Anda di halaman 1dari 13

Abses Hati yang Disebabkan oleh Amuba dan Penatalaksanaannya

Rizka Noviyanti Rosyadi


102013218
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat

Pendahuluan

Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih 25%
berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan
merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Hati mempunyai
fungsi yang sangat beraneka ragam , salah satunya adalah memetabolisme karbohidrat,protein
dan asam lemak juga detoksifikasi racun atau obat yang masuk dalam tubuh. Sel-sel hati
(hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat. Oleh karena itu sampai batas tertentu,
hati dapat mempertahankan fungsinya bila terjadi gangguan ringan. Pada gangguan yang lebih
berat, terjadi gangguan fungsi yang serius dan akan berakibat fatal.

Penyebab penyakit hati bervariasi, sebagian besar disebabkan oleh virus yang menular
secara fecal-oral, parenteral, seksual, perinatal dan sebagainya. Penyebab lain dari penyakit hati
adalah akibat efek toksik dari obat-obatan, alkohol, racun, jamur dan lain-lain. Di samping itu
juga terdapat beberapa penyakit hati yang belum diketahui pasti penyebabnya. Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui penyebab penyakit hati yaitu abses hati, dan
jenis-jenisnya serta cara penanganan yang tepat untuk abses hati. Abses hati merupakan infeksi
pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit, jamur yang berasal dari sistem
gastrointestinal dan bilier yang ditandai dengan proses supurasi dengan pembentukan pus, yang
terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel inflamasi dan sel darah dalam parenkim hati. 1
Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat


penyakit dan menegakkan diagnosis.Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan
lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan
diagnosis.Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas, riwayat penyakit, dan riwayat
perjalanan penyakit.

1) Identitas : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan utama tidak harus
sejalan dengan diagnosis utama.
3) Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Nyeri memburuk saat tidur terlentang membaik saat kaki ditekuk. Tanyakan sakitnya
4) Riwayat penyakit dahulu (RPD)
5) Riwayat kesehatan keluarga atau riwayat penyakit menahur
6) Riwayat lingkungan tempat tinggal, sosal ekonomi

Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda vital :

- Berat badan : 60kg


- Suhu : 36,50C
- Pernafasan : 19 kali/menit
- Tekanan darah 80/60 mmHg

Palpasi :nyeri tekan kanan atas (+), murphy sign (-).


Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :

o Leukositosis berat dengan pergeseran ke kiri ( shift to the left ), neutrofilia, anemia
normositik normokrom
o Peningkatan alkalin fosfatase, enzim transaminase dan serum bilirubin, serta
penurunan albumin serum dan pemanjangan waktu protrombin ( menunjukkan adanya
kegagalan fungsi hati.
o Peningkatan LED
o Dari pemeriksaan didapatkan :
- leukosit : 7.400
- trombosit : 354.000
- Hb : 11
Radiologis :

o USG
USG abdomen merupakan baku emas untuk mendiagnosis abses hati . Dapat menjadi
pemeriksaan awal dengan sensitivitas tinggi (80-90%). Mampu mengidentifikasi lesi
dengan diameter >2 cm. Abses memiliki gambaran massa hipo-ekoik dengan batas
ireguler, septasi interna atau kavitas debris, dengan penilaian saluran billier serta ada
tidaknya aspirasi simultan ke dalam kavitas.
Pada pemeriksaan USG didapatkan hasil SOL, hipoekoik, inhomogen, batas tegas,
ukuran 5,7 x 6,4 cm.
o CT-Scan
Dapat mengidentifikasi lesi dengan ukuran lebih kecil (hingga 0,5 cm) dengan
sensitivitas tinggi (95%)

Mikrobiologi :

o Kultur
Kultur hasil cairan aspirasi merupakan standar balu dalam menegakkan diagnosis
abses hati. Berperan dalam menegakkan diagnosis mikrobiologis abses. Kultur darah
positif hanya pada 50% kasus.2
Diagnosis Kerja

Abses Hati Amebik (AHA)

Abses hati amuba adalah penimbunan atau akumulasi debris nekro-inflamatori purulen di
dalam parenkim hati yang disebabkan oleh amuba, terutama entamoeba histolytica. Entamoeba
ini dapat berkembang dalam 2 bentuk, yaitu stadium kista dan tropozoit yang invasif pada
mukosa kolon mengakibatkan disentri, serta dapat masuk ke sirkulasi darah dalam bentuk abses
hati.4Sherlock (2002) membuat kriteria diagnosis abses hati amuba:3

1. Adanya riwayat berasal dari daerah endemik


2. Pembesaran hati pada laki-laki muda
3. Respons baik terhadap metronidazole
4. Lekositosis tanpa anemia pada riwayat sakit yang tidak lama dan lekositosis dengan pada
riwayat sakit yang lama.
5. Ada dugaan amebiasis pada pemeriksaan foto toraks PA dan lateral
6. Pada pemeriksaan scan didapatkan filling defect
7. Tes fluorescen antibodi ameba positif
Etiopatogenesis AHA

Abses hati amebik (AHA) disebabkan oleh Entamoeba histolytica. Entamoeba histolytica
ini mempunyai dua bentuk, yakni trofozoit dan kista. Bentuk kista merupakan sumber penilaran
dan masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman. Dalam usus, bentuk kista ini
berubah menjadi trofozoit. Trofozoit kemudian berkembang;bila menembus mukosa, trofozoit
menyebabkan tukak pada mukosa kolon. Tukak yang ditimbulkan akibat kerja enzim proteolitik.
AHA terjadi karena trofozoit Entamoeba histolytica dari dinding usus terbawa aliran vena porta
ke hati, tetapi tidak semua amuba yang masuk ke hati dapat menimbulkan abses. Agar terjadi
abses, diperlukan faktor pendukung atau penghalang berkembang biaknya amuba tersebut.
Faktor tersebut antara lain adalah riwayat infeksi amuba, tingginya kadar kolesterol, riwayat
pascatrauma hati, dan ketagihan alkohol.5

Terjadi reaksi radang di hati, yang akhirnya diikuti oleh nekrosis jaringan. Proses
pencairan jaringan nekrosis multipel yang semakin lama semakin besar ini kemudian bergabung,
membentuk abses yang berisi cairan merah coklat (anchovy sauce) tak berbau, karena
merupakan produk lisis jaringan nekrosis dan perdarahan. Kadang-kadang berwarna kuning
kehijauan, karena bercampur dengan cairan empedu. Kebanyakan abses hati bersifat soliter,
steril, dan terletak di lobus kanan dekat diafragma.4

Manisfestasi Klinis AHA

Penyakit ini timbul secara perlahan, disertai demam, berkeringat, dan berat badan
menurun. Sebelum timbul, abses hati selalu didahului oleh infeksi usus. Diare aktif hanya terjadi
kurang dari 30%. Gejala awal berupa nyeri spontan di perut kanan atas disertai panas, dan kalau
berjalan posisinya membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Nyeri
tersebut menjalar ke bahu kanan dan skapula kanan akibat iritasi diafragma dan bertambah
dengan batuk dan napas dalam. Hati teraba dibawah lengkung iga. Kadang-kadang terasa nyeri
tekan lokal di daerah antara iga ke-8,ke-9, atau ke-10, jarang terjadi ikterus.

Untuk membuat diagnosis abses hati amebik, yang penting adalah mengetahui akan
kemungkinan penyakit ini. Bila ada nyeri daerah epigastrium kanan dan hepatomegali serta
demam yang tidak begitu tinggi, dugaan abses hati harus dipertimbangkan. Riwayat diare dan
ditemukannya amuba dalam feses membantu diagnosis meskipun tidak ditemukannya kedua hal
ini tidak berarti bukan abses hati amebik.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dengan pergeseran ke kiri,


terdapat anemia. Kadar alkali fosfatase, laju endap darah, transminasi meningkat dan terjadi
peningkatan bilirubin dan pemanjangan protrombin. Tes serologi titer amuba menunjukkan hasil
di atas atau sam dengan 1:128. Pada foto rontgen terlihat diafragma meninggi, efusi pleura, dan
atelektasisi paru anan. Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan awal yang baik
dengan ketepatan mencapai 90%, yang penting untuk membantu diagnosis serta menentukan
lokasi dan besarnya abses. Abses biasanya terleak di tepi hati, tunggal, dan terisi cairan
hipoekoik. Abses pada AHA biasanya solite, pada pemeriksaan endoskopi, sebagian penderita
tidak menunjukkan tanda kolitis amuba. Kadang abses amuba baru timbul bertahun-tahun setelah
infeksi amuba kolon.5
Diagnosis Differential

Abses Hati Piogenik (AHP)

Abses hati piogenik pada umumnya disebabkan oleh bakteri aerob gram negatif dan
anaerob, yang tersering adalah bakteri yang berasal dari flora normal usus seperti Escherichia
coli, Klebsiella pneumonia, Bacteriodes, enterokokus, streptokokus anaerob, dan streptokokus
mikroaerofilik.. Insidens AHP meningkat pada kelompok usia lanjut, usia berkisar 40-60 tahun
dan lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Abses hati piogenik merupakan kondisi serius
dengan angka kematian tinggi bila diagnosis tidak dibuat secara dini.

Etiopatogenesis AHP

Mikroorganisme dapat masuk ke dalam hati melalui sirkulasi portal, sirkulasi sistemik
dan stasis empedu akibat obstruksi duktus bilier.3 Sumber tersering penyebab terjadinya abses
hati piogenik adalah penyakit pada sistem saluran bilier yaitu sebanyak 42,8%.6 Kolangitis
akibat batu atau striktur merupakan penyebab yang paling sering, diikuti oleh divertikulitis atau
apendisitis. Hati adalah organ yang paling seirng terkena abses. Hal ini dapat terjadi dari
penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga
peritoneum. Sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati sebenarnya akan menghindari
terinfeksinya hati oleh bakteri yang masuk melalui vena porta. Namun obstruksi aliran empedu
mempermudah terjadinya proliferasi bakteri. Tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan
cabang-cabang vena portal dan limfatik dan membentuk formasi mikroabses, yang kemudian
menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Lobus kanan hati lebih sering
terjadi AHP dibanding lobus kiri, karena lobus kanan hati menerima darah dari arteri
mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri
mesenterika inferior dan aliran limfatik. 5
Manifestasi Klinis AHP

Pada awal perjalanan penyakit, gejala klinis seringkali tidak spesifik.11 Gambaran klasik
abses hati piogenik adalah nyeri perut terutama kuadran kanan atas , demam yang naik turun
disertai menggigil , penurunan berat badan, muntah, ikterus dan nyeri dada saat batuk. Pada
63% kasus, gejala klinis muncul selama kurang dari dua minggu. Awitan abses soliter cenderung
bertahap dan seringkali kriptogenik. Abses multipel berhubungan dengan gambaran sistemik
akut dan penyebabnya lebih bisa diidentifikasi. Hati teraba membesar dan nyeri bila ditekan pada
24% kasus. Adanya hepatomegali disertai nyeri pada palpasi merupakan tanda klinis yang paling
dapat dipercaya. Beberapa pasien tidak mengeluh nyeri perut kanan atas atau hepatomegali dan
hanya terdapat demam tanpa diketahui sebabnya.

Dapat dijumapi gejala dan tanda efusi pleura. Bila abses terbentuk dekat diafragma, dapat
timbul gejala nyeri seperti pleuritis dengan batu dan sesal. Nyeri sering berkurang bila penderita
berbaring pada sisi kanan. Dapat terjadi ikterus, asites, dan diare. Ikterus, terutama terdapat pada
abses hati piogenik karena penyakit saluran empedu yang disertai dengan kolangitis supurativa
dan pembentukan abses multipel. Jenis ini prognosisnya buruk. Dapat terjadi penyulit berupa
pecahnya abses ke dalam rongga peru, rongga dada, atau perikard. Dapat pula terjadi septisemia
dan syok. Akan tetapi, banyak juga yang tidak menunjukkan gejala khas. Oleh karena itu,
kemungkinan abses hati piogenik patut dipikirkan pada setiap penderita dengan demam tanpa
sebab yang jelas, terutama pascabedah abdomen.

Pada pemeriksaan laboratorium, leukositosis ditemukan pada 66% pasien, sering disertai
dengan anemia akibat infeksi kronis dan peningkatan laju endap darah. Kadar alkali fosfatase
biasanya meningkat, hipoalbuminemia dan kadar enzim transaminase yang sedikit meningkat.
Dan pada foto polos dada dan abdomen memperlihatkan pembesaran hati, kadangkala tampak air
fluid level di dalam rongga abses dan diafragma kanan biasanya terangkat.4,5

Hampir semua kasus abses hati dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan ultrasonografi
dan CT scan. Kedua teknik pencitraan ini dapat menentukan lokasi abses yang berukuran
minimal 1 cm di parenkim hati. Alvarez dkk7 melaporkan bahwa ultrasonografi mempunyai
angka sensitivitas 94% sedangkan sensitivitas CT scan 99%. Meskipun demikian, ultrasonografi
adalah metode pencitraan yang direkomendasikan karena cepat, noninvasif, cost effective, dan
dapat juga digunakan sebagai pemandu aspirasi abses untuk diagnostik dan terapi. Ultrasonografi
dan CT scan juga dapat digunakan untuk memantau keberhasilan terapi. Pemantauan abses
secara serial dengan ultrasonografi atau CT scan hanya dilakukan jika pasien tidak memberi
respons yang baik secara klinis.5

Struktur Makroskopis Hepar

Hepar terutama mengisi hipokondrium kanan namun lobus kiri mencapai


epigastrium.Permukaan atasnya yang berkubah (diafragmatik) berbatasan dengan diafragma dan
batas bawahnya mengikuti kontur margin kosta kanan.Secara anatomis hepar terdiri dari lobus
kanan yang besar, dan lobus kiri yang lebih kecil.Keduanya dipisahkan di antero-superior oleh
ligamentum falsiforme dan di postero-inferior oleh fisura sagitalis sinistra untuk ligamentum
venosum dan ligamentum teres hepatis.Tepi bawah hati berjalan ke lateral sepanjang lengkung
iga. Dari titik di mana garis medioklavikular memotong garis iga kedelapan, tepi hati berjalan
miring melalui daerah perut bagian atas (epigastrium) ke kiri. Sebagian besar hati tertutup oleh
peritoneum, tetapi di posterior, hati bergabung dengan sentrum tendineum diafragma pada
bagian ‘area telanjang’ atau bare area.6

Permukaan viseral terdapat porta hepatis, pintu gerbang ke dalam hati antara lain arteri
hepatika propria, duktus koledokus, dan vena porta membentuk hubungan silang antara alur-alur
sagital yang bersama membentuk huruf H. Alur-alur sagital kiri mengandung sisa-sisa pembuluh
janin. Di anterior terdapat lig teres hepatis dan sisa vena umbilikalis sinistra yang berfungsi
mengalirkan kembali darah yang mengandung oksigen dari plasenta ke fetus.Di posterior
terdapat lig venosum dan sisa duktus venosus yang berfungsi sebagai jalan pintas yang
mempersingkat aliran darah dari vena umbilikalis sinistra langsung ke vena kava inferior tanpa
melalui hepar.Alur-alur sagital kanan mengandung kandung empedu di anterior dan di posterior
terdapat vena kava inferior .Vena kava inferior berjalan ke diafragma di belakang peritoneum di
dalam daerah telanjang. Lobus kuadratus menonjol di depan porta hepatis dan lobus kaudatus
terletak di belakangnya. Permukaan bawah bagian kiri hati memiliki jejak lambung. Permukaan
bawah bagian kanan memiliki jejak-jejak fleksura duodenum superior, ginjal, kelenjar adrenal,
dan fleksura kolon kanan.6
Struktur Mikroskopis Hepar

Hepar terdiri atas satuan heksagonal disebut lobulus hati. Pada hati primata atau manusia,
septa jaringan ikat diantara lobuli (septum interlobular) hati tidak sejelas septa jaringan ikat pada
hati babi sehingga sinusoid hati lobulus yang satu dapat berhubungan langsung dengan sinusoid
lobulus lain. Di pusat setiap lobulus, terdapat sebuah vena sentral dilapisi endotel, yang
dikelilingi lempeng-lempeng sel hati berbentuk poligonal terdiri atas bermacam-macam ukuruan
memiliki satu atau dua buah inti vesikular besar dengan stioplasma asidofilik bergranul yang
bervariasi sesuai status fungsionalnya yaitu hepatosit.Jaringan ikat disini membentuk triad porta
tempat cabang arteri hepatika, cabang vena porta, dan cabang duktus biliaris.Darah arteri dan
darah vena mula-mula bercampur di sinusoid hepar saat mengalir ke arah vena sentral dari sini,
darah memasuki sirkulasi umum melalui vena hepatika. Sinusoid hepar adalah saluran darah
yang berliku-liku dan melebar terdapat di antara lempeng-lempeng sel hepar dan mengikuti
percabangannya,6

Dengan diameter tidak teratur, dilapisi sel endotel bertingkap tidak utuh, yang dipisahkan
dari hepatositdi bawahnya oleh ruang perisinusoidal (dari Disse) yang berisi cairan limfe.
Akibatnya, zat makanan yang mengalir di dalam sinusoid yang berliku-liku menembus dinding
endotel yang tidak utuh dan berkontak langsung dengan hepatosit.Hal ini memperlancar
perpindahan zat antara darah dan hepatosit.Pada dinding sinusoid terdapat makrofag tetap, yaitu
Sel Kupffer. Darah di dalam sinusoid yang mengandung eritrosit dan leuokosit mengalir ke
dalam vena sentral.6

Etiologi

Abses hati amuba terutama disebabkan oleh Entamoeba histolytica yang dapat
menyebabkan pus dalam hati.Entamoeba histolytica mempunyai 2 stadium yaitu trofozoit dan
kista.Bila kista matang tertelan, kista tersebut tiba di lambung masih dalam keadaan utuh karena
dinding kista tahan terhadap asam lambung.Tropozoit adalah bentuk yang aktif bergerak dan
bersifat invasif, dapat tumbuh dan berkembang biak, aktif mencari makanan, dan mampu
memasuki organ dan jaringan. Ukuran Entamoeba histolytica bentuk trofozoit sekitar 10-60
mikron, mempunyai inti entameba yang di endoplasma.Stadium trofozit dapat bersifat patogen
dan menginvasi jaringan usus besar.Dengan aliran darah, meyebar ke jaringan hati, paru, otak,
kulit dan vagina. Hal tersebut disebabkan sifatnya yang dapat merusak jaringan.7

Bentuk kista Entamoeba histolytica bulat, dengan dinding kista dari hialin, tidak aktif
bergerak.Stadium ini berasal dari stadium trofozoit yang berada di rongga usus besar.Ukuran
kista 10-20 mikron.Stadium kista merupakan stadium yang infektif.Dengan adanya dinding kista,
stadium kista dapat bertahan. Infeksi terjadi dengan menelan kista matang.7

Gambar 1. E. histolytica bentuk trofozoit Gambar 2. E.histolytica bentuk kista

Epidemiologi

Abses hati lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita, dan berhubungan
dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah, dan gizi buruk. Pada negara-negara
berkembang, tersebar di seluruh dunia dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi higiene
yang kurang baik. Usia berkisar antara 20 sampai 50 tahun, terutama di dewasa muda, jarang
pada anak-anak. Penularan dapat melalui oral-anal-fecal ataupun melalui vektor ( lalat dan lipas )
Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemis , wisatawan ke daerah
endemis.7
Gejala dan Tanda

Gejala terjadi rata-rata dua minggu pada saat diagnosis dibuat,dapat terjadi sebuah
periode laten antara infeksi hati usus dan selanjutnya sampai bertahun-tahun, dan kurang dari
10% pasien melaporkan riwayat diare berdarah dengan disentri amuba.Nyeri perut kanan atas
dirasakan 75-90% pasien, lebih berat dibandingkan piogenik terutama di kuadran kanan atas.
Kadang nyeri disertai mual, muntah anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan tubuh dan
pembesaran hati yang juga terasa nyeri. Nyeri spontan perut kanan atas disertai jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan diatasnya merupakan gambaran klinis
khas yang sering dijumpai. 20% penderita dengan kecurigaan abses hati amuba mempunyai
riwayat diare atau disentri.Demam umumnya terjadi, tetapi mungkin pula polanya
intermiten.Malaise, mialgia, artralgia umum terjadi.Ikterus jarang terjadi dan bila ada
menandakan prognosis yang buruk.8

Penatalaksanaan

A. Medikamentosa
Meliputi kombinasi obat anti amuba dan aspirasi abses
a. Metronidazol 3x750 mg selama 7-10 hari memberikan angka kesembuhan hingga lebih
dari 90%. Metronidazol diabsorbsi dengan baik melalui saluran pencernaan.
b. Alternatif lainnya menggunakan 600 mg Kloroquin selama 2 hari pertama, dilanjutkan
dengan kloroquin 300 mg selama 2-3 minggu.
c. Berikan amebisidal luminal setelah abses hepar diterapi dengan amebisida jaringan
(metronidazol, kloroquin). Hal tersebut bertujuan untuk membunuh koloni amoeba dalam
usus sehingga mencegah terjadinya relaps. Dapat diberikan paramomycin 25-35
mg/KgBB dibagi dalam tiga dosis, dan diberikan selama 5-1- hari.9
B. Non-medikamentosa
Dapat menganjurkan pasien untuk tirah baring apabila sakit yang dirasakan tidak dapat
diatasi dan semakin menjadi.Tetap diberikan gizi yang seimbang serta mengkonsumsi makanan
dan minuman yang bersih dan matang. Menghindari faktor pencetus kerusakan hati seperti
minum alkohol atau minuman bersoda dan mengkonsumsi rokok.9
Tindakan aspirasi terapeutik dilakukan dengan tuntunan USG bila ada indikasi abses
yang dikhawatirkan pecah, dalam 48-72 jam tidak respons terhadap terapi medikamentosa, abses
lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga pericardium atau peritoneum, abses dengan
serologi amuba negatif, atau abses multipel.

Tindakan pembedahan jarang dilakukan karena mortalitas tinggi, tindakan pembedahan


dilakukan jika ada indikasi abses yang sangat besar dan menonjol ke dinding abdomen atau
ruang interkostal, bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil, ruptur abses ke dalam
rongga pleura/intraperitoneal/prekardial.9

Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah ruptur abses sebesar 5-5,6%. Ruptur dapat
terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal, atau kulit.Kadang-kadang dapat terjadi
superinfeksi, terutama saat aspirasi atau drainase. Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan
keadaan penyakit yang berat, seperti peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan
pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia, empiema, fistula
hepatobronkial, rupture ke dalam perikard atau retroperitoneum. Sesudah mendapat terapi, sering
terjadi diatesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi
atau reaktivasi abses.

Pencegahan

Infeksi amuba disebarkan melalui konsumsi makanan atau air yang tercemar kista.Karena
pembawa asimtomatik dapat mengeluarkan hingga 15 juta kista per hari, pencegahan infeksi
membutuhkan sanitasi yang memadai dan pemberantasan pembawa kista.Pada daerah beresiko
tinggi, infeksi dapat diminimalkan dengan menghindari konsumsi buah-buahan dan sayuran yang
tidak dikupas dan penggunaan air kemasan.Karena kista tahan terhadap klor, desinfektan oleh
iodine dianjurkan. Sampai saat ini tidak ada profilaksis yang efektif.

Prognosis

Abses hati amuba merupakan penyakit yang sangat “treatable”.Angka kematiannya < 1%
bila tanpa penyulit. Penegakan diagnosis yang terlambat dapat memberikan penyulit abses
rupture sehingga meningkatkan angka kematian.
Kesimpulan

Abses hati amuba adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
Entamoeba histolytica yang bersumber dari intestinal.Penegakan diagnosis dilakukan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan
radiologis.Penanganan berupa medikamentosa, aspirasi terapeutik, dan pembedahan.

Daftar Pustaka

1. Adi P. Pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Dalam: Sudyono


AW,Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I. Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing; 2014. h. 1991-6
2. Rachman LY, Dany F, Rendy L. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC;
2009.h.924-5.
3. Sulaiman A, Akbar N, Lesmana L A, Noer S. Buku ajar ilmu penyakit hati. Edisi pertama
revisi. Jakarta : Sagung Seto.
4. Setiati.S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke-6. Jakarta: internal
publishing; 2014. Hal.193-4.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III.Edisi ke-
5.Jakarta:Internal Publishing;2009.h. 2854-5
6. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2010. h.228-30.
7. Prianti YM, Abses hati pada anak.Juni 2005. Diunduh dari
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/7-1-9.pdf, 10 juni 2018
8. Soedarto. Buku ajar parasitologi kedokteran. Jakarta: Sagung Seto; 2011.h.21-26.
9. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI;
2011.h.551-5.

Anda mungkin juga menyukai