Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

“Urtikaria dan Angioedema”

Disusun oleh :
Mutiara Sukma
(1102013191)

Pembimbing :
dr. Didi Supriadi, Sp. KK

KEPANITERAAN KLINIK KULIT DAN KELAMIN


PERIODE 15 OKTOBER - 15 NOVEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI – RSUD SUBANG
SUBANG
URTIKARIA DAN ANGIOEDEMA

Pendahuluan
Urtikaria merupakan salah satu bentuk kelainan kulit yang sering terjadi.
Dapat terjadi secara akut maupun kronik, keadaan ini merupakan mastalah untuk
penderita, maupun untuk dokter. Walaupun patogenesis dan penyebabnya yang
dicurigai telah ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan kadang-kadang
tidak memberi hasil seperti yang diharapkan.
Sekitar 20% individu pernah mengalami urtikaria atau angioedema pada
suatu waktu di masta hidupnya. Urtikaria yang berlangsung kurang dari 6 minggu
disebut urtikaria akut dan yang berlangsung (baik secara terus menerus maupun
berulang) lebih dari 6 minggu disebut urtikaria kronik. Pada anak, kasus urtikaria
akut lebih banyak terjadi.
Penyebab urtikaria terbanyak adalah degranulasi sel mastt dengan akibat
munculnya urtika dan kemerahan (flushing) karena lepasnya performed mediator,
histamin, juga newly formed mediator pada late phase cutaneous response. Pada
anak, hal ini terutama terjadi akibat paparan terhadap alergen. Sumber utama
alergen yang mencetuskan urtikaria dengan perantara IgE adalah makanan dan obat.
Hal lain yang dapat mencetuskan urtikaria/angioedema akut, dan juga sebagian
urtikaria/angioedema kronik adalah mekanisme non imunologik dan tidak
melibatkan IgE. Dalam hal ini terjadi pelepasan histamin, baik secara langsung,
maupun akibat infeksi virus, anafilatoksin, berbagai peptida, dan protein serta
stimulus fisik. Pada urtikaria kronis penyebab tersering adalah proses autoimun

Definisi
Urtikaria (kaligata, gidu, nettle rash, hives) adalah erupsi kulit yang
menonjol, berbatas tegas, berwarna merah, umumnya berbentuk bulat, gatal, dan
berwarna putih di bagian tengah bila ditekan. Angioedema (giant urticaria,
angioneurotic edema, quinkes edema) adalah sebuah lesi yang sama dengan
urtikaria tetapi pada angioedema meliputi jaringan subkutan yang lebih dalam, tidak
gatal, namun biasanya disertai dengan rasa nyeri dan terbakar.

1
Gambar 1. Urtikaria

Gambar 2. Angioedema

Epidemiologi
Urtikaria dan angioedema sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa
lebih banyak mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda. Ditemukan
40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama dengan angioedema dan
11% angioedema saja. Lama serangan berlangsung bervariasi, ada yang lebih dari
satu tahun bahkan lebih dari 20 tahun.
Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan
orang normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin, baik laki-laki maupun
perempuan. Umur, ras, aktivitas, letak geografis dan perubahan musim dapat

2
mempengaruhi hipersensitivitas yang diperankan oleh IgE. Penisilin tercatat
sebagai obat yang lebih sering menimbulkan urtikaria.

Klasifikasi
Urtikaria dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi atau etiologi dan
mekanisme patofisiologi.
A. Durasi
1. Akut
Urtikaria akut biasanya terjadi beberapa jam sampai beberapa hari
(kurang dari 6 minggu) dan umumnya penyebabnya dapat diketahui.
Atau urtikaria yang terjadi selama 4 minggu namun timbul setiap hari.
2. Kronis
Urtikaria yang berlangsung lebih dari 6 minggu dan urtikaria biasanya
berulang dan tidak diketahui pencetusnya, serta dapat berlangsung
sampai beberapa tahun. Urtikaria kronik umumya ditemukan pada orang
dewasa.

B. Etiologi dan Mekanisme Imun


1. Mekanisme imun
Mekanisme imun dapat diperantarai melalui reaksi hipersensitivitas tipe
I, III, dan IV.
2. Mekanisme nonimun (anafilaktoid)
a. Angioedema herediter
b. Aspirin
c. Liberator histamin, yaitu zat yang menyebabkan pelepasan histamin
seperti opiat, pelemast otot, obat vasoaktif, dan makanan (putih telur,
tomat, dan lobster).
3. Fisik
a. Dermatografia (Writting on skin)
b. Urtikaria dingin
c. Urtikaria kolinergik

3
d. Urtikaria solar
e. Urtikaria panas
f. Urtikaria dan angioedema tekanan
g. Angioedema getar
h. Angioedema akuagenik
4. Miscellaneous
a. Urtikaria papular e.c gigitan serangga (nyamuk/lebah)
b. Urtikaria pigmentosa
c. Masttositosit sistemik
d. Infeksi disertai urtikaria
e. Urtikaria dengan penyakit sistemik yang mendasarinya:
- Penyakit vaskular kolagen
- Keganasan
- Ketidakseimbangan sistem endokrin
f. Faktor psikogenik
g. Urtikaria dan angioedema idiopatik

Etiologi
Pada penelitian, ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga
penyebab urtikaria bermacam-macam, di antaranya: obat, makanan,
gigitan/sengatan serangga, bahkan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik,
infeksi dan infestasi parasit, psikis, genetik, dan penyakit sistemik.

1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara
imunologik maupun non-imunologik. Hampir semua obat sistemik
menimbulkan urtikaria secara imunologik (Tipe I atau II). Contohnya ialah
obat-obatan golongan penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon,
dan diuretik. Ada pula obat yang secara non-imunologik langsung
merangsang sel mastt untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium,

4
dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis
prostaglandin dari asam arakidonat.

2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya
akibat reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang
dicampurkan ke dalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan
pengawet sering menimbulkan urtikaria alergika. Contoh makanan yang
sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang, cokelat,
tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka serta bahan yang
dicampurkan ke dalam makanan seperti asam nitrat, asam benzoat, dan ragi.

3. Gigitan/sengatan Serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat. Hal
ini sering diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe selular (tipe IV). Tetapi
venom dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen.
Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya menimbulkan urtikaria
berbentuk papular di sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh dengan
sendirinya setelah beberapa hari, minggu, atau bulan.

4. Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.

5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang,
dan aerosol umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik. Reaksi
ini sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan pernapasan.

6. Kontaktan

5
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk
tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia
seperti insect repelent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan
ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.

7. Trauma fisik
Trauma fisik dapat disebabkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau
memegang benda dingin; faktor panas misalnya sinar matahari, sinar UV,
radiasi dan panas pembakaran; faktor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat,
ikat pinggang, atau semprotan air; faktor vibrasi dan tekanan yang berulang-
ulang contohnya pijatan dapat menyebabkan urtikaria fisik baik secara
imunologik maupun non-imunologik.

8. Infeksi dan Infestasi


Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi
bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri
contohnya infeksi pada tonsil, gigi, dan sinus paranasal. Mastih merupakan
pertanyaan apakah urtikaria muncul karena toksin bakteri atau oleh
sensitisasi. Infeksi virus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi virus
coxsackie pernah dilaporkan sebagai faktor penyebab. Karena itu pada
urtikaria yang idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus
subklinis. Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai
penyebab urtikaria. Infestasi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang,
Schistosoma atau Echinococcus dapat menyebabkan urtikaria.

9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mastt atau langsung menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11.5%
penderita urtikaria menunjukkan gangguan psikis. Penyelidikan
memperlihatkan bahwa hipnosis dapat menghambat eritema dan urtikaria.

6
Pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang
eritema meningkat.

10. Genetik
Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria dan angioedema,
walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. Diantaranya
ialah angioneurotik edema herediter, familial cold urticaria, familial
localized heat urticaria, vibratory angioedema, heredo-familial syndrome
of urticaria deafness and amyloidosis, dan erythropoietic protoporphyria.

11. Penyakit sistemik


Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria dan
lebih sering disebabkan oleh reaksi komplek antigen-antibodi. Penyakit
vesikobulosa seperti pemfigus dan dermatitis herpetiformis Duhring sering
menimbulkan urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai
urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, artritis reumatoid, urtikaria
pigmentosa, demam reumatik dan lupus eritematosus sistemik.

Patogenesis
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan terjadinya
pengumpulan cairan setempat, sehingga secara klinis tampak edema setempat
disertai kemerahan.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting
substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil.
Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim proteolitik misalnya kalikrin,
tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel mastt.
Baik faktor imunologik maupun non-imunologik mampu merangsang sel
mastt atau basofil untuk melepaskan mediator-mediator tersebut (Gambar 2.1).
Pada yang non-imunologik, mungkin sekali siklik AMP (Adenosine Mono

7
Phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan
kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti kodein,
morfin, polimiksin dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan
kolinergik seperti asetilkolin dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit, dengan
mekanisme yang belum diketahui dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan
mediator.
FAKTOR NON-IMUNOLOGIK FAKTOR IMUNOLOGIK

Bahan kimia pelepas mediator Reaksi Tipe I (IgE)  inhalan,


(morfin, kodein) obat, makanan, infeksi

Faktor fisik (panas, dingin, Reaksi Tipe IV (kontaktan)


trauma, sinar X, cahaya Sel Mast
Basofil
Pengaruh komplemen
Efek Kolinergik

Aktivasi komplemen
(Ag-Ab, venom, toksin)

Pelepasan Mediator: Reaksi Tipe II


H1, SRSA, serotonin,
kinin, PEG, PAF Reaksi Tipe III

Faktor Genetik:
- Defisiensi C1 esterase
Alkohol, Emosi, Demam Vasodilatasi, Peningkatan
Permeabilitas Kapiler inhibitor
- Familial cold urticaria
- Familial heat urticaria

Idiopatik
Urtikaria

Gambar 3. Diagram Faktor Imunologik dan Non-imunologik


yang Menimbulkan Urtikaria

8
Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat
secara langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan, misalnya demam, panas,
emosi, dan alkohol dapat merangsang langsung pembuluh darah kapiler sehingga
terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria akut daripada kronik,
biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya
reseptor Fc. Bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE, maka terjadi
degranulasi sel, sehingga terjadi pelepasan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada
reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut
berperan. Aktivasi komplemen secara klasik maupun alternatif menyebabkan
pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast dan basofil.
Hal ini terjadi pada urtikaria akibat venom atau toksin bakteri.
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik
dan kompleks imun. Pada keadaan ini, juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria
akibat kontak juga terjadi, misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga
(insect repelent), bahan kosmetik, dan penggunaan obat-obatan golongan
sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan
edema angioneurotik yang herediter.

Gejala Klinis
Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis tampak
edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak pucat.
Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya
dapat lentikular, numular sampai plakat. Bila mengenai jaringan yang lebih dalam
sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan, juga beberapa organ dalam
misalnya saluran cerna dan saluran napas disebut dengan angioedema. Pada
keadaan ini jaringan yang sering terkena adalah wajah, biasanya disertai sesak
napas, suara serak, dan rinitis.
Dermografisme, berupa edema dan eritema yang linear di kulit yang terkena
goresan benda tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria
akibat tekanan, urtikaria timbul pada tempat yang tertekan, misalnya di sekitar

9
pinggang. Pada penderita ini dermografisme jelas terlihat. Urtikaria akibat
penyinaran biasanya pada gelombang 285-320 nm dan 400-500 nm, timbul setelah
18-72 jam penyinaran, dan klinisnya berbentuk urtikaria papular. Hal ini harus
dibuktikan dengan tes foto tempel. Sejumlah 7-17% urtikaria disebabkan oleh
faktor fisik, antara lain akibat panas, dingin, tekanan dan penyinaran. Umumnya
pada dewasa muda, terjadi pada episode singkat dan umumnya kortikosteroid
sistemik kurang bermanfaat.
Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi,
makanan yang merangsang dan pekerjaan yang berat. Biasanya sangat gatal,
ukurannya bervariasi dari beberapa milimeter sampai numular dan konfluen
membentuk plakat. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri
perut, diare, muntah, dan nyeri kepala. Biasanya terjadi pada usia 15-25 tahun.
Urtikaria akibat obat atau makanan umumnya timbul secara akut dan generalisata.

Diagnosis
Anamnesis
 Adanya bentol kemerahan pada kulit yang mudah dikenali bahkan oleh
orang tua pasien.
 Awitan dan riwayat penyakit serupa sebelumnya: untuk membedakan akut
atau kronik dan mengidentifikasi faktor pencetus yang mungkin sama
dengan pencetus sebelumnya.
 Faktor pencetus ditanyakan faktor yang ada di lingkungan, seperti: alergen
berupa debu, tungau (terdapat pada karpet, kasur, sofa, tirai, boneka
berbulu), hewan peliharaan, tumbuhan, sengatan binatang, serta faktor
makanan seperti zat warna, zat pengawet, zat penambah/modifikasi rasa,
obat-obatan (misalnya: aspirin atau OAINS lainnya), dan faktor fisik
(dingin, panas, dan sebagainya)
 Riwayat penyakit dahulu: demam, keganasan, infestasi cacing
 Riwayat pengobatan untuk episode yang sedang berlangsung
 Riwayat atopi dan riwayat sakit lainnya pada keluarga

10
Pemeriksaan Fisik
 Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi kulit berupa bentol kemerahan yang
memutih di bagian tengah bila ditekan. Lesi disertai rasa gatal. Yang perlu
diperhatikan adalah distribusi lesi, pada daerah yang kontak dengan
pencetus, pada badan saja, dan jauh dari ekstremitas atau seluruh tubuh. Hal
lain yang perlu diperhatikan lagi adalah bentuk lesi yang mirip satu sama
lain, bintik kecil-kecil di atas daerah kemerahan yang luas pada urtikaria
kolinergik.
 Yang perlu diwaspadai: adanya angioedema, adanya distres napas, adanya
kolik abdomen, suhu tubuh meningkat bila lesi luas, dan tanda infeksi lokal
yang mencetuskan urtikaria.
 Pada urtikaria kronik: hal terpenting adalah mencari bukti dan pola yang
menunjukkan penyait lain yang mendasari, lesi yang menghilang apabila
dilakukan eliminasi diet tertentu, seperti pada penyakit seliak, yaitu,
urtikaria menghilang setelah diberi diet bebas gluten.

Pemeriksaan Penunjang
I. Reaksi Hipersensitivitas Tipe I
Untuk reaksi hipersensitivitas alergi dan non alergi dapat dilakukan:
- Hitung eosinofil darah perifer/nasal
- Pemeriksaan konsentrasi tryptase serum, jika konsentrasinya
>10 mg/ml menunjukkan adanya aktivasi dari sel mastt.
Untuk alergi yang diperantarai IgE dilakukan pemeriksaan:
- IgE total serum
Untuk alergen protein (inhalan/makanan) perlu dilakukan:
- Uji tusuk kulit
- Radio-Allergo-Sorbent Test (RAST): IgE spesifik serum
Untuk alergen obat perlu dilakukan:
- Uji tusuk kulit
Satu tetes larutan obat 1:100 dalam larutan garam fisiologis
tanpa pengawet, harus disertai kontrol positif dan negatif

11
- Uji intradermal
0,02 ml larutan obat 1:1000 dalam larutan garam fisiologis,
harus disertai kontrol positif dan negatif.

II. Urtikaria Fisik


- Gores kulit normal pada daerah volar lengan bawah dengan alat tumpul (stik
yang keras atau tounge blade/penekan lidah atau dengan kuku).
- Suatu reaksi wheal dan kemerahan berbentuk garis akan timbul dalam 2-3
menit setelah digores. Intensitas puncak terjadi 6-7 menit dan hilang spontan
dalam 20 menit. Tipe lambat terjadi dalam 6-9 jam pada sisi yang sama dan
menetap selama 24-48 jam.

III. Urtikaria Yang Tergantung Pada Temperatur


o Urtikaria dingin
- Tempelkan benda dingin pada kulit
- Pegang kubus es atau lebih baik benda dingin yang kering (baskom
tembaga yang diisi es, direndam dalam air dingin atau tabung kering
berisi dry ice.

o Urtikaria panas
Tempelkan botol yang telah diisi dengan air panas pada kulit. Urtikaria
akan muncul dalam waktu beberapa menit

o Urtikaria solar
Sejumlah anak memiliki protoporfiria eritropoietik:
- Kulit diberi paparan pancaran sinar dengan berbagai panjang
gelombang di laboratorium
- Eritem yang pruritik akan muncul pada kulit yang terpajan pancaran
sinar, biasanya hilang dalam 24 jam

12
o Urtikaria tekanan
- Beri tekanan dengan beban, atau
- Gantung suatu beban 7-14 kg di sekeliling lengan bawah atau bahu
selama 10 menit

o Angioedema vibrator
Tempelkan vibrator/mixer pada lengan bawah selama 4 menit

o Urtikaria akuagenik
Tempelkan kompres air/tap water dicoba pada berbagai temperatur pada
kulit yang akan diuji. Papul multipel yang gatal seperti urtikaria kolinergik
akan timbul dalam beberapa menit hingga 30 menit.

o Urtikaria kolinergik
Mandi air hangat atau beraktivitas hingga berkeringat. Wheal yang gatal
dengan diameter 1-3 mm dikelilingi daerah eritema yang luas timbul
dalam 2-20 menit. Episode ini akan menetap dalam 15-30 menit

Gambar 4. Uji Tusuk Kulit (Skin Prick Test)

13
Gambar 5. Uji Tempel (Patch Test)

Diagnosis Banding
a. Sengatan serangga multipel
Pada sengatan serangga akan terlihat titik di tengah bentol yang
merupakan bekas sengatan serangga.
b. Angioedema herediter
Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang disertai urtikaria. Pada
kelainan ini terdapat edema subkutan atau submukosa periodik disertai
rasa sakit dan terkadang disertai edema laring. Edema biasanya mengenai
ekstremitas dan mukosa gastrointestinal yang sembuh setelah 1-4 hari.
Pada keluarga terdapat riwayat penyakit yang serupa. Diagnosis
ditegakkan dengan menemukan kadar komplemen C4 dan C2 yang
menurun dan tidak adanya inhibitor C1-esterase dalam serum.

Penatalaksanaan
Urtikaria akut pada umumnya lebih mudah diatasi dan kadang-kadang
sembuh dengan sendirinya tanpa memerlukan pengobatan. Prinsip pengobatan
urtikaria akut adalah sebagai berikut.

A. Penanganan Umum
1. Eliminasi/Penghindaran faktor penyebab
2. Antihistamin

14
Medikamentosa utama adalah antihistamin karena mediator utama pada
urtikaria adalah histamin. Preparat yang bisa digunakan:
 Antihistamin H1 generasi I (sedatif), misal Chlorfeniramin
Maleat (CTM) dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis, atau antihistamin H1 generasi II (nonsedatif),
contoh setirizin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/kali (usia < 2
tahun: 2 kali/hari; usia > 2 tahun: 1 kali/hari). Pada urtikaria
akut lokalisata cukup diberikan antihistamin H1.
 Penambahan antihistamin H2, misal simetidin 5
mg/kgBB/kali, 3 kali/hari dapat membantu efektifitas
antihistamin H1

Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30 menit
setelah pemakaian oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam,
sedangkan lama kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. Antihistamin dapat
diberikan selama 7-10 hari

3. Adrenergik
Pada urtikaria akut generalisata dan disertai gejala distress pernapasan,
asma atau edema laring, mula-mula diberi adrenalin (1:1000) dengan
dosis 0,01 ml/kgBB/kali subkutan (makasimal 0,3 ml) dilanjutkan
dengan pemberian antihistamin.

4. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan bila tidak memberi respon yang baik dengan
obat lain dengan mewaspadai efek samping yang dapat terjadi.
Kortikosteroid jangka pendek digunakan pada urtikaria akut yang berat
dengan atau tanpa angioedema atau bila urtikaria diduga berlangsung
akibat reaksi alergi fase lambat. Obat yang digunakan adalah prednison
dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 5 hari, tapering off biasanya tidak
dibutuhkan pada urtikaria akut.

15
5. Antileukotrien (Leukotriene pathway modifiers)
Antileukotrien dapat digunakan bersamaan dengan antihistamin H1 untuk
menangani urtikaria yang tidak terkontrol, tetapi penggunaannya sebagai
terapi tunggal mastih memerlukan penelitian lebih lanjut. Antileukotrien
pernah tercatat memiliki manfaat pada kasus alergi aspirin, namun efek
sesungguhnya mastih belum dapat dipastikan. Salah satu antileukotrien
yang sering dipakai adalah montelukast dengan dosis yang dianjurkan
untuk anak-anak adalah 4-5 mg/hari. Tablet 4 mg digunakan pada anak
2-6 tahun dan 5 mg digunakan pada anak 6-15 tahun. Di Indonesia,
antileukotrien itu sendiri mastih jarang digunakan dan preparatnya pun
mastih sangat terbatas. Preparat antileukotrien yang telah beredar di
Indonesia adalah zafirlukast, sedangkan montelukast belum tersedia.
Zafirlukast dapat digunakan untuk mengobati asma akibat alergi.

Tabel 1. Antihistamin untuk Urtikaria dan Angioedema


Golongan Obat Dosis Frekuensi
Antihistamin H1 (generasi ke-1, sedatif)
Hydroxizine 0,5-2 mg/kg/kali Setiap 6-8 jam
(dewasa 25-100 mg)
Diphenhydramin 1-2 mg/kg/kali Setiap 6-8 jam
(dewasa 50-100 mg)
Chlorpheniramin 0,25 mg/kg/hari Setiap 8 jam
Maleat (dibagi 3 dosis)
Antihistamin H1 (generasi ke-2, nonsedatif)
Setirizin 0,25 mg/kg/kali 6-24 bulan: 2 kali/hari
>24 bulan: 1 kali/hari
Fexofenadin 6-11 tahun: 30 mg 2 kali/hari
> 12 tahun: 60 mg
Dewasa : 120 mg 1 kali/hari
Loratadin 2-5 tahun: 5 mg 1 kali/hari
> 6 tahun: 10 mg
Desloratadin 6-11 bulan: 1 mg 1 kali/hari
1-5 tahun: 1,25 mg
6-11 tahun: 2,5 mg
>12 tahun: 5 mg
Antihistamin H2
Cimetidine Bayi: 10-20 mg/kg/hari Tiap 6-12 jam (terbagi 2-4 dosis
Anak: 20-40 mg/kg/hari
Ranitidine 1 bln-16 tahun: 5-10 mg/kg/hari Tiap 12 jam (terbagi dalam 2 dosis)
B. Penanganan Khusus

16
Dilakukan sesuai dengan diagnosis jenis urtikaria

C. Penanganan Topikal
Untuk mengatasi pruritus, dapat diberikan lotion calamin atau bedak salisilat.

Urtikaria kronim biasanya lebih sukar diatasi. Idealnya adalah etap identifikasi dan
menghilangkan faktor penyebab, namun hal ini juga sulit dilakukan. Untuk ini,
selain antihistamin H1, juga dapat menambahkan obat antihistamin H2. Kombinasi
lain yang dapat diberikan adalah antihistamin H1 dan H2 pada malam hari atau
antihistamin H1 dengan antidepresan trisiklik. Pada kasus berat dapat diberikan
antihistamin H1 dengan kortikosteroid jangka pendek.

Suportif
 Lingkungan yang bersih dan nyaman (suhu ruangan tidak terlalu panas atau
pengap, dan ruangan tidak penuh sesak). Pakaian, handuk, sprei, dibilas
bersih dari sisa deterjen dan diganti lebih sering.
 Pasien dan keluarga diedukasi untuk kecukupan hidrasi, dan
menghindarkan garukan untuk mencegah infeksi sekunder

Indikasi Rawat
Urtikaria yang meluas dengan cepat (hitungan menit-jam) disertai dengan
angioedema hebat, distres pernapasan, dan nyeri perut hebat.

Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat
ditemukan dan diatasi, sedangkan urtikaria kronis lebih sulit diatasi karena
penyebabnya sulit dicari. Pada umumnya, prognosis urtikaria dapat dikatakan baik,
tetapi karena urtikaria merupakan bentuk kutan anafilaksis sistemik, dapat saja
terjadi obstruksi jalan napas karena adanya edema laring atau jaringan di sekitarnya,
atau anafilaksis sistemik yang dapat mengancam jiwa.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aisah, Siti. 2013. Urtikaria. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Disunting oleh Adhi
Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. Jakarta: FK UI
Grattan, C.E.H dan Humphreys, F. 2007. Guideline For Evaluation And
Management Of Urticaria In Adults And Children. British Journal of
Dermatology 157. Halaman 1116-1123
Hay, Levin, Sondheimer, Deterding. 2009. Current Diagnosis and Treatment in
Pediatrics 19th Edition. New York: McGraw Hill
Huang, Shih Wen. 2010. Pediatrics Angioedema. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/885100-overview. [31 Oktober
2018].
Kulszicky, Anthony. 2010. Urticaria and Angioedema. Immuno VI 05/10.
Halaman 1-12.
Leung, D.Y.M. 2007. Urticaria And Angioedema (Hives). Nelson Textbook Of
Pediatrics 17th Edition. Saunders: Philadelphia
Matondang, Soepriyadi, Setiabudiawan. 2007. Urtikaria-Angioedema. Buku Ajar
Alergi-Imunologi Anak Edisi Kedua. Disunting oleh Akib, Munash dan
Kurniati. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Ogbru, O. 2005. Montelukast, Singulair. [serial online].
http://www.medicinenet.com/montelukast/article.htm. [31 Oktober 2018]
Schwartz, M.W. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Alih bahasa oleh Pendit,
Hartawan, Iqbal, dan Yurita. Clinical Handbook of Pediatrics. Jakarta: EGC

18

Anda mungkin juga menyukai