Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mental emosional adalah sesuatu yang berhubungan dengan proses tumbuh kembang.
Adanya gangguan mental emosional akan mengakibatkan gangguan perkembangan anak dan
akan mempengaruhi dalam pernyesuaiam diri terhadap lingkungan sekitar.

Dasar perkembangan merupakan fondasi bagi setiap individu untuk memahami ruan lingkup
gerak. Pada prinsipnya perkembangan motorik yang baik yakni jika seseorang mampu untuk
mengalami perubahan baik pisik maupun psikis sesuai dengan masa pertumbuhannya dan
perkembangannya. kematangan motorik ini sangat terantung pada integrasi system saraf dan
system kerangka otot. Anak yang mampu mencapai perkembangan motorik yang terkoordinasi
sangat ditentukan oleh keadaan dan kemauan anak itu sendiri.

Anak autis mengalami gangguan bidang komonikasi bahasa, kognitif, social dan fungsi
adaptif, sehinngga menyebabkan mereka semakin lama semakin jauh tertinggal dibanding anak-
anak seusia mereka ketika umur mereka makin bertambah.

Menurut Rutter dan scopler dalam siti rahayu (2001:373) sifat yang khas pada anak autis adalah:
perkembangan hubungan social terganggu, pola prilaku yang khas terbatas,

Gangguan atau gejala untuk anak autis dapat dikurangi bahkan dapat dihilangkan, sehingga
anak autis dapat bergaul secara normal, tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat, berkarya
bahkan membina keluarga. Pada anak autis kalau tidak diatasi dari sekarang maka akan
mengakibatkan anak akan semakin parah bahkan tidak tertanggulangi dan mengakibatkan anak
mengalami keterbelakangan mental. Maka melalui terapi dan kemauanlah anak autis dapat
menjadi anak yang normal sehingga mampu untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan
segala kondisi dalam linngkungannya. Serta mampu bersaing dengan anak seusianya.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan deteksi dini masalah mental emosional pada anak pra
sekolah
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan deteksi dini autis pada anak pra sekolah
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan deteksi dini gangguan pemusatan hiperaktivitas
(GPPH) pada anak pra sekolah
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Khusus

1). Mengetahui deteksi dini masalah mental emosional pada anak pra sekolah

2). Mengetahui deteksi dini autisme pada anak pra sekolah

3). Mengetahui deteksi dini gangguan pemusatan hiperaktivitas (GPPH) pada anak pra
sekolah

1.3.2 Tujuan Umum


Mahasiswa dapat memahami konsep deteksi dini penyimpangan mental emosional pada
anak pra sekolah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1.1.1 Deteksi Dini Masalah Mental Emosional Pada Anak Pra Sekolah
Mental adalah hasil kerja otak (iskandar,2009) , Emosi adalah keadaan tersentuhnya
perasaan, disebut pula sebagai perasaan hati atau renjana.sedang kehidupan emosional adalah
segenap penghayatan yang berkaitan dengan perasaan hati.
Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah kegiatan pemeriksaan atau skrinning untuk
menemukan secar dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada anak balita dan pra sekolah.
Semakin dini ditemukan penyimpangan maka semakin mudah dilakukan intervensi untik
perbaikannya, sebaliknya bila penyimpangan terlambat diketahui maka intervensi untuk
perbaikannya lebih sulit dilakukan. Keuntungan lain dari deteksi dini adalah agar tenaga
kesehatan mempunyai waktu dalam menyusun rencana dan melakukan tindakan atau intervensi
yang tepat.
Tujuan pemeriksaan ini untuk mennetukan secaradini adanya masalah mental emosional,
autism, dan gangguan pemusatan perhatian dan Hiperaktivitas pada anak agar dapat segera
dilakukan tindakan Intervensi.
Jadwal deteksi dini masalah mental emosional adalah rutin setiap 6 bulan, dilakukan untuk
anak yang berusia 36 bulan – 72 bulan (Pra sekolah) Jadwal ini sesuai dengan jadwal skrinning
atau pemeriksaan perkembangan anak. Alat yang digunakan adalah Kuesioner Masalah Mental
Emosional ( KMME ) yang terdiri dari 12 pertanyaan untuk mengenali problem mental
emosiaonal anak umur 36 – 72 bulan.
Pelaksana Skrinning : Tenaga Kesehatan Alat yang dipakai untuk skrinning penyimpangan
mental emosional adalah :
1. Kuesioner Masalah Mental Emosional ( KMME ) bagi anak usia 36 – 72 bulan ( Pra
sekolah )
2. Ceklis Autis anak pra sekolah atau Checklist For Autism In Tooddlers ( CHAT ) bagi
anak usia 18 – 36 bulan.
3. Formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas ( GPPH ) bagi
anak usia 36 bulan ke atas ( Pra sekolah )

3
Cara melakukan ; Tanyakan setiap pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring satu persatu
perilaku yang tertulis pada KMME Kepada orang tua atau pengasuh anak.
Catat jawaban “Ya”,Kemudian hitung jumlah jawaban “YA”
1). Interpretasi
Bilaadajawaban “YA”,Maka kemungkinan anak mengalami masalah mental emosional
2). Intervensi
Bila jawaban “ya” hanya1 :
- Lakukan konseling kepada orang tua menggunakan Buku Pedoman Pola Asuh yang
mendukung Perkembangan Anak
- Lakukan evaluasi setelah 3 bulan, bila tidak ada perubahan rujuk ke Rumah Sakit yang
memiliki fasilitas kesehatan jiwa atau tumbuh kembang anak.
Bilajawaban “ya” ditemukan 2 ataulebih :
Rujuk kerumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa atau tumbuh kembang
anak. Rujukan harus disertai informasi mengenai jumlah dan masalah mental emosional
yang ditemukan.

1.1.2 Deteksi Dini Autisme Pada Anak Prasekolah


Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya
sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun. Penyebab autisme adalah gangguan
neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu
berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif

Gejala autisme sangat bervariasi. Sebagian anak berperilaku hiperaktif dan agresif atau
menyakiti diri, tapi ada pula yang pasif. Mereka cenderung sangat sulit mengendalikan emosinya
dan sering tempertantrum (menangis dan mengamuk). Kadang-kadang mereka menangis, tertawa
atau marah-marah tanpa sebab yang jelas.

Tujuanya adalah untuk mendeteksi secara dini adanya autisme pada anak umur 18-36 bulan.
Jadwal deteksi dini autisme pada anak prasekolah dilakukan atas indikasi atau bila ada keluhan
dari ibu atau pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB,
petugas PAUD, pengolah TPA dan guru TK. Keluhan tersebut dapat berubah berupa salah satu
atau lebih keadaan di bawah ini :

4
1). Keterlambatan bicara

2). Gangguan komunikasi atau interaksi sosial

3). Perilaku yang berulang-ulang.

4). Alat yang digunakan adalah CHAT.

5). Ada 9 pertanyaan yang dijawab oleh orang tua pengasuh anak.

Pertanyaan diajukan secara berurutan, satu persatu.Jelaskan kepada orang tua untuk tidak
ragu-ragu atau takut menjawab. Ada 5 pertanyaan bagi anak, untuk melaksanakan tugas seperti
yang tertulis CHAT. Cara menggunakan CHAT

1. Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu-persatu perilaku yang tertulis
pada CHAT kepada orang tua atau pengasuh anak.
2. Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan tugas CHAT.
3. Catat jawaban orang tua atau pengasuh anak dan kesimpulan hasil pengamatan
kemampuan anak, ya atau tidak.Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.

1.1.3 Deteksi Dini Gangguan Pemutusan Perhatian Hiperaktivitas (GPPH) Pada Anak
Prasekolah
Masa anak-anak adalah masa mereka mengamati semua yang ada disekelilingnya untuk
belajar, mengalami, dan tumbuh. Anak merupakan sumber daya manusia yang harus sejak dini
disiapkan untuk dapat berkembang secara optimal sesuai kemampuan yang dimilikinya, namun
tidak setiap anak terlahir dalam kondisi normal. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah
ketika anak memiliki karakter atau kepribadian yang berbeda dari anak-anak pada umumnya,
anak tersebut dapat dikatakan telah memiliki gangguan jika telah memenuhi kriteria dari
gangguan itu sendiri. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif yang sering disebut sebagai
Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) atau GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktifitas) yaitu suatu sindrom neuropsikiatrik yang akhir-akhir ini banyak ditemukan
pada anak-anak, biasanya disertai dengan gejala hiperaktif dan tingkah laku yang implusif.

Attention deficit hyperactive disorder (ADHD) atau GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktifitas) merupakan salah satu jenis kondisi berkebutuhan khusus yang termasuk

5
dalam gangguan perilaku. ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas
motorik anak sehingga menyebabkan aktivitas anak-anak yang cenderung berlebihan (Baihaqi
dan Sugiarmin, 2006).

Menurut DSM-IV-TR ADHD ini ditandai dengan adanya ketidak mampuan anak dalam
memberikan perhatiannya pada sesuatu yang dihadapi secara utuh, disamping itu anak ADHD
mudah sekali beralih perhatiannya dari suatu aktivitas ke aktivitas yang lain. Sehingga rentang
perhatiannya sangat singkat waktunya dibandingkan anak-anak lain seusianya. Beberapa perilaku
yang nampak pada ADHD seperti; cenderung bertindak ceroboh, mudah tersinggung, lupa
pelajaran sekolah dan tugas rumah, kesulitan mengerjakan tugas disekolah maupun dirumah,
kesulitan dalam menyimak, kesulitan dalam menjalankan beberapa perintah, melamun, sering
keceplosan dalam berbicara, tidak memiliki kesabaran yang tinggi, sering membuat gaduh,
berbelit-belit dalam berbicara, dan suka memotong serta ikut campur pembicaraan orang lain
adalah bentuk perilaku umum lainnya yang menjadi ciri khas ADHD. Selain itu mereka juga
cenderung bergerak terus secara konstan dan tidak bisa tenang. Akibatnya, mereka sering
kesulitan untuk belajar disekolah, mendengar dan mengikuti instruksi orangtua dan bersosialisasi
dengan teman sebayanya (Flanagen, 2005; Fanu, 2006).

Kekurangan utama yang dialami anak ADHD merupakan hambatan yang mencolok antara
diri mereka sendiri dan akibat yang menyertai dalam kehidupannya. Hal ini menyoroti
permasalahan anak ADHD yang selalu dianggap tidak kooperatif dan sangat nakal. Anak ADHD
tidak memberi respon ketika diberi pengarahan dengan cara yang sama seperti anak lain,
dikarenakan kurangnya kemampuan mereka dalam berkonsentrasi dan dalam menyikapi tugas
ataupun beraktifitas (Baihaqi & Sugiarmin, 2006).

ADHD menimbulkan dampak yang buruk terhadap perkembangan kognitif, emosi, dan
penyesuaian diri sosial anak, sehingga menimbulkan beban psikososial yang berat di rumah,
sekolah, dan keluarga (Biederman dalam Nevid, 2005). Dampak lainnya dapat berupa prestasi
akademik yang rendah, kesulitan dalam makan, tidur, dan menjaga kesehatan dirinya sendiri.
Menurut penelitian selama ini, penyandang ADHD merupakan suatu gangguan yang bisa
mengganggu kemampuan anak dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan konsentrasi
dan prilaku mereka.

6
Ada tiga faktor yang berpengruh terhadap ADHD (Baihaqi & Sugiarmin, 2006) yaitu:

1). Faktor genetika

Beberapa penemuan yang menunjukkan peran gen-gen tertentu dalam system dopamine pada
ADHD adalah menarik dan sejalan dengan model yang menyatakan, bahwa aktivitas
dopaminergik yang menurun sangat berpengaruh dalam memunculkan simptom-simptom
perilaku ADHD.

2). Faktor neurobiologis

Faktor ini adalah yang tidak langsung mempengaruhi atau berhubungan dengan simptom-
simptom ADHD, adapun kondisi-kondisinya adalah: (a) Peristiwa paska kelahiran; (b)
Keracunan kandungan timah; (c) Gangguan bahasa dan pembelajaran; (d) Menurunnya
kemampuan anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dikaitkan dengan fungsi lobus
prefrontalis (Barekeley, Grodzinsky, & Paul, dalam Baihaqi & Sugiarmin, 2006).

3). Faktor diet, alergi, zat timah

Sebuah pandangan popular pada tahun 70-an dan 80-an, bahwa zat tambahan pada makanan
menyebabkan anak hiperaktif dan inatentif. Adapun zat tambahan ini bisa berupa penyedap rasa
tambahan, bahan pengawet, dan gula yang biasa di gunakan ibu-ibu (Baihaqi & Sugiarmin,
2006).

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gangguan perkembangan mental dan emosional Yaitu penyimpangan perkembangan yang
menunjukkan tanda-tanda keterlambatan anak dimama perkembangannya nampak tidak lengkap
atau tidak konsisten dengan pola dan tahapan umum. Autisme adalah gangguan perkembangan
khususnya terjadi pada masa anak-anak yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan
interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Sampai saat ini penyebab autisme
belum jelas, diduga akibat kelainan struktur atau fungsi otak, ada genetik, faktor lingkungan
seperti penggunaan zat kimia tertentu, infeksi virus dan keseimbangan metabolisme.

Tanda dan gejala Autisme ; ketika bayi menolak sentuhan orang tuanya, tidak merespon
kehadiran orang tuanya, dan melakukan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang tidak dilakukan bayi-
bayi normal pada umumnya. Sebagian besar penderita autisme mengalami gejala-gejala negatif
seperti skizoprenia seperti menarik diri dari dalam lingkungan serta lemah dalam berfikir ketika
menginjak dewasa. Sehubungan dengan aspek sosial kemasyarakatan disebutkan bahwa anak
penderita autisme terbiasa untuk sibuk dengan dirinya sendiri, mereka juga terobsesi dengan
benda-benda mati, selain itu anak-anak penderita tidak memiliki kemampuan untuk menjali
hibungan persahabatan, menunjukkan rasa empati serta memahami yang diharapkan oleh orang
lain dalam beragam situasi sosial.
Deteksi dini penyimpangan mental emosional dapat dilakukan dengan menggunakan
kuesioner yang disebut dengan KMME berupa 12 pertanyaan yang diajukan kepada orang tua
anak. Deteksi dini Autisme dilakukan dengan menggunakan CHAT berupa 9 pertanyaan bagi
orang tua dan 5 pertanyaan bagi untuk anak.

8
3.2 Saran

Didalam ilmu dunia kesehatan anak/ pediatrik memang menjadi masalah yang perlu
diperhatikan oleh orang tua, karena untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan si anak.
Dengan adanya MME orang tua dapat memaksimalakan dalam mengasuh anak. Kepada dosen
pembimbing agar sekiranya dapat memberikan masukan dan saran tentang penulisan makalah ini
baik mengenai sistematika penulisan maupun menyangkut isi atau pokok bahasan dalam
makalah ini. Dan Kepada rekan-rekan agar sekiranya dapat memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun.

9
DAFTAR PUSTAKA

Erinta, Deyla dan Budiani, Meita Santi (Austus 2012). Efektivitas Penerapan Terapi Permainan
Sosialisasi Untuk Menurunkan Perilaku Impulsif Pada Anak Dengan Attention Deficit
Hyperactive Disorder (ADHD). Jurnal Psikologi:Teori dan Terapan. 03. 67-68
Hatiningsih, Nuligar (Agustus 2013). Play Therapy Untuk Meningkatkan Konsentrasi Pada Anak
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. 01,
325-326.
Maritalia, Dewi. 2009. “Analisis Pelaksanaan Program Stimulasi, Deteksi Dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang (Sdidtk) Balita Dan Anak Pra Sekolah Di Puskesmas Kota Semarang
Tahun 2009”. Tesis . Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

10

Anda mungkin juga menyukai