan tinggi lemak dan gaya hidup
mempengaruhi pembentukan batu kolesterol tersebut. Adapun faktor risiko batu
empedu mencakup fat (obesitas), forty (umur), female (jenis kelamin), fertile
(estrogen) dan fair (etnik), yang disingkat menjadi 5F. Etnis, usia, dan jenis
kelamin merupakan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi. Sedangkan
obesitas, penurunan berat badan yang ekstrim dan juga gaya hidup merupakan
faktor resiko yang dapat dimodifikasi1
Obesitas merupakan salah satu faktor utama dari terbentuknya batu di
empedu. Obesitas merupakan suatu kondisi tubuh dengan komposisi lemak yang
berlebih dan terakumulasi pada jaringan adiposa sehingga menyebabkan masalah
kesehatan. Jumlah kelebihan lemak yang terdistribusi di dalam tubuh baik pada
sekitar pinggang atau perut tubuh memiliki implikasi kesehatan yang penting.
Seseorang di katakan atau mengalami permasalahan tersebut bila hasil indeks
masa tubuh (IMT) lebih dari 24,9kg/m2 yang berdasarkan klasifikasi kriteria berat
badan Asia-pasifik. IMT merupakan pengukuran dari pembagian berat badan
dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. 3
2

Obesitas mempengaruhi sebagian besar penduduk, di seluruh dunia. Namun,


perkiraan prevalensi tidak tersedia untuk semua negara, dan akurasi data yang
tersedia tidak sama rata atau sebanding dikarekan keberagaman etnik pada setiap
daerah sehingga sulit untuk menyamaratakan hal tersebut. Menurut National
Health and Nutrition Examination Surveys (NHANES) dalam 50 tahun terakhir
telah memberikan pemantauan terus menerus dari prevalensi dan kejadian obesitas
dari perwakilan nasional setiap individu. Data ini menunjukkan bahwa prevalensi
obesitas dikalangan orang dewasa mulai meningkat tajam setelah tahun 1980 (4-6).
Obesitas dibedakan menjadi obesitas abdominal/sentral (apple shaped) dan
obesitas perifer (pear shaped). Individu dikatakan obesitas sentral, jika lingkar
perut untuk laki laki >90cm dan perempuan >80cm. Prevalensi di Indonesia,
obesitas tipe apple shaped sebesar 26,6%, lebih tinggi dari prevalensi pada tahun
2007 (18,8%) dan berada dalam rentan usia 40-54 tahun sebanyak 27,4%.
Sedangkan pada obesitas tipe pear shaped sebesar 19,1% ,dengan overweight
sebesar 8,8% dan obesitas sebesar 10,3%. Pada penelitian epidemiologi di daerah
Abadijaya, Depok pada tahun 2001 didapatkan 48,6%, tahun 2002 didapat 45%
dan tahun 2003 didapat 44% orang dengan obesitas7.
Obesitas dianggap sebagai salah satu faktor resiko paling penting yang terkait
dalam penyakit batu empedu, dikarenakan meningkatnya prevalensi penyakit
tersebut pada obesitas8. Beberapa perubahan metabolisme kolesterol cenderung
meningkatkan sekresi kolesterol kandung empedu yang berhubungan dengan
gangguan motilitas sehingga membantu pertumbuhan batu tersebut. Dan juga
fakta yang tidak diketahui bahwa resiko penyakit batu empedu berhubungan
dengan obesitas seperti peningkatan aktivitas reduktase HMG-CoA dapat
menyebabkan peningkatan sekresi empedu kolesterol(9-11). Penelitian di suatu kota
di negara Iran,yang diambil dari 1.494 individu berdasarkan pengukuran
antropometri dan USG abdominal pada tahun 2011 di temukan prevalensi batu
empedu adalah 17,8 %, dimana dari prevalensi tersebut didapatkan hasil berupa
pria dengan IMT>23 memiliki rata rata sebesar 27,31 kg/m2 dan wanita dengan
IMT>23 memiliki rata rata sebesar 31,06 kg/m2 dan proporsi sampel batu empedu
dengan obesitas sebesar 59,2%.12.
3

Selain obesitas, pembentukan batu meningkat seiring bertambahnya usia


terkhusus pada usia diatas 40 tahun, kejadian tersebut akan meningkatkan 4 – 10
kali lipat. Hal ini dibuktikan pada penelitian di kota Iran, dari 1.552 sampel
dengan rentan umur 30 – 88 tahun, didapati rata rata usia adalah 48.05 ± 11.75
tahun13. Jenis kelamin juga memiliki peran dalam pembentukan batu empedu,
wanita memiliki resiko dua kali lebih besar dengan penyakit batu empedu dari
pada laki laki, terutama ketika wanita tersebut dalam kondisi fertil 9. Di Indonesia
sendiri, penelitian tentang obesitas, usia dan jenis kelamin menunjukkan tingginya
insiden batu empedu juga masih minim
Dari penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penilitan
mengenai gambaran proporsi pasien batu empedu terhadap status gizi obesitas dan
frekuensi terhadap usia dan jenis kelamin. Peneliti berharap dengan penelitian ini
dapat memberikan data mengenai gambaran batu empedu di Indonesia dan
membantu masyarakat mengenal faktor risiko atau mengetahui secara dini tentang
penyakit batu empedu, supaya tidak terjadi peningkatan prevalensi batu empedu
diwaktu mendatang.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran status gizi obesitas, umur dan jenis kelamin pada
pasien penderita batu empedu?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah,
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui gambaran frekuensi batu empedu berdasarkan usia dan
jenis kelamin di RSUP Fatmawati tahun 2015 - 2016
b. Mengetahui gambaran proporsi batu empedu dengan status gizi
obesitas di RSUP Fatmawati tahun 2015 - 2016
c. Mengetahui nilai rerata usia dan IMT pasien batu empedu di RSUP
Fatmawati tahun 2015 – 2016
4

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
1. Mendapatkan pengalaman juga ilmu tambahan mengenai penelitian
dibidang saluran cerna dan hati
2. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana kedokteran di
fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
1.4.2 Bagi Institusi
Sebagai tambahan untuk pengembahan ilmu pengetahuan di FKIK
UIN Jakarta
1.4.3 Bagi Masyarakat
Sebagai penambah pengetahuan akan faktor resiko penyakit batu
empedu pada status gizi obesitas dan dapat menjaga kondisi
kesehatan, agar tidak terkena penyakit tersebut.
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batu Empedu

2.1.1 Definisi Batu Empedu

Batu empedu adalah endapan yang menumpuk dari komposisi


cairan dalam sistem pencernaan yang bisa terbentuk di dalam kantung
ataupun saluran empedu. Penempatan pembentukan batu, bisa terletak
dimana saja, yang dapat di bagi beberapa istilah, yaitu : (1) kolelitiasis,
yang merupakan batu empedu secara umum, (2) kolesistolitiasis, yang
berarti batu berlokasi di kandung empedu, (3) koledokolitiasis, yaitu batu
yang berada di duktus koledokus, dan (4) kolangiolitisis, yang berarti batu
berada pada cabang duktus hepatikus dan pembuluh kecil lain di hati 17.

Batu empedu dapat terjadi bila ada nya ketidakseimbangan unsur


kimia empedu yang menghasilkan pengendapan satu atau lebih komponen.
Pembentukan batu bervariasi dalam ukurannya, dari yang kecil <1mm
sampai 50mm

2.1.2 Anatomi Kandung Empedu

a. Anatomi regional

Regiones abdominales/perut/abdomen adalah bagian batang badan


di sebelah inferior terhadap thorax. Dindingnya terdiri dari jaringan
musculomembranosum yang mengelilingi suatu cavitas besar (cavitas
abdominalis), yang di superiornya di batasi oleh diafragma dan inferiornya
oleh pelvic inlet/ pintu masuk pelvis. Divisi topografi abdomen digunakan
untuk menggambarkan lokasi organ organ abdomen dan rasa nyeri yang
terkait dengan keluhan di abdomen. Pada skema pola 4 regio empedu
berada pada kuadran kanan atas14.
6

Gambar 2.1 pola topografi 4 kuadran(13)

b. Definisi dan struktur Vesica biliaris

Vesica biliaris (fellea) adalah suatu kantung yang berbentuk seperti


buah pir yang terletak pada facies visceralis lobus dexter hepatis di dalam
suatu fossa di antara lobus dexter hepatis dan lobus quadratus. Dengan
memiliki panjang sekitar 7 – 10cm dan diameter 4cm dengan kapsitas
berkisar 30 – 60 ml.(13)

Pada minggu ke-4 gestasi, perkembangan embrio pada struktur


forgut berkembang menjadi vesica biliaris dan juga saluran biliaris
extrahepatic(35)

Struktur ini memiliki(13) :

 Fundus vesicae biliaris, suatu ujung yang membulat, yang terletak


pada margo inferior hepar
 Corpus vesicae : suatu bagian besar di dalam fossa, yang dapat
terletak di depan colon transversum dan pars superior duodeni, dan
 Collum vesicae biliaris : suatu bagian yang sempit, dengan tunika
mukosa vesicae biliaris yang membentuk lipatan spiral.
7

Gambar 2.2 pandangan posterior area nuda(13)

c. Perdarahan Vesica biliaris


Suplai arterial untuk vesica biliaris adalah arteria cystica cabang
dari arteria hepatica dextra (ramus dexter arteri hepatica propia). Vesica
biliaris menerima, mengkonsentrasikan, dan menyimpan empedu dari
hepar14

Gambar 2.3 Suplai arterial hepar dan vesica biliaris14


8

2.1.3 Fisiologi pembentukan Empedu

Sewaktu makanan mengalir ke dalam usus halus,sebelumnya isi


lambung tidak hanya bercampur dengan getah yang disekresikan oleh
mukosa usus halus saja, tetapi juga bercampur dengan sekresi pankreas
eksokrin dan hati yang akan mengalir ke dalam lumen duodenum. Sistem
empedu mencakup hati, kandung empedu dan saluran emepedu16.

Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh.


Organ ini penting bagi sistem pencernaan untuk mensekresikan garam
empedu. Sel hati atau hepatosit merupakan sel yang berfungsi untuk
melaksanakan berbagai tugas metabolik. Sekresi empedu bergantung pada
sistem transport di membran hepatosit, cholangiocytes dan integritas
struktural dan fungsional saluran empedu. Hepatosit merupakan sel hati
yang dominan sebesar 65%. Cholangiocytes yang merupakan 3 – 5% dari
sel hati akan memodifikasi empedu melalui proses sekresi dan absorbsi
saat empedu melewati saluran empedu, dan bertanggung jawab sekitar
30% pada kapasitas empedu16.

Hati tersusun menjadi unit unit fungsional yang dikenal sebagai


lobulus, yaitu susunan heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena
sentral bebentuk segi enam. Di tepi luar setiap potongan lobulus terdapat
tiga pembuluh yaitu cabang a. Hepatika, cabang vena porta, dan duktus
biliaris. Cabang dari pembuluh tersebut mengalir dari perifer lobulus ke
dalam ruang kapiler yang melebar yang disebut sinusoid. Pada sela lobulus
tersebut juga terdapat kanalikulus biliaris, yang akan dilewati empedu
menuju duktus biliaris yang berakhir pada duodenum. Lubang duktus
biliaris ke duodenum dijaga oleh sfingter Oddi, yang mencegah empedu
memasuki duodenum, kecuali selama dalam proses makan16.
9

Gambar 2.4 Anatomi Hati 16

Apabila sfingter tertutup, sebagian besar empedu yang disekresikan


oleh hati akan dialirkan ke dalam kandung empedu. Empedu kemudian
disimpan dan diemulsikan di dalam kandung empedu di antara waktu
makan. Setelah makan, empedu akan masuk ke duodenum, empedu yang
disekresikan per hari berkisar dari 250ml sampai 1 liter, bergantung pada
jenis makanan yang dikonsumsi. Keberadaan makanan, terutama produk
produk lemak akan memicu pengeluaran cholecystokinin (CCK). Hormon
ini merangsang kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi,
sehingga empedu dikeluarkan ke dalam duodenum16.

Empedu mengandung beberapa konstituen organik, yaitu garam


empedu, kolesterol, lesitin dan bilirubin, dalam suatu cairan encer alkalis.
Garam empedu adalah turunan kolesterol, yang secara aktif disekresikan
ke dalam empedu dan akhirnya masuk ke duodenum bersama dengan
konstituen empedu lainnya. Setelah ikut serta dalam pencernaan, garam
empedu sebagian besar akan direabsorpsi ke dalam darah oleh mekanisme
transportasi aktif khusus yang terdapat di ileum terminal, yang disebut
sebagai sirkulasi enterohepatik16.

Jumlah total garam empedu di dalam tubuh rata rata adalah 3


sampai 4 gram, namun dalam satu kali makan garam empedu yang
10

disalurkan ke duodenum dapat mencapai 3 sampai 15 gram. Biasanya


hanya 5% dari garam empedu yang disekresikan oleh hati yang lolos
melalui tinja setiap harinya16.

Garam empedu membantu pencernaan lemak melalui emulsifikasi


dan mempermudah penyerapan lemak melalui partisipasi mereka dalam
pembentukan misel. Kedua fungsi ini terkait dengan struktur garam
empedu16.

Gambar 2.5 Sirkulasi enterohepatik garam empedu16

Zat lainnya dalam empedu adalah bilirubin. Bilirubin merupakan


konstituen utama empedu, dan sama sekali tidak berperan dalam
pencernaan, tetapi merupakan salah satu dari beberapa produk sisa yang
diekskresikan dalam empedu. Bilirubin adalah pigmen empedu utama
yang berasal dari penguraian sel darah merah yang usang, yang
menyebabkan empedu berwarna kuning dan menjadi warna coklat pada
tinja yang disebabkan enzim enzim bakteri usus16.

Sekresi empedu dapat ditingkatkan oleh beberapa mekanisme 16 :

1. Mekanisme kimiawi (garam empedu), terjadi ketika makan, dimana


garam empedu yang dibutuhkan berperan sebagai koleretik yang
meningkatkan sekresi empedu oleh hati
11

2. Mekanisme hormon, hormon sekretin akan merangsang


peningkatan sekresi empedu alkalis cair oleh duktus biliaris
3. Mekanisme saraf (saraf vagus), mendorong peningkatan aliran
empedu hati selama fase sefalik pencernaan

2.1.4 Epidemiologi Batu Empedu

Penyakit batu empedu sering dianggap sebagai masalah besar


dalam masyarakat modern. Namun, penyakit batu empedu ini sudah
diketahui manusia selama bertahun-tahun dahulu, karena mulai ditemukan
tumpukan batu empedu pada di dalam mumi Mesir yang berasal dari tahun
1000 SM. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia,
walaupun memiliki variasi prevalensi yang berbeda pada setiap
daerah(14,17,38). Batu empedu menjadi semakin umum dikarenakan penyakit
ini dapat ditemukan pada semua kelompok usia, namun kejadian
meningkat seiring bertambahnya usia dan sekitar seperempat wanita
berusia di atas 60 tahun akan meningkatkan pembentukan batu empedu.
Dalam kebanyakan kasus penyakit ini asimptomatik, dan hanya 10% dan
20% yang pada akhirnya akan menjadi simtomatik dalam kurun waktu 5 -
20 tahun. Dengan demikian, rata-rata risiko pengembangan penyakit
simtomatik rendah yaitu mendekati 2,0-2,6 %/tahun18,19,20.

Di negara barat 10 -15% pasien dengan batu kandung empedu juga


di sertai batu pada saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran
empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra atau ekstra
hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer
lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan
di negara barat. Di Asia sendiri, prevalensi batu kolesterol semakin
meningkat seiringan dengan pola makan yang buruk di masyarakat8.
Tetapi di Indonesia sendiri, belum ada data prevalensinya, dikarenakan
masih sedikitnya penelitian batu empedu di Indonesia
12

2.1.5 Klasifikasi Batu Empedu

Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu


saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu3 :

1. Batu kolesterol, dimana komposisi kolesterol melebihi 70%


2. Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang
mengandung Ca-Bilirubinate sebagai komponen utama
3. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak
terekstrasi. Biasanya terjadi pada pasien yang memiliki
penyakit hemolitik kronik, sirosis hepar, Gilbert‟s Syndrome
atau cystic fibrosis.

Tabel 2.1 Klasifikasi batu empedu dan komposisi berdasarkan jenis batu 21
Kolesterol Bilirubin Karbonat Palmitat Fosfat
Cholesterol uinque >70% - 5% - -
Combination Nucleus Perifer Perifer Perifer -
Cholesterol >70% - - - -
Multiple mixed faceted >60% 5-10% 5% 5% -
Black pigmented - >70% 5-10% >5-10% Yes
Brown pigmented <15% >50% - - -
Composite stones variable - - - -

2.1.6 Faktor Resiko Batu Empedu

a. Usia

Semua studi epidemiologi menunjukkan bahwa bertambahnya usia


dikaitkan dengan peningkatan prevalensi batu empedu. Batu empedu
menyerang 4-10 kali lebih sering pada usia yang lebih tua daripada usia
muda9.
13

b. Jenis kelamin

Di semua populasi dunia, terlepas dari prevalensi batu empedu


secara keseluruhan, wanita selama masa subur mereka hampir dua kali
lebih mungkin mengalami pembentukan batu empedu dari pada pria.
Keadaan ini berlanjut sampai tingkat yang lebih rendah diperiode saat
sudah menopause, namun perbedaan jenis kelamin akan menyempit
seiring bertambahnya usia9,20

c. Genetika

Baik penelitian nekropsi maupun populasi telah menunjukkan


dengan jelas adanya perbedaan rasial yang tidak dapat sepenuhnya
dijelaskan oleh faktor lingkungan. Prevalensi batu empedu kolesterol
sangat bervariasi, dari populasi Asia dan Afrika yang sangat rendah
(<5%), menjadi menengah (10-30%) Suku Pima dari Arizona memiliki
prevalensi batu empedu tertinggi di dunia. Lebih dari 70% wanita Pima
yang berusia lebih dari 25 tahun memiliki batu empedu atau riwayat
kolesistektomi. Tingkat prevalensi batu empedu yang tinggi juga
dilaporkan terjadi di suku Indian Amerika Utara lainnya, termasuk
Chippewas, Navajo, Micmacs, dan Cree-Ojibwas. Populasi Hispanik
tertentu di AS berada di atas risiko rata-rata penyakit kandung empedu.
Beberapa penelitian sangat mendukung adanya gen lithogen Amerindian
di Meksiko-Amerika. Riwayat keluarga yang terkena batu empedu, dapat
meningkatkan 5 kali faktor terhadap keturunannya 20,21.

d. Obesitas dan distribusi lemak tubuh

Obesitas merupakan faktor risiko yang penting untuk penyakit batu


empedu, dan lebih banyak terkena pada wanita dari pada pria. Studi
epidemiologi telah menemukan bahwa risiko lithogenic obesitas terkuat
pada wanita muda, dan status gizi yang normal dapat melindungi terkena
batu empedu. Sedikitnya, 25% individu dengan obesitas memiliki bukti
adanya penyakit bantu empedu. Wanita dengan obesitas memiliki
peningkatan risiko pembentukan batu20.
14

e. Penurunan berat badan yang cepat

Penurunan berat badan yang cepat dikaitkan dengan terjadinya


endapan batu empedu pada 10-25% pasien dalam beberapa minggu setelah
memulai prosedur penurunan berat badan. Jika seseorang kehilangan berat
badan terlalu cepat, hati akan mengeluarkan kolesterol ekstra. Selain itu
ada mobilisasi kolesterol yang cepat dari jaringan adiposa. Dalam puasa
yang berhubungan dengan diet rendah lemak, kontraksi kandung empedu
berkurang, dan stasis kandung empedu menyertai pembentukan batu
empedu. Meningkatkan pengosongan kandung empedu dengan
mengkonsumsi sejumlah kecil lemak dapat menghambat pembentukan
batu empedu pada pasien yang mengalami penurunan berat badan yang
cepat. Puasa dalam jangka pendek meningkatkan saturasi kolesterol
empedu dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan stasis kandung
empedu yang bisa menyebabkan endapan, dan akhirnya terbentuk batu
empedu20.

f. Diet

Pajanan nutrisi pada pola diet barat, yaitu asupan tinggi lemak,
karbohidrat dan penurunan kadar serat merupakan faktor risiko potensial
untuk pengembangan batu empedu. Asupan kalsium tampaknya
berbanding terbalik dengan prevalensi batu empedu. Diet Kalsium
menurunkan saturasi kolesterol empedu dengan mencegah reabsorpsi asam
empedu sekunder di usus besar. Vitamin C mempengaruhi aktivitas 7α
hydroxylase dalam empedu dan ditunjukkan bahwa asam askorbat dapat
mengurangi risiko lithogenic pada orang dewasa. Konsumsi kopi
nampaknya berkorelasi terbalik dengan prevalensi batu empedu, karena
peningkatan sirkulasi asam empedu enterohepatik. Komponen kopi
merangsang pelepasan CCK, yang meningkatkan motilitas kandung
empedu, menghambat penyerapan cairan kandung empedu, menurunkan
kristalisasi kolesterol dalam empedu dan mungkin meningkatkan motilitas
usus20.
15

g. Aktivitas fisik dan gaya hidup

Olahraga yang teratur dan pola makan yang baik, selain


memfasilitasi pengendalian berat badan, dapat memperbaiki beberapa
kelainan metabolik yang terkait dengan obesitas dan batu empedu
kolesterol. Sebaliknya, buruknya aktivitas fisik ada kaitannya dengan
syndrome metabolik dan berhubungan dengan kondisi obesitas, DM tipe 2
dan dislipidemia. Dalam keadaan ini berkaitan dengan resistensi insulin ke
hipersekresi kolesterol bilier dan sintesis asam empedu yang berkurang20.

h. Obat - obatan

Semua turunan asam fibrat meningkatkan saturasi kolesterol


biliaris dan menurunkan kolesterol serum. Clofibrate adalah inhibitor
ampuh Asyltransferase asil-CoA asiltransferase hati (ACAT).
Penghambatan ACAT menyebabkan peningkatan ketersediaan kolesterol
bebas atau tidak teresterifikasi untuk sekresi empedu, mendukung
pembentukan batu empedu. Selain itu, penggunaan jangka panjang
inhibitor pompa proton telah terbukti mengurangi fungsi kandung empedu,
yang berpotensi menyebabkan pembentukan batu empedu. Peran
lithogenic dari ceftriaxone tidak bisa di metabolisme pada empedu,
sehingga meningkatkan konsentrasi20.

i. Diabetes, dislipidemia dan sindrom metabolik

Penderita diabetes umumnya memiliki kadar asam lemak tinggi


yang disebut trigliserida. Asam lemak ini dapat meningkatkan risiko batu
empedu. Fungsi kandung empedu terganggu pada adanya neuropati
diabetes, dan regulasi hiperglikemia dengan resistensi insulin yang
meningkatkan kejadian pembentukan batu1,20.

\
16

Pada penderita batu empedu kolesterol, akan berhubungan dengan


masalah metabolik, yang berkolerasi dengan kelainan lipid, diabetes
miletus dan adipositas. High Desity Lipoprotein (HDL) yang rendah dan
trigliserida yang tinggi dapat membawa peningkatan resiko pembentukan
batu1.

2.1.7 Patogenesi Batu Empedu

Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu


kolesterol13 :

1. Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu,


2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol, dan
3. Gangguan motilitas kandung empedu dan usus.

Adanya pigmen di dalam inti batu kolesterol berhubungan dengan endapan


kandung empedu pada stadium awal pembentukan batu.

Meskipun kelarutan kolesterol dalam larutan berair sangat terbatas,


pada empedu, jumlah yang relatif besar (20 × 10-3M) dapat disimpan
dalam larutan tersebut, karena penggabungan sterol dalam campuran
misel, bersama dengan garam empedu dan fosfolipid (terutama
fosfatidilkolin). Pandangan tradisional adalah bahwa kristalisasi
supersaturasi dan kolesterol (langkah awal pembentukan batu empedu)
terjadi bila kolesterol terlalu banyak atau tidak cukup melarutkan garam
empedu dan molekul fosfatidilkolin yang disekresikan untuk
memungkinkan pelarut kolesterol pelarut micellar lengkap. Kolesterol
berlebihan dapat disimpan dalam vesikula (yaitu bilayer spheris kolesterol
dan fosfolipid) dan pembentukan vesikula dipromosikan oleh fosfolipid
berlebih di atas garam empedu. Sebenarnya, dalam patogenesis batu
empedu manusia, kristal kolesterol diperkirakan nukleasi secara eksklusif
dari vesikel jenuh super dan bukan dari misel jenuh. Informasi penting
tentang proses nukleasi kristal kolesterol diperoleh dari sistem empedu
model23.
17

Korelasi patofisiologis dengan pembentukan batu empedu manusia


secara in vivo yaitu penyerapan air bersih yang signifikan terjadi selama
transfer empedu melalui saluran empedu dan selama penyimpanan
berkepanjangan di kantong empedu. Serat garam campuran fosfolipid-
empedu semakin terbentuk, karena konsentrasi garam empedu sekarang
semakin melampaui konsentrasi micellar yang diperlukan untuk
pembentukan mikel. Karena melarutkan kapasitas misel untuk fosfolipid
jauh lebih tinggi daripada kolesterol, ada transfer fosfolipid istimewa, dan
vesikula yang tersisa bisa menjadi kolesterol yang jenuh (rasio kolesterol-
fosfolipid> 1) dengan nukleasi kristal kolesterol. Urutan kejadian ini
menjelaskan mengapa batu empedu umumnya terbentuk di kantong
empedu dan bukan di saluran empedu. Pada empedu pasien batu empedu
kolesterol, peningkatan jumlah deoxycholate empedu hidrofobik dikaitkan
dengan proses kristalisasi yang cepat. Pada pasien tertentu dengan batu
empedu kolesterol, pengobatan dengan garam ellodeoxycholate empedu
hidrofilik dapat mendeaturasi empedu dan melarutkan batu. Dalam
penelitian in vitro dengan model bile, kelas fosfolipid dan komposisi rantai
asil fosfolipid memberikan efek mendalam pada kristalisasi kolesterol.
Komposisi fosfolipid bilier manusia diatur dengan ketat, dan hampir
seluruhnya terdiri dari fosfatidilkolin dengan rantai asil tak jenuh, yang
berkontribusi pada kerentanan manusia untuk pembentukan batu empedu.
Meskipun modifikasi fosfolipid empedu terhadap komposisi rantai asil
yang lebih jenuh akan sangat menarik, modifikasi pola hidup seperti diet
untuk mencapai hal ini belum berhasil sejauh ini 23.

Pengosongan kandung empedu postprandial yang terganggu, sering


hadir pada pasien batu empedu kolesterol, dan dapat memperpanjang
waktu empedu di kantong empedu, sehingga memungkinkan lebih banyak
waktu untuk nukleasi kristal kolesterol dari empedu jenuh dan
pertumbuhan / agregasinya akan menjadi batu makroskopik. Penyerapan
kolesterol yang signifikan tampaknya terjadi dari empedu yang mengalami
supersaturasi di kantong empedu. Kelebihan kolesterol kemudian
dimasukkan ke dalam membran plasma sarcolemmal dari sel otot polos
18

kandung empedu, dengan penurunan fluiditas membran, kontraktilitas


terganggu dan relaksasi yang terganggu akibatnya. Data in vitro terbaru
menunjukkan bahwa berkurangnya kontraksi disebabkan oleh
kolesistokinin yang lebih rendah yang mengikat reseptor CCK-1 karena
serapan ekstraksi dari reseptor. Peradangan dinding kandung empedu
mungkin juga penting dalam pembentukan batu empedu. Dinding kandung
empedu terkena garam empedu detergen, kolesterol dan bakteri yang tidak
berenergi, yang semuanya bisa menyebabkan peradangan. Meskipun
motilitas kandung empedu yang terganggu umumnya faktor sekunder
akibat supersaturasi kolesterol biliaris, namun tetap dapat mempermudah
proses pembentukan batu empedu. Motilitas kandung empedu sering
terganggu pada situasi berisiko tinggi untuk pembentukan batu empedu
seperti pada kehamilan, obesitas, diabetes melitus, operasi lambung,
pengobatan dengan oktreotida analog somatostatin, diet rendah kalori dan
nutrisi parenteral total23.

2.1.8 Gejala Klinis Batu Empedu

Batu empedu dibagi menjadi tiga kelompok menurut gejala klinis


nya, yaitu batu empedu asimtomatik, simptomatik dan batu empedu
dengan komplikasi. Kelompok batu empedu asimptomatik dialami pada 60
– 80% penderita batu empedu, dan membuat penegakan diagnosis akan
penyakit ini terlambat21.

Pasien dengan batu simtomatik paling sering hadir dengan episode


berulang dari kuadran kanan-atas atau nyeri epigastrik, mungkin ini terkait
dengan impaksi batu di saluran yang kistik. Penderita mungkin mengalami
rasa sakit yang hebat di sisi kanan atas perut, dan sering disertai mual
muntah, yang terus meningkat selama kurang lebih 30 menit sampai
beberapa jam setelah mengkonsumsi makanan berlemak (17). Seorang
pasien mungkin juga mengalami nyeri yang terlokalisir di antara tulang
belikat atau di bawah daerah bahu kanan (tanda Boas). Seringkali,
serangan terjadi setelah makan makanan berlemak dan hampir selalu
terjadi pada malam hari21.
19

Beberapa pasien dengan batu empedu hadir dengan kolesistitis


akut. Peradangan dinding empedu menyebabkan sakit perut yang parah,
terutama di kuadran kanan atas, disertai mual, muntah, demam, dan
leukositosis. Kondisi ini mungkin akan berhenti sementara tanpa operasi,
namun terkadang terjadi gangren dan perforasi bila tidak di atasi. Pada
kasus yang jarang, batu empedu dapat tersangkut di duktus umum empedu
(choledocholithiasis), terkadang dengan penyumbatan saluran empedu
umum dan gejala kolestasis21.

Obstruksi yang menyebabkan penyakit kuning umumnya


disebabkan oleh batu yang bermigrasi ke duktus empedu umum,yang dapat
disebabkan oleh kompresi saluran hepatik umum dengan batu di leher
kandung empedu atau saluran kistik (sindrom Mirrizi). Infeksi pada
saluran empedu (kolangitis) dapat terjadi bahkan dengan tingkat hambatan
yang agak kecil terhadap aliran empedu. Batu-batu di saluran empedu
umum biasanya menyebabkan nyeri pada epigastrium atau kuadran kanan
atas, namun mungkin tidak menimbulkan rasa sakit. Bagian dari batu
empedu biasa dapat memicu pankreatitis akut, mungkin dikarenakan
menghalangi saluran utama pankreas di mana ia melewati saluran empedu
umum di ampula Vater. Batu empedu dapat dipompa langsung ke
duodenum dari kantong empedu selama periode peradangan yang diam.
Batu ini bisa berdampak pada duodenum yang menyebabkan obstruksi
duodenum (sindroma Bouveret). Batu empedu juga dapat berdampak pada
bagian sempit di usus kecil, yang menyebabkan obstruksi disebut ileus
batu empedu24.
20

Gambar 2.6. Major Factor in cholesterol gallstone formation are


supersaturation of the bile with cholesterol (6)

Penyakit batu empedu memiliki 4 tahapan berikut21:

1. Keadaan Lithogenic, di mana kondisi mendukung pembentukan batu


empedu
2. Batu empedu asimtomatik
3. Batu empedu simtomatik, ditandai dengan episode kolik empedu
4. Komplikasi cholelithiasis.

Karakteristik kolik bilier meliputi21:

 Episode sporadis dan tak terduga


 Nyeri yang dilokalisasi ke epigastrium atau kuadran kanan atas,
kadang-kadang memancar ke ujung scapular kanan
 Nyeri yang terasa setelah makan, sering digambarkan sebagai intens
dan kusam, biasanya berlangsung 1-5 jam, meningkat dengan mantap
selama 10-20 menit, dan kemudian secara bertahap berkurang.
 Nyeri yang konstan, tidak terbebas dari emesis, antasida, buang air
besar, flatus, atau perubahan posisi, dan kadang disertai dengan
diaphoresis, mual, dan muntah
 Gejala nonspesifik (misalnya, gangguan pencernaan, dispepsia,
bersendawa, atau kembung)
21

Pasien dengan keadaan lithogenic atau batu empedu asimtomatik tidak


memiliki temuan abnormal pada pemeriksaan fisik.Membedakan kolik empedu
yang tidak rumit dari kolesistitis akut atau komplikasi lainnya adalah penting.
Temuan utama yang dapat dicatat meliputi21:

 Kolik bilier tanpa komplikasi - Nyeri yang tidak terlokalisir dan


viseral. Pemeriksaan perut pada dasarnya jinak tanpa rebound atau
pengawetan, tidak ada demam
 Kolesistitis akut
 Nyeri lokal pada kuadran kanan atas, biasanya dengan rebound dan
pengawetan. Tanda Murphy positif (nonspesifik). Sering terjadi
demam; Tidak adanya tanda peritoneal; Sering terjadi takikardia dan
diaphoresis. Pada kasus yang parah, suara usus yang tidak ada atau
hipoaktif

Adanya demam, takikardia, hipotensi, atau ikterus yang terus-menerus


memerlukan pencarian komplikasi, yang mungkin meliputi 21:

 Cholecystitis
 Cholangitis
 Pankreatitis
 Penyebab sistemik lainnya

2.1.9 Diagnosis Batu Empedu

Batu empedu didiagnosis dengan riwayat episode berulang dari


kuadran kanan-atas atau nyeri epigastrik, yang mengindikasikan tanda
bilier empedu dan tanda Boas. Demam,dan adanya Murphy sign pada
kuadran kanan atas , dan disertai tanda Ortner.

Tiga metode utama yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit


kandung empedu adalah ultrasonografi (USG), pemindaian nuklir
cholescintigraphy (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI).
Endoscopi Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) merupakan
prosedur enndoskopi yang menggunakan x-rays dan untuk melihat saluran
22

empedu dan juga saluran pankreas25. Saat ini, USG adalah metode yang
paling sering digunakan untuk mendeteksi cholelithiasis dan cholecystitis.
Kadang-kadang batu empedu didiagnosis dengan sinar-X polos. USG
memiliki spesifisitas dan sensitivitas 90-95%, dan dapat mendeteksi batu
setebal 2 mm diameternya. Pemeriksaan ini sangat efektif karena dapat
menunjukkan adanya batu empedu pada saluran empedu, menunjukkan
dilatasi saluran empedu dan mendeteksi penebalan dinding kantong
empedu. CT dan MRI, merupakan satu satunya pencitraan yang dapat
menunjukan batu di dalam kandung empedu24.

Dalam cholescintigraphy, seorang pasien disuntik dengan sejumlah


kecil bahan radioaktif non-berbahaya yang diserap oleh kantong empedu,
yang dirangsang untuk berkontraksi jika suntikan cholecystokinin
intravena diberikan sebagai tambahan. Isotop berteknologi berumur
pendek teknetium-99 m, yang terikat pada salah satu dari beberapa
radioaktif HIDA (asam iminodiacetic acid) atau DISIDA (disopropyl
iminodiacetic acid,) yang diekskresikan ke dalam saluran empedu, dapat
memberikan informasi fungsional tentang kontraksi kandung empedu,
dapat mendeteksi obstruksi total saluran empedu, namun tidak dapat
memberikan informasi anatomis, dan tidak dapat mengidentifikasi batu
empedu. Cholescintigraphy memiliki sensitivitas dan spesifisitas sekitar
95% untuk kolesistitis akut, dalam keadaan nyeri pada kuadran atas atau
sedang terjadinya peradangan20.

2.1.10 Komplikasi Batu Empedu

Kolesititis akut

Kurang lebih 15% pasien dengan batu simtomatik megalami


kolesititis akut. Gejalanya meliputi nyeri perut kanan atas dengan
kombinasi mual, muntah dan panas7. dan seringkali merupakan infeksi
sekunder oleh mikroorganisme usus, terutama spesies Escherichia coli dan
Bacteroides5. Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan pada perut
kanan atas dan sering teraba kandung empedu yang membesar dan tanda
23

tanda peritonitis. Pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan selain


lekositosis kadang kadang juga terdapat kenaikan ringan bilirubin dan faal
hati kemungkinan akibat kompresi lokal pada saluran empedu 7.

Patogenesis kolesititis akut akibat tertutupnya duktus sistikus oleh


batu. Kemudian terjadi hidrops dari kandung empedu. Penambahan
volume kandung empedu dan edema kandung empedu menyebabkan
iskemi dari dinding kandung empedu yang dapat berkembang ke proses
nekrosis dan perforasi. Jadi pada permulaannya terjadi peradangan steril
dan baru pada tahap kemudian terjadi superinfeksi bakteri. Kolesititis akut
juga dapat disebabkan lumpur batu empedu (kolesistitis akalkulus).
Komplikasi lain seperti ikterus, kolangitis, dan pankreatitis juga dapat
terjadi26.

2.1.11 Prognosis Batu Empedu

Kesembuhan dari penyakit batu empedu dengan pengobatan adalah


baik. Angka kematian penyakit ini seringkali terjadi setelah terapi bedah
dan kurang dari 0,1%. Setelah di lakukan pembedahan atau kolesistektomi
pasien akan mengalami rasa nyeri yang persisten ataupun rekurens, atau
disebut juga “post kolesistektomi syndrome”. Namun, apabila telah timbul
komplikasi kolesititis akut, maka angka kesembuhan bisa menjadi dubia
atau malam, bahkan tingkat kematian bisa lebih dari >50%. Kolesititis
tanpa dilakukan operasi bedah meningkatkan kekambuhan sekitar 50%
selama 6 tahun18.

2.1.12 Tatalaksana Batu Empedu

Pengobatan batu empedu sebagian bergantung pada apakah itu


menyebabkan gejala atau tidak. Episode berulang nyeri perut bagian atas
yang berkaitan dengan batu empedu adalah indikasi paling umum untuk
pengobatan batu empedu. Menunda kolesistektomi elektif sampai episode
nyeri berulang terjadi menghasilkan sedikit penurunan harapan hidup20.
24

Kolesistektomi profilaksis untuk batu empedu telah


direkomendasikan pada kelompok tertentu, seperti anak-anak, karena
gejala berkembang pada hampir semua pasien. Ini juga direkomendasikan
pada pasien penyakit sel sabit dengan batu empedu, karena gejala batu
empedu dapat meniru krisis sel sabit, dan kolesistektomi elektif jauh lebih
aman daripada kolesistektomi darurat pada kelompok ini. Kolesistektomi
insidentil untuk batu empedu sering dilakukan bersamaan dengan
pembedahan untuk obesitas yang tidak sehat, mengingat tingginya
kejadian batu empedu simtomatik selama penurunan berat badan yang
cepat. Beberapa ahli bedah merekomendasikan kolesistektomi insidentil
untuk batu empedu pada pasien yang menjalani operasi perut lainnya20.

Kolesistektomi profilaksis juga dianjurkan pada kelompok berisiko


tinggi tertentu untuk mencegah kanker kandung empedu. Pasien pada
populasi umum dengan batu atau batu yang sudah berlangsung lebih dari 3
cm dan pasien dengan dinding kandung empedu yang kalsifikasi, atau
kantung empedu "porselen"20.

Kolesistektomi profilaksis direkomendasikan untuk pasien diabetes


dengan batu empedu karena peningkatan risiko kolesistitis akut dan
peningkatan mortalitas dengan kolesistektomi darurat. Studi terbaru
menunjukkan bahwa pasien diabetes telah meningkatkan risiko operasi
dengan operasi kantung empedu dan selektif darurat terkait dengan risiko
penyakit kardiovaskular dan kondisi lain yang berdampingan daripada
diabetes melitus itu sendiri. Sebagian besar pihak berwenang tidak
merekomendasikan kolesistektomi pada pasien diabetes tanpa gejala batu
empedu20.

Kolesistektomi terbuka sebelumnya adalah standar pengobatan


emas untuk batu empedu, sampai munculnya kolesistektomi laparoskopi.
Kolesistektomi terbuka pada individu sehat berisiko tinggi memerlukan
rawat inap di rumah sakit selama beberapa hari. Kelemahan terbesar untuk
kolesistektomi terbuka adalah menimbulkan rasa sakit yang lama dan juga
jejas pasca operasi. Kolesistektomi laparoskopi telah banyak digunakan
25

sejak pertama kali dilakukan pada tahun 1988 dengan tingkat komplikasi
mungkin setidaknya sama baiknya dengan prosedur terbuka. Namun
seorang pasien yang telah menjalani operasi perut beberapa kali mungkin
bukan kandidat yang cocok untuk kolesistektomi laparoskopi karena
adhesi yang luas di sekitar kantong empedu. Seorang pasien yang secara
medis terlalu tidak stabil untuk menjalani kolesistektomi terbuka juga
bukan kandidat yang baik untuk kolesistektomi laparoskopi. Evaluasi dan
penanganan dugaan batu di saluran empedu umum dapat dilakukan dengan
kolangiopagreatografi retrograd endoskopik sebelum kolesistektomi
laparoskopi. Jika batu empedu-empedu secara tak terduga ditemukan
dengan kolangiografi selama kolesistektomi laparoskopi, diperlukan
eksplorasi terbuka dari saluran empedu yang umum20.

Prosedur laparoskopi membutuhkan waktu operasi lebih banyak


daripada prosedur terbuka, tapi biasanya hanya satu malam di rumah sakit
pasca operasi. Nyeri pasca operasi sangat berkurang, dan pasien biasanya
dapat kembali bekerja lebih awal, yaitu dalam satu sampai 2 minggu,
dibandingkan dengan 4-6 minggu setelah kolesistektomi terbuka20.

Upaya untuk menggunakan garam empedu oral untuk melarutkan


batu empedu dimulai lebih dari 30 tahun yang lalu karena mereka yang
menolak atau berisiko buruk dalam operasi. Asam biroodeolikamat
(chenodiol) dan asam ursodeoksikolat (ursodiol) diketahui melarutkan
batu empedu, namun chenodiol menyebabkan diare dan kadar
aminotransferase menjadi abnormal, sedangkan ursodiol tidak. Terapi
dengan garam empedu sangat sesuai untuk sebagian kecil pasien dengan
batu empedu kolesterol simtomatik. Hal ini tidak sesuai untuk pasien
dengan kolesistitis akut atau batu di saluran empedu umum, yang
memerlukan tindakan segera. Pemilihan untuk pengobatan dengan garam
empedu harus memiliki saluran sistik paten dan batu empedu kolesterol
yang tidak terkalsifikasi. Batu empedu sering kambuh setelah pemberian
garam empedu oral dihentikan20.
26

2.2 Obesitas

2.2.1 Definisi Obesitas

Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu


makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor
biologik dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor
biologik spesifik27. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu
keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di
jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Batas kegemukan
umumnya adalah 20% melebihi standar normal. Obesitas terjadi jika,
selama periode waktu tertentu, jumlah kalori yang masuk melalui makanan
lebih banyak daripada yang digunakan untuk menunjang kebutuhan energi
tubuh, dan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai trigliserida di
jaringan lemak16.

2.2.2 Klasifikasi Obesitas

Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai


pengukur pengganti dipakai body mass index (BMI) atau indeks masa
tubuh (IMT) untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang
dewasa. Saat ini IMT merupakan indikator yang paling bermanfaat untuk
menentukan berat badan lebh atau obes. Orang yang lebih besar-tinggi dan
gemuk, akan lebih berat dari orang yang lebih kecil28.

Karena IMT menggunakan ukuran tinggi badan, maka


pengukurannya harus dilakukan dengan teliti. IMT dapat memberikan
kesan yang umum mengenai derajat kegemukan (kelebihan jumlah lemak)
pada populasi, terutama pada kelmpok usia lanjut dan pada atlit dengan
banyak otot. IMT dapat memberikan gambaran yang tidak sesuai
mengenai keadaan obesitas karena variasi lean body mass.

Rumus menghitung IMT/BMI


27

Tabel 2.2. Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT
danlingkar perut menurut kriteria Asia Pasifik7

Risiko ko Morbiditas
Klasifikasi IMT (kg/m2) Lingkar perut
<90cm (laki-laki) >90cm (laki-laki)
<80cm (perempuan) >80cm (perempuan)
Berat badan <18,5 Rendah (risiko Sedang
kurang meningkat pada
masalah klinis
Kisaran normal 18,5 – 22,9 Sedang Meningkat
Berisiko 23,0 – 24,9 Meningkat Moderat
Obes I 25,0 – 29,9 Moderat Berat
Obes II >30,0 Berat Sangat berat

2.2.3 Epidemiologi Obesitas

Pada tahun 1995, diperkirakan ada 200 juta orang dewasa obesitas
di seluruh dunia. Pada tahun 2000, jumlah orang dewasa obesitas
meningkat menjadi lebih dari 300 juta.. Di negara-negara berkembang,
diperkirakan lebih dari 115 juta orang menderita masalah terkait
obesitas28. Pada bulan November 2004, database telah mengumpulkan data
yang mencakup 86% populasi orang dewasa di seluruh dunia. Dan
didapatkan pada tahun 2005, sekitar 1,6 miliar orang diseluruh dunia
memiliki kelebihan berat badan dengan 400 juta orang dewasa obesitas 29.
Di Amerika, obesitas merupakan suatu masalah yang diakui, angka
kejadian obesitas terakhir sekitar 34% orang dewasa dan 15-20% anak
anak dan remaja30. Epidemi obesitas saat ini telah dilaporkan di beberapa
wilayah di seluruh dunia. Tingkat obesitas tertinggi telah dilaporkan di
kepulauan pasifik dan tingkat terendah telah terlihat di Asia. Angka di
Eropa dan Amerika Utara umumnya tinggi, sementara kejadian di Afrika
dan negara-negara Timur Tengah bervariasi. Pada bulan November 2004,
database telah mengumpulkan data yang mencakup sekitar 86% populasi
28

orang dewasa di seluruh dunia. 1,6 miliar orang di dunia memiliki berat
badan yang berlebih dan 400 juta merupakan orang dewasa dengan
29
obesitas

Urbanisasi dan perubahan status ekonomi yang teradi di negara-


negara yang sedang berkembang berdampak pada peningkatan prevalensi
khusus nya pada kota kota besar. Prevalensi nasional pada obesitas tipe
pear shaped (usia >15 tahun) di Indonesia sebesar 19,1% (8,8%
overweight dan 10,3% obesitas) dan prevalensi obesitas tipe apple shaped
sebesar 26,6%, lebih tinggi dari prevalensi pada tahun 2007 (18,8%).
Kelompok dengan karakteristik obesitas tipe apple shaped tertinggi di
Indonesia berada dalam rentang umur 40-54 tahun sebanyak 27,4%.
Penelitian epidemiologi yang di lakukan di daerah sub urban di daerah
kota Jakarta Utara, pada tahun 1982, mendapatkan prevalensi obesitas
sebesar 4,2% di daerah Kayu Putih, Jakarta pusat. Sepuluh tahun
kemudian, yaitu pada tahun 1992, prevalensi obesitas sudah mencapai
17,1%, dimana ditemukan prevalensi obesitas pada laki-laki dan
perempuan masing masing 10,9% dan 24,4%. Pada penelitian
epidemiologi di daerah Abadijaya, Depok pada tahun 2001 didapatkan
48,6%, pada tahun 2002 didapat 45% dan 2003 didapat 44% orang dengan
berat badan lebih dan obesitas7

2.2.4 Patofisiologi dan Komplikasi Obesitas

a. Fungsi Adipokin

Adiposit, yang terdiri lebih dari satu miliar sel, tidak hanya
menyimpan triasilgliserol di depot lemak di berbagai tempat tubuh untuk
menyediakan cadangan energi, namun secara keseluruhan merupakan
jaringan endokrin terbesar yang terus berkomunikasi dengan jaringan lain
oleh sekretagog yang dikeluarkan oleh adiposit, seperti proteohormon
lectin, adiponektin, dan visfatin. Insulin dan proteohormon membantu
mengatur massa lemak tubuh. Kelompok gen lainnya yang berkontribusi
terhadap adipokin adiposit meliputi sitokin, faktor pertumbuhan, dan
29

protein komplementer. Tumor nekrosis faktor (TNF) -a, interleukin (IL) -


1, dan IL-6 yang menyebabkan steatonekrosis lokal, namun juga
didistribusikan oleh sistem vaskular dan menyebabkan peradangan di
tempat lain. Kandungan lemak yang ditingkatkan pada otot menjadi sangat
signifikan pada obesitas berat sehingga pencitraan resonansi magnetik
seluruh tubuh menunjukkan kumulatif 31.

Depot lemak di lokasi otot yang serupa dengan jaringan adiposa


viseral total. Lemak perifer pada bagian pinggul tampaknya berhubungan
dengan fungsi endokrin, karena lemak ini banyak digunakan sebagai
cadangan energi jangka-panjang. Depot lemak viscial melepaskan
adipokin inflamasi., yang bersamaan dengan asam lemak bebas, ini
memberikan dasar patofisiologis untuk kondisi komorbid yang terkait
dengan obesitas seperti resistensi insulin dan diabetes mellitus. Adipokin
viseral akan diangkut oleh sistem vaskular portal ke hati, meningkatkan
steatohepatitis nonalkohol (NASH), dan juga oleh sirkulasi sistemik ke
berbagai bagian lainnya. Seiring dengan lipotoksisitas asam lemak,
adipokin viseral juga berkontribusi terhadap peradangan inflamasi
adipokine yang menyebabkan disfungsi sel beta pankreas, yang
menyebabkan mengurangi sintesis dan sekresi insulin31.

b. Peran Adipokin Spesifik

Dislipidemia, hipertensi, dan aterogenesis adalah kondisi


komorbiditas, di samping resistensi insulin, yang terkait dengan obesitas
dan sangat dipengaruhi oleh sekresi adipokin inflamasi yang beragam,
terutama dari jaringan adipose putih (WAT) di depot lemak visceral.
Adenokin spesifik meningkatkan endotel pada vasomotor dengan
mengeluarkan renin, angiotensinogen, dan angiotensin II, yang serupa
dengan sistem renin-angiotensin ginjal (RAS), tetapi bila disekresikan dari
adiposit dapat meningkatkan hipertensi pada pasien obesitas. Sekresi TNF-
α meningkat sebanding dengan peningkatan total massa lemak tubuh dan
meningkatkan peradangan pada hati berlemak dan depot lemak di tempat
lain, terutama di pankreas, mesenterium, dan situs visceral usus. Tanda
30

inflamasi yang meningkat pada obesitas umumnya berkontribusi pada


kondisi inflamasi seperti NASH dan di bronkus pasien dengan apnea
obstruktif. Penanda ini tidak hanya mencakup TNF-α dan IL-6, tetapi juga
reaktan fase imun seperti protein C-reaktif, glikoprotein asam α1, dan
antigen amiloid spesifik, terutama pada hati berlemak31.

Reaktan fase-akut adalah penanda peradangan penting yang juga


diregulasi dalam keadaan tahan insulin yang terkait dengan diabetes.
Adiposit juga merangsang makrofag terkait lemak yang juga
mengeluarkan protein kemoattractant monosit (MCP-1), faktor
penghambat migrasi makrofag (MMIF), dan resistin, yang semuanya
mengurangi sensitivitas insulin yaitu meningkatkan resistensi insulin.
Makrofag ini berkontribusi pada keadaan inflamasi yang disempurnakan
dan sebagai stimulator imun, meningkatkan kumpulan kinase protein
mitogenaktivasi (C-Jun N-terminal kinase, penghambat faktor inti kappa
beta Kinase b (NF-KB), dan phosphatidylinositol 3-kinase), menginduksi
faktor transkripsi NF-KB yang memungkinkan defosforilasi protein
docking IRS-1 dan -2, yang dapat menghambat transport glukogen
GLUT4, yang mengakibatkan resistensi insulin31.

Gambar 2.7 . Peran lopotoxic dan inflamasi pada obesitas(29)


31

c. Anti-inflamasi secretagogues

Untuk mengatasi pembekuan dari efek nflamasi yang merugikan , sel


adiposa juga mengeluarkan hormon anti-inflamasi, seperti adiponektin,
visfatin, dan protein penguat asilasi yang berhubungan dengan pelengkap,
yang memberikan efek menguntungkan yang dapat menghambat adipokin
inflamasi. Dengan cara ini, hormon pelindung dan protein pelengkap
menjadi anti-inflamasi dan anti ateroskogenik dalam tindakan, karena
secara bersamaan meningkatkan sensitivitas insulin dan memperbaiki
disfungsi endotel vaskular. Efek ini paling jelas ketika adipokin anti-
inflamasi ini menjadi kurang, seperti pada saat tingkat adiponektin
menurun seiring dengan meningkatnya obesitas. Kemungkinan defisiensi
reseptor adiponektin, adipokin inflamasi, serta asam lemak berlebih,
semuanya berkontribusi terhadap resistensi insulin dan komorbiditas
lainnya. Menariknya, leptin dapat bertindak baik sebagai secretagogue
anti-inflamasi dan pro-inflamasi, karena meningkatkan sensitivitas insulin
untuk pengambilan glukosa dalam otot namun mendorong inflamasi dan
angiogenesis pada tempat lain31.

2.2.5 Strategi penurunan dan pemeliharaan Berat Badan

a. Terapi diet

Pada program manajemen berat badan, terapi diet direncanakan


berdasarkan individu. Terapi diet harus dimasukkan ke dalam status pasien
overweight. Hal ini bertujuan untuk membuat defisit 500 hingga 1000
kcal/hari, sebaiknya kebutuhan energi basal pasien diukur terlebih dahulu.
Pengukuran kebutuhan energi dapat menggunakan rumus dari Harris-
Benedict7 :

Laki laki  B.E.E = 66,5+(13,75 x kg) + (5,003 x cm) – (6,775 x age)

Wanita  B.E.E = 655.1 + (9.563) + (1850 x cm) – (4.676 x age)


32

b. Aktivitas fisik

Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari


program penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang lama sangat
membantu pada pencegahan peningkatan berat badan. Pasien dapat
memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka
waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45
menit dengan jangka waktu kali seminggu. Dengan regimen ini,
pengeluaran energi tambahan sebanyak 100 sampai 200 kalori per hari
dapat dicapai7.

c. Terapi perilaku

Stategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap


kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen stress, stimulus kontrol,
pemecahan masalah, contigency management, cognitive estructuring dan
dukungan sosial 7.

d. Farmakoterapi

Sibutramine dan Orlisat merupakan obat obatan penurun berat


badan yang telah disetujui oleh FDA di Amerika Serikat. Sibutramine
ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif menurunkan
berat badan dan mempertahanannya. Sibutramine sebaiknya tidak
diberikan pada pasien riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner gagal
jantung kongestif, aritmia atau riwayat strok.

Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30%. Dengan


pemberian orlistat, dibutuhkan pengantian vitamin larut lemak karena
terjadi malabsorpsi parsial7.

e. Terapi bedah

Terapi ini hanya diberikan kepada pasien obesitas berat secara


klinis dengan BMI >40 atau >35 dengan kondisi kormobid. Terapi bedah
33

ini harus dilakukan sebagai alternatif terakhir untuk pasien yang gagal
dengan farmakoterapi dan menderita komplikasi obesitas ekstrem7.

2.3 Hubungan Obesitas dan Batu empedu

Penyakit batu empedu kolesterol juga terkait dengan obesitas,


terutama pada wanita dengan berat badan berlebih pada usia subur. Selama
puasa, ada peningkatan mobilisasi kolesterol dari depot lemak, yang
melewati hati ke saluran empedu. Hal ini memungkinkan peningkatan
sekresi kolesterol biliaris dan supersaturasi empedu di kantong empedu,
dan mendorong pembentukan batu empedu. Batu empedu semacam itu
memunculkan keadaan inflamasi lokal, yang ketika kronis menjadi faktor
risiko kanker kandung empedu

Pada individu dengan obesitas dan mengkonsumsi makanan tinggi


kalori, dapat membuat terganggunya pengosongan kandung empedu. Yang
membuat motilitas kandung empedu terhambat, sehingga empedu yang
disimpan di kandung empedu, pada normalnya dialirkan ke usus, namun
dikarenakan motilitas tersebut terganggu sehingga terjadi pengendapan.
Dimana pada orang obesitas, kadar kolesterol meningkat yang dapat
mendukung terbentuknya batu empedu dikarenakan oleh supersaturasi dan
motilitas yang buruk pada kandung empedu. Obesitas akan meningkatkan
risiko batu empedu kolesterol dengan meningkatnya sekresi kolesterol
empedu, sebagai hasil peningkatan aktivitas reduktase koenzim A-2-
hidroksi-3-mthilglutaryl (HMGCoA)32.

Pada sebuah survey di Amerika dan Meksiko, menyelidiki kejadian


penyakit kandung empedu dengan penilaian distribusi lemak yang
menggunakan pengukuran ketebalan lipatan kulit, menunjukan adanya
peningkatan risiko batu empedu dengan endapan lemak utama (pada
perut). Patogenesis batu empedu dapat dikolerasikan dengan pola
distribusi lemak pada regio tertentu, pola ini menjadi indikator gangguan
metabolisme yang mungkin terjadi. Peningkatan kerja hepar terhadap
akumulasi lemak pada individu yang obesitas juga merupakan penyebab
34

terbentuknya batu empedu. Empedu pada individu obesitas biasanya


bagaikan lumpur dari pada cairan. Hal tersebut membuat tingginya
terbentuk batu kandung empedu8,12.

Beberapa teori mengatakan, penyebaran lemak viceral lebih


bepengaruh dalam pembentukan batu empedu. Sebab, lemak viseral
memiliki akses hepatik langsung melalui sistem vena porta, sehingga
memberikan asam yang tidak teresterifikasi ke hati. Selain itu, lemak
viseral akan melepaskan beberapa zat vasoaktif langsung ke sistem vena
porta, yang akan memicu respon pro-inflamasi melalui aktivasi makrofag
dan pelepasan sitokin inflamasi seperti TNF-α dan IL-6. Sitokin ini
memiliki efek penghambatan pada ekspresi adiponektin. Adiponektin yang
dilepaskan dari adiposit meningkatkan sensitivitas insulin dan meng-
oksidasi asam lemak, sehingga memiliki efek anti-diabetes dan anti-
atrogenik. Akibatnya, proses ini menghasilkan resistensi insulin dan
manifestasi berupa sindrom metabolik. Hiperinsulinemia dikaitkan dengan
penyakit batu empedu melalui pelepasan kolesterol yang berlebihan dari
hati dan efek penghambatan pada motilitas kandung empedu 22.

2.4 Batu empedu dan jenis kelamin

Kadar hormon estrogen yang meningkat, akibat kehamilan atau


terapi hormon, atau penggunaan kombinasi hormon kontrasepsi kombinasi
(estrogen-mengandung), dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam
empedu dan juga dapat mengurangi gerakan kandung empedu, dan
menghasilkan pembentukan batu empedu(38)

Pada suatu penelitian, di dapatkan penderita batu empedu tertinggi


pada negara Amerika serikat bagian utara. Dari data yang dilaporkan,
64,1% penderita bejenis kelamin wanita, dan 29,5% adalah pria 1
35

Gambar 2.8. Prevalensi baru empedu pada wanita berdasarkan survei pemeriksaan
USG 1

2.5 Batu empedu dan Usia

Saturasi kolesterol biliary meningkat seiring bertambahnya usia,


akibat penurunan aktivitas kolesterol 7α hydroxylase yang merupakan
enzim pembatas laju sintesis asam empedu. Proporsi asam deoxycholic
dalam empedu meningkat seiring bertambahnya usia dengan peningkatan
7α dehydroxylation dari asam empedu primer oleh bakteri usus1.

Tabel 2.3 Batu empedu dengan faktor resiko jenis kelamin, usia dan status
pernikahan

Variable No. (%) Screened Gallstone No. OR (95% CI)


(%)
Gender
Male 756 (52.3) 11 (1.4) 1.00
Female 726 (47.7) 29 (4.0) 2.97 (1.47 – 5.99)
Age
30-44 years 685 (45) 9 (1.3) 1.00
Over 45 years 837 (55) 31 (3.7) 2.89 (1.37 – 6.11)
36

2.6 Pandangan dokter muslim pada penelitian

Dalam Islam, semua tentang kehidupan makhluk di dunia maupun


di akhirat telah diatur. Petunjuk bagi seluruh makhluk tertulis dalam Al –
Qur‟an dan juga hadis hadis yang merupakan perkataan langsung dari
tuhan semesesta alam yang diwahyukan kepada kekasihnya. Tak luput
pula tentang kesehatan. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu „anhu , beliau
berkata :

َُ ْ‫صهَّى للاَِ َرسُو‬


َ‫ل قَا َل‬ َ َِ‫ َو َسهَّ ََى َعهَ ٍْه‬: ٍَُ‫ـويَ اَ ْنـ ًُ ْؤ ِي‬
ََ ُ‫للا‬ ِ ‫للاِ إِنَـى َوأَ َحةَ َخـٍْزَ ا ْن َق‬ َ ٍََ‫ٍ ِي‬ َِ ‫ ا ْنـ ًُ ْؤ ِي‬،‫ْف‬
ِ ٍ‫ض ِع‬ َّ ‫ان‬
َْ ِ‫ َخـٍْـزَ ُكـمَ َوف‬، َْ‫ـزص‬
ً‫ـ‬ ِ ْ‫ٍ ٌَـ ُْـفَـعُـكََ َيا عَـهَـى اِح‬ َْ ‫ل ِتاللَِ َوا ْستَ ِع‬ َْ ‫ تَـ ْع َج‬، ٌ
َ َ ‫ـز َو‬ َْ ِ‫ك َوإ‬ َ َ‫ـًءَ أ‬
ََ َ‫صات‬ ْ ‫ـل َش‬َ َ َ‫تَقُمَْ ف‬:
َْ ّ ‫ت أََِـ‬
َْ‫ً نَو‬ َُ ‫ َو َكـ َذا َك َذا َكاٌََ فَ َع ْه‬، ٍ َُ ‫م تَـ ْفـتَـ‬
َْ ‫قُمَْ َونَـ ِك‬: ‫ َشا ََء َو َيا للاَِ قَـ َد َُر‬،‫ح نَوَْ فَئ ِ ٌََّ فَ َع َم‬ َِ ‫ان َّش ٍْطَا‬
ََ ًَ ‫ٌ َع‬

“Rasûlullâh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, Mukmin yang


kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin
yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah
untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah
pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-
kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah
engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini
dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh
berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan
membuka (pintu) perbuatan syaitan.”

Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2664). Dishahihkan oleh
Syaikh al-Bani rahimahullah dalam Hidâyatur Ruwât ila Takhrîji Ahâdîtsil
Mashâbîh wal Misykât (no. 5228)33
37

Pola makan merupakan faktor terpenting yang dapat menyebabkan


masalah kesehatan, karena perut merupakan sumber utama dari penyakit,
oleh karenanya penting bagi kita untuk dapat mengatur porsi makan dan
gizi seimbang agar tubuh tetap sehat dan kuat sehingga kita dapat
melaksanakan aktivitas kehidupan dengan baik. Seperti hadist di bawah
ini :

َ‫بَ تٍََْ ا ْن ًِ ْقدَا َو‬َ ‫ل عُه للا رضً َي ْع ِدٌ َك ِز‬ َُ ‫ْت ٌَقُو‬
َُ ‫ل َس ًِع‬ ََ ‫للاِ َرسُو‬ ََّ -‫وسهى عهٍه للا صهى‬- ‫ل‬ َُ ‫لَ َيا« ٌَقُو‬ َ ‫َي‬
َ‫ٍ َش ّزا ِوعَاءَ آ َد ِيى‬ َْ ‫طٍَ ِي‬ ْ ‫ص ْهثَ َه ُ ٌُ ِق ًٍََْ نُقَ ٍْ ًَاتَ اَ َد ِيىَ َحسْةَُ َت‬
ُ ٌ َِ َ‫ى َغهَث‬
َْ ِ ‫ت فَئ‬ َِ ‫ِنهطَّ َع‬
ََّ ‫او فَثُهُثَ ََ ْف ُس َه ُ اَ َد ِي‬
َ‫ب َوثُهُث‬ َِ ‫س َوثُهُثَ ِنه َّش َزا‬ َِ َ‫» ِنهَُّف‬. ٍ‫ياجه ات‬

“Al Miqdam bin Ma‟dikarib radhiyallahu „anhu berkata: “Aku


telah mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda:
“Tidaklah seorang manusia mengisi sebuah tempat yang lebih buruk
daripada perut, cukuplah bagi seorang manusia beberapa suapan yang
menegakkan punggungngya, dan jika hawa nafsunya mengalahkan
manusia, maka 1/3 untuk makan dan 1/3 untuk minum dan 1/3 untuk
bernafas.” HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam
kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, no. 226534
InsyaAllah, dengan mengikuti sunnah Nabi SAW, akan terhindar
dari penyakit penyakit yang dapat mengganggu aktivitas kita dan hidup
akan terasa nyaman dan tenang serta dilindungi oleh sang maha pencipta.
38

2.7 Kerangka Teori

2.8 Kerangka Konsep

Batu Empedu

Jenis kelamin Obesitas Usia


39

2.9 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara pengukuran Skala


1 Batu partikel keras yang Rekam Data dari rekam medis Nominal
Empedu berkembang di Medis mulai dari anamnesis, (Ya, atau
dalam kandung atau pemeriksaan fisik, dan tidak)
saluran empedu juga dari hasil
radiologi USG
Abdominal
2 Obesitas kondisi medis yang Rekam Berdasarkan Nominal
merupakan Medis pemeriksaan fisik (under-
kelebihan komposisi antropometri berupa weigt,
lemak dalam tubuh Berat badan dan tinggi normo –
yang terakumulasi badan yang kemudian weight, obes
sedemikian rupa di hitung IMT nya 1, obes 2 )
sehingga dapat Normal : 18,5 – 22,9
menimbulkan Overweight : 23 24,9
dampak yang Obesitas 1 : 25 – 29,9
merugikan bagi Obesitas II : >30
kesehatan tubuh
3 Jenis Karakteristik Rekam Laki laki dan Ordinal
Medis
Kelamin reproduksi yang Perempuan (laki-laki,
membedakan perempuan)
manusia dalam
psikologi, anatomik,
maupun peran dalam
kehidupan
40

4 Usia Satuan waktu untuk Rekam Berdasarkan sebaran Nominal


mengukur lamanya Medis populasi menurut (kategori
seseorang ditinjau WHO, usia di bagi 1,2,3,4,5,6,
dari segi kronologik, dalam setiap 5 tahun : 7,8,9,10
dengan derajat 15 – 19 dan 11)
perkembangan 20 – 24
anatomis dan 25 – 29
fisiologik yang 30 – 34
sesuai 35 – 39
40 – 44
45 – 49
50 – 54
55 – 59
60 – 64
65 – 69
Etc.
41

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik dengan pendekatan
cross-sectional untuk mengetahui proporsi status gizi obesitas pada penderita batu
empedu di RSUP Fatmawati tahun 2015 -2016
3.2 Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2017.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Target
Pasien yang didiagnosis batu empedu di RSUP Fatmawati tahun 2015
- 2016
3.3.2 Populasi Terjangkau
Pasien yang didiagnosis penderita batu empedu RSUP Fatmawati,
yang disertai status gizi obesitas dari tahun 2015 – 2016 berdasarkan
pemeriksaan fisik berupa antopometri yaitu BB, TB dan penghitungan IMT.
3.3.3 Besar Sampel
Berdasarkan perhitungan sampel dengan rumus dibawah ini

Keterangan :
n = Jumlah sampel
Zα = nilai Z pada derajat kemaknaan
P = prevalensi obesitas pada batu empedu di Iran tahun 2011
Q = 1-P
D = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan
42

3.3.4 Cara pengambilan sampel


Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling.
Peneliti mengambil data rekam medis pasien batu empedu yang di sediakan
pihak RSUP Fatmawati sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak
sampel yang dibutuhkan.
3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi
3.4.1 Inklusi
1. Pasien dewasa dengan usia 18 – 65 tahun yang menderita batu
empedu dengan atau tanpa komplikasi
2. Pasien batu empedu yang menjalani rawat jalan ataupun rawat inap
3.4.2 Eksklusi
1. Pasien batu empedu dengan dislipidemia pada data laboratorium
RSUP Fatmawati
2. Pasien batu empedu dengan riwayat diabetes milletus di RSUP
Fatmawati

3.5 Cara kerja penelitian


1. Melakukan persiapan penelitian (menentukan dosen pembimbing,
menentukan judul, proposal, dll) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta
2. Melakukan survey tempat penelitian di RSUP Fatmawati
3. Mengurus perizinan penelitian di RSUP Fatmawati
4. Melakukan pengolahan data penelitian dengan menggunakan SPSS 2.4
5. Menampilkan hasil dari pengolahan data dalam diagram


43

3.6 Analisis Data


Data dalam penelitian ini di gambarkan dengan metode deskiriptif
kategorik menggunakan aplikasi SPSS 2.4 dengan melihat data rekam medik dari
RSUD Fatmawati pasien batu empedu dengan obesitas.

3.7 Alur Penelitian

Populasi target : pasien yang


didiagnosis batu empedu di
RSUP Fatmawati tahun 2015
-2016
Consecutive sampling dengan
memperhatikan kriteria inklusi
dan eksklusi

SAMPEL

Berat badan Tinggi badan Jenis kelamin Usia

18 – 65 tahun
Indeks Masa Tubuh (IMT)

Status gizi

Overweight Obesitas
44

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi sampel

Selama periode penelitian, peneliti mengambil populasi penderita batu


empedu yang berobat di RSUP Fatmawati pada tahun 2015 – 2016. Peneliti
mengambil sampel pasien dewasa usia 18 tahun hingga 65 tahun dengan
komplikasi ataupun tidak dan dilakukan secara consecutive sampling. Dari jumlah
pasien batu empedu yang berobat di RSUP Fatmawati, disediakan 200 data
rekam medis pasien dengan batu empedu. Setelah melakukan seleksi data sesuai
dengan kriteria eksklusi yaitu penderita yang juga memiliki penyakit DM dan
dislipidemia dan juga yang memiliki variabel yang memenuhi, maka jumlah
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah berjumlah 93 sampel

4.1.1 Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1 merupakan distribusi sampel menurut jenis kelaminnya, didapat


bahwa dari 93 data sampel, frekuensi laki laki sebanyak 25 pasien (26,9%) dan
perempuan sebanyak 68 pasien (73,1%). Hal ini menyimpulkan bahwa penderita
batu empedu di RSUP Fatmawati pada tahun 2015 – 2016 dua pertiganya berjenis
kelamin perempuan. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian di kota Iran
tahun 2015,yang menunjukan frekuensi perempuan sebesar 72,5% dan laki laki
27,5%. Dan juga penelitian Bikha Ram di Pakistan tahun 2010 dan juga penelitian
di India pada tahun 2014 yang menyebutkan frekuensi perempuan pada pasien
batu empedu adalah sekitar 67% Bila ditelaah, perempuan memiliki faktor
tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu empedu, yaitu faktor hormonal.
Dimana perempuan memiliki hormon esterogen dalam tubuhnya. Hormon
esterogen ini dapat berperan dalam pembentukan kolesterol dalam kandung
empedu. Peningkatan kolesterol tersebut, dalam kurun waktu yang lama dapat
menyebabkan endapan pada kandung embedu, dan terbentuklah batu empedu.
Pernyataan tersebut diperkuat juga dalam sebuah penelitian di India yang
menyebutkan 65,38% pasien batu empedu berjenis kelamin perempuan.
45

Tabel 4.1 Distribusi Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Proporsi (%)


Laki – laki 25 26,9
Perempuan 68 73,1
Total Sampel 93 100

4.1.2 Berdasarkan Usia

Dapat dilihat dari tabel 4.3, sampel pasien batu empedu di RSUP
Fatmawati tahun 2015 – 2016, memiiki sebaran usia yang beragam. Setelah
dilakukan pengelempokan menggunakan standar sebaran usia menurut WHO,
didapati usia terbanyak pada sebaran 45 – 49 tahun sebesar 21,5% ,usia 40 – 44
tahun sebesar 15,1% dan usia 60 – 64 tahun 14%. Berdasarkan teori akan faktor
resiko batu empedu adalah individu dengan usia di atas 40 tahun akan lebih
beresiko terbentuknya batu empedu, pada penelitian ini frekuensi usia diatas 40
tahun sebesar 74,2%, dibandingkan dengan frekuensi usia di bawah 40 tahun yaitu
25,8%. Pada penelitian di kota Iran tahun 2015, dari 40 pasien dengan batu
empedu, di dapati pasien berusia diatas 45 tahun sebesar 77,5%. Hal ini
disebabkan, semakin bertambahnya usia, saturasi kolesterol pada empedu terus
meningkat karena menurunnya fungsi enzim 7α hidroxylase yang berperan dalam
pembatas laju sintesis asam empedu

Pada tabel 4.5,rerata usia pasien batu empedu di RSUP Fatmawati pada
tahun 2015 -2016, untuk laki laki adalah 45,28 tahun dan perempuan adalah 47,5.
Hasil ini berkolerasi dengan teori, bahwa pada usia diatas 40 tahun akan
meningkatkan kejadian pembentukan batu empedu. Hal ini juga didapati pada
penelitian di India pada tahun 2014, dengan rerata 59,76 tahun pada perempuan
dan 62,19 tahun pada laki laki.
46

Tabel 4.3 Distribusi berdasarkan usia

Usia Frekuensi Proporsi (%)


15 – 19 1 1,1
20 – 24 3 3,2
25 – 29 2 2,2
30 – 34 5 5,4
35 – 39 13 14,0
40 – 44 14 15,1
45 – 49 20 21,5
50 – 54 8 8,6
55 – 59 11 11,8
60 – 64 13 14
65 – 69 3 3,2
Total 93 100

4.2 Proporsi Pasien Batu Empedu dengan Status Gizi

Berdasarkan dari tabel 4.4, status gizi terbanyak pada penderita batu
empedu di RSUP Fatmwati pada tahun 2015 – 2016 adalah obesitas 1 (25-29,9
kg/m2) 31,2%. . Bila dilihat, pasien batu empedu dalam status gizi terbanyak pada
obesitas tipe I. Bila dileburkan antara kategori obesitas tipe I dan II maka
didapatkan hasil pasien batu empedu dengan status gizi obesitas sebesar 47,3%.
Jumlah ini tidak terpaut jauh dari hasil penelitian di suatu kota Iran, yang
menunjukkan angka kejadian batu empedu terhadap obesitas sebanyak 59,2%.
Pada individu dengan obesitas, akan membuat sekresi kolesterol intra hepatik
meningkat. Peningkatan sekresi tersebut mendukung dalam pembentukan batu
empedu. Selain itu, penyebaran lemak tubuh dapat mempengaruhi pembentukan
batu empedu. Penyebaran lemak ini terdiri dua jenis, yaitu viseral dan juga
subkutan. Dalam penyebaran masing masing tersebut memiliki perbedaan dalam
fungsi fisiologi.
47

Tabel 4.4 Distribusi berdasarkan Status gizi

Status Gizi Frekuensi Proporsi


Under weight 8 8,6
Normo weight 17 18,3
Overweight 24 25,8
Obesitas 1 29 31,2
Obesitas 2 15 16,1
Total sampel 93 100

Pada tabel 4.5, dapat dilihat jenis kelamin laki laki sebesar 23%
overweight, 34,6% obesitas I, dan 11,5% obesitas II. Dan perempuan, didapati
overweight sebesar 26,8% obesitas tipe I 29,8%, dan obesitas tipe II sebanyak
17,9%. Obesitas tipe I memiliki proporsi yang paling banyak pada kedua jenis
kelamin. Akumulasi lemak pada jaringan adiposa tersebut akan meningkatkan
sekresi kolesterol biliaris dan supersaturasi empedu di kantong empedu, dan
mendorong pembentukan batu empedu. Untuk rerata IMT, masing masing pada
keduanya mendapat hasil, yaitu ±25,17kg/m 2 untuk laki laki dan ±25,8kg/m2
untuk perempuan. Pada penelitian di India tahun 2014, rerata IMT dengan jenis
kelamin tidak bermakna pada laki laki (p=0,287) namun bermakna pada
perempuan (p=0,001)12.

Tabel 4.5 Distribusi status gizi obesitas dan Mean IMT serta usia berdasarkan
jenis kelamin

Laki laki (%) Perempuan (%)


N = 25 n=68

Overweight 6 (23) 18 (26,8)

Obesitas 1 9 (34,6) 20 (29,8)


Obesitas 2 3 (11,5) 12 (17,9)

Mean IMT 25,17 25,8

Mean Usia 45,28 47,5


48

4.3Keterbatasan penelitian

Penilitian ini berdasarkan dari data sekunder, yaitu dari rekam medis
pasien, maka dalam hal ini menyebabkan data rekam medik yang tersedia pada
beberapa variable ada yang tidak lengkap ataupun hasil pemeriksaan yang tidak
terlampir, sehingga membuat keterbatasan pada sampel peneliti. Keterbatasan
waktu dalam penelitian juga dialami, sehingga dalam penelitian ini tidak dapat
menggambarkan prevalensi batu empedu dengan obesitas dalam kurun waktu satu
tahun.
49

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat


diambil kesimpulan berupa :

5.1.1 Proporsi pasien batu empedu dengan obesitas di RSUP Fatmawati


pada tahun 2015 dan 2016 sebesar 47,3%

5.1.2 Karakteristik pasien batu empedu di RSUP Fatmawati pada tahun


2015-2016 berdasarkan jenis kelamin didapatkan frekuensi
perempuan sebesar 73,1% dan laki laki 26,9%

5.1.3 Frekuensi pasien batu empedu di RSUP Fatmawati pada tahun


2015 - 2016 berdasarkan usia, didapatkan pada usia diatas 40
tahun sebesar 74,2% dari seluruh jumlah sampel yang diambil

5.2 Saran

5.2.1 Untuk penelitian selanjutnya

 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam untuk melihat


hubungan antara batu empedu dengan faktor 4F (Fourty,
Female,Fertile Fat)
 Melakukan penelitian dalam sebaran lebih luas lagi, dengan
pengambilan sampel lebih banyak sehingga dapat menggambarkan
faktor resiko batu empedu di Indonesia

5.2.2 Untuk RSUP Fatmawati

 Agar meningkatkan perhatian khusus pada pasien wanita, usia


diatas 40 yang memiliki perawakan gemuk terhadap kejadian
penyakit batu empedu
50

DAFTAR PUSTAKA

1. Stinton LM, Shaffer EA. Epidemiology of gallbladder disease: Cholelithiasis


and Cancer. Gut Liver. 2012;6(2):172–87. [PMC free article] [PubMed]
2. Berghofer A, Pischon T, Reinhold T, Apovian CM, Sharma AM, Willich SN.
Obesity prevalence from a European perspective: a systematic review. BMC
Public Health 2008; 8:200.
3. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi
V.Jakarta: EGC
4. Berghofer A, Pischon T, Reinhold T, Apovian CM, Sharma AM, Willich SN.
Obesity prevalence from a European perspective: a systematic review. BMC
Public Health 2008; 8:200.
5. Cetta, Francesco. 2014. Classification, Composition and Structure of
Gallstones. Relevance of these Parameters for Clinical Presentation and
Treatment. Biliary Lithiasis pp 51-65
6. Flegal KM, Carroll MD, Ogden CL, Curtin LR. Prevalence and trends in
obesity among US adults, 1999-2008. JAMA 2010; 303(3):235-41.
7. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V.
Jakarta: EGC
8. Heshka.S, Heymsfield.S. 2001. Obesity and gallstones. Roosevelt Hospital
Center, New York, USA
9. Getachew,Assefa. 2008. Epidemiology of gallstone disease in Gondar
University
Hospital, as seen in the department of radiology. Ethiop.J.Health Dev. ;22(2)
10. Bertomeu A, Ros E, Zambon D, Vela M, Pérez-Ayuso RM, Targarona E, et
al. Apolipoprotein E polymorphism and gallstones. Gastroenterology.
1996;111:1603–10. [PubMed]
11. Redinger, Richard N. MD. 2007. The Pathophysilogy of Obesity and Its
Clinical Manifestasion. Vol.3, Issues 11. Department of Medicine at the
University of Louisville [PubMed]
51

12. Radmard, Amir Reza dkk. 2015. Gallstone disease and obesity : a population
based study on abdominal fat distribution and gender differences. Annals
Hepatology
13. Moghaddam, Alireza Ansari, Khorram,Alireza dkk.2015. The prevalence and
Risk Factors of Gallstone Among Adults in South-East of Iran: A Population-
Based Study. Vol.8, No.4. Global Journal of Health Science
14. Gray‟s Anatomy : Anatomy of the Human Body. Elsevier :2014. 18. Putz,
Reinhard.
15. Sjamsuhidajat, R., dkk. 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah-de Jong. Jakarta: EGC
16. Sherwood, Lauralee.2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, Edisi VI.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
17. Dooley JS. Sherlock‟s Disease of the Liver and Biliary System. 12th ed.
British: Wiley-Blackwell Publishing; 2011
18. [7] Acalovschi M. Cholesterol gallstones: From epidemiology to prevention.
Postgrad Med J. 2001;77:221–9. [PMC free article] [PubMed]
19. Everson GT, McKinley C, Kern F., Jr. 1991. Mechanisms of gallstone
formation in women. Effects of exogenous estrogen (Premarin) and dietary
cholesterol on hepatic lipid metabolism. J Clin Invest.
20. Njeze, Gabriel E. 2013. Gallstones [PubMed] 19(2): 49-55
21. Cetta, Francesco. 2014. Classification, Composition and Structure of
Gallstones. Relevance of these Parameters for Clinical Presentation and
Treatment. Biliary Lithiasis pp 51-65
22. Lammert F, Matern S. The genetic background of cholesterol gallstone
formation: an inventory of human lithogenic genes. Curr Drug Targets
Immune Endocr Metabol Disord.
23. Epercum, Karel Johannes Van. 2011. Pathogenesis of cholesterol and
pigment gallstones: An update. 35,281-287. Elsevier Masson.
24. Dooley JS. Sherlock‟s Disease of the Liver and Biliary System. 12th ed.
British: Wiley-Blackwell Publishing; 2011
25. Hassler, Kenneth R., Jones, W. Mark. 2017. Gallbladder, Chocystectomy,
Laparoscopic. 20/10/2017 [PubMed]
52

26. Halldestam I, Enell EL, Kullman E, Borch K. Development of symptoms and


complications in individuals with asymptomatic gallstones. Br J Surg.
2004;91:734–8. [PubMed]
27. Parigi, Angelo Del, M.D. 2010. Definitions and Classification of Obesity.
[PubMed]
28. Offei.F. 2005. Obesity – A preventable Diesease. Volume 39, number 3.
Graha Medical Journal
29. Nguyen, Dang M. , El-serag, Hashem B. 2010. The Epidemiology of Obesity.
39(1): 1-7. National Institute of Health (NIH)
30. Mitchell, Nia MD,Catenacci, Vicki MD, dkk. 2011. Obesity : Overview of
An Epidemic. 34(4):717-732. National Institutes of Health (NIH)
31. Redinger, Richard N. MD. 2007. The Pathophysilogy of Obesity and Its
Clinical Manifestasion. Vol.3, Issues 11. Department of Medicine at the
University of Louisville [PubMed]
32. Kharga,Bikram, Sharma,Barun Kumar, dkk. 2016. Obesity Not Necessary,
Risk of Symptomatic Cholelithiasis Increase as a Function of BMI. [PubMed]
33. Artikel Khazanah Islam. 2015. 10 hadist tentang kesehatan dan kebersihan.
www.muslimdaily.net 03/11/17
34. Tuasikal, Muhammad Abduh,Msc. 2012. Hidup Sehat dengan Mengamalkan
Sunnah. Muslim.or.id 03/11/17
53

LAMPIRAN 1

a. Jadwal Penelitian
BULAN KE-
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7
1 Pengajuan Izin √ √ √
2 Pembuatan Proposal √ √ √
Penelitian
3 Presentasi Persiapan √
Penelitian di RSUP
Fatmawati
4 Pengambilan Data √
5 Pengolahan dan √
Analisis Data
6 Pembuatan Laporan √
7 Publikasi Laporan √
penelitian

b. Anggaran Penelitian
No Keterangan Total Biaya
1 Biaya Adminstratif RS 1.000.000
2 Biaya Pengambilan Rekam 90.000
Medis
3 Biaya tak terduga (transport, 1.000.000
fotokopi/print, dan lainnya)
Total Biaya 2.090.000
54

LAMPIRAN 2
55

(lanjutan)
56

LAMPIRAN 3
Hasil Analisis Data

1. Grafik gambaran pasien batu empedu di RSUP Fatmawati 2015-2016

Jenis Kelamin

LAKI LAKI
28%

PEREMPUAN
72%

Usia
65 - 69
25 - 29
3% 15 - 19 20 - 24
1% 2%
3%
30 - 34
5%

60 - 64
14%
35 - 39
55 - 59 14%
12%

50 - 54 40 - 44
9% 15%

45 - 49
22%
57

2. Gambaran status gizi dan tabel mean IMT pada penderita batu empedu

STATUS GIZI

Obes II
16%
Normoweight
18%

Overweight
Obes I 26%
31%

Underweight
9%

Gender * StatusGizi Crosstabulation

StatusGizi
under normo over obes 1 obes 2 Total
Gender laki laki 2 6 6 9 2 25
perempuan 6 11 18 20 13 68
Total 8 17 24 29 15 93

Mean IMT,BB, TB
N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Statistic
IMT 93 23,28 15,78 39,06 25,6166 ,53896 5,19758 27,015

BB 93 72,00 38,00 110,00 64,8548 1,43107 13,80071 190,460

TB 93 47,00 140,00 187,00 159,2043 ,86846 8,37512 70,143

Valid N (listwise) 93
58

Mean IMT dan Usia Perempuan


N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Statistic
IMT 68 22,53 16,53 39,06 25,9635 ,64946 5,35561 28,683

usia 68 46,00 19,00 65,00 47,5000 1,34395 11,08246 122,821

Valid N (listwise) 68

Mean IMT dan Usia Laki - laki


N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Statistic
IMT 25 21,41 15,78 37,19 24,6976 ,94876 4,74379 22,504

usia 25 37,00 28,00 65,00 45,2800 2,14982 10,74911 115,543

Valid N (listwise) 25
59

LAMPIRAN 4

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama : Regi Azistha Amri
Jenis Kelamin : Laki Laki
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 15 Juni 1996
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat : Jalan Taman AA, No. 7AA RT 10/05 Pos
pongumben Kebon Jeruk Jakarta Barat 11560
Nomor Telepon : 082298091559
Email : regizsth@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
1) Tahun 2002 – 2008 : SD Islam Al Azhar 5 Kemandoran
2) Tahun 2008 – 2011 : SMPN 75 Jakarta
3) Tahun 2011 – 2014 : SMAN 47 Jakarta
4) Tahun 2014 – Sekarang : Program studi Kedokteran dan Profesi Dokter UIN
Syarif Hidayatulla Jakarta

Anda mungkin juga menyukai