Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian
di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bagi penderita, selain menyebabkan
penderitaan fisik, infeksi juga menyebabkan penurunan kinerja dan produktifitas, yang
pada gilirannya akan mengakibatkan kerugian materiil yang berlipat-lipat. Bagi Negara,
tingginya kejadian infeksi di masyarakat akan menyebabkan penurunan produktifitas
nasional secara umum, sedangkan dilain pihak menyebabkan peningkatan pengeluaran
yang berhubungan dengan upaya pengobatannya.
Mikrobiologi Kedokteran sangat berperan dalam penanganan penyakit infeksi
terutama untuk mengetahui penyebab infeksinya sehingga mudah diketahui berbagai cara
penanggulangannya baik yang terjadi di komunitas maupun di rumah sakit. Mikrobiologi
kedokteran dalam pelayanan medis di klinik, selanjutnya disebut Mikrobiologi Klinik,
berperan pada pada semua tahap proses medis, mulai tahap pengkajian, tahap analisis dan
penegakan diagnosis klinik, penyusunan rancangan intervensi medis, implementasi
rancangan intervensi medis, sampai dengan tahap evaluasi, dan penetapan tindak lanjut.
Mikrobiologi Klinik merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang berfungsi
menjembatani laboratory science, khususnya mikrobiologi medik, dengan clinical sciences,
khususnya yang berkaitan dengan manajemen infeksi. Pada pelayanan/asuhan medis dalam
menghadapi masalah medis yang berhubungan dengan infeksi, diagnosis rasional dan bijak
apabila analisis data dan informasi hasil pengkajian menggunakan landasan teori dan
konsep mikrobiologi kedokteran, terutama kepentingannya dalam merancang alternatif
tindakan dan terapi antibiotik pilihan (educated-guess).
Dengan bertambah jelasnya bidang garapan mikrobiologi klinik dalam menghadapi
masalah medis, maka bertambah jelas pula macam dan lingkup perannya dalam
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah medis yang berhubungan dengan penyakit
infeksi, baik pengetahuan ilmiah maupun cara-cara pemeriksaan bakteriologi, virologi,
mikologi, dan serologi/imunologi, yang sangat berperan dalam proses medis dan
pengambilan keputusan medis.
B. Rumusan masalah
1. Apa saja macam macam pemeriksaan mikrobiologi
2. Specimen apa saja yang diperiksa
3. Flora normal apa saja yang ada didalam tubuh
4. Apa saja agen biologis dalam tubuh yang tidak normal, apa diagnosisnya dan
bagaimana manifestasi kliniknya

C. Tujuan
1. Mengetahui macam macam pemeriksaan biologis
2. Mengetahui specimen apa saja yang diperiksa
3. Mengetahui flora normal apa saja yang ada didalam tubuh
4. Mengetahui agen biologis dalam tubuh yang tidak normal, apa diagnosisnya dan
bagaimana manifestasi kliniknya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikrobiologi
Mikrobiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup yang sangat
kecil (diamater kurang dari 0,1 mm) yang tak dapat dilihat dengan mata biasa tanpa
bantuan suatu peralatan khusus. Mikrobiologi meliputi berbagai disiplin ilmu seperti
bakteriologi, imunologi, virologi, mikologi dan parasitologi. Ilmu-ilmu ini telah
berkembang dengan pesatnya dari tahun ke tahun, sehingga merupakan disiplin-disiplin
yang terpisah dan berdiri sendiri-sendiri.
Dalam mikrobiologi kedokteran, dipelajari mikroorganisme yang ada kaitannya
dengan penyakit (infeksi); dan dicari jalan bagaimana cara pencegahan, penanggulangan
serta pemberantasannya. Ilmu ini terus berkembang tanpa hentinya karena
mikroorganisme sebagai makhluk hidup mampu menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya yang baru, sehingga hal ini akan tetap merupakan tantangan bagi ilmu
kedokteran.
Pemeriksaan mikrobiologik merupakan sarana diagnostik yang penting. Hal
tersebut tercapai bila cara memilih, mengambil, menyimpan, dan mengirim bahan
pemeriksaan benar, agar tidak terjadi kesalahan dalam mengelola bahan pemeriksaan
tersebut. Apabila salah satu tatacara tidak memenuhi syarat, maka hasil pemeriksaan yang
diperoleh tidak akan sesuai dengan keadaan klinis maupun rencana pengelolaan
pengobatan. Salah satu cara agar pemeriksaan mikrobiologik dapat diandalkan yaitu
dengan memantapkan mutu dalaman (internal) maupun luaran (external), terutama untuk
laboratorium sebaiknya dilakukan cara dalaman, agar mempunyai nilai kepercayaan.

B. Pemeriksaan mikrobiologi
1. Pemeriksaan langsung
Pemeriksaan Mikroskopik langsung digunakan untuk mengamati pergerakan,
dan pembelahan secara biner, mengamati bentuk dan ukuran sel yang alami, yang pada
saat mengalami fixasi panas serta selama proses pewarnaan mengakibatkan beberapa
perubahan. Cara yang paling baik adalah dengan membuat sediaan tetesan gantung.
Teknik pewarnaan dikelompokkan menjadi beberapa tipe, berdasarkan respon
sel bakteri terhadap zat pewarna dan sistem pewarnaan yang digunakan.
a. Untuk pemisahan kelompok bakteri digunakan pewarnaan Gram, dan pewarnaan
acid fast /tahan asam untuk Mycobacterium.
b. Untuk melihat struktur digunakan pewarnaan flagel, pewarnaan kapsul, pewarnaan
spora, dan pewarnaan nukleus.
2. Kultur media
Mula-mula yang disiapkan adalah cawan petri yang mengandung media padat
(agar) atau setengah padat, berupa makanan. Jika spesimen mengandung berupa air
ludah tersebut disebarkan diatas medium tersebut. Selanjutnya mikroorganisme akan
tumbuh dan berkembang biak dan akan kelihatan membentuk bercak-bercak atau
koloni, yang akan terlihat dengan mata telanjang. Selanjutnya koloni tersebut dapat
dimurnikan lagi apabila belum murni dengan cara mengambilnya dan
memindahkannya pada cawan petri yang lain yang mengandung medium yang
diinokulasikan. Untuk memperoleh mikroorganisme sebagai sumber biakan murni, ada
dua cara yang sering digunakan yaitu metode gores atau streak-plate method dan
metode tuang atau pour plate method. Cawan petri yang mengandung medium yang
dipadatkan dengan penambahan agar. Campuran antara zat makanan atau nutritif
tersebut disebut medium.
3. Uji kepekaan antibiotic
Ada dua cara. Yaitu cara cakram dan cara tabung. Cara cakram menggunakan
cakram kertas saring yang mengandung antibiotika/bahan kimia lain dengan kadar
tertentu yang diletakkan di atas lempeng agar yang ditanami kuman yang akan
diperiksa, kemudian di inkubasi. Apabila tampak adanya zona hambatan pertumbuhan
kuman di sekeliling cakram antibiotik, maka kuman yang diperiksa sensitif terhadap
antibiotik tersebut. Cara ini disebut juga cara difusi agar, yang lazim dilakukan adalah
cara Kirby-Bauer.
Cara tabung dengan membuat penipisan antibiotik pada sederetan tabung
reaksi yang berisi perbenihan cair. Ke dalam tabung-tabung tersebut dimasukkan
kuman yang akan diperiksa dengan jumlah tertentu dan kemudian dieram. Dengan
cara ini akan diketahui konsentrasi terendah antibiotik yang menghambat pertumbuhan
kuman yang disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) atau Minimal Inhibitory
Concentration (MIC).

C. Spesimen yang diperiksa


Pemeriksaan mikrobiologi adalah satu pemeriksaan yang sangat penting dalam
menunjang penegakkan diagnosis serta terapi penyakit infeksi terutama dalam
penanganan infeksi Nosokomial.

1. Spesimen darah
Tubuh manusia tersusun dari milyaran sel darah yang memiliki fungsi yang
vital. Terdapat tiga tipe sel darah pada manusia, sel darah merah dengan jumlah
terbanyak, sel darah putih, dan trombosit, yang masing-masing sudah memiliki fungsi
dan kadar yang berbeda-beda dalam tubuh. Pemeriksaan darah yang paling sering
dilakukan adalah hitung jenis sel darah merah lengkap, yang merupakan penilaian
dasar dari komponen sel darah. Selain untuk menentukan jumlah sel darah dan
trombosit, presentasi dari setiap jenis sel darah putih dan kandungan hemoglobin:
menghitung jenis sel darah biasanya menilai ukuran dan bentuk dari sel darah merah.
Dengan mengetahui bentuk atau ukuran yang abnormal pada sel darah merah,
maka akan membantu mendiagnosis suatu penyakit. Agar dapat diperoleh spesimen
darah yang memenuhi syarat uji laboratorium, maka prosedur pengambilan sampel
darah harus dilakukan dengan benar, mulai dari persiapan alat, pemilihan jenis
antikoagulan, pemilihan letak vena, teknik pengambilan sampai dengan pelabelan.
Pemilihan letak vena menjadi perhatian penting ketika pasien terpasang intravena
(IV) line, misalnya infus. Prinsipnya, pengambilan sampel darah tidak boleh
dilakukan pada lengan yang terpasang infus.
2. Spesimen sputum
a. Pemeriksaan sputum
Sputum dikumpulkan untuk pemeriksaan dalam mengidentifikasi
organismee patogenik dan menentukan apakah terdapat sel-sel malignan atau
tidak. Aktivitas ini juga digunakan untuk mengkaji sensitivitas (di mana terdapat
peningkatan eosinofil). Pemeriksaan sputum secara periodik mungkin diperlukan
untuk klien yang mendapatkan antibiotik, kortikosteroid, dan medikasi
imunosupresi dalam jangka panjang, karena preparat ini dapat menimbulkan
infeksi oportunistik. Secara umum, kultur sputum digunakan dalam mendiagnosis
untuk pemeriksaan sensitivitas obat dan sebagai pedoman pengobatan. Spesimen
seperti ini, harus diperlakukan sebagai bahan biologis yang berbahaya dan harus
dibuang dengan cara yang tepat, untuk mencegah bau, semua wadah sputum di
tutup dan higiene oral yang sering adalah prioritas tindakan keperawatan untuk
klien. Pemeriksaan sputum bisaanya diperlukan jika diduga adanya penyakit paru.
Membran mukosa saluran pernapasan berespon terhadap inflamasi dengan
mengingkatkan keluaran sekresi yang sering mengandung organismee penyebab.
Perhatikan dan catat volume, konsistensi, warna dan bau sputum. Adapun
pemeriksaan sputum mencakup pemeriksaan:
- Pewarnaan gram, yang bisaanya memberikan cukup informasi tentang
organismee yang cukup untuk menegakan diagnosis presumtif.
- Kultur sputum, yang mengidentifikasi organisme spesifik untuk menegakan
diagnosa definitif. Untuk keperluan pemeriksaan ini, sputum harus
dikeluarkan sebelum dilakukan terapi antibiotik dan setelahnya untuk
menentukan kemajuan terapi.
- Sensitifitas, berfungsi sebagai pedoman terapi antibiotik dengan
mengidentifikasi antibiootik yang mencegah pertumbuhan organismee yang
terdapat dalam sputum. Untuk pemriksaan ini, sputum juga dikumpulkan
sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan sputum dan sensitifitas bisaanya
diinstruksikan secara bersamaan.
- Basil tahan asam (BTA), menentukan adanya mikrobakterium tuberkulosis,
yang setelah dilakukan perawatan bakteri ini tidak mengalami perubahan
warna oleh alkohol asam.
- Sitologi, membantu dalam mengidentifikasi karsinoma paru. Sputum
mengandung runtuhan sel dari percabangan trakheobronkhial, sehingga
mungkin saja terdapat sel-sel malignan (sel-sel malignan menunjukkan
adanya karsinoma). Namun, tidak terdapatnya sel-sel ini bukan berarti tidak
ada tumor.
- Pemeriksaan kualitatif harus sering dilakukan untuk menentukan apakah
sekresi merupakan saliva, lendir, pus, atau bukan. Jika bahan yang
diekspektorat berwarna kuning-hijau bisaanya menandakan infeksi parenkim
paru (pneumonia).
- Tes kuantitatif, klien diberikan wadah yang khusus untuk mengeluarkan
sekret. Wadah ini ditimbang pada akhir 24 jam. Jumlah serta karakter isinya
dicatat dan diuraikan.
3. Spesimen urine
Urinalisis adalah salah satu tes laboratorium yang paling umum. Keuntungan
dari urinalisis adalah bahwa tes ini non-invasif, spesimen mudah didapatkan, hasil
dapat diperoleh dengan cepat, dan murah. Informasi dari urinalisis meliputi warna,
berat jenis pH, dan adanya protein, sel darah merah dan sel darah putih, urobilinogen,
bakteri, silinder (cast), dan kristal. Urine yang tidak normal menunjukkan adanya
protein, bilirubin, urobilirubin, glukosa, keton, bakteri, atau asterase leukosit. Sedikit
sel darah merah dan sel darah putih, silinder, dan Kristal adalah temuan normal.
Perawat bertanggung jawab untuk mengumpulkan spesimen urine untuk sejumlah
pemeriksaan. Spesimen urine bersih untuk urinalisis rutin, spesimen urine tamping-
bersih atau pancar tengah untuk untuk kultur urine, dan spesimen urine
sewaktu/sesuai waktu untuk berbagai pemeriksaan bergantung masalah kesehatan
spesifik pada klien.
a. Spesimen urine rutin
Spesimen urine bersih bisaanya adekuat untuk pemeriksaan rutin. Banyak
klien mampu untuk mengumpulkan spesimen urine bersih dan mendapatkan
spesimen secara mandiri dengan petunjuk yang minimal. Klien pria bisaanya
mampu untuk berkemih secara langsung ke wadah spesimen dank lien wanita
bisaanya duduk atau jongkok pada kloset, meletakkan wadah di antara tungkai
selama berkemih. Pengumpulan spesimen urine rutin bisaanya menggunakan
spesimen urine dari kemih pertama di pagi hari, karena cenderung memiliki
konsentrasi yang lebih tinggi dan lebih seragam, serta pH yang lebih asam
dibandingkan urine selanjutnya sepanjang hari.
b. Spesimen urine sesuai waktu
Beberapa pemeriksaan urine memerlukan pengumpulan semua urine yang
dihasilkan dan dikeluarkan dalam periode waktu tertentu, dengan rentang waktu
satu atau dua jam hingga 24 jam. Spesimen sewaktu bisaanya dibekukan atau
dimasukkan pada wadah yang berpengawet untuk mencegah pertumbuhan bakteri
atau perubahan komponen urine. Beberapa pemeriksaan yang menggunakan
spesimen urine sesuai waktu bertujuan untuk:
- Mengkaji kemampuan ginjal memekatkan dan mengencerkan urine.
- Menentukan gangguan metabolism glukosa, misalnya diabetes mellitus.
- Menentukan kadar unsur tertentu, misalnya albumin, amilase, kreatinin,
urobilinogen, hormon tertentu seperti estriol atau kortikosteroid di dalam
urine.
c. Spesimen tampung-bersih
Spesimen urine pancar tengah atau tamping bersih dikumpulkan bila
diminta pemeriksaan kultur urine untuk mengidentifikasi mikroorganismee
penyebab infeksi saluran kemih. Kehati-hatian dilakukan untuk memastikan
spesimen terbebas dari kontaminasi mikroorganismee di sekitar meatus urinary.
4. Spesimen feses
Analisis spesimen feses dapat memberiikan informasi tentang kondisi kesehatan
klien. Beberapa tujuan pemeriksaan feses meliputi:
a. Untuk menentukan adanya darah samar (tersembunyi). Perdarahan dapat terjadi
akibat adanya ukus, penyakit inflamasi, atau tumor. Pemeriksaan untuk darah
samar dapat dilakukan dengan uji guaiac, Hematest, atau slide Hemoccult.
Makanan tertentu, obat, dan vitamin C dapat menjadikan hasil pemeriksaan tidak
akurat. Hasil positif yang palsu dapat terjadi bila klien baru saja memakan daging
merah, sayuran atau buah-buahan mentah, atau obat-obatan tertentu yang dapat
mengiritasi mukosa lambung dan mengakibatkan pendarahan, seperti aspirin atau
obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Hasil negative yang palsu dapat terjadi
bila klien mengonsumsi lebih dari 250 mg vitamin C.
b. Untuk menganalisis produk diet dan sekresi digestif. Sebagai contoh, jumlah
lemak yang berlebihan pada feses (steatore) dapat mengindikasikan absorbsi
lemak yang terganggu pada usus halus. Sedangkan penurunan jumlah empedu
pada mengindikasikan obstruksi aliran empedu dari hati dan kandung empedu ke
dalam usus.
c. Untuk mendeteksi adanya telur dan parasit. Ketika mengumpulkan spesimen
untuk pemeriksaan parasit, sampel harus segera dibawa ke laboratorium saat
masih baru.
d. Untuk mendeteksi adanya bakteri dan virus. Pemeriksaan hanya membutuhkan
sedikit feses karena spesimen tersebut akan dikultur. Wadah atau tabung
penampung harus steril dan teknik digunakan saat mengumpulkan spesimen dan
segera mengirim spesimen ke laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada spesimen, seperti darah, sputum, urine, feses,
sekresi saluran napas, spesimen saluran genetalia, spesimen asupan, spesimen untuk
biakan anaerob, bahan biopsi/jaringan, dan drainase luka akan memberikan informasi
tambahan yang penting untuk mendiagnosis masalah kesehatan serta mengukur respon
terhadap terapi.

D. Flora normal dalam tubuh

1. Pada kulit
 Staphylococcus epidermilis
 Staphyloccus aureus (dalam jumlah yang sedikit)
 Micrococcus sp.
 Nonpatogenik Neisseria sp.
 Streptococci
 Corynebacterium (Diphtheroids)
 Propionibacterium sp.
 Peptostreptococcus sp.
 Candida sp. (dalam jumlah yang sedikit)
 Acinetobacter sp. (dalam jumlah yang sedikit)
 Pseudomonas aeruginosa
 Bakteri anaerob (msl. Propionibacterium)
 Yeast (msl. Candida albicans)
2. Pada hidung dan nasofaring
 Diphtheroids
 Nonpatogenik Neisseria sp.
 Streptococci
 Staphylococcus epidermilis
 Nonhemolytic streptococci
 Prevotella species
 Anaerobik cocci
 Fusobacterium species
 Yeasts
 Haemophilus sp.
 Pneumococci
 Staphylococcus aureus
 Gram-negative rods
 Neisseria meningitidis
3. Pada mulut
 Viridans streptococci
 Eikenella corrodens
4. Pada gingival crevices
 Bakteri anaerob, seperti Bacteroides, Fusobacterium, streptococci, dan
Actinomyces
5. Pada dental plaque
 Streptococcus mutans
 Prevotella intermedia
 Porphyromonas gingivalis
6. Pada tenggorokan
 Viridans streptococci
 Streptococcus pyogenes
 Streptococcus pneumonia
 Neisseria sp.
 Haemophilus influenza
 S. epidermidis
7. Pada saluran gastrointestinal dan rectum
 Enterobacteriaceae, seperti Salmonella, Shigella, Yersinia, Vibrio, dan
Campylobacter sp.
 Non-dextrose-fermenting gram-negative rods
 Enterococci
 Alpha-hemolytic dan nonhemolytic streptococci
 Diphtheroids
 Staphylococcus aureus (dalam jumlah yang sedikit)
 Yeasts (dalam jumlah yang sedikit)
 Bakteri anaerob (dalam jumlah yang banyak)
8. Pada kolon
 Bacteroides fragilis
 Escherichia coli
 Bifidobacterium
 Eubacterium
 Fusobacterium
 Lactobacillus
 various aerobic gram-negative rods
 Enterococcus faecalis
 Clostridium
9. Pada genetalia
 Corynebacterium sp.
 Lactobacillus sp.
 alpha-hemolytic and nonhemolytic streptococci
 Nonpatogenik Neisseria sp.
 Enterococci
 Enterobacteriaceae
 Gram-negative rods
 Staphylococcus epidermidis
 Candida albicans
 Prevotella sp.
 Clostridium sp.
 Peptostreptococcus sp.

E. Agen biologis, diagnosis dan manifestasi kliniknya


1. Pada darah
a. Staphylococcus aureus
Diagnosis: Keracunan makanan
Manifestasi klinik: Keracunan makanan melalui intoksikasi (masuknya toksin
melalui bahan pangan ke dalam tubuh). Infeksi kulit berupa sindroma kulit lepuh,
impetigo bolusa (penyakit pada kulit), folikulitis (peradangan pada selubung
folikel rambu), furunkel (bisul), hordeolum (infeksi akut pada kelenjar minyak di
dalam kelopak mata), dan karbunkel (sekumpulan bisul yang menyebabkan
pengelupasan kulit yang luas serta pembentukan jaringan parut). Manifestasi
klinik yang lain adalah syok toksik, pneumonia, meningitis, endokarditis akut,
osteomyelitis, abses pada salah satu organ, dan artritis septik.
b. Streptococcus pneumonia
Diagnosis: Penumonia pneumokokus
Manifestasi klinik: Timbulnya demam secara tiba-tiba (39-400C), menggigil, dan
batuk produktif dengan mengeluarkan sputum yang berwarna hijau, purulent,
dan sering mengandung darah, nyeri pleuritik, syok, pernapasan bronkial
dengan laju pernapasan > 30x/mnt, denyut nadi >100x/mnt, TD diastolic < 60
mmHg, hidung kemerahan, sianosis. Sering timbul bakterimia, dan
menyebabkan meningitis, otitis media, dan sinusitis.
c. Staphylococcus epidermidis
Diagnosis:Infeksi kateter
Manifestasi klinik: mikroorganisme ini menyebabkan berbagai infeksi
oportunistik termasuk endokarditis yang berhubungan dengan pemasangan
katup jantung buatan dan bakteremia (adanya bakteri dalam aliran darah) yang
berhubungan dengan infeksi di sekitar shunt atau kateter.
d. Neisseria meningitidis
Diagnosis: Meningitis
Manifestasi klinik: Walaupun pintu masuk masuknya bakteri ialah dari
nasofaring, namun dari nasofaring dapat mencapai peredaran darah
(meningokoksemia). Komplikasi yang paling sering ditemukan dari
meningokoksemia adalah meningitis. Petekiae luas dan ecchymoses adalah
tanda meningokoksemia. Kasus berat penyakit ini dapat menyebabkan
terjadinya koagulasi intravascular menyebar (DIC). Gejala penyakit meningitis
yang paling umum adalah sakit kepala dan leher kaku berhubungan dengan
demam, kebingungan atau kesadaran yang berubah, muntah, dan
ketidakmampuan untuk mentoleransi cahaya (photophobia) atau suara keras
(phonophobia). Kadang-kadang, terutama pada anak kecil, hanya gejala
nonspesifik mungkin muncul, seperti mudah marah dan kantuk, serta ruam-ruam
pada tubuh.
e. Mikroorganisme: Salmonella typhi
Diagnosis:Demam enteric (tifoid)
Manifestasi klinik: Penyakit ini diawali dengan gejala gangguan pada saluran
cerna dan kemudian berkembang menjadi penyakit yang sistemik. Gejalanya
adalah sakit kepala, demam yang dapat berlangsung selama 3 sampai 4 minggu,
nyeri perut, dan konstipasi. Disamping gejala-gejala yang biasa ditemukan
tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak
dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil
dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan dalam minggu pertama demam.
f. Mikroorganisme: Klebsiella pneumoniae
Diagnosis: Pneumonia oportunistik
Manifestasi klinik: Pneumonia nekrotik oportunistik dan infeksi saluran kemih.
2. Pada sputum
a. Staphylococcus epidermidis
Diagnosis:Infeksi kateter
Manifestasi klinik: mikroorganisme ini menyebabkan berbagai infeksi
oportunistik termasuk endocarditis yang berhubungan dengan pemasangan
katup jantung buatan dan bakteremia yang berhubungan dengan infeksi di
sekitar shunt atau kateter.
b. Mikroorganisme: Mycobacterium avium
Diagnosis: Pulmonary tuberculosis
Manifestasi klinik: Gejala umum yang sering dirasakan adalah batuk lama lebih
dari 30 hari yang disertai ataupun tidak dengan dahak bahkan bisa disertai juga
dengan batuk darah, demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
tifoid, malaria, atau infeksi saluran nafas akut), dan terkadang disertai dengan
badan yang berkeringat di malam hari, berat badan dan nafsu makan menurun,
danya pembesaran kelenjar seperti di leher atau ketiak.
3. Pada urin
a. Enterococcus faecalis
Diagnosis: Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
Manifestasi klinik: Meskipun tidak selalu virulen, infeksi E. faecalis sulit untuk
dibasmi. Dua manifestasi klinik yang sering ditemukan adalah infeksi saluran
kemih dan bakteremia. Luka intra-abdominal seringkali mengandung E. faecalis
sebagai komponen suatu infeksi campuran. Endokarditis akibat infeksi E. faecalis
berhubungan dengan adanya katup jantung yang telah rusak sebelumnya.
b. Proteus mirabilis
Diagnosis: Uretritis
Manifestasi klinik: Gejala uretritis tidak terlalu nampak, termasuk frekuensi
kencing dan adanya sel darah putih pada urin. Sistitis (infeksi berat) dapat dengan
mudah diketahui, termasuk sakit punggung, nampak terkonsentrasi, urgensi,
hematuria (adanya darah merah pada urin), sakit akibat pembengkakan bagian
paha atas.
4. Pada fesses
a. Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEK)
Diagnosis: Diare wisatawan
Manifestasi klinik: Gejala klinik utamanya adalah diare cair yang dibarengi
dengan kejang perut dan mual.
b. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Diagnosis: Kolitis hemoragik
Manifestasi klinik: EHEC menyebabkan kolitis hemoragik dan dapat
berkembang menjadi sindroma uremik hemolitik (HUS). Gejalanya mulai dengan
kejang perut dan daire cair dan kemudian berkembang menjadi diare berdarah.
c. Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC)
Diagnosis: Diare pada bayi
Manifestasi klinik: Diare cair yang berkepanjangan, mengalami dehidrasi berat,
dan disertai oleh muntah.
d. Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC)
Manifestasi klinik: Disentri dengan gejala kejang perut, diare yang mengandung
darah dan lendir, demam, menggigil, dan lemah.
Diagnosis: Disentri basiler
e. Mikroorganisme: Shigella sp.
Diagnosis: Disentri basiler
Manifestasi klinik: Shigella menyebabkan disentri yang secara klinik memiliki
gejala yang sama dengan disentri oleh Escherichia coli Enteroinvasif, yaitu nyeri
perut, kejang perut, dan diare berdarah. Shigella dysenteriae juga membuat
toksin Shiga, yang menyebabkan penyakit yang lebih berat dan terjadinya
sindroma uremia hemolitik (HUS).
BAB III

PEMBAHASAN

Infeksi piogenik merupakan infeksi yang ditandai dengan terjadinya peradangan local
yang parah dan biasanya dengan pembentukan nanah (pus). Infeksi piogenik dikarenakan adanya
invasi dan multiplikasi mikroorganisme pathogen di jaringan sehingga mengakibatkan luka pada
jaringan dan berlanjut menjadi penyakit, melalui berbagai mekanisme seluler dan umumnya
disebabkan oleh salah satu kuman piogenik (Singh et al., 2013).

Infeksi piogenik menyebabkan beberapa penyakit umum, diantaranya impetigo,


osteomyelitis, sepsis, artritis septik, spondylodiscitis, otitis media, sistitis dan meningitis. Infeksi
piogenik menghancurkan neutrophil melalui pelepasan leukosidin sehingga terbentuk abses. Hal
tersebut merupakan ciri khas infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus (Miller and
John, 2011).

Komplikasi yang timbul dari infeksi kulit dan jaringan lunak karena Staphylococcus
aureus merupakan masalah klinis yang utama. Hal ini dikarenakan tingginya kejadian infeksi dan
munculnya strain kuman resisten antibiotic secara luas. Oleh karena itu kuman yang
menghasilkan leukosidin disebut sebagai kuman piogenik (Qureshi et al., 2004).

Luka infeksi pada permukaan kulit mudah di kolonisasi oleh berbagai macam organisme
(Matsuura, 2013; Anvarinejad, 2015). Beberapa penelitian menunjukkan adanya beberapa
macam kuman berbeda yang diisolasi dari pasien yang tinggal di area dengan geografis berbeda
(Hadadi et al., 2014; Akhi et al., 2015). Mikroorganisme penyebab radang adalah golongan
kuman piogenik (Singh et al. 2013).

Kelompok kuman piogenik terdiri dari banyak spesies yang tersebar luas di tubuh
manusia. Diantaranya yang paling umum adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, Streptococcus pyogenes, Escherichia coli, Streptococcus pneumonia, Klebsiella
pneumonia, Salmonella typhi, Pseudomonas aeruginosa, Neisseria gonorrhoeae, Mycobacterium
tuberculosis dan lain-lain (Androulla, 1989; Singh et al., 2013).

Infeksi piogenik masih sering terjadi terutama di negara-negara berkembang dan untuk
terapi pengobatannya merupakan tantangan yang cukup besar, meskipun sudah ada kemajuan
dalam teknik pemeriksaan mikrobiologi, antibiotik dan perawatan paska bedah. Untuk
memastikan terapi yang sesuai dan efisien, perlu dilakukan identifikasi dan pengobatan yang
terfokus pada peradangan (Chong and Kian, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi kuman yang diisolasi dari sampel pus dari pasien yang menderita luka infeksi
pada permukaan kulit.
METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif yang didapatkan berupa data
jenis-jenis bakteri penyebab infeksi piogenik yang terdapat pada sampel pus (nanah).
Pengambilan sampel pus (nanah) dilakukan pada dua orang yang mengalami trauma pada
permukaan kulit dan terjadi peradangan selama 3 hari.

 Waktu dan Tempat Penelitian :Pengambilan sampel pus pada pasien dengan luka infeksi
di kulit dilakukan pada bulan 26Juni 2017. Proses isolasi dan identifikasi dilakukan pada
27 Juni 2017 sampai 3 Juli 2017. Proses purifikasi kuman dilakukan pada 4 Juli 2017
sampai 7 Juli 2017.
 Pengumpulan Sampel :Pus (nanah) diambil dari pasien yang mengalami luka infeksi
pada permukaan kulit dengan cara di swab menggunakan swab steril, kemudian
dimasukkan kedalam tabung yang berisi media Amies. Total ada 2 sampel (P1 dan P2)
untuk diteliti.
 Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme dari sampel pus (nanah) :Sampel pus (nanah)
diinokulasikan pada media Nutrient Agar secara 32rganis dan diinkubasi selama 24 jam
pada suhu 370C. Diambil 1-2 koloni terpisah yang tumbuh pada media Nutrient Agar dan
diinokulasikan pada media diferential, seperti MacConkey Agar, Eosin Methylen Blue
Agar, Blood Agar Plate, Manitol Salt Agar, media Uji Biokimia Reaksi dan uji-uji
pendukung, seperti uji katalase,dan koagulase.
 Pengamatan Morfologi kuman : dibuat preparat dari koloni kuman yang tumbuh pada
media diferensial dan dilakukan pewarnaan Gram.

Gambar 1 Koloni kuman (P1) yang tumbuh pada media NAP


Gambar 2 Koloni kuman (P2) yang tumbuh pada media NAP

Gambar 3 Koloni kuman (P1) yang tumbuh pada media BAP

Gambar 4 Koloni Kuman (P2) yang tumbuh pada media BAP


HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil penelitian isolasi dan identifikasi terhadap sampel pus (nanah) didapatkan kuman
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Dari hasil uji indeks similaritas didapatkan hasil
bahwa kuman dari sampel P1 merupakan Pseudomonas aeruginosa dengan prosentase kemiripan
sebesar 90,7% dan pada sampel P2 merupakan kuman Staphylococcus aureus dengan prosentase
kemiripan sebesar 91,5%. Hasil isolasi dan identifikasi di sajikan pada Tabel 1.

Dari pengamatan preparat dari sampel P1 didapatkan gambaran bakteri basil Gram negatif, sedangkan
dari sampel P2 didapatkan morfologi bakteri kokus Gram positif

Pembahasan Pemeriksaan berbagai Organisme klinis diperlukan untuk diagnosis yang akurat dan
menentukan strategi pengobatan yang tepat. Beberapa kondisi klinis dapat menyebabkan akumulasi pus
dan sebagai sumber infeksi utama karena menyediakan lingkungan lembab untuk pertumbuhan
pathogen serta menyebarkan infeksi. Sampel pus merupakan infeksi piogenik yang ditandai dengan
peradangan 33rgan yang biasanya disebabkan oleh bakteri piogenik, hal ini menyebabkan lekosit mati
dan akumulasi agen infeksius (Koneman et al., 2005; Sharma et al., 2015).

Gambar 5. Hasil pengamatan preparat sampel P


Gambar 6. Hasil pengamatan preparat sampel P2

Bakteri penghasil pus (nanah) yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Klebsiella spp.,
Pseudomonas spp., Escherichia coli, dan Streptococcus spp., dimana Staphylococcus aureus merupakan
bakteri tersering yang menghasilkan pus (nanah) pada luka (Kumar, 2013). Pada penelitian ini,
didapatkan 2 jenis kuman dari hasil isolasi pus (nanah), yaitu Psudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Raytekar (2017) pada sampel pus dari
luka radang kulit yang di terima dari laboratorium mikrobiologi selama periode Februari-Oktober 2016,
ditemukan Pseudomonas aeruginosa.

Pada penelitian Yasmeen (2014), hasil dari identifikasi sampel pus (nanah) luka operasi ditemukan
adanya Staphylococcus aureus. Terdapat 140 lebih spesies dari genus Pseudomonas, termasuk spesies
Pseudomonas aeruginosa (Adedeji et al., 2007). Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman Gram
negatif pathogen yang sulit diobati. Resistensinya terhadap pengobatan menyebabkan kegagalan
pengobatan. Pseudomonas aeruginosa cenderung tumbuh pada lingkungan yang lembab. Pseudomonas
aeruginosa merupakan penyebab utama kematian karena dikaitkan dengan resistensi terhadap
34rganism34c dan tingkat kematian yang tinggi karena kesulitan dalam mengobati (Srifeungfung, 2004).
Banyak penelitian yang melaoprkan tingkat kematian karena resistensi Pseudomonas terhadap obat.
Betalaktamase, penisilinase, sefalosporinase dan karbapenem merupakan bagian dari mekanisme
pertahanan dari Pseudomonas(Anathanarayan and Jayarampaniker, 2009).

Staphylococcus aureus merupakan kuman berbentuk kokus Gram positif bila diamati secara
mikroskopis, sebagai 34rganism individual, berpasangan dan kelompok. Staphylococcus adalah bakteri
non-motil, tidak berspora, katalase positif dan merupakan bagian dari flora normal manusia yang dapat
ditemukan di daerah aksila, inguinal, perineum dan nares interior (Eiff et al., 2001; Yasmeen, 2014).
Mikroorganisme ini menghasilkan toksin yang dapat menyebabkan penyakit atau sindrom spesifik dan
dapat menyebabkan pathogenesis infeksi Stafikokokus (Faden et al., 2010).

KESIMPULAN

Penelitian ini difokuskan pada isolasi bakteri pathogen penyebab infeksi piogenik dari sampel pus
(nanah) yang menyebabkan berbagai penyakit pada manusia. Pada penelitian ini ditemukan
Pseudomonas aeruginosa dengan prosentase kemiripan sebesar 90,7% dan Staphylococcus aureus
dengan prosentase kemiripan sebesar 91,5% pada sampel pus (nanah).

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu cara menanggulangi penyakit infeksi adalah dengan menentukan penyebab dan
kemudian memberi terapi yang rasional berdasarkan hasil uji laboratorium. Dalam hal ini
peranan laboratorium sebagai penentu maupun penunjang diagnosis dan terapi penyakit
infeksi sangat penting.
Dalam hal ini, hasil pemeriksaan mikrobiologik sangat tergantung oleh kualitas spesimen
yang diambil, di mana kualitas ini ditentukan oleh metode pengambilan dan proses
transportasi ke baloratorium.
Perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan mikrobiologik negative tidak selalu berarti bahwa
diagnosis tersebut salah, begitu pula sebaliknya. Kegagalan isolasi mikroorganisme
penyebab infeksi sering disebabkan oleh pengambilan dan pengiriman spesimen yang tidak
benar atau teknik dan cara kerja di laboratorium yang tidak tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kenneth dan Stephen. 2011. Rangkuman Kasus Klinik: Mikrobiologi dan Penyakit
Infeksi. Tangerang: Karima Publish Group.
2. Sacher, R.A., dan McPherson, R.A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC.
3. Jawetz, M & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran edisi 23 alih bahasa hartanto,
huriawati, dkk. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG. 2004.

Anda mungkin juga menyukai