1
Wiwik Sundari 1102014283
2
Wiwik Sundari 1102014283
3
Wiwik Sundari 1102014283
penempatan superior abductor,dan orientasi oblik femur dan paha. Bersama dengan
sudut torsi, gerakan rotatori oblik pada articulation coxae diubah menjadi gerakan
fleksi-ekstensi dan abduksi-adduksi (masing-maing pada bidang sagittal dan coronal)
serta rotasi. Sudut inklinasi diantara sumbu panjang collum femoris dan corpus
femoris itu berbeda-beda sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan perkembangan femur.
Sudutnya pun dapat berubah sesuai dengan patologisnya. Bila sudut inklinasi
bertambah disebut coxa valra bila bertambah menjadi coxa valga. Coxa valra
mengakibatkan sedikit pemendekan ekstremitas dan membatasi abduksi pasif. (Keith
L. Moore, 2013)
1.2.Mikroskopik
Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix kolagen
ekstraselular (type Icollagen) yang disebut sebagai osteoid. Osteoid ini termineralisasi
oleh deposit kalsium hydroxyapatite, sehingga tulang menjadi kaku dan kuat. Tulang
panjang memiliki 2 struktur, yaitu tulang kompakta dan tulang spongiosa. Tulang
kompakta merupakan tulang padat, yang terdiri atas serat kolagen yang tersimpan
dalam lapisan-lapisan tipis yang disebut lamel. Sedangkan untuk tulang spongiosa
terdiri atas daerah yang saling berhubungan dan tidak padat.
Tulang terdiri atas dua bagian yakni, diaphysis dan epiphysis. Diaphyisis lebih banyak
disusun oleh tulang kompakta, sedangkan bagian epiphysis lebih banyak disusun oleh
tulang spongiosa karena dapat melakukan pemanjangan (pertumbuhan).
Gambar.struktur tulang
Tulang kompakta memiliki lamellae yang tersusun dalam tiga gambaran umum yakni:
1. Lamelae sirkumfleksia sejajar terjadap permukan bebas periosteum dan
endoosteum.
4
Wiwik Sundari 1102014283
2. System Havers (osteon) sejajar terhadap sumbuh sejajar tulang kompakta. Lapisan
lamellar 4-20 tersusun secara konsentris disekitar ruang vascular.
3. System intersisial adalah susunan tidak teratur dari lamel- lamel, secara garis
besar membentuk segitiga dan segiempat. Pada tulang kompakta juga terdapat
kanal Havers, kanal Volkman, lacuna dan kanalikuli.
5
Wiwik Sundari 1102014283
1.3.Kinesiologi
Gerak articulatio coxae terdiri dari:
a Fleksi: M. iliopsoas, M. pectineus, M. rectus femoris, M. adductor longus, M.
adductor brevis, M.adductor magnus pars anterior, M. tensor fasciae latae
b Ekstensi: M. gluteus maximus, M. semitendinosis, M. semimembranosus, M.
biseps femoriscaput longum, M. adductor magnus pars posterior
c Abduksi: M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. piriformis, M. Sartorius, M.
tensor fasciaelatae.
d Adduksi: M. adductor magnus, M. adductor longus, M. adductor brevis, M.
gracilis, M.pectineus, M. obturatur externus, M. quadratus femoris.
e Rotasi medialis: M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. tensor fasciae latae,
M. adductormagnus pars posterior
f Rotasi lateralis: M. piriformis, M. obturatur internus, Mm. gamelli, M. obturatus
externus, M.quadratus femoris, M. gluteus maximus, Mm. adductors.
6
Wiwik Sundari 1102014283
Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplit dan tidak
Komplit.
1. Fraktur komplit: garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang.
2. Fraktur tidak komplit: garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a Hairline fracture (patah retak rambut): tulang terputus seluruhnya tetapi masih
tetap ditempat, biasa terjadi pada tulang pipih.
b Buckle fracture (terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang
spongiosa dibawahnya, atau fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam).
Fraktur ini umunya terjadi pada distal radius anak-anak.
c Greenstick fracture (fraktur tangkai dahan muda). Mengenai satu korteks
dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak.
Menurut bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
1. Garis patah melintang: trauma angulasi atau langsung
2. Garis patah oblique: trauma angulasi
3. Garis patah spiral: trauma rotasi
4. Fraktur kompresi: trauma axial-fleksi pada tulang spongiosa
5. Fraktur avulsi: trauma tarikan otot pada tulang misalnya fraktur patella
7
Wiwik Sundari 1102014283
3. Fraktur multiple: garis patah lebih dari 1 tetapi pada tulang yang berlainan
tempatnya misalnya fraktur femur, cruris dan fraktur tulang belakang
Bergeser-tidak bergeser
1. Fraktur undisplaced: garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser,
periosteumnya masih utuh
2. Fraktur displaced: terjadi pereseran fragmen fragmen fraktur yang juga disebut
dislokasi fragmen
a Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b Dislokasi ad axim (disokasi yang membentuk sudut)
c Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi)
Menurut lokasi patahan ditulang, fraktur dibagi menjad: fraktur epifisis,
metafisis, diafisis.
Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:
1. Undisplace–fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya
2. Displace– fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:
a Shifted Sideways –menggeser ke samping tapi dekat
b Angulated-membentuk sudut tertentu
c Rotated-memutar
d Distracted- saling menjauh karena ada interposisi
e Overriding-garis fraktur tumpang tindih
f Impacted- satu fragmen masuk ke fragmen yang lain
Fraktur femur
a Klasifikasi menurut Garden
Tingkat I : fraktur impaksi yang tidak total
Tingkat II : fraktur total tetapi tidak bergeser
Tingakt III : fraktur total isertai dengan sedikit pergesekan
Tingkat IV : fraktur disertai dengan pergeseran yang hebat
8
Wiwik Sundari 1102014283
9
Wiwik Sundari 1102014283
banyak terjadi pada penderita laki–laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian.
Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau
disekolah.
3.4.Klasifikasi
fraktur collum femur
1. Fraktur intrakapsuler
Fraktur intracapsuler ini dapat disebabkan oleh trauma langsung dan trauma tidak
langsung. Pada trauma langsung biasanya penderita terjatuh dalam posisi miring
dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras. Pada
trauma tidak langsung biasanya karena gerakan eksorotasi mendadak pada tungkai
bawah.
2. Fraktur intertrochanter
Merupakan fraktur Antara trochanter mayor dan trochanter minor femur. Fraktur
ini termasuk fraktur ekstrakapsuler. Banyak terjadi pada wantita diatas 60 tahun
biasanya trauma ringan karena kepeleset karena tulang sudah mengalami
osteoporosis post menopouse.
Pada umunya pembagian klasifikasi fraktur collum femur berdasarkan:
1. Lokasi anatomi
a Fraktur subcapital
b Fraktur transcervical
c Fraktur basis collum femur
2. Arah sudut garis patah dibagi menurut pauwel
a Tipe 1: sudut 30°
b Tipe 2: sudut 50°
c Tipe 3: sudut 70°
3. Dislokasi atau tidak dari fragmennya dibagi menurut garden
a Garden I: incomplete (impacteed)
b Garden II: fraktur collum femur tanpa diskokasi
c Garden III: fraktur collum femur dengan sebagian dislokasi
3.5.Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ket
empat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstri
mitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
10
Wiwik Sundari 1102014283
dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment. Trauma pada tulang dapat
menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa
fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan
lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah (Smeltzer danBare, 2001).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara
lain nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan
diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan
kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2007). Reduksi terbuka dan fiksasi interna
(ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat,
paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami
kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006). Ketika terjadi patah
tulang yang diakibatkan oleh truma, peristiwa tekanan ataupun patah tulang patologik
karena kelemahan tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum
tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan,
kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya.. Keadaan ini menimbulkan hematom pada
kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang
mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah
ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang,
tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini
menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang
pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah
yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematon menyebabkan dilatasi kapiler di otot,
sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot
yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal
ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung
syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma compartement.
11
Wiwik Sundari 1102014283
3.6.Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas
yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat
melekatnya otot.
12
Wiwik Sundari 1102014283
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan
justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan
patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala,
tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan
mengalami cedera pada daerah tersebut.
3.7.Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan utama berupa:
1. Trauma, waktu terjadinya trauma, cara terjadinya trauma, lokasi trauma.
2. Nyeri, lokasi nyeri, sifat nyeri, intensitas nyeri, referred pain.
3. Kekakuan sendi
4. Pembangkakan
5. Deformitas
6. Ketidakstabilan sendi
7. Kelemahan otot
8. Gangguan sensibilitas
9. Hilangnya fungsi
10. Jalan pincang
2. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi (look)
Kulit, meliputi warna kulit, tanda peradangan dan tekstur kulit
Jaringan lunak, pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen, jaringan lemak,
fasia, kelenjar limfe.
Tulang dan sendi
Sinus dan jaringan parut
2. Palpasi (feel)
Suhu kulit, denyutan arteri
Jaringan lunak, mengetahui adanya spasme otot, atrofi otot
Nyeri tekan,
Tulang, perhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari tulang
Pengukuran anggota gerak
Penilaian deformitas
13
Wiwik Sundari 1102014283
3. Pergerakan (move)
Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif, apakah gerakan menimbulkan
sakit dan disertai krepitasi
Stabilitas sendi
ROM, abduksi, adduksi, ekstensi, fleksi, rotasi eksterna, rotasi interna,
pronasi,supinasi, fleksi lateral, dorsofleksi, plantar fleksi, inversi,eversi.
3. Penunjang
Dilakukan pemeriksaan rontgen, apabila fraktur pada tulang panjang dilakukan
posisi AP dan lateral. Fraktur tulang navicular posisi AP, lateral,dan oblique.
Diagnosis fraktur kolum femur
1. Anamnesis : pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera dengan
keluhan bagian dari tungkai tidak dapat digerakkan
2. Pemeriksaan fisik :
a Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting
adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan
dengan fraktur, cedera terbuka.
b Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal
dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera
pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.
c Movement : Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih
penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi-sendi
dibagian distal cedera.
3. Pemeriksaan penunjang
Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara
klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi
deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya untuk fraktur yang tidak
memberikan tanda-tanda klasik memang diagnosenya harus dibantu pemeriksaan
radiologis baik rontgen biasa ataupun pemeriksaan canggih seperti MRI, misalnya
untuk fraktur tulang belakang dengan komplikasi neurologis. Foto rontgen
minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral. Posisi yang salah dapat
memberikan interpretasi yang salah maka dari itu AP dan lateral harus benar-
benar AP dan lateral. Untuk pergelangan tangan atau sendi panggul diperlukan
posisi axial pengganti lateral. Untuk acetabulum diperlukan proyeksi khusus alar
dan obturator.
14
Wiwik Sundari 1102014283
Diagnosis banding :
1. Osteitis pubis
2. Slipped capital femoral ephipysis
3. Snapping hip syndrome
3.8.Penatalaksanaan
Prinsip mengenai fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi
semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patahan
tulang (imobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna
seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan remodeling (proses swapugar).
a Cara pertama penanganan adalah proteksi saja tanpa reposisi dan imobilisasi. Pada
fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau tidak akan
menyebabkan cacat dikemudian hari, cukup dilakukan dengan proteksi saja,
misalnya dengan menggunakan mitela (penyangga) atau sling. Contoh kasus yang
ditangani dengan cara ini adalah fraktur iga, fraktur klavikula pada anak, dan
fraktur vertebra dengan kompresi minimal.
b Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap diperlukan
imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan
patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.
c Cara ketiga berupa reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti
dengan imobilisasi. Ini dilakukan pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang
berarti, seperti pada patah tulang radius distal.
d Cara keempat berupa reposisi dengan traksi terus menerus selama masa tertentu,
misalnya beberapa minggu, lalu diikuti dengan imobilisasi. Hal ini dilakukan pada
patah tulang yang apabila direposisi akan terdislokasi kembali di dalam gips,
biasanya pada fraktur yang dikelilingi oleh otot yang kuat seperti pada patah tulang
femur.
e Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar.
Fiksasi fragmen fraktur menggunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen
tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam
di luar kulit. Alat ini dinamakan fiksatoreksterna.
15
Wiwik Sundari 1102014283
16
Wiwik Sundari 1102014283
3. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang
tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan
sesudah tindakan.
Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
CCT kalau banyak kerusakan otot.
Darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.
3.9.Komplikasi
a Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi
pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis danvertebra.
2. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam
lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak pada aliran darah.
3. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari
yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena
penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gibs
atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena
edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi
dan cidera remuk).
4. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai dengan tidak ada nadi, CRT
menurun,syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimi
tas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada
yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
5. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pindan plat.
6. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya
Volkman’s Ischemia .
17
Wiwik Sundari 1102014283
b Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed
union,dan non union.
1. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan penyembuhan tulang
ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang
baik.
2. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakan
kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
3. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.
3.10. Prognosis
Patah tulang intrakapsuler umumnya sukar mengalami pertautan dan cenderung
terjadi nekrosisavaskuler kaput femur. Patah tulang kolum femur yang terletak
intraartikuler sukar sembuh karena bagian proksimal pendarahannya sangat terbatas,
sehingga memerlukan fiksasi kokoh untuk waktu yang cukup lama. Semua patah
tulang didaerah ini umumnya tak stabil sehingga tak ada cara reposisi tertutup
terhadap fraktur ini. Adanya osteoporosis tulang mengakibatkan tidak tercapainya
fiksasi kokoh oleh pin pada fiksasi interna. Pertautan fragmen fraktur hanya
bergantung pada pembentukan kalus endosteal. Yang penting sekali ialah aliran
darah kekolum dan kaput femur yang robek pada saat terjadinya fraktur.
18
Wiwik Sundari 1102014283
http://digilib.unimus.ac.id/files
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-nurhidayah-6731-2-babii.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22361/4/Chapter%20II.pdf
https://www.scribd.com/doc/243669673/Sasbel-Sk-3-Muskulo
https://www.scribd.com/doc/243837821/SK-3-muskulo
19