Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Saat ini, masyarakat telah banyak melakukan pengobatan sendiri
(swamedikasi) dimana mereka langsung datang mencari obat untuk mengatasi
gejala penyakit yang dirasakannya. Istilah swamedikasi sendiri berarti
mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas
di apotik atau toko obat atas inisiatif sendiri, tanpa anjuran dari dokter. Tujuan
pengobatan sendiri adalah untuk menanggulangi secara cepat dan efektif
keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban
pelayanan kesehatan pada keterbatasan sumber daya dan tenaga, serta
meningkatkan keterjangkauan masyarakat yang jauh dari pelayanan
kesehatan1.
Keuntungan pengobatan sendiri adalah aman apabila digunakan
sesuai dengan aturan pakai, dan efek samping dapat diperkirakan, biaya
pembelian obat relative lebih murah daripada biaya pelayanan kesehatan,
penghematan waktu karena tidak perlu mengunjungi fasilitas/profesi
kesehatan, dan membantu pemerintah mengatasi keterbatasan jumlah tenaga
kesehatan di masyarakat. Jenis obat-obatan yang dapat dilakukan swamedikasi
adalah obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotik (OWA) sehingga
dapat dibeli tanpa resep dokter1 .
Akan tetapi, swamedikasi juga memiliki beberapa resiko, bahwa
obat-obat tersebut bisa digunakan secara salah, terlalu lama atau dalam takaran
yang terlalu besar. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE) tentang obat terhadap masyarakat agar proses swamedikasi
dapat berjalan dengan baik2 .
Salah satu masalah kesehatan yang paling sering dilakukan
swamedikasi adalah sakit kepala. Menurut International Headache Society,
sakit kepala adalah rasa sakit yang terletak di bagian atas garis orbitomeatal
daerah kepala3. Menurut WHO, sakit kepala adalah rasa sakit dan gangguan di
kepala yang dikategorikan menjadi sakit kepala primer dan sakit kepala
sekunder. Sakit kepala primer adalah sakit kepala yang tidak disertai adanya
penyebab struktural organik ataupun suatu penyakit yang mendasarinya seperti
migrain, tension type headache, dan cluster headache, sedangkan sakit kepala
sekunder adalah sakit kepala yang disebabkan oleh suatu masalah struktural di
kepala atau leher atau bisa juga karena didasari oleh suatu penyakit lain.
Beberapa di antaranya adalah sakit kepala akibat infeksi, akibat gangguan
homeostasis, dan sebagainya. Namun, jenis sakit kepala sekunder jarang
dilakukan swamedikasi karena memerlukan penanganan medis4,5,6 .

II. Tujuan Penulisan


Makalah bertujuan untuk menjelaskan klasifikasi dari sakit kepala beserta
farmakoterapinya sehingga dapat memberikan informasi yang memadai
kepada masyarakat dalam melakukan swamedikasi sakit kepala.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Muchid, Fatimah Umar., dkk., 2007. Pedoman Penggunaan Obat


Bebas Dan Bebas Terbatas., Direktorat BINFAR Komunitas Dan Klinik
Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Depkes RI.
2. Anonim., 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Depkes RI
3. Jay, Gary W. 1998. The Headache Handbook: Diagnosis and Treatment.
Kanada: CRC Press.
4. Brunton, L., Lazo, J., & Parker, K. (2006). Goodman & Gilman’s The
Pharmalogical Basis of Therapepeutics (11th ed.). New York: McGRAW-
HILL.
5. Corwin, E. J. (2008). Handbook of Pathophysiology, 3rd Edition. Ohio:
Lippincott Williams & Wilkins.
6. Koda Kimbel

Anda mungkin juga menyukai