Anda di halaman 1dari 16

Dinamika Pancasila Sebagai kerukunan Kehidupan antarumat Beragama

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Kajian Pustaka
Bab II BAHASAN
KATA PENGANTAR

Tujuan dan Kegunaan Penulisan Makalah

Tujuan Penulisan Makalah

Untuk mengetahui sejauh mana Pancasila cocok menjadi ideologi yang dianut oleh bangsa Indonesia

Dengan terdapat beragam kepercayaan

Untuk mengetahui arti penting dari adanya Pancasila di negara Indonesia.

Kegunaan Penulisan Makalah

1. Bagi Penulis

Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata kuliah
Pendidikan Pancasila.

1. Bagi pihak lain

Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan antara Pancasila
dengan Agama di Indonesia yang terdapat beragam kepercayaan.
1.1 Latar Belakang

Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang
majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi ini
dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman
suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu
sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan.

Membicarakan hubungan suatu Negara dengan agama itu adalah sesuatu yang sangat menarik .
Bagaimanapun agama juga telah memberikan kehidupan sosial bernegara karena agama yang bisa
menggerakkan tata cara bergaul antar masyarakat lainnya.Apabila kebijakan-kebijakan pemerintah yang
cenderung berpihak kepada salah satu agama tertentu , maka keadaan Negara tidak kondusif yang
menimbulkan unsur SARA.

Berdasarkan latar belakang tersebut saya memilih tema hubungan pancasila dengan agama di Inodnesia.

2.2 Rumusan masalah

Dari latar belakang di atas rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan pancasila dan agama?


2. Apa hubungan agama dengan negara menurut Pancasila?
3. Apakah Pancasila masih cocok menjadi ideologi yang dianut oleh bangsa Indonesia yang terdapat
beragam kepercayaan (agama)?
4. Bagaimanakah membina kerukunan dan toleransi antarumat beragama?
BAB II PEMBAHASAN

A. Pancasila dan Agama

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari
Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan
dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.Pancasila adalah
pedoman luhur yang wajib di ta’ati dan dijalankan oleh setiap warga negara Indonesia untuk
menuju kehidupan yang sejahtera tentram,adil,aman,sentosa.

Agama adalah ajaran sistem yang mengatur tata keimanan kepada Tuhan Yang Maha kuasa
serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia an manusia serta lingkungan.
(Atika , Suraya .2014. Pancasila dan agama.(online),(suraya-atika.blogspot.co.id/2014/11) diakses
04 November 2014)

Konsep negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama. Konsep negara yang
menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara utuh, penuh dan sempurna.
Negara Pancasila bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler apalagi negara atheis. Sebuah
negara yang tidak tunduk pada salah satu agama, tidak pula memperkenankan pemisahan negara
dari agama, apalagi sampai mengakui tidak tunduk pada agama manapun. Negara Pancasila
mendorong dan memfasilitasi semua penduduk untuk tunduk pada agamanya. Penerapan hukum-
hukum agama secara utuh dalam negara Pancasila adalah dimungkinkan. Semangat pluralisme dan
ketuhanan yang dikandung

Pancasila telah siap mengadopsi kemungkinan itu. Tak perlu ada ketakutan ataupun
kecemburuan apapun, karena hukum-hukum agama hanya berlaku pada pemeluknya. Penerapan
konsep negara agama-agama akan menghapus superioritas satu agama atas agama lainnya. Tak
ada lagi asumsi mayoritas – minoritas. Bahkan pemeluk agama dapat hidup berdampingan secara
damai dan sederajat. Adopsi hukum-hukum agama dalam negara Pancasila akan menjamin
kelestarian dasar negara Pancasila, prinsip Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
A. Hubungan pancasila dengan agama

Menurut Pancasila negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa atas dasar
Kemanusiaan adil dan Beradab. Hal ini termuat dalam Penjelasan PembukaanUUD 1945 yaitu
Pokok Pikiran keempat. Rumusan yang demikian ini menunjukkan pada kita bahwa negara
Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah bukan negara sekuler yang memisahkan negara
dengan agama.Sila ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat
sila lainnya. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan
adalah sebagai perwujudan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena
itu segala yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelengara negara, poltik negara,
pemerintahan negara bahkan moral negara, moral penyelenggara negara, hukum dan peraturan
perundang-undangan negara, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa. (unikpol.blogspot.co.id/2012/09/hubungan-pancasila-dengan-agama)

Menurut Notonegoro (dalam Kaelan, 2012: 47), asal mula Pancasila secara langsung
salah satunya asal mula bahan (Kausa Materialis) yang menyatakan bahwa “bangsa Indonesia
adalah sebagai asal dari nilai-nilai Pacasila, yang digali dari bangsa Indonesia yang berupa
nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari bangsa Indonesia”.Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang (kemerdekaan)
negara Indonesia, masyarakat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama
lokal, (sekitar) 14 abad pengaruh Hinduisme dan Budhisme, (sekitar) 7 abad pengaruh Islam,
dan (sekitar) 4 abad pengaruh Kristen (Latif, 2011: 57). Dalam buku Sutasoma karangan
Empu Tantular dijumpai kalimat yang kemudian dikenal Bhinneka Tunggal Ika. Sebenarnya
kalimat tersebut secara lengkap berbunyi Bhinneka Tunggal Ika Tan Hanna Dharma Mangrua,
artinya walaupun berbeda, satu jua adanya, sebab tidak ada agama yang mempunyai tujuan
yang berbeda (Hartono, 1992: 5). https://id.scribd.com/doc/260936799/Hubungan-Pancasila-Dan-
Agama

Sejak dekade 1920-an, ketika Indonesia mulai dibayangkan sebagai komunitas politik
bersama, mengatasi komunitas kultural dari ragam etnis dan agama, ide kebangsaan tidak terlepas
dari Ketuhanan (Latif, 2011: 67). Secara lengkap pentingnya dasar Ketuhanan ketika
dirumuskan oleh founding fathers negara kita dapat dibaca pada pidato Ir. Soekarno pada 1
Juni 1945, ketika berbicara mengenai dasar negara (philosophische grondslag) yang
menyatakan, “Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing
orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan
menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w, orang
Budha menjalankan ibadatnya menurut kitabkitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita
semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat
menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan.

Sila pertama Pancasila yang merupakan prima causa atau sebab pertama itu (meskipun
istilah prima causa tidak selalu tepat, sebab Tuhan terus-menerus mengurus makhluknya),
sejalan dengan beberapa ajaran tauhid Islam, dalam hal ini ajaran tentang tauhidus-shifat dan
tauhidul-af’al, dalam pengertian bahwa Tuhan itu Esa dalam sifat-Nya dan perbuatan-Nya.
Ajaran ini juga diterima oleh agama-agama lain di Indonesia (Thalib dan Awwas, 1999: 63).
Prinsip ke-Tuhanan Ir. Soekarno itu didapat dari -atau sekurang-kurangnya diilhami oleh
uraian-uraian dari para pemimpin Islam yang berbicara mendahului Ir. Soekarno dalam Badan
Penyelidik itu, dikuatkan dengan keterangan Mohamad Roem. Pemimpin Masyumi yang
terkenal ini menerangkan bahwa dalam Badan Penyelidik itu Ir. Soekarno merupakan
pembicara terakhir; dan membaca pidatonya orang mendapat kesan bahwa pikiranpikiran para
anggota yang berbicara sebelumnya telah tercakup di dalam pidatonya itu, dan dengan
sendirinya perhatian tertuju kepada (pidato) yang terpenting. Komentar Roem, “Pidato penutup
yang bersifat menghimpun pidato-pidato yang telah diucapkan sebelumnya” (Thalib dan
Awwas, 1999: 63). Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna bahwa manusia
Indonesia harus mengabdi kepada satu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan mengalahkan
ilah-ilah atau Tuhan-Tuhan lain yang bisa mempersekutukannya. Dalam bahasa formal yang
telah disepakati bersama sebagai perjanjian bangsa sama maknanya dengan kalimat “Tiada
Tuhan selain Tuhan Yang Maha Esa”. Di mana pengertian arti kata Tuhan adalah sesuatu
yang kita taati perintahnya dan kehendaknya.Prinsip dasar pengabdian adalah tidak boleh
punya dua tuan, hanya satu tuannya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadi itulah yang menjadi misi
utama tugas para pengemban risalah untuk mengajak manusia mengabdi kepa da satu Tuan,
yaitu Tuhan Yang Maha Esa .
Hubungan negara dengan agama menurut NKRI yang berdasarkan Pancasila adalah
sebagai berikut (Kaelan, 2012: 215-216):

a) Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.


b) Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang berKetuhanan yang Maha Esa.
Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama masingmasing.
c) Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme karena hakikatnya manusia berkedudukan
kodrat sebagai makhluk Tuhan.
d) Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pemeluk
agama serta antar pemeluk agama.
e) Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketakwaan itu bukan hasil peksaan bagi
siapapun juga.
f) Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam negara.
g) Segala aspek dalam melaksanakan dan menyelenggatakan negara harus sesuai dengan
nilainilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif maupun norma
moral baik moral agama maupun moral para penyelenggara negara.
h) Negara pada hakikatnya adalah merupakan “…berkat rahmat Allah yang Maha Esa”.

Berdasarkan kesimpulan Kongres Pancasila (Wahyudi (ed.), 2009: 58), dijelaskan bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Religiusitas bangsa Indonesia ini, secara
filosofis merupakan nilai fundamental yang meneguhkan eksistensi negara Indonesia sebagai
negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasar
kerohanian bangsa dan menjadi penopang utama bagi persatuan dan kesatuan bangsa dalam
rangka menjamin keutuhan NKRI. Karena itu, agar terjalin hubungan selaras dan harmonis
antara agama dan negara, maka negara sesuai dengan Dasar Negara Pancasila wajib memberikan
perlindungan kepada agama-agama di Indonesia.

Negara Pancasila pada hakikatnya mengatasi segala agama dan menjamin segala
kehidupan agama dan umat beragama, karena beragama adalah hak asasi yang bersifat mutlak.
Dalam kaitannya dengan pengertian negara yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah
tumpah darah.Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah
kenyataanyang tak terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk
agama untuk menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka. Dalam hal ini pada tahun 2006
ada kongres yang diadakan di Jakarta untuk meneguhkan.Pancasila sebagai dasar hukum Indonesia
oleh tokoh-tokoh lintas agama negeri ini.Kongres yang berlangsung sejak 22 Agustus 2006 itu
diikuti 200 peserta dari lintasagama, Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu. Acara
yang diselenggarakan Direktorat Bimas Islam Departemen Agama itu ditutup Menteri Agama
Muhamad Maftuch Basyuni. Menurut Bachrul Hayat yang juga Sekjen Depag, rekomendasi ini
ditandatangani perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) oleh Nazri Adlani, Persekutuan
Gereja-Gereja Indonesia (PGI) oleh PendetaWeinata Sairin, Konferensi Wali Gereja Indonesia
(KWI) oleh Romo Beny Susetyo,Parisada Pusat I Nyoman Suwanda, Perwakilan Umat Buddha
Indonesia Rusli, dan Budi S Tanuwibowo mewakili Majelis Tinggi Agama Konghucu.
Rekomendasi menyatakan Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika-nya dalam
aktualisasinya hendaknya menyentuh pada internalisasi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan
dalam mengupayakan kesejahteraan bersama.

Andriawan, Arif. 2012. Hubungan Pancasila dengan agama 2. (online),


(http://unikpol.blogspot.co.id/2012/09/hubungan-pancasila-dengan-agama), diakses 24
September 2012.

“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 29 ayat (1) UUD 1945) serta
penempatan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sila pertama dalam Pancasila mempunyai
beberapa makna, yaitu: bahwa negara mengakui adanya Tuhan. Tuhan merupakan pencipta
seluruh alam semesta ini. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal, tiada sekutu bagiNya, Esa dalam
zatNya, dalam sifatNya maupun dalam perbuatanNya. Tuhan sendirilah yang maha mengetahui,
dan tiada yang sanggup menandingi keagunganNya. Tidak ada yang bisa mengaturNya karena
Tuhan mengatur segala aturan. Tuhan tidak diciptakan oleh makhluk lain melainkan Tuhan yang
Menciptakan segalanya. Bahagia, tertawa, sedih, tangis, duka dan gembira juga Tuhan yang
menentukan.

Dengan demikian Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan
diantara makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini ialah manusia.
Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selainNya adalah terbatas.

Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara dan
penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-


masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.

Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal
Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya
dipahami dalam – dalam, diwujudkan dan dihidupsuburkan kerukunan hidup beragama, kehidupan
yang penuh toleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntunan agama masing-
masing individu, agar terwujud ketentraman, kesetabilan dan kesejukan di dalam kehidupan
beragama.

Untuk senantiasa memelihra dan mewujudkan 3 model kerukunan hidup yang meliputi :

1. Kerukunan hidup antar umat seagama


2. Kerukunan hidup antar umat beragama
3. Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah. (Pasal 29 UUD 1945 )

Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa. Di dalam
memahami sila I Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka agama senantiasa berperan
di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk agama masing-masing untuk menaati norma-
norma kehidupan beragama yang dianutnya, misalnya : bagi yang beragama Islam senantiasa
berpegang teguh pada kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, bagi yang beragama Kristen
(Katolik maupun Protestan) berpegang teguh pada kitab sucinya yang disebut Injil, bagi yang
beragama Budha berpegang teguh pada kitab suci Tripitaka, bagi yang beragama Hindu pada kitab
sucinya yang disebut wedha.
Namun demikian bahwa KeTuhanan Yang Maha Esa tersebut mempunyai penafsiran yang
berbeda di antara satu agama dengan agama lainnya, baik itu dalam islam, Kristen, Hindu maupun
Budha. Perbedaan-perbedaan tersebut harus diterangkan, agar supaya berdasarkan pengertian
tentang adanya perbedaan itu akan timbul saling pengertian dan harga mengharagi antara satu sama
lain, sehingga tidak menimbulkan pertengkaran/perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat.

Manusia Indonesia satu bangsa, hidup dalam satu negara, satu ideologi yaitu Pancasila, hal
tersebut sebagai titik tolak pembangunan. Perbedaan suku, adat dan agama bukanlah menjadi
tombak permusuhan melainkan untuk memperkokoh persatuan. Kerukunan umat beragama dapat
menjamin stabilitas sosial sebagai syarat mutlak pembangunan. Selain itu kerukunan juga dapat
dikerahkan dan dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan.

Ketidak rukunan menimbulkan bentrok dan perang agama serta mengancam kelangsungan
hidup bangsa dan negara. Kehidupan keagamaan dan kepercayaan harus dikembangkan sehingga
terbina hidup rukun diantara sesama umat beragama untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan
bangsa dalam membangun masyarakat. Selain itu, kebebasan beragama merupakan beban dan
tanggungjawab untuk memelihara ketentraman masyarakat. (http://leenahazard.blogspot.co.id/)

B. Pluralisme dan Pluralitas


1. Pluralisme dalam Berbagai Konteks

Di kalangan umat Islam Indonesia sendiri, pluralisme paham keagamaan itu eksis dapat kita amati dan
kita saksikan. Ada kelompok umat Islam yang melakukan tahlil bagi orang yang meninggal dunia, ada
pula yang tidak.Ada yang memakai qunut ketika shalat Subuh, ada yang tidak.Beda paham keagamaan,
beda amalan.Ini namanya pluralisme paham dan tradisi keagamaan.

Penggunaan kata plural, pluralitas, dan pluralisme dapat dipandankan dengan kata modern,
modernitas, dan modernisme; spiritual, spiritualitas, spiritualisme; atau intlektual, dan intelektualisme.
Kata plural dipakai kalua menunjukkan sifat yang melekat pada sesuatu(misalnya: masyarakat plural);kata
pluralitas dipergunakan kalua membicarakan tentang keadaan dan fakta yang bercorak plural (misalnya:
pluralitas budaya); kata pluralisme dipakai kalua membicarakan tentang keberagaman pandangan atau
kemajemukan paham atau pemikiran (misalnya pluralisme politik, pluralisme pemikiran. Pluralisme hukm
atau pluralismen filsafat). Jadi inti pengertian kata plural, pluralitas dan pluralisme adalah kemajemukan,
kebinekaan, dan keragaman, bukan penyamaan. Dalam pluralisme budaya terkandung pengertian
multikulturalisme dan dalam multikulturalisme terkandung pengertian multikultur, dalam multikultur
terkadung adanya pluralitas budaya. Dalam pluralitas agama terkandung pengertian multiagama, dalam
multiagama terkandung pengertian pluralitas agama.

Multikulturalisme adalah paham atau pandangan yang mengaku dan menghargai adanya
multikultur dalam kehidupan bermasyarakat. The Random House Dictionary of the English Language
mendefinisikan multikurturalisme sebagai:

The state or condition of being multicultural; the preservation of different cultures or cultural identitities
within a unified society, as a state or nation. (Keadaan atau kondisi yang bercorak multicultural;
pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan atau identitas-identitas budaya yang berbeda-beda dalam
suatu masyarakat yang dipersatukan, seperti yang terdapat di sebuah negara atau bangsa).

2.Pluralitas

Pluralitas (fakta atau keadaan yang bercorak beragam) merupakan ciri kehidupan masyarakat di
mana saja dan kapan saja.Pluralitas pasti ada dalam setiap kehidupan masyarakat/bangsa.
Perbedannya hanya terletak pada bobot, muatan, tingkatan, dan variable unsur-unsur pluralitas
yang membentuk sosok kemajemukan kehidupan suatu masyarakat / bangsa.

Pluralitas masyarakat (yang mewujud dalam kemajemukan ras, bangsa, dan etnis).
Pluralitas masyarakat tidak hanya tampak pada keragaman bentuk fisik (tubuh), bahasa, tradisi,
seni, dan budayanya, akan tetapi terefleksikan juga dalam keragaman kepenganutan agama,
ideology, politik atau paham.

Sejauh menyangkut situasi di Indonesia, terdapat berbagai Muslim seperti komunitas NU,
komunitas Muhammadiyah, Komunitas Alwashhliyah, dll dengan tradisi dan paham keagamaanya
masing-masing. Sejauh menyangkut agama, ada agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu,
dll. Dalam pluralitas itu tercemin suatu keadaan yang bersifat plural (majemuk) dan sekaligus
tercemin pula pluralisme (paham kemajemukan). Jadi, sebenarnya, tidak ada yang salah dengan
pluralisme, termasuk pluralisme agama.
C. Pola Kebijakan Pemerintah dalam Membina Kerukunan Antarumat Beragama.

Makalah ini akan mengkaji pelaksanaan kebijakan pemerintah Indonesia dalam menata hubungan
anatarumat beragama. Ruang lingkup kajiannya akan mencakup tiga kurun waktu, yaitu kurun
waktu pemerintahan Presiden Soekarno (1945-1965) yang dikenal sebagai Orde Lama, kurun
waktu pemerintahan Presiden Soeharto (1966-1998) yanyang dikenal sebagai Orde Baru, dan
kurun waktu pasca-Orde Baru yang dikenal sebagai Orde Redormasi (1998-sekarang).

Visi kebangsaan ini secara jelas diekspresikan oleh Para Pendiri Republik ini dalam motto
“Bhineka Tunggal Ika” yang mengakui adanya”unitas dalam diversitas” atau diverstas dalam
unitas” dalam spectrum kehidupan kebangsaan.Makna “keragaman dalam kesatuan” yang
mengakar secara kuat dalam kehidupan bangsa semakin mendapatkan historisnya ketika Pancasila
pada tanggal 1 Juni 1945 diterima sebagai dasar falsafah negara dalam siding BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia).

BAB II

Peraturan Ruang Lingkup antarumat beragama.

1. Indonesia:Negara Pancasila

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang pluralistic karena ia merangkum keberagaman
agama, etnis,seni,tradisi, budaya, dan cara hidup. Sosok keberagaman yang indah ini, dengan latar
belakang mosaik yang memiliki ciri khas masing-masing, tidak mengurangi makna kesatuan
Indonesia. Motto nasional “Bhineka Tunggal Ika” yang dipakai oleh bangsa Indonesiajelas
mempertegas pengakuan adanya”kesatuan dalam keberagaman” dalam spectrum kehidupan
bangsa.

Indonesia dalam sejarahnya dikenal sebagai negara Pancasila tidak bercorak teokratis (tidak
didasarkan pada agama tertentu) dan tidak pula bersifat sekuler (agama tidak dipisahkan dari
urusan kenegaraan).Sejauh menyangkut kebebasan beargama, negara telah meletakkan dasar-
dasar konstitusional kebebasan beragama, negara telah meletakkan dasar-dasar konstitusinalyang
sangat kukuh dan kuat.Negara memberikan kebebasan untuk menganut agama sesuai pilihannya
masing-masing dan negara memberikan kebebasan kepada setiap warga untuk menjalankan ibadah
agamanya sesuai kepercayaannya masing-masing. Hal ini secara jelas dan tegas dicantumkan
dalam UUD 1945 ayat 1 dan ayat 2 yang berbunyi :

a. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.


b. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
2. Pola Umum Kebijakan di Bidang Keagamaan

Sejak awal berdirinya, Negara Republik Indonesia memberikan perhatian besar kepada urusan
keagamaan dan masalah hubungan antarkomunitas agama agar stabilitas nasional yang mantap
dan dinamis dapat diciptakan dalam kehidupan masyarakat di seluruh Tanah Air.

Dalam masyarakat yang multiagama, multietnik, dan multibudaya seperti Indonesia,


hubungan antargolongan masyarakat harus diatur dan ditata dengan baik agar tidak terjadi
benturan kepentingan antarumat beragama dan tidak terjadi konflik horizontal.Pemerintah sudah
banyak menegeluarkan peraturan perundang-undangan yang tentu saja dimaksudkan untuk terus
menata, membina, dan mengembangkan sendi-sendi keurukunan antarumat beragama di Tanah
Air. Aspek Konstitusional, aspek hukum, aspek HAM, aspek demokrasi, aspek social
kemasyarakatan, dan aspek moral keagamaan menjadi butir-butir muatan penting dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tata hubungan dan tata kerukunan anatarumat beragama itu.
Di antara peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah (negara) antara
lain sebagai berikut.

Dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang keagamaan, membina


kehidupan keagamaan, dan menata keharmonisan hubungan antarumat beragama di Tanah Air,
pemerintah membentuk Kementrian Agama (Kemenag) pada tanggal 3 Januari 1946. Secara
nasional Kemenag mengemban misi utama untuk melaksanakan tugas-tugas penting pemerintahan
di bidang keagamaan. Secara garis besar, ada tiga tugas pokok dan fungsi Kementrian Agama,
yaitu:

a) Memberikan pelayanan keagamaan


b) Mengembangkan pendidikan agama
c) Membina kerukunan antarumat beragama.
Sejauh menyangkut agama, ada enam agama yang dikelola secara resmi oleh pemerintah
(negara). Keenam agama tersebut adalah Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan
Konghucu.Dengan demikian, tugas pokok dan fungsi kemenag (pemerintah) adalah memelihara
toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Pembinaan toleransi antarumat beragama antarumat
beragama ini tentu saja bukan hanya merupakan tugas Kemenag, akan tetapi juga merupakan tugas
semua umat beragama (termasuk umat beragama yang agamanya belum dikelola secara resmi oleh
pemerintah).

3. Pembinaan Kerukunan
4. Titik- Titik Rawan

Terciptanya kerukunan nasional sudah tentu sangat penting sebagai modal utama bagi
terlaksananya program pembangunan nasional. Sebaliknya, ketidakrukunan dan intoleransi
antarumat beragama akan mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap stabilitas nasional
yang pada gilirannya, akan mengganggu pelaksanaan program pembangunan nasional yang
telah dirancang dan direncanakan.

Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah kenyataan yang tak
terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk agama untuk
menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka. Semua pemeluk agama memang harus
mawas diri. Yang harus disadari adalah bahwa mereka hidup dalam sebuah masyarakat dengan
keyakinan agama yang beragam. Dengan demikian, semestinya tak ada satu kelompok
pemeluk agama yang mau menang sendiri.

Sebagai contoh di kota Kupang khususnya dan NTT umumnya sudah layak dijadikan sebagai
contoh toleransi dalam konteks keberagaman suku, agama, ras dan golongan.

Ketua Majelis Ulama Indonesia Nusa Tenggara Timur (MUI-NTT) H Abdul Kadir Makarim
mengatakan, warga Kota Kupang dan Nusa Tenggara Timur pada umumnya, khususnya yang
beragama Kristen, Hindu dan kepercayaan lainnya, telah memberikan ruang damai dan aman
bagi seluruh umat Muslim di daerah itu, untuk melaksanakan seluruh rangkaian ibadah puasa
selama bulan ramadhan, hingga di Idul Fitri ini.
Kondisi dan suasana damai dan aman ini, selalu terjadi setiap tahun sejak dulu, kendati pun
daerah ini memiliki begitu banyak suku, dan ras, juga agama. “Harus diakui agama muslim di
daerah ini, berada dalam kelompok minoritas, namun diberikan tempat yang sama,” katanya. .
( https://dheavanialado.wordpress.com/2015/04/13/contoh-contoh-berita-yang-mengandung-
nilai-pancasila-positif-negatif/)

Hal ini memang patut menjadi contoh bagi semua warga Indonesia yang tinggal di daerah
manapun, terutama bagi daerah-daerah yang masih fanatik pada agamanya dan belum bisa
menerima agama lain. Kita tinggal di negara yang mengakui lebih dari satu agama, jadi kita
harus menerima dan menghargai agama-agama lain. Kita juga harus memiliki sikap toleransi
antar umat beragama. Dan sikap toleransi ini harus terus dipupuk dan dipertahankan. Jika
memang anda cinta dengan Adat, Budaya dan Toleransi umat beragama di Indonesia dukung
dan jagalah kesucian Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa.

Anda mungkin juga menyukai