Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Skizofrenia menyerang kurang lebih 1% populasi, biasanya bermula di
bawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup, dan mengenai orang dari semua
kelas sosial. Meski didiskusikan seolah-olah sebagai suatu penyakit tunggal,
skizofrenia mungkin terdiri dari sekumpulan gangguan dengan etiologi yang
heterogen dan mencakup pasien dengan presentasi klinis, respon terhadap terapi,
dan perjalanan penyakit yang bervariasi.
Menurut Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Fourth
Edition Text Revised (DSM-IV-TR) tipe skizofrenia dibagi menjadi lima yaitu :
tipe paranoid, tipe katatonik, tipe hebefrenik (disorganized), tipe tidak terinci
(undifferentiated), tipe residual. Dari kelima tipe tersebut yang paling sering
terjadi adalah tipe paranoid.2
Skizofrenia paranoid terjadi karena melemahnya neurologis dan kognitif
tetapi individu tersebut mempunyai prognosis yang baik. Namun bagaimanapun
juga, pada fase aktif dari kelainan ini, penderita mengalami gangguan jiwa berat,
dan gejala-gejala tersebut dapat membahayakan dirinya atau orang lain.2
Berdasarkan Riskesdas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun
2007 disebutkan, rata-rata nasional gangguan mental emosional ringan, seperti
cemas dan depresi pada penduduk berusia 15 tahun ke atas mencapai 11,6%,
dengan angka tertinggi terjadi di Jawa Barat, sebesar 20%. Sedangkan yang
mengalami gangguan mental berat, seperti psikotis, skizofrenia, dan gangguan
depresi berat sebesar 0,46%.3
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia
menderita penyakit fisik dan 50%-nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah
penyebab umum kematian diantara penderita skizofrenia, 50% penderita
skizofrenia pernah mencoba bunuh diri satu kali seumur hidupnya, dan 10% dari
populasi tersebut berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya
gejala depresi dan usia muda.5, 6

1
IDENTITAS PASIEN
Nama : Riza Firda
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 21 Desember 1995
Umur : 22 tahun
Alamat : Tualang Teungoh, Langsa
Status Pernikahan : Belum menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan Terakhir : SMK
Agama : Islam
Suku : Aceh
TMRS : 31 Agustus 2018
Tanggal Pemeriksaan : 6 September 2018, 11 September 2018

II RIWAYAT PSIKIATRI
Data diperoleh dari:
1. Rekam medis : 1702014529
2. Autoanamnesis : 6 September 2018, 11 September 2018
3. Alloanamnesis : 11 September 2018

A. Keluhan Utama
Mengamuk

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis:
Pasien mengaku dibawa ke RSJ Aceh karena mengamuk dan memukul
ibunya. Awalnya pasien mengaku tidak senang melihat Presiden Jokowi
menggunakan pakaian adat Aceh. Pasien kemudian memberitahukan kepada
orang-orang di lingkungan Masjid Raya Langsa. Karena dianggap mengganggu,
pasien ditangkap dan dibawa warga untuk dirujuk ke RSJ Aceh. Pasien di rumah
sempat memukul ibunya, berkelahi dengan abang-adiknya, dan mengancam untuk
membakar taxi ayahnya. Pasien sulit tidur di malam hari, menolak minum obat,
dan suka merusak barang-barang di rumah. Saat ini pasien merasa sehat dan
mengatakan bahwa orang-orang yang membawanya ke RSJ Aceh justru yang
mengalami gangguan kejiwaan. Pasien mengaku utusan langit, gempa di Lombok
kemarin adalah berkat doanya. Pasien juga mengatakan dapat membuat gempa
dan tsunami. Pasien pernah dirawat di RSJ Aceh sekitar setahun yang lalu

Alloanamnesis:
Pasien datang diantar oleh keluarganya karena mengamuk sejak ± 1 bulan
terakhir dan memberat sejak ± 2 minggu SMRS. Pasien sering memukuli ibunya
dengan alasan ibunya selalu memarahi pasien. Pasien juga sering merusak barang-
barang di rumah. Pasien suka keluyuran dan mengganggu orang-orang di
lingkungan masjid. Pasien minum obat tidak teratur. Pasien banyak bicara sendiri
dan tidak tidur di malam hari. Pasien sering mengancam orang termasuk
mengancam ingin membakar taxi ayahnya.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya


1. Riwayat psikiatrik: Pasien pernah dirawat di RSJ Aceh 1 tahun yang
lalu
2. Riwayat penyakit medis umum: Tidak ada
3. Riwayat merokok : Jarang merokok
4. Penggunaan napza: Disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga mengaku tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami
keluhan serupa sebelumnya.

E. Riwayat Pengobatan
Tidak Diketahui

F. Riwayat Sosial
Pasien tinggal bersama ibu, kakak, dan adiknya di rumah. Pasien belum
menikah. Pasien mengaku tidak memiliki hubungan baik dengan ibu, kakak, dan
adiknya. Hanya berhubungan baik dengan ayahnya karena takut tidak diberi uang
jajan.
3
G. Riwayat Pendidikan
Pendidikan pasien terakhir Sekolah Menengah Kejuruan.

H. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat perinatal : Normal
2. Riwayat masa bayi : Normal
3. Riwayat masa anak : Normal
4. Riwayat masa remaja : Pasien lebih banyak bermain hanphone dan
bermain Play Station.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Internus
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Tekanan Darah : 120/70 mmHg
3. Frekuensi Nadi : 80 x/ menit
4. Frekuensi Napas : 20 x/ menit
5. Temperatur : Afebris

B. Status Generalisata
1. Kepala : Normocephali (+)
2. Leher : Distensi vena jugular (-), pembesaran KGB (-)
3. Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
4. Jantung : BJ I >BJII , bising (-), iktus cordis di ICSV Linea
midclavicular sinistra
5. Abdomen : Asites (-), hepatomegali (-), nyeri tekan (-)
6. Ekstremitas
Superior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)
Inferior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)
7. Genetalia : Tidak diperiksa
C. Status Neurologi
1. GCS : E4V5M6
2. Tanda rangsangan meningeal : (-)
3. Peningatan TIK : (-)
4. Mata : Pupil isokor (+/+), Ø3mm/3mm,
RCL (+/+), RCTL (+/+)
5. Motorik : Dalam batas normal
6. Sensibilitas : Dalam batas normal
7. Fungsi luhur : Dalam batas normal
8. Gangguan khusus : Tidak ditemukan

IV. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Rapi, sesuai usia
2. Kebersihan : Bersih
3. Kesadaran : Compos mentis
4. Perilaku & Psikomotor : Normoaktif
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif

B. Mood dan Afek


1. Mood : Euphoria
2. Afek : Luas
3. Keserasian Afek : Appropriate Affect

C. Pembicaraan
Spontan

D. Pikiran
1. Arus pikir
 Koheren : (+)
 Inkoheren : (-)
 Neologisme : (-)
 Sirkumstansial 5 : (-)
 Tangensial : (-)
 Asosiasi longgar : (-)
 Flight of idea : (+)
 Blocking : (-)

2. Isi pikir
 Waham, preokupasi
 Waham
1. Waham Bizzare :(-)
2. Waham Somatik :(-)
3. Waham Erotomania :(-)

4. Waham Paranoid
 Waham Persekutor : (-)
 Waham Kebesaran : (+)
 Waham Referensi : (-)
 Waham Dikendalikan : (-)
 Thought
1. Thought Echo : (-)
2. Thought Withdrawal : (-)
3. Thought Insertion : (-)
4. Thought Broadcasting : (-)
 Delusion
1. Delusion of Control : (-)
2. Delusion of Influence : (-)
3. Delusion of Passivity : (-)
4. Delusional Perception : (-)

E. Persepsi
1. Halusinasi
 Auditorik : (-)
 Visual : (+)
 Olfaktorius : (-)
 Taktil : (-)
2. Ilusi : (-)

F. Intelektual
1. Intelektual : Baik
2. Daya konsentrasi : Baik
3. Orientasi
 Diri : Baik
 Tempat : Baik
 Waktu : Baik
4 Daya ingat
 Seketika : Baik
 Jangka Pendek : Baik
 Jangka Panjang : Baik
5 Pikiran Abstrak : Baik

H. Daya nilai
 Normo sosial : Baik
 Uji Daya Nilai : Baik

I. Pengendalian Impuls: Baik


J. Tilikan : T1
K. Taraf Kepercayaan : Dapat dipercaya

V. RESUME
Pasien datang diantar oleh keluarganya karena mengamuk sejak ± 1 bulan
terakhir dan memberat sejak ± 2 minggu SMRS. Pasien sering memukuli ibunya
dengan alasan ibunya selalu memarahi pasien. Pasien juga sering merusak barang-
barang di rumah. Pasien suka keluyuran dan mengganggu orang-orang di
lingkungan masjid. Pasien minum obat tidak teratur. Pasien banyak bicara sendiri
dan tidak tidur di malam hari. Pasien sering mengancam orang termasuk
mengancam ingin membakar taxi ayahnya.
7
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan
darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit,
temperatur afebris. Hasil pemeriksaan umum didapatkan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan status mental, tampak lak-laki, berpenampilan rapi,
sesuai usia, aktivitas psikomotor: hiperaktif, sikap terhadap pemeriksa: kooperatif,
mood: euphoria, afek: luas, keserasian afek: appropriate, pembicaraan: spontan,
arus pikir :koheren, isi pikir : waham, perokupasi, halusinasi auditorik (-) dan
halusinasi visual (+). Pasien mengalami tilikan T1 karena merasa dirinya tidak
sakit dengan taraf kepercayaan dapat dipercaya.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. F20.0 Skizofrenia Paranoid
2. F22 Gangguan Waham Menetap
3. Epilepsi dan Psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
4. F22.8 Keadaan paranoid involusional
5. F22.0 Paranoia

VII. DIAGNOSIS KERJA


F20.0 Skizofrenia Paranoid

VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Axis I : Skizofrenia Paranoid
Axis II : Tidak ada diagnosis
Axis III : Tidak ada diagnosis
Axis IV : Permasalahan Keluarga
Axis V : GAF 40-31

IX. TATALAKSANA
A. Farmakoterapi
Haloperidol 5 mg (2x1)
Trihexyphenydil 2 mg (2x1)
Clozapin 200 mg (1x1)
B. Terapi Psikososial
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan
menjelaskan mengenai penggunaan obat yang tidak boleh putus.
2. Meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal.
3. Menjelaskan kepada keluarga & orang disekitar pasien mengenai
kondisi pasien dan meyakinkan mereka untuk selalu memberi
dukungan kepada pasien agar proses penyembuhannya lebih baik.

X. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam

Tanggal Evaluasi Terapi


31 Ags 2018 S/ Mengamuk Inj lodomer 1 amp/hari/IM
IGD O/Penampilan: Laki-laki, sesuai usia, Inj diazepam 1 amp/hari/IM
rapi dan tidak bersih
Kesadaran : compos mentis
Sikap :kooperatif
Psikomotor :normoaktif
Mood :Iritable
Afek:Terbatas
Keserasian: appropiate Affect
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Waham curiga
Persepsi :Halusinasi auditorik (+)
Halusinasi visual (-)
Tilikan : T1
A/ Skizofrenia Paranoid

9
11 Sept 2018 S/ Pasien tenang & kooperatif. Tidur Haloperidol 5 mg (2x1)
malam (+), minum obat (+) Trihexyphenydil 2 mg (2x1)
O/Penampilan: Laki-laki, sesuai usia, Clozapin 100 mg (1x1)
rapi dan lumayan bersih
Kesadaran : compos mentis
Sikap : kooperatif
Psikomotor : hiperaktif
Mood : Euphoria
Afek: Luas
Keserasian: appropiate Affect
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Waham kebesaran,
preokupasi
Persepsi :Halusinasi auditorik (-)
Halusinasi visual (-)
Tilikan : T1
A/ Skizofrenia Paranoid
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah pola penyakit bidang psikiatri, merupakan sindroma
klinis dari berbagai keadaan psikopatologis yang sangat mengganggu serta
melibatkan proses pikir, persepsi, emosi, gerakan dan tingkah laku.1

Skizofrenia merupakan sindrom yang heterogen yang mana diagnosisnya


belum dapat ditegakkan memakai suatu uji laboratorium tertentu, diagnosisnya
ditegakkan berdasarkan sekumpulan gejala yang dinyatakan karakteristik untuk
skizofrenia.1

2.2 Epidemiologi Skizofrenia


Data WHO menunjukkan bahwa di tahun 2002 saja diketahui tidak kurang
dari 154 juta penduduk dunia yang depresi, 25 juta skizofrenia, 91 juta mengalami
gangguan mental akibat alkohol, 15 juta gangguan mental karena penyalahgunaan
obat, 50 juta epilepsi, dan 24 juta alzheimer dan demensia lainnya. Hal yang lebih
mencengangkan lagi bahwa terdapat rata-rata 877.000 orang bunuh diri setiap
tahun.5
Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun.
Skizofrenia tipe paranoid terjadinya lebih awal pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Prognosis sizofrenia paranoid lebih baik dibandingkan tipe-tipe yang
lain karena mempunyai respon yang baik dalam pengobatan.2
Berdasarkan laporan RISKESDAS Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia pada tahun 2007 prevalensi gangguan jiwa berat (Skizofrenia) di
Indonesia adalah sebesar 4,6‰. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI
Jakarta (20,3‰) yang kemudian secara berturut turut diikuti oleh Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (18,5‰), Sumatera Barat (16,7‰), Nusa Tenggara
Barat (9,9‰), Sumatera Selatan (9,2‰). Prevalensi terendah terdapat di Maluku
(0,9‰).3

11
2.3 Etiologi Skizofrenia

Untuk mengetahui dan memahami perjalanan penyakit skizofrenia


diperlukan pendekatan yang sifatnya holistik, yaitu dari sudut organobiologik,
psikodinamik, psikoreligius, dan psikososial.2
2.3.1 Organobiologik

Ada banyak faktor yang berperan serta bagi muculnya gejala-gejala


skizofrenia. Hingga sekarang banyak teori yang dikembangkan untuk mengetahui
penyebab skizofrenia, antara lain : faktor genetik, virus, auto-antibody, malnutrisi
(kekurangan gizi).9
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang
abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya
yang disebut faktor epigenetik. Kesimpulannya adalah bahwa gejala skizofrenia
baru muncul bila terjadi interaksi antara gen abnormal dengan : 3
1. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat mengganggu
perkembangan otak janin.
2. Menurunnya auto-immune yang mungkin disebabkan infeksi selama
kehamilan.
3. Berbagai macam komplikasi kandungan.

4. Kekurangan gizi yang cukup berat terutama pada trimester pertama


kehamilan.
Dari penelitian yang telah dilakukan pada penderita skizofrenia ditemukan
perubahan-perubahan atau gangguan pada sistem transmisi sinyal penghantar
saraf (neuro-transmitter) dan reseptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi
zat neuro-kimia seperti dopamin dan serotonin yang ternyata mempengaruhi
fungsi-fungsi kognitif (alam pikir), afektif (alam perasaan) dan psikomotor
(perilaku) yang terlihat dalam bentuk gejala positif dan negatif skizofrenia.3
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neuro-kimiawi dalam penelitian
dengan CT Scan otak ternyata ditemukan pula perubahan anatomi otak penderita
skizofrenia terutama pada penderita yang kronis. Perubahan-perubahan anatomi
otak tersebut antara lain pelebaran ventrikel lateral, atrofi korteks bagian depan.
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).13
Dengan diketahuinya perubahan-perubahan pada sistem transmisi saraf di
sel-sel susunan saraf pusat yang menyebabkan gangguan skizofrenia maka para
ahli telah menemukan jenis obat yang dapat memperbaiki gangguan fungsi neuro-
transmitter sehingga mampu mengobati gejala-gejala negatif maupun positif
skizofrenia.
2.3.2 Psikodinamik

Mekanisme terjadinya skizofrenia pada diri seseorang dari sudut


psikodinamik dapat diterangkan dengan dua buah teori yaitu :
Teori homeostatik-deskriptif

Dalam teori ini diuraikan gambaran gejala-gejala (deskripsi) dari suatu


gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan keseimbangan (balance)
atau homeostatik pada diri seseorang, sebelum dan sesudah terjadinya gangguan
jiwa tersebut.2
Teori fasilitatif-etiologik

Dalam teori ini diuraikan faktor-faktor yang memudahkan (fasilitasi)


penyebab (etiologi) suatu penyakit itu muncul, bagaimana perjalanan penyakitnya
dan penjelasan mekanisme psikologis dari penyakit yang bersangkutan.3
Selanjutnya menurut teori Freud suatu gangguan jiwa muncul akibat
terjadinya konflik internal pada diri seseorang yang tidak dapat beradaptasi
dengan dunia luar. Sebagaimana diketahui bahwa pada setiap diri terdapat tiga
unsur psikologik yang dinamakan dengan istilah Id, Ego dan Super-Ego.3
Menurut teori freud ini Id adalah bagian dari jiwa seseorang berupa
dorongan atau nafsu yang sudah ada sejak manusia dilahirkan yang memerlukan
pemenuhan dan pemuasan segera. Unsur Id ini sifatnya vital sebagai suatu
mekanisme pertahanan diri, sebagai contohnya misalnya dorongan atau nafsu
makan, minum, seksual, agresivitas dan sejenisnya.
Unsur Super-Ego sifatnya sebagai badan penyensor yang memiliki nilai-
nilai moral etika yang membedakan mana yang boleh mana yang tidak, mana
13
yang baik mana yang buruk, mana yang halal mana yang haram dan sejenisnya,
atau dengan kata lain merupakan hati nurani manusia. Sedangkan unsur Ego
merupakan badan pelaksana yang menjalankan kebutuhan Id setelah disensor
dahulu oleh Super-Ego.8
2.3.3 Psikoreligius

Dari sudut pandanga agama islam teori Freud tersebut sebenarnya sudah
ada hanya peristilahannya yang berbeda. Dalam islam Id dikenal denga istilah
nafsu yang berfungsi sebagai dorongan atau daya tarik. Untuk melaksanakan
kebutuhan nafsu manusia dibekali dengan iman yang berfungsi sebagai self
control. Dengan adanya iman ini manusia dapat menbedakan mana yang baik
mana yang buruk dan mana yang halal mana yang haram. Dalam teori freud
istilah iman sama dengan Super-Ego.
Manusia melaksanakan kebutuhan-kebutuhan nafsu tadi dalam bentuk
perbuatan, perilaku atau amal yang kesemuanya itu disebut sebagai akhlak.
Akhlak sesorang akan menjadi baik atau buruk tergantung dari hasil tarik menarik
antara nafsu dan iman. Dalam konsep freud akhlak ini disebut Ego.3
2.3.4 Psikososial

Situasi atau kondisi yang tidak kondusif pada diri seseorang dapat
merupakan stresor psikososial.stressor psikososial adalah setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga
orang itu terpaksa mengadakan penyesuaian diri untuk menanggulangi stresor
(tekanan mental) yang timbul. Kegagalan dari adaptasi ini yang menyebabkan
timbulnya berbagai jenis gangguan jiwa yang salah satunya adalah skizofrenia.3
Pada umumnya jenis stresor psikososial yang dimaksud meliputi
permasalahan rumah tangga, problem orang tua, hubungan interpersonal,
pekerjaan, kondisi lingkungan, masalah ekonomi, keterlibatan masalah hukum,
adanya penyakit fisik yang kronis.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat mengalami
konflik kejiwaan yang bersumber dari konflik internal dan konflik eksternal.
Tidak semua orang mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya sehingga
orang tersebut jatuh dalam keadaan frustasi yang mendalam. Sebagai
kelanjutannya yang bersangkutan menarik diri (withdrawn), melamun (day
dreaming), hidup dalam dunianya sendiri yang lama-kelamaan timbullah gejala-
gejala berupa kelainan jiwa misalnya halusinasi, waham dan lain sebagainya.
Yang bersangkutan tidak lagi mampu menilai realitas (reality testing ability-RTA,
terganggu) dan pemahaman diri (insight) buruk, yang merupakan perjalanan awal
skizofrenia.1
2.4 Klasifikasi Skizofrenia

Menurut Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Fourth


Edition Text Revised (DSM-IV-TR) membagi skizofrenia atas subtipe secara
2
klinik yaitu :

2.4.1 Tipe katatonik

Gejala-gejala yang terdapat pada skizofrenia katatonik adalah sebagai berikut :

1. Stupor katatonik, yaitu suatu pengurangan hebat dalam reaktivitas terhadap


lingkungan dan atau pengurangan dari pergerakan atau aktivitas spontan
sehingga nampak sepreti patung atau diam membisu (mute).
2. Negativisme katatonik, yaitu suatu perlawanan yang nampaknya tanpa motif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan dirinya.
3. Kekakuan (rigidity) katatonik, yaitu mempertahankan suatu sikap kaku
terhadap semua upaya untuk menggerakkan dirinya.
4. Kegaduhan katatonik, yaitu kegaduhan aktivitas motorik, yang nampaknya
tak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh rangsang luar.
5. Sikap tubuh katatonik, yaitu sikap yang tidak wajar dan aneh.

2.4.2 Tipe hebefrenik (disorganized)1

Gejala-gejala yang terdapat pada skizofrenia hebefrenik adalah sebagai berikut :

1. Inkoherensi, yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata yang diucapkan tidak ada
hubunganya satu dengan yang lain.
2. Alam perasaan (mood, affect) yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi.

3. Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas


diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
15
4. Waham tidak jelas dan tidak sistematis sebagai suatu kesatuan dan biasanya
tidak menonjol.
5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisir sebagai
satu kesatuan dan biasanya tidak menonjol.

6. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri,menunjukkan gerakan- gerakan


yang aneh, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan kecenderungan untuk
menarik diri secara ekstirm dari hubungan sosial.
2.4.3 Tipe paranoid

Gejala-gejala yang terdapat pada skizofrenia paranoid adalah sebagai berikut :

1. Waham (delusion) yang menonjol misalnya waham kejar, waham kebesaran


dan lain sebagainya.
2. Halusinasi yang menonjol misalnya halusinasi auditorik, halusinasi visual dan
lain sebagainya.
3. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol
2.4.4 Tipe tak terinci (undifferentiated)

Adanya gambaran simtom fase aktif, tetapi tidak sesuai dengan kriteria
untuk skizofreniaia katatonik, disorganized, atau paranoid. Atau semua kriteria
untuk skizofreniaia katatonik, disorganized, dan paranoid terpenuhi.
2.4.5 Tipe residual

Merupakan kelanjutan dari skizofrenia, akan tetapi gejala fase aktif tidak
lagi dijumpai.
2.4 Gejala skizofrenia

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu gejala


positif dan gejala negatif.3
2.4.1 Gejala positif

Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah


sebagai berikut :
1. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional yang tidak
sejalan dengan intelegensia pasien dan latar belakang budaya. Meskipun telah
dibutikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun
penderita tetap meyakini kebenarannya.

2. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada. Misalnya penderita


mendengar suara-suara/bisikan-bisikan ditelinganya padahal tidak ada sumber
dari suara/bisikan itu.

3. Kekecauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya
bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
4. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan
semangat dan gembira berlebihan.
2.4.2 Gejala negatif2

Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah


sebagai berikut :
1. Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam
perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan
ekspresi.
2. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau bergaul atau
kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
3. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.

4. Pola pikir stereotip

2.5 Fase Skizofrenia

Skizofrenia dapat dilihat sebagai suatu gangguan yang berkembang


melalui fase-fase : 1
1. Fase premorbid

Pada fase ini, fungsi-fungsi individu masih dalam keadaan normatif.

2. Fase prodromal

Adanya perubahan dari fungsi-fungsi pada fase premorbid menuju saat


muncul gejala psikotik yang nyata. Fase ini dapat berlangsung dalam beberapa
minggu atau bulan, akan tetapi lamanya fase prodromal ini rerata antara 2 sampai
5 tahun. Pada fase ini, individu mengalami kemunduran dalam fungsi-fungsi yang
17
mendasar (pekerjaan sosial dan rekreasi) dan muncul gejala yang nonspesifik,
misal gangguan tidur, ansietas, iritabilitas, mood depresi, konsentrasi berkurang,
mudah lelah, dan adanya defisit perilaku misalnya kemunduran fungsi peran dan
penarikan sosial. Gejala positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase
prodromal dan berarti sudah mendekati mulai menjadi psikosis.
3. Fase psikotik3

Berlangsung mulai dengan fase akut, lalu adanya perbaikan memasuki fase
stabilisasi dan kemudian fase stabil.

a. Pada fase akut dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya dijumpai
adanya waham, halusinasi, gangguan proses pikir, dan pikiran yang kacau.
Gejala negatif sering menjadi lebih parah dan individu biasanya tidak mampu
untuk mengurus dirinya sendiri secara pantas.
b. Fase stabilisasi berlangsung selama 6-18 bulan, setelah dilakukan acute
treatment.
c. Pada fase stabil terlihat gejala negatif dan residual dari gejala positif. Di mana
gejala positif bisa masih ada, dan biasanya sudah kurang parah dibandingkan
pada fase akut. Pada beberapa individu bisa dijumpai asimtomatis, sedangkan
individu lain mengalami gejala nonpsikotik misalnya, merasa tegang
(tension), ansietas, depresi, atau insomnia.
2.6 Diagnosis Skizofrenia

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi


ketiga (PPDGJ III) membagi gejala skizofrenia dalam kelompok-kelompok
penting, dan yang sering terdapat secara bersama-sama untuk diagnosis.
Kelompok gejala tersebut : 4

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a. “thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda ; atau,
“thought insertion or withdrawal” : isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari
luar dirinya (withdrawal); dan,
“thought broadcasting” : isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya.
b. “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau,
“delusion of passivitiy” : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk
kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus).

“delusional perception” : pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang


bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik :
suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien atau, mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang
berasal dan salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa, misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahluk asing dan dunia lain.
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :

(a) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu
minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
19
relevan, atau neologisme.
(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan
stupor.
(d) Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun


waktu satu bulan atau lebih tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal).
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.

2.7 Skizofrenia Paranoid

Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang sering dijumpai di


negara manapun.menurut DSM-IV-TR kriteria diagnostik pada skizofrenia
paranoid harus ditemukan 2 gejala yaitu adanya delusi (waham) dan halusinasi.
Adapun kriteria diagnostik lainnya adalah kekacauan ucapan, tingkah laku dan
gejala-gejala negatif namun ini tidak dominan.5

Skizofrenia tipe paranoid terjadinya lebih awal pada laki-laki


dibandingkan perempuan. Prognosis sizofrenia paranoid lebih baik dibandingkan
tipe-tipe yang lain karena mempunyai respon yang baik dalam pengobatan.5

2.8 Diagnostik skizofrenia paranoid


Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ -111) : 5
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan berupa :
 Halusinasi dan/atau waham harus menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).

(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual atau lain-
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

21
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity
(delusion of passivity),dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam
adalah yang paling khas.

 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik


secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

2.9 Pengobatan skizofrenia


Ganguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung
berlanjut (kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan
watu relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan
sekecil mungkin kekambukan (relaps). Terapi pada skozofrenia bersifat
komprehensif yaitu meliputi terapi psikofarmaka, psikoterapi, terapi psikososial
dan terapi psikoreligius.7
Terapi psikofarmaka

Skizofrenia diobati dengan obat antipsikotik yang tipikal dan atipikal.10


Obat yang golongan tipikal meliputi : Klorpromazin,Flufenazin, Tioridazin,
Haloperidol dan lain-lain, sedangkan obat golongan atipikal meliputi : Klozapin,
Olanzapin, Risperidon, Quetapin, Aripiprazol dan lain-lain.
Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah mengalami
pergeseran. Bila mulanya menggunakan antipsikotik tipikal, kini pilihan beralih
ke antipsikotik atipikal, yang dinyatakan lebih superior dalam menanggulangi
gejala negatif dan kemunduran kognitif.6
Adanya perbedaan efek samping yang nyata antara antipsikotik atipikal
dan antipsikotik tipikal. Antipsikotik atipikal:
 Menimbulkan lebih sedikit efek samping neurologis.

 Lebih besar kemungkinan dalam menimbulkan efek samping metabolik,


misalnya pertambahan berat badan, diabetes mellitus, atau sindroma
metabolik.6
Penanggulangan memakai antipsikotik diusahakan sesegera mungkin, bila
memungkinkan secara klinik, karena eksaserbasi psikotik akut melibatkan distres
emosional, perilaku individu membahayakan diri sendiri, orang lain,dan merusak
sekitar.6
Individu terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kondisi fisik, vital signs, dan
pemeriksaan laboratorium dasar, sebelum memperoleh antipsikotik.6

Psikoterapi

Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat


diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan
dimana kemampuan menilai realitas (reality testing ability/RTA) sudah kembali
pulih dan pemahaman diri (insight) sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan
catatan bahwa penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.8
Psikoterapi ini banyak macamnya tergantung dari kebutuhan dan latar
belakang penderita sebelum sakit (pramorbid), sebagai contoh mislanya :
psikoterapi suportif, psikoterapi Re-edukatif, psikoterapi Re-konstruktif,
psikoterapi kognitif, psikoterapi psikodinamik, psikoterapi perilaku, psikoterapi
keluarga.
Secara umum tujuan dari psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur
kepribadian, mematangkan kepribadian (maturing personality), memperkuat ego
(ego strength), meningkatkan citra diri (self esteem), memulihkan kepercayaan
diri (self confidence), yang kesemuanya untuk mencapai kehidupan yang berarti
dan bermanfaat (meaningfulness of life).8

Terapi psikososial

Salah satu dampak dari gangguan jiwa skozofrenia adalah terganggunya


fungsi sosial penderita atau hendaya (impairment). Dengan terapi psikososial ini
dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan
sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri sehingga tidak
menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap
menjalani terapi psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu menjalani
psikoterapi. Kepada penderita skizofrenia diupayakan untuk tidak menyendiri,
tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul
(silaturrahmi/sosialisasi).8
23
Terapi psikoreligius

Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita skizofrenia ternyata


mempunyai manfaat. Larson, dkk (1982) dalam penelitiannya membandingkan
keberhasilan terapi terhadap dua kelompok penderita skizofrenia. Dari kelompok
yang mendapat terapi keagamaan menpunyai respon gejala klinis gangguan jiwa
skizofrenia lebih cepat hilang, lamanya perawatan lebih pendek, hendaya
(impairment) lebih cepat teratasi, kemapuan adaptasi lebih cepat dibandingkan
dengan kelompok yang tidak mendapat terapi keagamaan.8
Terapi keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian diatas adalah
berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sholat, berdoa, memanjatkan puji-pujian
kepada tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan lain sebagianya.
Pemahaman dan penafsiran yang salah terhadap agama dapat mencetuskan
terjadinya gangguan jiwa skizofrenia, yang dapat diamati dengan adanya gejala-
gejala waham (delusi) keagamaan atau jalan pikiran yang patologis dengan pola
sentral keagamaan.8
Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan pola sentral keagamaan
tadi dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau keimanan penderita dapat
dipulihkan kembali ke jalan yang benar.

1
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N. Skizofrenia. In: Elvira SD, Hadikusanto G editors. Buku ajar


psikiatri. 3rd ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2017. p.184-222
2. Vita A, Barlati S. Recovery from schizophrenia: is it possible? Curr Opin
Psychiatry. 2018 (3): 246-55.
3. Perhimpunan dokter spesialis kedokteran jiwa indonesia.Konsensus
Penatalaksanaan gangguan Skizofrenia. Jakarta, 2011
4. Kusumawardhani AAAA.Terapi fisik dan psikofarmaka di bidang
psikiatri. In: Elvira SD, Hadisukanto
5. Buku ajar psikiatri. 3nd ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2014
6. Gilmore JH. Understanding what causes schizophrenia: a developmental
perspective. The Amer JPsychiatry. 2010 Jan: 167 (1); p. 8-10
7. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM-5). 5th ed. London: American Psychiatric
Publishing;2013. p.99
8. StroupTS. Pharmacotehrapy for of schizophrenia: Acute and Maintenance
phase treatment. J Clin Psychiatry. 2017;

Anda mungkin juga menyukai