Anda di halaman 1dari 16

Proposal

Model Percontohan Pembayaran Jasa


Lingkungan dan Efisiensi Penggunaan
Sumber Daya Air di DAS Rejoso, Pasuruan

World Agroforestry Centre (ICRAF)

Southeast Asia Regional Office

Jl. CIFOR, Situ Gede, Sindang Barang, Bogor 16115 | PO Box 161, Bogor 16001,
Indonesia | Ph: +62 251 8625415 (hunting)

Fax: +62 251 8625416 | Email: icraf-indonesia@cgiar.org |


http://www.worldagroforestrycentre.org/sea
Ringkasan
Pengelolaan DAS Rejoso di Kabupaten Pasuruan melalui berbagai pengelolaan DAS secara terpadu dan
berkelanjutan akan diuji dan dilaksanakan secara partisipatif dalam proposal kegiatan ini, antara lain
skema pembayaran jasa lingkungan (PJL) di hulu dan tengah DAS dan efisiensi pemakaian sumber daya
air (SDA) di hilir. PJL diharapkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melibatkan partisipasi
para pihak dengan menyediakan pilihan-pilihan pengelolaan DAS dan program pembangunan pedesaan.
Sedangkan program efisiensi SDA diharapkan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
mengkonsumsi air secara bijak dan melestarikan SDA yang semakin lama semakin langka. Berbagai
pendekatan ini menjadi penting mengingat dalam dua dekade terakhir, DAS Rejoso mengalami
degradasi yang ditandai dengan berbagai permasalahan.

Melalui serangkaian kajian di DAS Rejoso, potensi skema pembayaran lingkungan dan jenis kegiatan jasa
lingkungan telah dikembangkan. Kajian tersebut dipilah berdasarkan permasalahan yang ada di wilayah
hulu, tengah dan hilir DAS Rejoso. Kegiatan pembangunan model PJL dimulai dengan serangkaian Focus
Group Discussion yang akan dilakukan pada bulan November 2017 – Februari 2018. Kegiatan ini
digunakan untuk mendisain dan mengimplementasikan skema pembayaran lingkungan pada beberapa
wilayah pilot di hulu dan tengah DAS Rejoso.

Dalam jangka pendek, keberhasilan kegiatan ini adalah adanya penandatanganan kontrak antara
penyedia jasa lingkungan diwilayah hulu dan pemanfaat jasa lingkungan di wilayah hilir. Dalam jangka
panjang, keberhasilan kegiatan ini adalah peningkatan laju infiltrasi dan pengurangan tingkat
sedimentasi di wilayah hulu dan tengah yang akan dilakukan pemantauan dan evaluasi dalam kurun
waktu satu tahun setelah penandatanganan kontrak.

Di hilir, program efisiensi air dimulai dengan kegiatan scoping melalui survei rumah tangga pemakai
sumur bor, letak dan sejarah penggunaan, serta usulan pengelolaannya di masa yang akan datang.
Dalam jangka pendek, program bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam gerakan
hemat air dan adanya kesediaan masyarakat untuk berkontribusi dalam model efisiensi penggunaan
SDA. Diharapkan dalam jangka panjang, efisiensi penggunaan air di Rejoso dan kemandirian masyarakat
dalam pengelolaan dan penggunaan sumur bor di wilayah hilir meningkat.

Proposal ini mengajukan biaya sebesar Rp. 1,075,143,050.


Daftar Isi

Ringkasan ...................................................................................................................................................... 2
Daftar Isi ........................................................................................................................................................ 3
Profil Organisasi ............................................................................................................................................ 4
World Agroforestry Centre (ICRAF) .......................................................................................................... 4
Visi – Misi .................................................................................................................................................. 4
Struktur kepengurusan dan manajemen .................................................................................................. 4
Pengalaman pengelolaan proyek dalam 3 tahun terakhir ........................................................................ 5
Model Percontohan Pembayaran Jasa Lingkungan di Hulu dan Tengah DAS Rejoso dan Efisiensi
Penggunaan Sumber Daya Air ...................................................................................................................... 6
Gambaran umum ...................................................................................................................................... 6
Tujuan ....................................................................................................................................................... 7
Keluaran .................................................................................................................................................... 7
Karakteristik wilayah, profil masyarakat sasaran dan potensi skema PJL di hulu dan tengah DAS Rejoso
.................................................................................................................................................................. 8
Petani sebagai penyedia jasa lingkungan di wilayah hulu: Wonokitri, Sedaeng dan Keduwung Atas . 8
Petani sebagai penyedia jasa lingkungan di wilayah tengah: Galih dan Keduwung Bawah ................. 8
Karakteristik wilayah, profil masyarakat sasaran dan program efisiensi penggunaan sumber daya air di
hilir DAS Rejoso ....................................................................................................................................... 10
Strategi Implementasi ............................................................................................................................. 11
Model Percontohan PJL ...................................................................................................................... 11
Model percontohan efisiensi SDA....................................................................................................... 12
Tim .............................................................................................................................................................. 14
Anggaran Proyek ......................................................................................................................................... 14
Jadwal Kegiatan .......................................................................................................................................... 14
Profil Organisasi
World Agroforestry Centre (ICRAF)
merupakan satu dari 15 pusat penelitian internasional yang bergerak di bidang pertanian dan ketahanan
pangan (Consortium Group of International Agricultural Research - CGIAR). ICRAF berkantor pusat di
Nairobi, Kenya, dan mempunyai lima kantor regional di Kamerun, India, Indonesia, Kenya dan Peru.
ICRAF bertujuan menjawab tantangan pembangunan global melalui pengentasan kemiskinan, ketahanan
pangan dan kesehatan, serta peningkatan produktivitas yang mempunyai dampak rendah terhadap
lingkungan serta sosial, dan peningkatan ketahanan dalam menghadapi perubahan iklim dan pengaruh
eksternal lainnya. Sistem agroforestri, yang telah umum dipraktekkan oleh para petani, bisa
meningkatkan mata pencaharian dan mempertahankan fungsi ekologis, sehingga mampu memberikan
jasa ekosistem di tingkat lokal, regional dan global. Melalui penyerapan dan penimbunan karbon, kebun
agroforesti berperan serta dalam pengaturan iklim dan mitigasi perubahan iklim; kebun agroforestri juga
bisa menyangga DAS dalam menghadapi fluktuasi curah hujan yang tinggi dan meningkatkan kapasitas
bentanglahan dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim; kebun agroforestri mempertahankan
keanekaragaman hayati dan juga beberapa jasa lingkungan lainnya seperti mempertahankan kesuburan
tanah.

Visi – Misi
Visi: dunia yang adil dimana semua orang memiliki mata pencaharian yang layak didukung oleh
kesehatan dan bentang lahan yang produktif

Misi: memanfaatkan berbagai manfaat pohon untuk pertanian, penghidupan, ketahanan dan masa
depan planet kita, mulai dari tingkat ladang petani hingga tingkat benua.

Struktur kepengurusan dan manajemen


Pengalaman pengelolaan proyek dalam 3 tahun terakhir
Program kami di Indonesia sudah dimulai sejak 21 tahun yang lalu dan berfokus pada jasa ekosistem,
adaptasi perubahan iklim dan mitigasi atau disebut ‘Sustainagility’ (mencapai sustainability melalui
peningkatan kemampuan untuk secara cepat beradaptasi). Mencari mekanisme untuk memberi
penghargaan kepada masyarakat yang telah menyediakan jasa ekosistem adalah salah satu tujuan dari
proyek Rewards for, Use of, and Shared Investment in Pro-poor Environmental Services (RUPES), yang
telah dijalankan lebih dari sepuluh tahun di delapan negara Asia, termasuk Indonesia, berkat dukungan
dari International Fund for Agricultural Development. Melalui kerja sama kami dengan European Union,
Danish International Development Agency dan German Federal Ministry for the Environment, Nature
Conservation and Nuclear Safety, kami membantu memperkuat kapasitas pemerintah dan organisasi
lainnya di kancah nasional dan di Papua, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan dan Jawa Tengah dalam
hal perencanaan penggunaan lahan untuk pengembangan ‘hijau’. Kegiatan ini diharapkan akan
membantu pemerintah dan bangsa Indonesia dalam memenuhi komitmennya untuk menurunkan emisi
gas rumah kaca hingga 41% dengan dukungan internasional. Sebagaimana disadari dari awal, proses
pengembangan aksi mitigasi yang sesuai dengan situasi Indonesia, yang dipimpin oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, akan memerlukan peningkatan kapasitas teknis, dan pemenuhan
kebutuhan akan data serta pembentukan kelembagaan di tingkat sub-nasional dalam merumuskan
rencana pengurangan emisi. Kami telah membantu melalui perangkat dan framework khusus yang kami
kembangkan yaitu Land-use Planning for Low Emissions Development Strategies (LUWES) dan Land-use
Planning for Multiple Environmental Services (LUMENS) untuk menghitung emisi di masa lampau,
memperkirakan tingkat acuan emisi di masa depan dan rencana aksi mitigasi. Kami juga berkontribusi
dalam merancang sistem pemantauan, evaluasi dan pelaporan untuk aksi mitigasi unilateral dari sektor
lahan. Wilayah kerja kami yang lain adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Gorontalo, dimana
bersamasama dengan masyarakat, organisasi lokal, universitas dan pemerintah kami meningkatkan
pendapatan petani melalui perbaikan mata pencaharian dari sistem pertanian berbasis pohon,
peningkatan tata kelola lahan dan hutan, serta penguatan kapasitas dalam pengelolaan lingkungan yang
berkelanjutan. Kegiatan ini ini didukung oleh Department of Foreign Affairs, Trade and Development
(DFATD), Kanada. Di Sulawesi Tengah, ICRAF sedang meneliti cara mengembangkan skema yang senada
dengan proyek RUPES, yaitu imbal balik jasa lingkungan, yang didanai oleh International Fund for
Agricultural Development. Di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Yogyakarta, kami bekerja
sama dengan Australian Centre for International Agricultural Development dan para mitra dalam
meningkatkan produksi hasil hutan kayu dan non-kayu beserta strategi pemasarannya.

ICRAF juga mendukung pelestarian keanekaragaman hayati dengan mendorong system kehutanan
berbasis masyarakat di Jambi, dengan dukungan pendanaan dari Margaret A. Cargill Foundation. Di
daerah bergambut di Jambi, kami telah meneliti peranan berbagai jenis pepohonan dalam
meningkatkan mata pencaharian di daerah rawa-hutan gambut, yang didanai oleh the Norwegian
Agency for Development Cooperation. Penelitian di Jambi secara keseluruhan memberikan lebih banyak
bukti nyata mengenai cara mengelola bentanglahan, menurunkan emisi Gas Rumah Kaca dan sekaligus
juga memperbaiki taraf hidup petani Kami juga telah menyediakan dukungan teknis bagi Balai Penelitian
Teknologi Agroforestri di Ciamis sebagai bagian dari kerjasama kami dengan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang merupakan tuan
rumah ICRAF di Indonesia dan di wilayah Asia Tenggara. Secara keseluruhan, dari melalui kegiatan-
kegiatan kami selama 20 tahun di Indonesia serta pembelajaran dari kegiatan kami di luar wilayah
Indonesia, para ilmuwan ICRAF siap untuk memberikan dukungan teknis dan rekomendasi praktis
kepada Pemerintah Indonesia dalam mengurangi emisi, mengembangkan ekonomi hijau, memastikan
ketahanan pangan, meningkatkan mata pencaharian petani dan melindungi lingkungan, dengan nilai
tambah bukan sekedar ekonomis tetapi juga menyumbang kesejahteraan warga dunia dan planet ini.

Model Percontohan Pembayaran Jasa Lingkungan di Hulu dan Tengah DAS


Rejoso dan Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Air
Gambaran umum
Daerah Aliran Sungai (DAS) Rejoso, kabupaten Pasuruan merupakan bagian dari Wilayah Sungai Welang-
Rojoso dan mempunyai fungsi strategis sebagai penyedia air bersih tidak hanya bagi kabupaten
Pasuruan, namun juga bagi wilayah sekitarnya, seperti Kabupaten Sidoarjo, Kota Surabaya, Kabupaten
Gresik. Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan desakan kebutuhan ekonomi, serta
rendahnya kesadaran lingkungan, DAS Rejoso mengalami degradasi yang ditandai dengan berbagai
permasalahan seperti menurunnya debit air, banjir, longsor, erosi lahan dan sedimentasi air sungai,
menurunnya kapasitas infiltrasi tanah, pencemaran air akibat penggunaan pupuk.

Untuk menghindari degradasi lebih lanjut dimasa yang akan datang, perlu dilakukan upaya pengelolaan
DAS Rejoso secara terpadu dan berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi para pihak/komitmen para
pihak dalam hal ini pemerintah daerah, organisasi non pemerintah, swasta, masyarakat/petani. Salah
satu bentuk pengelolaan DAS dengan melibatkan multipihak adalah melalui skema pembayaran jasa
lingkungan (PJL) di hulu dan tengah DAS dengan menyediakan pilihan-pilihan pengelolaan DAS yang juga
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Skema PJL merupakan salah satu instrumen dalam mengkonservasi DAS. Instrumen ini dilakukan dengan
memberikan insentif bagi petani untuk mengubah perilaku dan praktek pertanian business as usual
menjadi praktek pertanian yang ramah lingkungan yang dapat menghasilkan jasa lingkungan berupa
peningkatan kualitas dan kuantitas air di DAS Rejoso. Dalam hal ini, petani sebagai pengelola dan pemilik
lahan merupakan penyedia jasa lingkungan di hulu dan tengah DAS Rejoso dalam hal mengelolah lahan
yang ramah lingkungan yang dapat meningkatkan laju infiltrasi lahan dan menurunkan erosi
lahan/sedimentasi. Dengan meningkatnya laju infiltrasi dan menurunnya erosi lahan/sedimentasi,
performa DAS menjadi lebih baik dan memberikan manfaat yang besar bagi pemanfaat jasa lingkungan
di hilir. Insentif didapatkan dari pemanfaat jasa lingkungan, seperti pemakai air domestik maupun
industri.

Sumur bor merupakan sumber air utama di wilayah hilir DAS Rejoso baik untuk memenuhi kebutuhan
air domestik maupun kegiatan pertanian. Namun, eksploitasi air yang berlebihan dan pembuatan sumur
bor yang tidak terkelola dengan baik dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan bencana
lingkungan. Pendangkalan air tanah sampai akhirnya kekeringan dalam jangka panjang dapat disebabkan
oleh penyedotan air yang berlebihan. Selain itu, banyak sumur bor yang dibuat dengan konstruksi
sederhana dengan air yang mengalir sepanjang waktu tanpa adanya keran atau valve. Kondisi ini
menyebabkan ketidakefisienan dalam penggunaan air dan dapat banjir akibat air dari bocoran sumur
serta air tanah yang jenuh air sebelum hujan datang. Penerapan program efisiensi pemakaian sumber
daya air (SDA) di hilir dapat menjadi bagian pengelolaan DAS terpadu khususnya di daerah hilir.
Tujuan
Kegiatan ini bertujuan menguji dan membangun model percontohan untuk:

(1) Pembayaran Jasa Lingkungan peningkatan laju infiltrasi dan pengurangan tingkat sedimentasi di
wilayah hulu dan tengah
Kegiatan dilakukan melalui serangkaian kegiatan riset aksi berupa:

i. Focus group discussion (FGD) untuk mengetahui komponen kontrak PJL yang sesuai dengan
kondisi masyarakat petani Rejoso,
ii. Lelang konservasi untuk mengetahui nilai kontrak konservasi pilot PJL di wilayah hulu dan
tengah dengan proxy ‘willingness to accept’ dari petani pemilik dan penggarap lahan.
iii. Riset aksi PJL dan kegiatan pemantauan performa jasa lingkungan melalui proxy laju infiltrasi,
sedimentasi, serta kualitas dan kuantitas sistem agroforestri di wilayah hulu dan tengah.
(2) Fasilitasi Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Air untuk konsumsi air yang bijak dan pengelolaan SDA
lestari
Kegiatan ini terdiri dari:

i. Analisis data survei sumur bor yang sudah dilakukan oleh mitra,
ii. Rekomendasi lokasi dan target intervensi pemodelan efisiensi penggunaan air sesuai tipologi
hasil survei,
iii. Fasilitasi model percontohan skema efisiensi penggunaan air dengan alternatif penutupan
sumur dan penggunaan valve bekerjasama dengan mitra NGO.

Keluaran
Keluaran dari kegiatan ini antara lain:

1. Model percontohan PJL tata kelola DAS dan pembuatan skema karbon sukarela (Project Idea Note
dan Project Design Development Plan Vivo) di hulu dan tengah DAS melibatkan paling sedikit 70
orang dengan lahan 30 hektar dan laporan tentang implementasi model, pembelajaran serta data
baseline laju infiltrasi dan laju erosi lahan di wilayah hulu dan data baseline karbon stok skala plot
di wilayah tengah;
2. Model percontohan penutupan sumur dan pemasangan valve bekerjasama dengan mitra dengan
target total 5 sumur contoh.
Karakteristik wilayah, profil masyarakat sasaran dan potensi skema PJL di hulu dan
tengah DAS Rejoso
Serangkaian kajian untuk mendapatkan gambaran wilayah hulu dan tengah DAS Rejoso, gambaran
petani dan praktek pertanian telah dilakukan pada periode akhir 2016 – pertengahan 2017. Dengan
menggunakan hasil kajian ini, beberapa desa di wilayah hulu dan tengah terpilih sebagai wilayah
potensial untuk membangun kegiatan skema PJL .

Petani sebagai penyedia jasa lingkungan di wilayah hulu: Wonokitri, Sedaeng dan Keduwung Atas
Desa Wonokitri, Sedaeng dan Keduwung Atas merupakan desa paling atas dari DAS Rejoso dan
berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bromo Tengger. Desa-desa ini merupakan daerah
pegunungan dengan ketinggian lebih dari 1000 mdpl. Mayoritas penduduk merupakan penduduk Suku
Tengger yang sudah ratusan tahun bermukim di kaki Bromo, Suku Jawa hanya bagian kecil.

Tutupan lahan di desa Wonokitri, Sedaeng dan Keduwung Atas didominasi kebun sayur hortikultura
dengan komoditas yang didominasi kentang, bawang, dan kubis; hutan cemara yang dimiliki Perhutani.
Masyarakat juga menanam cemara disela-sela tanaman hortikultura atau menggunakan pohon cemara
sebagai pembatas lahan. Tutupan lahan kebun campur dan Jagung banyak ditemui di desa Keduwung
Bawah. Selain mengusahakan lahan milik pribadi dengan kepemilikan rata-rata 1.1 – 1.6 ha dan terbagi
dalam beberapa lokasi, satu lokasi 0.3 – 0.5 ha, masyarakat diwilayah ini juga banyak menggarap lahan
Perhutani dengan luas lahan garapan 0.1 – 0.3 ha.

Secara ekonomi, dengan sumber pendapatan utama hasil pertanian (kentang dan sayuran) pendapatan
perkapita perhari kurang lebih Rp. 60.000,- - Rp. 80.000,-. Besaran ini lebih tinggi dibandingkan dengan
pendapatan perkapita wilayah tengah dengan tutupan lahan dominan kebun campur. Selain dari sektor
pertanian, masyarakat juga mengandalkan sektor pariwisata sebagai sumber penghidupan terutama di
Desa Wonokitri.

Berlokasi di hulu DAS Rejoso, sumber air utama yang digunakan untuk kegiatan domestik adalah mata
air. Untuk kegiatan pertanian, selain mata air masyarakat juga mengandalkan air hujan.

Dengan kondisi wilayah pegunungan dan tutupan lahan yang dominan hortikultura, potensi jasa
lingkungan yang dapat dikembangkan di wilayah ini adalah peningkatan laju infiltrasi lahan,
pengurangan sedimentasi dan polusi air oleh bahan kimia akibat praktek pertanian. Kegiatan jasa
lingkungan yang dapat diterapkan antara lain: penanaman pohon cemara gunung di lahan hortikultura
dengan jarak tanam 4x6 m, penanaman strip rumput (Tabel 1 dan Gambar 1b).

Petani sebagai penyedia jasa lingkungan di wilayah tengah: Galih dan Keduwung Bawah
Desa Galih dan Keduwung Bawah berada di daerah perbukitan dengan ketinggian berkisar 500 - 1000
meter dpl. Mayoritas penduduk merupakan penduduk Suku Jawa, dengan sebagian pendatang dengan
etnis Madura yang sudah bermukim sejak puluhan tahun yang sudah ratusan tahun bermukim.

Tutupan lahan didominasi kebun campur, tanaman semusim jagung dan juga hutan pinus yang dimiliki
perhutani. Selain mengusahakan lahan milik pribadi dengan kepemilikan rata-rata 1 – 1.5 ha dan terbagi
dalam beberapa lokasi, satu lokasi 0.3 – 0.5 ha, masyarakat diwilayah ini juga banyak menggarap lahan
Perhutani dengan luas lahan garapan 0.1 – 0.5 ha.
Secara ekonomi, dengan sumber pendapatan utama hasil pertanian kebun campur (durian, mangga,
pete, sengon, kopi) dan jagung pendapatan perkapita perhari kurang lebih Rp. 28.000,- - 30.000,-..
Besaran ini lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan perkapita wilayah hulu dengan tutupan
lahan dominan hortikultura.

Berlokasi di daerah tengah DAS Rejoso, sumber air utama yang digunakan untuk kegiatan domestik
adalah mata air. Untuk kegiatan pertanian, selain mata air masyarakat juga mengandalkan air hujan dan
air sungai.

Dengan kondisi wilayah perbukitan dan tutupan lahan yang dominan kebun camur dan kebun jagung,
potensi jasa lingkungan yang dapat dikembangkan di wilayah ini adalah peningkatan laju infiltrasi lahan
dan perbaikan pola pengelolaan kebun. Kegiatan jasa lingkungan yang dapat diterapkan antara lain:
penanaman lahan kosong atau penambahan pohon berkayu di kebun campur atau kebun jagung (Tabel
1 dan Gambar 1b).
Tabel 1. Lokasi, skema PJL dan indikator pengukuran di wilayah hulu dan tengah DAS Rejoso

Wilayah Desa Skema dan Aktivitas Indikator pengukuran

Hulu Sedaeng, Skema: - Infiltration rate


Wonokitri, - Pengurangan sedimentasi - Sedimentation rate
Keduwung atas - Penambahan infiltrasi
Aktivitas:

- Penanaman pohon cemara gunung di


lahan kentang/hortikultur dengan
jarak tanam 4x6 meter
- Penanaman strip rumput
Tengah Galih Skema: - Basal area
- Menambah kerapatan pohon dengan - Jumlah pohon berkayu
Keduwung sistem agroforestri - Kerapatan kanopi
Bawah Aktivitas:
Tempuran - Rehabilitasi/penambahan pohon
berkayu di lahan agroforestri
Ampelsari

Petung

A B
Gambar 1. Gambaran umum wilayah penerapan skema PJL di wilayah hulu (A): hortikultur kentang dengan pohon
cemara sebagai pembatas lahan di Sadaeng, tengah (B): agroforestri di lahan rock outcrop di Galih

Karakteristik wilayah, profil masyarakat sasaran dan program efisiensi penggunaan


sumber daya air di hilir DAS Rejoso
Kecamatan Gondangwetan dan Winongan yang terletak di hilir DAS Rejoso dengan ketinggian kurang
dari 100 mdpl merupakan kecamatan dengan tutupan lahan yang dominan padi sawah dengan kondisi
irigasi yang cukup baik, tebu, dan kebun campur dengan tanaman utama sengon dan buah-buahan.

Mayoritas penduduk adalah penduduk asli Pasuruan, yaitu etnis Jawa dan sebagian lagi adalah
penduduk pendatang dari Madura yang sudah beberapa generasi bermukim di kecamatan ini. Kegiatan
pertanian merupakan mata pencaharian utama sebagian besar penduduk. Selain mengusahakan lahan
milik pribadi, masyarakat di wilayah ini juga banyak menggarap lahan Perhutani dengan tutupan hutan
jati dan kayu putih milik dengan istilah ladang kontrak.

Sejak sekitar tahun 2000 sumur bor dengan sifat kepemilikan individu maupun komunal mulai marak
digunakan di dua kecamatan ini dan menggantikan sumur gali untuk memenuhi baik kebutuhan
domestik maupun kebutuhan pertanian. Namun sayangnya di banyak lokasi banyak ditemui sumur bor
yang tidak dikelola secara baik dan air dibiarkan mengalir terus-menerus, karena masyarakat mengalami
kesulitan untuk menutup sumur bor akibat tekanan air yang sangat kuat.

Dengan tutupan lahan yang dominan sawah dan sumber air utama adalah sumur bor yang tidak
dikelolah dengan baik, maka pengembangan program efisiensi pemakaian dan pengelolaan air sumur
bor merupakan program yang tepat untuk wilayah hilir dengan kegiatan pemasangan valve sumur bor
yang terbuka dan penutupan sumur bor dengan efisiensi penggunaan rendah.
Gambar 2 Gambaran umum wilayah penerapan program efisiensi penggunaan air di wilayah hilir: sumur bor tanpa
valve di desa Winongan

Tabel 2. Lokasi, skema PJL dan indikator pengukuran di wilayah hulu dan tengah DAS Rejoso

Wilayah Potensi Desa Skema dan Aktivitas Indikator pengukuran

Hilir Kecamatan Skema: - Jumlah sumur bor yang


Winongan dan - Meningkatkan efisiensi pemakaian dan bersedia dipasang valve
Gondang pengelolaan air sumur bor di hilir - Jumlah sumur bor tidak
wetan Aktivitas: terpakai yang bersedia
- Pemasangan valve sumur bor yang ditutup
terbuka
- Penutupan sumur bor dengan efisiensi
penggunaan rendah

Strategi Implementasi
Model Percontohan PJL
Gambar 3 menggambarkan alur kerja implementasi kegiatan di wilayah hulu dan tengah dengan detail
kegiatan sebagai berikut:

1. FGD Komponen kontrak PJL dengan komponen meteri FGD:


o Jenis kegiatan
o Indikator performa
o Waktu mulai pelaksanaan kontrak
o Termin pembayaran
Target: satu kali FGD di setiap desa peserta Lelang Konservasi – perkiraan 4 FGD (replikasi 2 kali
per skema), dilakukan di balai desa setempat/rumah petani dengan peserta maksimal 15 orang

2. Lelang Konservasi

Target: 2 kali sesuai skema, dilakukan di aula dengan kapasitas besar dengan peserta maksimal
100 orang di setiap lelang, total dua kali lelang 200 orang.

3. Pengukuran lahan pemenang lelang konservasi


Target: pengambilan titik GPS di tengah lahan, pengukuran luas dan batas lahan dengan jumlah
peserta diperkirakan maksimal 75 orang.

4. Pertemuan penandatangan kontrak

Target: 1 kali di awal kontrak PJL dengan peserta pemenang lelang dan dihadiri kepala desa,
perangkat desa, wakil Kecamatan dan Kabupaten.

5. Pilot PJL
o Skema wilayah hulu: peserta: estimasi 35 orang; 15 hektar
o Skema wilayah tengah: peserta: estimasi 35 orang; 15 hektar
6. Monitoring kontrak PJL
o Dilakukan minimal 6 kali di setiap plot petani

Gambar 3. Alur implementasi kegiatan diwilayah hulu dan tengah

Model percontohan efisiensi SDA


Gambar 4 menggambarkan alur kerja implementasi kegiatan di wilayah hilir dengan detail kegiatan
sebagai berikut:

1. Analisa data sumur bor dilakukan pada data yang telah dikumpulkan oleh mitra di dua kecamatan:
Winongan dan Gondangwetan dengan total responden sebanyak 122.
2. Hasil analisa data sumur bor akan menghasilkan data pemilik calon sumur bor yang akan dipasang
valve dan pemilik calon sumur bor dengan efisiensi rendah yang akan ditutup berdasarkan tipologi
pengambilan sample responden: sumur bor dengan penggunaan domestik vs sumur bor dengan
penggunaan pertanian dan masing-masing dengan sifat kepemilikan individu atau kelompok
3. Sosialisasi kegitan pemasangan valve dan penutupan sumur bor diadakan dengan mengundang
pemilik calon sumur bor pada point 2, dalam sosialisasi sekaligus mendiskusikan elemen-elemen
kesepakatan pemasangan valve dan penutupan sumur bor.
4. Hasil focus group discussion pada point 3 akan menghasilkan nama-nama pemilik sumur bor yang
sumur bornya bersedia untuk dipasang valve atau di tutup. Selanjutnya diadakan pertemuan
penandatanganan perjanjian kesepakatan.

Gambar 4. Alur implementasi kegiatan diwilayah hilir


Tim
1. Ecosystem Services Specialist: Dr. Beria Leimona
2. Research Officer - Social Economy Scientist: Noviana Khususiyah /Isnurdiansyah
3. Senior Researcher - Agroforestry Modeler: Ni’matul Khasanah
4. Consultant – modeller: Lisa Tanika
5. Admin: Diah Wulandari
6. Field Facilitator and Enumerator
No Kegiatan AQUA 2017 ICRAF 2017 DE 2017 Total 2017
1 Training PJL dan FGD penentuan elemen kontrak 47,129,250 - - 47,129,250
2 Lelang Konservasi 49,512,925 24,391,050 37,892,000 111,795,975
3 Pengukuran dan verifikasi lahan 22,985,100 74,719,200 3,000,000 100,704,300
4 Seremoni penandatanganan kontrak dan seminar singkat 8,102,250 - 28,353,600 36,455,850
5 Pembayaran Jasa Lingkungan (Hulu Rp3,2jt x 46 Ha dan Tengah Rp 1,5jt x 65Ha) 70,500,000 - 62,180,000 132,680,000
6 ICRAF Management dan Overhead (17.3%) 33,770,475 17,146,075 23,783,074 74,699,625
TOTAL 2017 232,000,000 116,256,325 155,208,674 503,465,000

No Kegiatan AQUA 2018 ICRAF 2018 DE 2018 Total 2018


1 Training Local Enumerator 6,000,000 6,000,000
2 Pembayaran Jasa Lingkungan (Hulu Rp3,2jt x 46 Ha dan Tengah Rp 1,5jt x 65Ha) 112,020,000 112,020,000
3 Survei tambahan untuk peserta lelang 8,000,000 8,000,000
4 Training monitoring untuk fasilitator lokal dan masyarakat 77,021,875 77,021,875
5 Monitoring jasa lingkungan skala plot (dimulai sejak penandatangan kontrak) 116,432,425 8,102,225 124,534,650
6 Analisa data sumur bor 8,602,250 8,602,250
7 Awareness raising water efficiency dan FGD 19,231,800 19,231,800
8 Seremoni penandatanganan kesepakatan dan seminar singkat 11,440,900 11,440,900
9 Pemasangan valve dan penutupan sumur bor - subcontracted to CKNET 50,000,000 16,260,700 66,260,700
10 Monitoring kegiatan masyarakat dan kondisi sumur 1,850,000 1,850,000
11 ICRAF Management dan Overhead (17.3%) 51,654,200 4,214,800 19,379,450 75,248,450
TOTAL 2018 350,233,450 28,577,725 131,399,450 510,210,625
Total 2017 & 2018 tanpa Carbon 582,233,450 144,834,050 286,608,124 1,013,675,625

No Kegiatan AQUA 2018 ICRAF 2018 DE 2018 Total 2018


1 Pembuatan Project Idea Note (PIN) Plan Vivo 55,869,750 65,147,450 121,017,200
2 Pembuatan Project Development Document (PDD) Plan Vivo 106,085,850 65,147,450 171,233,300
TOTAL 161,955,600 130,294,900 - 292,250,500
Total 2017 & 2018 dengan Carbon 744,189,050 275,128,950 286,608,124 1,305,926,125
Jadwal Kegiatan
Nov Des Feb Mar Juni Sep Des
Aktivitas
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Wilayah hulu dan tengah

0 Training enumerator

1 Penentuan isi kontrak

FGD upstream 1

FGD upstream 2

FGD midstream 1

FGD midstream 2

2 Lelang konservasi

Lelang upstream 1

Lelang midstream 2

3 Pengukuran dan
verifikasi lahan

4 Seremoni
penandatanganan
kontrak dan seminar
singkat

5 Pembayaran Jasa
Lingkungan

6 Survei tambahan untuk


peserta lelang

7 Training monitoring
untuk fasilitator dan
untuk masyarakat

8 Monitoring jasa
lingkungan skala plot
(dimulai sejak
penandatangan
kontrak)
Nov Des Feb Mar Juni Sep Des
Aktivitas
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

9 Pembuatan Project Idea


Note (PIN) Plan Vivo

10 Pembuatan Project
Development
Document (PDD) Plan
Vivo

Wilayah hilir

1 Analisa data sumur bor

2 Awareness raising
water efficiency dan
FGD

3 Seremoni
penandatanganan
kesepakatan dan
seminar singkat

4 Pemasangan valve dan


penutupan sumur bor -
subcontracted to
CKNET

5 Monitoring kegiatan
masyarakat dan kondisi
sumur

Anda mungkin juga menyukai