Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelanggaran atau kurangnya perhatian terhadap hak asasi manusia berdampak
buruk bagi kondisi kesehatan (missal peraktek tradisional yang membahayakan,
perlakuan menganiyaya/ tidak berperikemanusiaan, kekerasan terhadap perempuan
dan anak). Oleh karena itu bidan harus mendukung kebijakan dan program yang
dapat meningkatkan hak asasi manusia didalam menyusun dan melaksanakannya
(missal tidak dapat diskriminasi, otonomi individu, hak untuk partisipasi). Karena
perempuan lebih rentan terhadap penyakit, dapat dilakukan langkah – langkah untuk
menghormati dan melindungi perempuan (missal terbebas dari diskriminasi
berdasarkan ras, jenis kelamin, peran gender, ha katas kesehatan, makanan,
pendidikan dan perumahan).
Konfederasi Bdan Internasional (ICM) mendukung seluruh upaya untuk
memberdayakan perempuan dan untuk memberdayakan bidan sesuai hak asasi
manusia dan sebuah pemahaman tentang tanggung jawab yang dipikul seorang untuk
memperoleh haknya.
ICM menyatakan keyakinannya, sesuai dengan kode etik kebidanan (1993),
visi dan strategi global ICM (1996), definisi bidan yang dikeluarkan oleh
ICM/FIGO/WHO dan deklarasi universal PBB tentang Hak Asasi Manusia yang
menyatakan bahwa perempuan patut dihormati harkat dan martabatnya sebagai
manusia dalam segala situasi dan pada seluruh peran yang dilalui sepanjang
hidupnya.
Konfederasi juga meyakini bahwa seluruh individu harus diperlakukan
dengan rasa hormat, atas dasar kemanusiaan, dimana sertiap orang harus merujuk
pada hak asasi manusia dan tanggung jawab aras konsekuensi atau tindakan untuk
menegakkan hak tersebut dan salah satu peran penting bidan adalah untuk
memberikan secara lengkap, komprehensif, penuh pengertian, Up to date, dan
berdasarkan ilmu pendidikan serta informasi dasar sehingga dengan pengetahuannya
perempuan/ keluarga dapat berpartisipasi di dalam memilih dan memutuskan serta
menyusun dan menerapkan pelayanan kesehatan mereka.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana manfaat dari asuhan berspektif gender dan HAM
2. Bagaimana praktik asuhan berspektif gender dan HAM

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana manfaat dari asuhan berspektif gender dan


HAM
2. Untuk mengetahui bagaimana praktik asuhan berspektif gender terjadi

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai sumber ilmu
pengetahuan yang dijadikan bahan acuan untuk perlusan wawasan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asuhan Perspektif Gender dan HAM


2.1.1 Gender
Gender berkaitan dengan peran dan tanggung jawab antara perempuan dan
laki-laki. Hal ini ditentukan oleh nilai-nilai sosial budaya yang berkembang. Laki-laki
dan perempuan, di semua lapisan masyarakat memainkan peran yang berbeda,
mempunyai kebutuhan yang berbeda, dan menghadapi kendala kendala yang berbeda
pula. Masyarakatlah yang membentuk nilai dan aturan tentang bagaimana harus
berperilaku, berpakaian, bekerja apa dan boleh berpergian kemana, dan contoh
lainnya.
Nilai dan aturan bagi laki-laki dan perempuan di setiap masyarakat berbeda
sesuai dengan nilai sosial-budaya setempat dan sering kali berubah seiring dengan
perkembangan budaya. Di beberapa daerah contohnya, menjaga hasil bumi yang akan
dijual menjadi tugas perempuan, sementara di daerah lain itu menjadi tugas laki-laki.

2.1.2 Konstruksi Sosial Gender


Sex adalah perbedaan secara biologis antara laki-laki dan perempuan-
perbedaan dalam sistem reproduksi seperti organ kelamin (penis, testis, dengan
vagina, rahim, dan payudara), hormon yang dominan dalam tubuh (estrogen dengan
testosteron), kemampuan untuk memproduksi sperma atau ovarium (telur),
kemampuan untuk melahirkan dan menyusui (IPAS, 2001).
Gender mengacu pada kesempatan dan atribut ekonomi, sosial dan kultural
yang diasosiasikan dengan peran laki-laki dan perempuan dalam situasi sosial pada
saat tertentu. Konstruksi sosial tentang seksualitas mengacu pada proses pemikiran
seksual, perilaku dan kondisi (misalnya keperawanan) yang diinterpretasikan dan
diberi makna konstruksi sosial ini mencakup keyakinan kolektif dan individu tentang
karakteristik tubuh, tentang apa yang dianggap erotis atau menjijikan, serta hal apa
dan dengan siapa sepantasnya laki-laki dan perempuan melakukan atau berbicara
tentang seksualitas.
Dibeberapa budaya tertentu, ideologi seksualitas menekan pada perlawanan
perempuan, agresi laki-laki, saling melawan atau menentang dalam aktivitas seksual;
dalam kebudayaan lain, penekanannya adalah saling bertukar kesenangan. Konstruksi
sosial seksualitas menjelaskan bahwa tubuh laki-laki dan perempuan memainkan
peranan penting dalam seksualitas mereka. Konstruksi sosial seksualitas juga melihat
dengan seksama konteks historis khusus dan budaya untuk memahami bagaimana
pemikiran khusus dan keyakinan tentang seksualitas dibentuk, disetujui, dan
diadaptasi.
1. Pembagian pekerjaan berbasis Gender
Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki melakukan aktivitas yang
berbeda, walaupun karakteristik dan cakupan aktivitas tersebut berbeda
melintasi kelas dan komunitas. Aktivitas tersebut juga boleh berubah
sepanjang waktu. Perempuan biasanya bertanggung jawab dalam
perawatan anak dan pekerjaan rumah tangga atau sering disebut peran
reproduksi, tetapi mereka juga terlibat dalam produksi barang-barang
untuk konsumsi rumah tangga atau pasar atau yang dikenal dengan peran
produktif. Laki-laki biasanya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan
rumah tangga, makanan, minuma dan sumber daya terutama peran
produktif.
2. Peran Gender dan Norma
Dalam masyarakat, laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperilaku
sesuai dengan norma dan peran maskulin dan feminin. Mereka harus
berpakaian dengan cara yang berbeda, tertarik kepada isu atau topik yang
berbeda, tertarik kepada isu dan topik yang berbeda dan memiliki respon
yang tidak sama dalam segala situasi. Ada persepsi yang disepakati
bersama bahwa apa yang dilakukan oleh laki-laki baik dan lebih bernilai
daripada yang dilakukan perempuan. Dampak dari peran gender yang
dibentuk secara sosial. Perempuan diharapkan membuat diri mereka
menarik dari laki-laki, tetapi bersikap agak pasif, menjaga keperewanan,
tidak pernah memulai aktivitas seksual dan melindungi diri dari hasrat
seksual laki-laki yang tidak terkendali. Dalam masyarakat tertentu, hal ini
terjadi karena perempuan dianggap memiliki dorongan seksual yang lebih
rendah. Dalam masyarakat lain, cara perempuan dikendalikan adalah
berdasarkan pemikiran bahwa perempuan memiliki dorongan seksual dan
secara alami tidak dapat setia pada satu pasangan.
3. Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan
Mempunyai akses ke dan kontrol yang lebih besar atas sumber daya
biasanya membuat laki-laki lebih berkuasa daripada perempuan dalam
kelompok sosial manapun. Hal ini dapat menjadi kekuasaan kekuatan
fisik, pengetahuan dan keterlampilan, kekayaan dan pendapatan, atau
kekuasaan untuk mengambil keputusan karena merekalah yang memegang
otoritas. Laki-laki kerap kali memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam
membuat keputusan atas reproduksi dan seksualitas. Kekuasaan laki-laki
dan kontrol atas sumber daya dan keputusan diinstitusionalkan melalui
undang-undang dan kebijakan negara, serta melalui aturan dan peraturan
institusi sosial yang formal. Hukum di berbagai negara di dunia memberi
peluang kendali yang lebih besar kepada laki-laki atas kekayaan dan hak
dalam perkawinan, serta atas anak-anak. Selama berabad-abad, lembaga
keagamaan mengingkari hak perempuan untuk menjadi lembaga
keagamaan mengingkari hak perempuan untuk menjadi pemimpin agama,
dan sekolah sering kali bersikukuh bahwa ayah si anak lah yang menjadi
wali resmi, bukan sang ibu.
4. Akses ke dan kontrol atas Sumber Daya
Perempuan dan laki-laki mempunyai akses ke dan kontrol yang tidak
setara atas sumber daya. Ketidaksetaraan ini merugikan perempuan.
Ketidaksetaraan berbasis gender dalam hubungannya dengan akses ke dan
kontrol atas sumber daya terjadi dalam kelas sosial, ras, atau kasta. Tetapi,
perempuan dan laki-laki dari raskelas sosial tertentu dapat saja memiliki
kekuasaan yang lebih besar dari laki-laki yang berasal dari kelas sosial
yang rendah.
5. Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan
Mempunyai akses ke dan kontrol yang lebih besar atas sumber daya
biasanya membuat laki-laki lebih berkuasa daripada perempuan dalam
kelompok sosial manapun. Hal ini dapat menjadi kekuasaan kekuatan
fisik, pengetahuan dan ketrampilan, kekayaan dan pendapatan, atau
kekuasaan untuk mengambil keputusan karena merekalah memegang
otoritas. Laki-laki kerap kali memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam
membuat keputusan atas reproduksi dan seksualitas. Kekuasaan laki-laki
dan kontrol atas sumber daya dan keputusan diinstitusionalkan melalui
undang-undang dan kebijakan negara, serta melalui aturan dan peraturan
institusi sosial yang formal. Hukum di berbagai negara di dunia memberi
peluang kendali yang lebih besar kepada laki-laki atas kekayaan dan hak
dalam perkawinan, serta atas anak-anak. Selama berabad-abad, lembaga
keagamaan mengingkari hak perempuan untuk menjadi pemimpin agama,
dan sekolah seringkali bersikukuh bahwa ayah si anak lah yang menjadi
wali resmi, bukan sang ibu.

2.2 Perbedaan Sex dengan Gender


Adanya aturan ini menegaskan laki-laki dan perempuan mempunyai
perbedaan tugas dapat dilihat pada table berikut:

SEKS GENDER
Secara biologis, kita telah Kita belum memilikinya pada saat lahir. Gender
memilikinya sejak lahir, dibangun dari proses sosial, merupakan perilaku yang
yang selalu tidak berubah. dipelajari dan ditanamkan, dan bisa diubah.
Contoh: Contoh:
1. Hanya perempuan yang  Perempuan hanya tinggal di rumah dan
bisa melahirkan. mengurus anak,tetapi laki-laki dapat pula
2. Hanya laki-laki yang tinggal di rumah dan mengurus anak seperti
memproduksi sperma. halnya perempuan.
 Salah satu jenis pekerjaan bagi laki-laki adalah
sopir taksi, tetapi perempuan bisa juga
mengemudi taksi sebaik yang dilakukan oleh
laki-laki.

2.3 Peran Gender


Peran ekonomi dan sosial yang dianggap sesuai untuk perempuan dan laki-
laki. Laki-laki biasanya diidentifikasi dengan peran produktif, sementara perempuan
mempunyai tiga peran: tanggung jawab domestik, pekerjaan produktif dan kegiatan di
masyarakat yang biasanya dilakukan secara stimultan. Peran dan tanggung jawab
gender berbeda antara satu budaya dengan budaya lainnya dan dapat berubah
sepanjang waktu. Hampir di semua masyarakat peran perempuan cenderung tidak
dihargai.

2.4 Hubungan Jenis Kelamin, Gender dan Kesehatan


Pola kesehatan dan penyakit pada laki-laki dan perempuan menunjukkan
perbedaan yang nyata. Perempuan sebagai kelompok cenderung mempunyai angka
harapan hidup yang lebih panjang daripada laki-laki, yang secara umum dianggap
sebagai faktor biologis. Namun dalam kehidupannya perempuan lebih mengalami
banyak kesakitan dan tekanan daripada laki-laki. Walaupun faktor yang melatar-
belakanginya berbeda-beda pada berbagai kelompok sosial, hal tersebut,
menggambarkan bahwa dalam menjalani kehidupannya perempuan kurang sehat
dibandingkan laki-laki. Penjelasan terhadap paradoks ini berakar pada hubungan yang
kompleks antara faktor biologis jenis kelamin dan sosial (gender) yang berpengaruh
terhadap kesehatan.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa berbagai penyakit menyerang laki-
laki dan perempuan pada usia yang berbeda, misalnya penyakit kardiovaskuler
ditemukan pada usia yang lebih tua pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Beberapa penyakit, misalnya anemia, gangguan makan dan gangguan pada
otot serta tulang lebih banyak ditemukan pada perempuan daripada laki-laki.
Berbagai penyakit atau gangguan kesehatan yang berkaitan dengan kehamilan
dan kanker serviks; sementara itu hanya laki-laki yang dapat terkena kanker prostat.
Kapasitas perempuan untuk hamil dan melahirkan menunjukkan bahwa
mereka memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi yang berbeda, baik dalam
keadaan sakit maupun sehat. Perempuan memerlukan kemampuan untuk
mengendalikan fertilitas dan melahirkan dengan selamat, sehingga akses terhadap
pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas sepanjang siklus hidupnya sangat
menentukan kesejahteraan dirinya.
Kombinasi antara faktor jenis kelamin dan peran gender dalam kehidupan
sosial, ekonomi dan budaya seseorang dapat meningkatkan resiko terhadap terjadinya
beberapa penyakit, sementara di sisi lain memberikan perlindungan terhadap penyakit
lainnya. Perbedaan yang timbul dapat berupa keadaan sebagai berikut:
1. Perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan.
2. Sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit.
3. Sikap masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan yang sakit.
4. Sikap laki-laki dan perempuan terhadap pengobatan dan akses pelayanan
kesehatan.
5. Sikap petugas kesehatan dalam memperlakukan laki-laki dan perempuan.
Sebagai contoh, respon terhadap epidemi HIV/AIDS dimulai dengan
pemberian fokus pada kelompok resiko tinggi, termasuk pekerja seks komersial.
Laki-laki menggunakan kondom. Laki-laki dianjurkan untuk menjauhi pekerja seks
komersial atau memakai kondom
Secara bertahap, fokus beralih pada perilaku resiko tinggi, yang kemudian
menekankan pentingnya laki-laki menggunakan kondom. Hal ini menghindari isu
gender dalam hubungan seksual, karena perempuan tidak menggunakan kondom
tetapi bernegosiasi untuk penggunaannya oleh laki-laki. Dimensi gender tersebut
tidak dibahas, sampai pada saat jumlah ibu rumah tangga biasa yang tertular penyakit
menjadi banyak.
Dewasa ini, kerapuhan perempuan untuk tertular HIV/AIDS dianggap sebagai
akibat dari ketidaktahuan dan kurangnya akses terhadap informasi. Ketergantungan
ekonomi dan hubungan seksual yang dilakukan atas dasar pemaksaan.
Terjadinya tindak kekerasan pada umumnya berkaitan dengan gender. Secara
umum pelaku kekerasan biasanya laki-laki, yang merefleksikan keinginan untuk
menunjukkan maskulinitas, dominasi, serta memaksakan kekuasaan dan kendalinya
terhadap perempuan, seperti terlihat pada kekerasan dalam rumah tangga (domestik).
Karena itu kekerasan terhadap perempuan sering disebut sebagai “kekerasan berbasis
gender”.

2.5 Hubungan antara Gender dan Kesehatan


Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki berbeda karena tugas dan
aktivitasnya, ruang fisik yang mereka tempati dan orang-orang yang berhubungan
dengan mereka. Namun, perempuan memiliki akses kontrol yang kurang atas sumber
daya daripada laki-laki, khususnya akses ke pendidikan dan fasilitas pelatihan yang
terbatas.
Konsep analisis gender penting sekali di bidang kesehatan karena perbedaan
berbasis gender daalam peran dan tanggung jawab, pembagian pekerjaan, akses atas
sumber daya, dalam kekuasaan dan keputusan mempunyai konsekuensi maskulinitas
dan feminitas yang berbeda berdasarkan budaya, suku dan kelas sosial. Sangat
penting memilikin pemahaman yang baik tentang konsep dan mengetahui
karakteristik kelompok perempuan dan laki-laki yang berhubungan dengan proses
pembangunan.
Pada status kesehatan perempuan dan laki-laki. Konsekuensi boleh jadi
meliputi: “risiko yang berbeda dan kerawanan terhadap infeksi dan kondisi
kesehatan,” mebuat banyaknya pendapat tentang kebutuhan kesehatan tindakan yang
tepat, akses yang berbeda ke layanan kesehatan, yang diakibatkan oleh penyakit dan
konsekuensi sosial yang berbeda dari penyakit dan kesehatan.
WHO (2001) telah membuat daftar cara bagaimana dampak gender terhadap
status kesehatan:
1. Pembongkaran, risiko atau kerawanan
2. Sifat dasar, kekerasan dan frekuensi masalah kesehatan yang gejalanya
dapat dirasakan
3. Perilaku mencari kesehatan
4. Akses ke layanan kesehatan
5. Konsekuensi social jangka panjang dan konsekuensi kesehatan

2.6 HAM (Hak Asasi Manusia)


HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan
kodratnya (Kaelan: 2002).
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching
Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa
menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,
yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan
langsungoleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur
Effendi,1994).
Dalam pasal 1 UU No39 tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan meruapak anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungu oleh negara, hokum, pemerintah dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

2.7 HAM yang Terkait dengan Kesehatan Reproduksi


 UU No. 7 Tahun 1984 (Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap
Wanita):
 Jaminan persamaan hak atas jaminan kesehatan dan keselamatan kerja,
termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi melanjutkan keturunan (Pasal
11 ayat 1 f).
 Jaminan hak efektif untuk bekerja tanpa diskriminasi atas dasar perkawinan
atau kehamilan (Pasal 11 ayat 2).
 Penghapusan diskriminasi di bidang pemeliharaan kesehatan dan jaminan
pelayanan kesehatan termasuk pelayanan KB (Pasal 12).
 Jaminan hak kebebasan wanita pedesaan untuk memperoleh fasilitas
pemeliharaan kesehatan yang memadai, termasuk penerangan, penyuluhan
dan pelayanan KB (Pasal 14 ayat 2 b).
 Penghapusan diskriminasi yang berhubungan dengan perkawinan dan
hubungan kekeluargaan atas dasar persamaan antara pria dan wanita (Pasal 16
ayat 1).
 Tap. No. XVII/MPR/1998 tentang HAM
 Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah (Pasal 2).
 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
 Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasal 10).
 Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan
berkembang secara layak (Pasal 11).
 Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 30).
 Hak wanita dalam UU HAM sebagai hak asasi manusia (Pasal 45).
 Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan
pekerjaan / profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan
dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita (Pasal 49
ayat 2).
 Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya,
dijamin dan dilindungi oleh hukum (Pasal 49 ayat 3).
 Hak dan tanggungjawab yang sama antara isteri dan suaminya dalam ikatan
perkawinan (Pasal 51 ).
2.8 Fungsi Asuhan Dalam Gender dan Ham
2.8.1 Fungsi Asuhan dalam Gender
Secara kodrati, perempuan dan laki-laki adalah dua jenis kelamin yang
berbeda. Perbedaan yang bersifat universal tersebut, sayangnya banyak disalah
artikan sebagai sebuah sekat yang membentengi ruang gerak. Dalam
perkembangannya kemudian, jenis kelamin perempuan lebih banyak menerima
tekanan, hanya karena secara kodrati perempuan dianggap lemah dan tak berdaya.
Yulfita Rahardjo dari Pusat Studi Kependudukan dan Pemberdayaan Manusia
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, persepsi yang bias tersebut
pada akhirnya menyulitkan perempuan untuk mendapatkan akses pada berbagai segi
kehidupan, utamanya bidang kesehatan yang menentukan kehidupan dan kematian
perempuan.
Secara biologis, perempuan melahirkan, menstruasi dan menyusui, sementara
pria tidak. Perempuan memiliki payudara yang berfungsi untuk menyusui, laki-laki
tidak punya. Demikian juga jakun dan testikel yang dimiliki pria, tidak dimiliki kaum
hawa.
Jenis kelamin memang bersifat kodrati, seperti melahirkan dan menyusui bagi
perempuan. Tapi gender yang mengacu pada peran, perilaku dan kegiatan serta
atribut lainnya yang dianggap oleh suatu masyarakat budaya tertentu sebagai sesuatu
yang pantas untuk perempuan atau pantas untuk laki-laki, masih bisa dirubah.
Di beberapa wilayah dengan adat istiadat dan budaya tertentu, isu gender
memang sangat membedakan aktivitas yang boleh dilakukan antara pria dan wanita.
Pada masyarakat Jawa dari strata tertentu misalnya, merokok dianggap pantas untuk
laki-laki, tapi tidak untuk perempuan.
Demikian dengan profesi bidan, yang sebagian besar disandang perempuan.
Sementara dokter kandungan didominasi laki-laki. Bahkan pernah dalam satu masa,
dokter kandungan tidak boleh dilakoni kaum hawa. Juga mitos gender seputar
hubungan seksual, dimana isteri tabu meminta suaminya untuk pakai kondom. Jadi
yang ber-KB adalah kaum perempuan. Dalam masalah ini bidan berperan untuk
member penyuluhan kepada pasangan suami istri bahwa tidak hanya kaum wanita
yang diharuskan memakai KB namun kaum laki-laki pun perlu memakai KB bila
ingin meminimalisir kehamilan dan persalinan.
Data terakhir, Indonesia masih menempati urutan tertinggi dengan Angka
Kematian Ibu (AKI) mencapai 307/100 ribu kelahiran dan Angka Kematian Bayi
(AKB) mencapai 45/1000 kelahiran hidup. Tak pelak lagi, perempuan seringkali
menghadapi hambatan untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan. Hal
itu disebabkan tiga hal, yakni jarak geografis, jarak sosial budaya serta jarak
ekonomi.
Perempuan biasanya tidak boleh bepergian jauh. Jadi kalau rumah sakit atau
puskesmas letaknya jauh, sulit juga perempuan mendapatkan pelayanan kesehatan.
Dalam masalah ini bidan desa atau bidan yang berada di daerah terpencil sangat
berperan penting untuk memberikan pelayanan kesehatan yang layak kepada para
wanita ataupun pria yang menduduki tempat terpencil.
Hambatan lainnya adalah jarak sosial budaya. Selama ini, ada keengganan
kaum ibu jika mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas kesehatan laki-laki.
Mereka, kaum ibu di pedesaan ini, lebih nyaman kalau melahirkan di rumah dan
ditemani mertua dan anak-anak. Akibatnya, apabila terjadi perdarahan dalam proses
persalinan, sulit sekali mendapatkan layanan dadurat dengan segera. Bidan pun
berperan dalam member penyuluhan tentang bahaya melahirkan dirumah tanpa
bantuan tenaga medis. Itu semua dilakukan untuk meminimalisir Angka Kematian
Ibu (AKI) dan Angkan Kematian Bayi (AKB) yang saat ini semakin berkembang
setiap tahunnya.
Yang paling penting menjadi hambatan adalah masalah ekonomi. Banyak
keluarga yang kurang mampu, sehingga harus berpikir dua kali untuk menuju rumah
sakit atau rumah bersalin. Sebagai seorang bidan, jangan melihat klien berdasarkan
status ekonominya karena bidan berperan sebagai penolong bagi semua kliennnya
dan tidak membedakan status ekonominya.
Selain menimpa perempuan, bias gender juga bisa menimpa kaum pria. Di
bidang kesehatan, lebih banyak perempuan menerima program pelayanan dan
informasi kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan
anak ketimbang laki-laki. Hal itu bisa jadi ada kaitannya dengan stereotip gender
yang melabelkan urusan hamil, melahirkan, mengasuh anak dan kesehatan pada
umumnya sebagai urusan perempuan. Dari beberapa contoh diatas memperlihatkan
bagaimana norma dan nilai gender serta perilaku yang berdampak negatif terhadap
kesehatan. Untuk itu, tugas bidan adalah meningkatkan kesadaran mengenai gender
dalam meurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

2.9 Fungsi Bidan dalam HAM


Dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM), bidan memiliki beberapa fungsi,
diantaranya:
 Memberikan hak kepada semua pasangan dan individual untuk
memutuskan dan bertanggung jawab terhadap jumlah, jeda dan waktu
untuk mempunyai anak serta hak atas informasi yang berkaitan dengan
hal tersebut. Contohnya bidan memberikan informasi selengkap-
lengkapnya kepada klien saat klien tersebut ingin menggunakan jasa
KB (Keluarga Berencana) dan bidan memberi hak kepada klien untuk
mengambil keputusan sesuai keinginan kliennya.
 Memberikan hak kepada masyarakat untuk mendapatkan kehidupan
seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik serta memberikan hak
untuk mendapatkan pelayanan dan informasi agar hal tersebut dapat
terwujud. Misalnya, bidan membrikan penyuluhan tentang kehidupan
seksual dan kesehatan reproduksi kepada masyarakat dan memberikan
pelayanan serta informasi selengkap-lengkapnya kepada masyarakat
agar masyarakat mendapatkan kehidupan seksual dan kesehatan
reproduksi yang terbaik.
 Memberikan hak untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan
reproduksi yang bebas dari diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan.
Hak-hak reproduksi merupakan hak asasi manusia. Baik ICPD 1994 di
Kairo maupun FWCW 1995 di Beijing mengakui hak-hak reproduksi
sebagai bagian yang tak terpisahkan dan mendasar dari kesehatan
reproduksi dan seksual. Contohnya setelah bidan memberikan
informasi kepada klien, bidan tidak boleh memaksakan klien atau
menekan klien untuk mengambil keputusan secepatnya.
 Memberikan hak privasi kepada klien
 Memberikan hak pelayanan dan proteksi kesehatan

2.10 Manfaat Berspektif Gender dan HAM


 Untuk mengetahui perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara
laki-laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksi oleh
masyrakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman
akibat konstruksi sosial.
 Bias gender adalah suatu pandangan yang menunjukan adanya
keberpihaknya kepada kaum laki-laki daripada perempuan.
 Relasi gender adalah menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan
dalam kerja sama saling mendukung atau saling bersaing satu sama
lain.
 Perspektif gender adalah menyamakan perlakuan dan hak antara pria
dan wanita dalam arti yang luas.
Menurut UU RI. No : 39/1999 Tentang Kesehatan HAM adalah seperangkat
hak yang melekat pada hak-hak keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang
Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh Negara hokum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia. HAM tidak perlu diberikan, dibeli
ataupun diwarisi. HAM bagian dari manusia secara utuh dan sudah ada sejak manusia
lahir. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama,
pendidikan, politik atau asal usul budaya.
2.11 Praktik dan Contoh Dalam Melakukan Asuhan Berspektif Gender dan
HAM
Berdasarkan Permenkes No. 900/menkes /SK/VII/2002, Praktik Kebidanan
dalam asuhan berspektif gender dan HAM meliputi pelayanan terhadap kebidanan,
pelayanan terhadap keluarga berencana dan pelayanan terhadap kesehatan
masyarakat.
1. Pelayanan terhadap kebidanan
Memberikan asuhan bagi perempuan mulai dari masa pra-nikah, pra
kehamilan, selama hamil hingga melahirkan, nifas, menyusui, interval
antara kehamilan hingga masa menopause. Pelayanan kepada bayi baru
lahir, bayu dan balita (usia 1-5 tahun).
2. Pelayanan terhadap keluarga berencana
Memberikan konseling KB dan penyediaan jenis kontrasepsi, lengkap
dengan nasihat/ tindakan jika timbul efek samping.
3. Pelayanan terhadap kesehatan masyarakat
Memberikan asuhan bagi keluarga yang mengasuh anak termasuk
pembinaan kesehatan keluarga, kebidanan komunitas termasuk persalinan
di rumah, kunjungan rumah, serta deteksi dini kelainan pada ibu dan anak.
Asuhan kebidanan yang dapat diberikan pada wanita sepanjang siklus
kehidupan, antara lain:
1. Bayi dan Anak
Asuhan yang diberikan:
a. ASI ekslusif
b. Tumbuh kembang anak dan pemberian makanan dengan gizi seimbang
c. Imunisasi dan manajemen terpadu balita sakit
d. Pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan
(KTP)
e. Pendidikan dan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan
perempuan
2. Remaja
Asuhan yang diberikan:
a. Gizi seimbang
b. Informasi tentang kesehatan reproduksi
c. Pencegahan kekerasan seksual (perkosaan)
d. Pencegahan terhadap ketergantungan napza
e. Perkawinan pada usia yang wajar
f. Peningkatan pendidikan, keterampilan, penghargaan diri dan
pertahanan terhadap godaan dan ancaman
3. Usia lanjut
Asuhan yang diberikan:
a. Perhatian pada problem meno/ andro-pause
b. Perhatian pada penyakit utama degeratif, termasuk rabun, gangguan
mobilitas dan osteoporosis
c. Deteksi dini kanker Rahim
d. Masalah yang mungkin terjadi pada tahap ini: penyakit system
sirkulasi, kekerasan, prolaps/osteoporosis, kanker saluran reproduksi,
payudara/kanker prostat, ISR/IMS/HIV/AIDS
e. Pendekatan yang dapat dilakukan: dipengaruhi oleh pengalaman
reproduksi sebelumnya, diagnosis, informasi dan pengobatan dini
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM), bidan memiliki beberapa fungsi,
diantaranya:
1. Memberikan hak kepada semua pasangan dan individual untuk
memutuskan dan bertanggung jawab terhadap jumlah jeda dan waktu
untuk mempunyai anak serta ha katas informasi yang berkaitan dengan hal
tersebut.
2. Memberikan hak kepada masyarakat untuk mendapatkan kehidupan
seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik serta memberikan hak
untuk mendapatkan pelayanan dan informasi agar hal tersebut dapat
terwujud.
3. Memberikan hak untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan
reproduksi yang bebas dari diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan.
3.2 Saran
Diharapkan dengan mempelajari konsep kebidanan bersprespektif gender dan
HAM, tenaga kesehatan terutama bidan dapat memberikan pelayanan yang
maksimal kepada pasien tanpa harus membeda – bedakan baik dari suku,
agama, dan sosial, sehingga dapat membantu pemerintah meningkatkan
kesehatan masyarakat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai

  • Chapter III-VII PDF
    Chapter III-VII PDF
    Dokumen52 halaman
    Chapter III-VII PDF
    BayuMaulanaFarista
    Belum ada peringkat
  • Cover PDF
    Cover PDF
    Dokumen14 halaman
    Cover PDF
    BayuMaulanaFarista
    Belum ada peringkat
  • Appendix PDF
    Appendix PDF
    Dokumen4 halaman
    Appendix PDF
    BayuMaulanaFarista
    Belum ada peringkat
  • Chapter II PDF
    Chapter II PDF
    Dokumen23 halaman
    Chapter II PDF
    BayuMaulanaFarista
    Belum ada peringkat
  • Reference PDF
    Reference PDF
    Dokumen1 halaman
    Reference PDF
    BayuMaulanaFarista
    Belum ada peringkat
  • Abstract
    Abstract
    Dokumen1 halaman
    Abstract
    BayuMaulanaFarista
    Belum ada peringkat
  • Chapter I PDF
    Chapter I PDF
    Dokumen7 halaman
    Chapter I PDF
    BayuMaulanaFarista
    Belum ada peringkat