BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
DASAR TEORI
1. Formasi Wungkal-Gamping
Lokasi tipe formasi ini terletak di gunung Wungkal dan gunung
Gamping, keduanya di Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah
Pegunungan Selatan ini di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir
dan batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini
berupa napal pasiran dan lensa batugamping. Formasi ini tersebar di Perbukitan
Jiwo, antara lain di gunung Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai
ketebalan sekitar 120 meter (Bronto dan Hartono, 2001).
Sebagian dari satuan batuan ini semula merupakan endapan laut dangkal
yang kaya akan fosil. Karena pengaruh gaya berat di lereng bawah laut, formasi
ini kemudian meluncur ke bawah dan diendapkan kembali di laut dalam
sehingga merupakan exotic faunal assemblage (Rahardjo, 1980). Formasi ini
Laporan Lapangan Profil
Kelo,mpok IVb Page 3
Laboratorium Sedimentologi
tersebar luas di Perbukitan Jiwo dan kali Oyo di utara gunung Gede, menindih
secara tidak selaras batuan metamorf serta diterobos oleh diorit Pendul dan di
atasnya, secara tidak selaras, ditutupi oleh batuan sedimen klastika gunungapi
(volcaniclastic sediments) yang dikelompokkan ke dalam Formasi Kebo-Butak,
Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu.
2. Formasi Kebo-Butak
Lokasi tipe formasi ini terletak di gunung Kebo dan gunung Butak yang
terletak di lereng dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi
ini di bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung,
serpih, tuf dan aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan
batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya
dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi
andesit.
Kumpulan fosil yang ditemukan pada formasi ini menunjukkan umur
Oligosen Akhir – Miosen Awal. Lingkungan pengendapannya adalah laut
terbuka yang dipengaruhi oleh arus turbidid. Formasi ini tersebar di kaki utara
Pegunungan Baturagung, sebelah selatan Klaten dan diduga menindih secara
tidak selaras Formasi Wungkal-Gamping serta tertindih selaras oleh Formasi
Semilir. Ketebalan dari formasi ini lebih dari 650 meter.
3. Formasi Semilir
Formasi ini berlokasi tipe di gunung Semilir, sebelah selatan Klaten.
Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi
batuapung dan serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari
andesit hingga dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di kali Opak,
Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kec. Berbah, Kab. Sleman, terdapat andesit
basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan Hartono, 2001). Penyebaran lateral
Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di
daerah Pleret-Imogiri, di sebelah barat gunung Sudimoro, Piyungan-Prambanan,
di bagian tengah pada gunung Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur
4. Formasi Nglanggran
5. Formasi Sambipitu
Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya
Yogyakarta-Patuk-Wonosari kilometer 27,8. Secara lateral, penyebaran formasi
ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona
Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur.
Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter.
Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar,
kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling
dengan serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok
batuan ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya,
terutama batupasir, mengandung bahan karbonat. Formasi Sambipitu
mempunyai kedudukan menjemari dan selaras di atas Formasi Nglanggran.
Formasi ini berkembang dari akhir Miosen Bawah sampai awal Miosen
Tengah. Kandungan fosil bentoniknya menunjukkan adanya percampuran antara
endapan lingkungan laut dangkal dan laut dalam. Dengan hanya tersusun oleh
batupasir tuf serta meningkatnya kandungan karbonat di dalam Formasi
Sambipitu ini diperkirakan sebagai fase penurunan dari kegiatan gunungapi di
Pegunungan Selatan pada waktu itu (Bronto dan Hartono, 2001).
6. Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi ini berada di kali Oyo. Batuan penyusunnya pada
bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur
dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan.
Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang
dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo
tersebar luas di sepanjang kali Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter
dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir,
Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi
Oyo.
7. Formasi Wonosari
Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi
Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan
keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung.
Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk
bentang alam Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu.
Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di
bagian bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas
menjemari dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat
yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan
sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur.
Berdasarkan kandungan fosil foraminifera besar dan kecil yang
melimpah, diantaranya Lepidocyclina sp. danMiogypsina sp., ditentukan umur
formasi ini adalah Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya
adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk,
1992).
8. Formasi Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer
di sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah
barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan
batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.
Formasi Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari
10o dan kaya akan fosil foraminifera kecil. Berdasarkan kandungan fosil
tersebut, maka umur Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga Pliosen.
Formasi Kepek menjemari dengan bagian atas dari Formasi Wonosari-Punung.
Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) (Samodra, 1984,
dalam Bronto dan Hartono, 2001).
9. Endapan Permukaan
Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih
tua yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan
lepas sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk. (1992)
membagi endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan
Aluvium (Qa). Sumber bahan rombakan berasal dari batuan Pra-Tersier
Perbukitan Jiwo, batuan Tersier Pegunungan Selatan dan batuan G. Merapi.
Endapan aluvium ini membentuk Dataran Yogyakarta-Surakarta dan dataran di
sekeliling Bayat. Satuan Lempung Hitam, secara tidak selaras menutupi satuan
di bawahnya. Tersusun oleh litologi lempung hitam, konglomerat, dan pasir,
dengan ketebalan satuan ± 10 m. Penyebarannya dari Ngawen, Semin, sampai
Selatan Wonogiri. Di Baturetno, satuan ini menunjukan ciri endapan danau, pada
Kala Pleistosen. Ciri lain yaitu: terdapat secara setempat laterit (warna merah
kecoklatan) merupakan endapan terarosa, yang umumnya menempati uvala pada
morfologi karst.
Arus turbidit adalah aliran cepat menuruni lereng yang dipicu oleh
tingginya densitas relatif terhadap fluida lingkungan. Tingginya densitas ini
disebabkan oleh melimpahnya partikel yang tersuspensi. Turbulensi menjaga
turbiditas yang kemudian menjadi gaya untuk mempertahankan aliran tetap
bergerak. Arus ini dapat memindahkan partikel ribuan kilometer ke bawah
pada lereng submarin. Kemungkinan mayoritas atau semuanya terkumpul
pada suatu alur, seperti submarine canyon. Setelah partikel melewati mulut
channel, aliran menyebar dan melemah, arus turbidit collapse dan
mengendapkan partikel tersuspensinya.
Arus turbidit membutuhkan waktu dan jarak yang cukup untuk berkembang
menjadi gerakan cepat. Massa turbulen mempunyai bagian kepala (bagian
paling tebal pada aliran), tubuh (ketebalan seragam), dan ekor (ketebalan dan
a. Fluxo turbidit
b. Proximal turbidit
c. Distal Turbidite
Pembagian Klasifikasi facies turbidite oleh Walker ( 1973 ), didasarkan pada:
a. Classical Turbidite
b. Massive Sandstones
c. Pebbly Sandstones
d. Conglomerates
e. Slumpe, Slides , Debris Flow, dan Exotic Facies.
e. Pellitic Interval ( Te )
Merupakan susunan batuan bersifat lempungan dan tidak meunjukkan
struktur yang jelas ke arah tegak, material pasiran berkurang, ukuran butir
makin halus, cangkang foraminifera makin sering ditemukan. Diatas lapisan
ini sering ditemukan lapisan yang bersifat lempung napalan atau yang
disebut lempung pelagik.
Gambar
a. Lower Fan
d. Upper fan
BAB III
Stopsite ini berada di daerah Tegalrejo, Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Kami
melalukan perjalanan dengan menggunakan bus dengan waktu tempuh kira-kira
1jam. Stopsite ini berupa sungai dengan batuan sedimen klastik dan ditemukan
mineral zeolit serta sequence bouma. Stopsite ini secara stratigrafi berada pada
formasi Kebo Butak, secara aspek litologi stopsite ini memiliki litologi lempung
hingga breksi dan dominan batupasir.
Foto Lintasan
Foto Litologi
Lapisan 6 :
Gambar . Lapisan 6
Difoto oleh: Dinantina
Lapisan 9
Gambar . Lapisan 9
Difoto oleh: Dinantina
Siltstone, Grey, Silt (1/16-1/256mm), Composed by silt-sized materials,
C:calcareus, Paralel Stratified. (Td-Te)
Lapisan 13
Gambar . Lapisan 13
Lapisan 15
Gambar. Lapisan 15
Lapisan 21
Gambar. Lapisan 21
Lapisan 43
Gambar. Lapisan 43
Dari data lapangan dan juga analis serta interpretasi dari profil yang telah
dibuat meliputi Litologi dan Struktur. Pada beberapa lapisan ditemukan Sekuen
Bouma yang menunjukkan bahwa proses transportasi yang berlangsung saat
pengendapan batuan adalah proses sedimentasi gravity flow pada Turbidity current.
Sehingga menunjukkan pula bahwa batuan ini diendapkan pada lingkungan kipas
bawah laut.
a. Lower Fan
b. Smooth portion of suprafan lobes
c. Channeled portion of suprafan lobes
Laporan Lapangan Profil
Kelo,mpok IVb Page 18
Laboratorium Sedimentologi
d. Upper Fan
Berdasarkan hasil pengamatan kami dilapangan seperti: terdapatnya sekuen
bouma, ukuran butir pada batuan berkisar antara lempung-pasir dan pada bagian
bawah dijumpai granule, banyak dijumpai struktur sedimen parallel stratified;
parallel lamination; dan perlapisan bersusun. Maka berdasarkan klasifikasi Fasies
Turbidit oleh Walker (1973) merupakan Classical Turbidit (CT). Serta pada
singkapan juga beberapa dijumpai pebblysandstone (MS). Atas dasar aspek litologi
dan struktur yang telah didapatkan maka dapat diintrepretasikan pada sekuen
progradasi bawah laut bahwa singkapan tersebut terendapakna pada Smooth
Portion of Suprafan Lobes.
Lingkungan Pengendapan dari hasil analisa profil kami yaitu Smooth to channel
dengan fasies Walker(1978) ditunjukkan dengan kotak merah.
Dari data mengnani aspek litologi yang telah kami temukan yaitu berupa
Batupasir, Batulanau, Batu lempung dan beberapa tuffan yang merupakan ciri
umum dari Formasi Kebo-Butak. Maka dapat disimpulkan bahwa lokasi lapangan
merupakan bagian dari formasi Kebo Butak.
BAB IV
IV.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan intepretasi dari data lapangan dan profil dapat
diimpulkan bahwa:
IV.2. Saran