Anda di halaman 1dari 7

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Juni, 2013 Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan


Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

COOKING QUALITY DAN SIFAT TESKTURAL MI BEBAS GLUTEN DARI


UWI UNGU (DIOSCOREA ALATA VAR. PURPUREA)

Mohamad Khairuddin, Sandra Kusumawardani, Candytias Puspitasari,


Kurniawan Aziz, Atiqatul Maula, Umi Purwandari

Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura,


PO Box 2 Kamal, Madura.
Email: umipurwandari@yahoo.com

PENDAHULUAN
Konsumsi terigu di Indonesia mengancam ketahanan pangan, dengan tingkat
konsumsi mencapai 4,3 juta ton/tahun pada tahun 2010 dengan kenaikan yang tetap
setiap tahunnya. Komoditas-komoditas unggulan pangan nasional tahun 2012 sebagian
besar masih tergantung impor, di antaranya beras 1,95 juta ton, jagung 2 juta ton,
kedelai 1,9 juta ton, dan gandum 7 juta ton (Sapariah 2012). Tingginya konsumsi mi
berarti pula meningkatnya kebutuhan tepung terigu. Laporan World Instant Noodle
Corporation yang diungkap oleh New York Daily menyatakan bahwa Indonesia
menduduki peringkat kedua konsumen mi terbesar di dunia setelah China, yaitu
mencapai 14,4 miliar bungkus per tahun (Anonim2 2012). Salah satu solusi untuk
mengurangi ketergantungan terhadap impor gandum adalah dengan cara menggantikan
peran tepung terigu sebagai bahan baku utama mi, dan menggantikannya dengan bahan
makanan hasil pertanian lokal Indonesia. Oleh karena itu, inovasi mi tanpa terigu yang
berkualitas menjadi penting untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia.
Salah satu parameter utama kualitas mi adalah tekstur dan cooking quality.
Kualitas mi yang baik dicapai dengan penggunaan garam alkali untuk menjadikan
adonan terigu lentur dan tidak mudah patah. Mi bebas gluten (gluten-free) memiliki
tantangan dalam pembentukan tekstur. Penggunaan gum atau modifikasi enzimatik dan
mikrobiologis tepung non-terigu dapat memperbaiki tekstur mi. Selain mengurangi
konsumsi terigu, pembuatan mi gluten free juga menjawab permintaan pasar akan
produk bebas gluten yang semakin meningkat setiap tahun. Beberapa negara di dunia
misalnya di Amerika, jumlah produk baru makanan dan minuman kemas bebas gluten
telah berkembang sebesar 80% dari tahun 2005 hingga 2010. Pertumbuhan nilai dan
volume penjualan ritel bebas gluten makanan kemasan diperkirakan akan terus
meningkat pada 2011-2014 (Anonim1 2011).
Uwi (Discorea alata L) merupakan tanaman umbi yang berasal dari daerah
tropis. Di Filipina, uwi diproses menjadi tepung yang digunakan sebagai bahan
pembuatan produk pangan seperti ice cream, selai uwi dan lainnya. (Noche et al. 2011).
Banyak sumber mengatakan bahwa uwi ungu (Discorea alata var. purpurea) memiliki
nutrisi yang tinggi dan komponen fungsional seperti mucin, dioscin, allantoin, choline
dan asam amino esensial. Menurut Li et al. (2012) yang mengacu pada penelitian Chen

828
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Juni, 2013
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

et al. (2003), uwi ungu juga bisa mengurangi jumlah plasma dan jumlah kolesterol
hepatis dengan cara memberikan makan sebanyak 50% kepada sejumlah tikus.
Penelitian Huang et al. (2011) menyatakan uwi ungu mampu mensubstitusi hingga
maksimal 20% yang mampu meningkatkan cooking loss dan kekerasan mi.
Modifikasi singkong dapat mengubah karakteristik maupun struktur
didalamnya.. Modifikasi singkong dengan fermentasi menggunakan Bacillus dalam
pembuatan fufu agbelima dapat mengurangi ukuran partikel pati menjadi lebih kecil
dengan ukuran yang seragam dan lebih lembut, dimana selama lama waktu fermentasi
terjadi kenaikan jumlah keasaman total (Dziedzoave et al. 2000). Tepung singkong pada
pembuatan gari (Akwetey dan Knipe 2012) sebagai agen pembentuk tekstur pengganti
daging sapi pada burger sampai 20%, tetapi menurunkan kekerasan, springiness,
gumminess, chewiness, adhesiveness dan cohesiveness.
Mi merupakan makanan pokok di beberapa negara di Asia sejak dulu yang
terbuat dari tepung terigu, beras, soba, pati yang diambil dari kentang, sweet potato dan
kacang-kacangan (Fu 2008). Pada dasarnya bahan baku pembuatan mi ada tiga macam,
yaitu tepung, air dan garam. Beberapa jenis tepung-tepungan yang dijadikan sebagai
bahan pembuatan mi yaitu tepung pisang yang dapat menurunkan indeks glikemiks
(Choo dan Aziz 2010), annealing pada tepung beras dapat meningkatkan kualitas mi
pada tepung beras (Cham et al. 2010) dan Li et al. (2011) menyatakan semakin banyak
uwi ungu dalam pembuatan mi akan menurunkan stabilitas dan daya renggang adonan
tetapi menambah resistensi maksimum, dan penilaian sensoris menunjukkan kualitas mi
dengan 5-15% campuran tepung uwi dapat diterima. Penggunaan CMC sebesar 0,5%
dapat meningkatkan kekenyalan dan keliatan mi, mengurangi lengket dan licin.
Penambahan CMC pada pembuatan mi instan dari pati kentang dapat melemahkan
struktur mi dan mengurangi sifat cohesiveness pada pemasakan mi instan (Choy et al.
2012). Syahputra (2010) menyatakan bahwa pengaruh konsentrasi CMC berbeda sangat
nyata terhadap kadar protein, kadar air, daya serap air, kehilangan padatan akibat
pemasakan dan berbeda tidak nyata terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur mi instan.
Penelitian ini memformulasi mi gluten free menggunakan tepung uwi ungu
(Dioscorea alata var. purpurea) yang memiliki komponen fungsional dan tepung
singkong dimodifikasi oleh jamur penghasil enzim amilase sebagai pembentuk tekstur.
Mojiono et al. (2013) menyebutkan bahwa uwi ungu yang diberi perlakuan annealing
pada suhu 60°C dan waktu 18 jam mampu mensubtitusi tepung terigu hingga 50% pada
pembuatan roti tawar, sedangkan tepung singkong telah dikaji oleh Purwandari (2012,
laporan tidak terpublikasi) memiliki sifat gelatinisasi mirip terigu dan kekenyalan gel
yang cukup kuat untuk membentuk mi. Penelitian ini akan mengkaji sifat tekstur mi,
cooking quality, sensoris, aktivitas antioksidan dan profil lipida darah (uji
hipolipidemik).

829
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Juni, 2013 Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian
Bahan pembuatan mi menggunakan tepung uwi ungu, tepung singkong
termodifikasi oleh fungi, CMC dan air.
Desain Penelitian
Menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor yaitu proporsi
tepung (tepung uwi ungu:tepung singkong =1:1, 1:2 dan 1:3) dan konsentrasi CMC
(0,5% dan 1%). Sehingga terdapat enam perlakuan, yaitu (1:1) 0,5%, (1:1) 1%, (1:2)
0,5%, (1:2) 1%, (1:3) 0,5% dan (1:3) 1%. Parameter penelitian berupa uji tekstural mi
(adhesiveness, hardness dan elongasi), cooking quality (cooking time, cooking loss dan
absorpsi air), sensoris dan kajian fungsional mi (aktivitas antioksidan dan
hipolipidemik). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS versi 16
metoda General Linear Model dan Multivariate Analysis of Variance dengan tingkat
signifikan 5% pada perbandingan means menggunakan metode Tukey (Trihendradi
2005).
Preparasi Tepung dan Pembuatan Mi
Pembuatan tepung uwi ungu berdasarkan penelitian Milanita (2010). Mengupas
uwi ungu kemudian dicuci bersih dengan air, selanjutnya dipotong menjadi beberapa
bagian dan diiris tipis menggunakan pisau. Irisan uwi direndam dengan air yang
dicampur dengan natrium metabisulfit 1% selama ± 30 menit. Hasil rendaman
dikeringkan dengan cara tradisional yaitu dijemur ± 6 jam pada suhu 40 oC. Uwi
dihaluskan dan diayak dengan ukuran ayakan 80 mesh. Tepung singkong termodifikasi
oleh fungi disediakan oleh Dr. Umi Purwandari. Untuk membuat mi, CMC dilarutkan
dalam air hangat (CMC:air hangat= 1:0,75) sampai membentuk gel. Kemudian gel
CMC dicampurkan dengan kedua jenis tepung dengan penambahan air sebanyak 6%
sehingga membentuk adonan yang tidak melekat pada wadah. Adonan digiling
menggunakan roller 10 kali, lalu didiamkan 30 menit, dilewatkan roller lagi, lalu
dibentuk strip dengan lebar 5 mm dan ketebalan 1 mm. strip mi lalu dikukus selama 15
menit atau sampai semua bagian tergelatinisasi. Mi kemudian dikeringkan dalam
cabinet dryer sampai kering.
Metode Pengujian
a. Analisis Tekstural Mi
Analisis tekstur mi berupa hardness dan adhesiveness diukur dengan Texture
Profile Analysis menggunakan Texture Analysis (TA-XT Plus®, Stable Micro System).
Mi dimasak dalam 500 ml air mendidih selama 5-10 menit, kemudian bilas dengan
segera menggunakan air dingin selama 1 menit. Sembilan ulangan mi yang akan di
evaluasi dalam 5 menit setelah dingin ditempatkan pada piring berlogam yang datar dan
di tekan dua kali hingga 70% tinggi bahan aslinya menggunakan cylinder probe (P/35)
berdiameter 35 mm (Li et al. 2012).

830
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Juni, 2013
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

b. Uji Sensoris
Uji sensoris menggunakan 12 panelis terlatih. Skala kesukaan yang digunakan
adalah 1 (sangat tidak suka) hingga 9 (sangat amat suka) (Li et al., 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Uji Tekstural dan Cooking Quality Mi
Tabel rerata uji tekstur dan cooking quality
Perlakuan Hardness (g) Adhesiveness (g) Absorpsi air (%) Cooking loss (g) Cooking time (det)
(1:1) 1% 3.516c -342,333ab 157,67 6,2395ab 340,000a
(1:1) 0,5% 2.397b -258,667b 182,25 7,0810ab 366,667a
(1:2) 1% 1.768a -231,333b 194,23 8,5410ab 503,333b
(1:2) 0,5% 1.568a -245,778b 170,98 6,6590ab 516,667b
(1:3) 1% 1.397a -393,559a 154,24 4,5140a 580,000c
(1:3) 0,5% 1.581a -312,222ab 206,75 10,6055b 646,667d

Nilai hardness mi bervariasi dari 1397g hingga 3516g. Tingkat kekerasan


terendah pada perlakuan (1:3) 1% sebesar 1.397g. Angka tersebut mendekati nilai mi
dengan kandungan 100% tepung terigu memiliki tingkat kekerasan sebesar 1061,64g.
Hardness tertinggi pada perlakuan (1:1) 1% sebesar 3.516g. Semakin tinggi proporsi
tepung uwi ungu, semakin rendah hardness mi dan semakin tinggi konsentrasi CMC,
hardness mi semakin tinggi.
Nilai adhesiveness mi bervariasi dari -231,333g hingga -393,559g. Tingkat
adhesiveness tertinggi pada mi fungsional yaitu pada perlakuan (1:3) 1% sebesar -
393.559 g mendekati tingkat kelengketan mi terigu (-423,16 g). Sedangkan terendah
pada Semakin tinggi proporsi tepung uwi, cenderung semakin tinggi nilai
adhesieveness. Semakin tinggi konsentrasi CMC cenderung semakin tinggi nilai
adhesieveness.
Absorpsi air menunjukkan persentase peningkatan berat mi. Nilai absorpsi air
tertinggi (206,75%) pada perlakuan (1:3) 0,5%. Mi dengan absorpsi air terendah
(154,24%) adalah mi hasil perlakuan (1:3) 1% dan ini mendekati absorpsi mi terigu
(122%). Semakin rendah konsentrasi CMC, absorpsi air cenderung semakin tinggi.
Nilai cooking time bervariasi dari 340det -646,667det. Nilai Cooking time
tertinggi terdapat pada perlakuan (1:3) 0.5% sebesar 646,667det dan terendah (340det)
pada perlakuan (1:1) 1%. Cooking time mi terigu sebesar 451det, dimana nilai ini
berada di antara perlakuan (1:1) 0,5% dan (1:2) 1%. Semakin rendah tepung uwi ungu
dan semakin tinggi konsentrsi CMC semakin cepat proses pemasakan.
Nilai cooking loss tertinggi sebesar 10,6055% pada perlakuan (1:3) 0,5% dimana
nilai ini mendekati cooking loss mi terigu sebesar 11,35%. Sedangkan terendah sebesar
4,5140% pada perlakuan (1:3) 1%. Semakin sedikit konsentrasi CMC, cooking loss
cenderung semakin tinggi.
Uji elongasi merupakan salah satu karakteristik tekstur mi yang menunjukkan
daya regang yang ditarik dari bentuk awal sampai mi mengalami patah (putus). Uji

831
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Juni, 2013 Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

elongasi didasarkan mi terbaik pada uji sensoris yaitu pada perlakuan (1:1) 0,5%
memiliki elongasi sebesar 35,52%. Nilai ini masih jauh dari nilai elongasi mi terigu
sebesar 164,80%.
2. Uji Sensoris
Penilaian uji sensoris untuk menguji mutu produk mi sebagai perwakilan dari
penerimaan konsumen dinilai terhadap kesukaan warna, aroma, rasa, tekstur di mulut,
dan kesukaan keseluruhan.
Nilai tertinggi rata-rata kesukaan terhadap warna yang tidak berbeda nyata
dengan kontrol yaitu pada perlakuan (1:1) 0,5% sebesar 6,200 tetapi perlakuan ini tidak
berbeda nyata dengan perlakuan yang lain yaitu perlakuan (1:1) 1%, (1:2) 0,5%, (1:3)
1% dan (1:3) 0.5%. Sedangkan nilai terendah (4,400) pada perlakuan (1:2) 1%.
Perbedaan perlakuan pada proporsi tepung dan konsentrasi CMC mempengaruhi tingkat
kesukaan panelis dan menghasilkan warna yang sedikit berbeda.
Tabel 1. Rata-rata kesukaan panelis terhadap mi
Rata-rata nilai kesukaan
Perlakuan
Warna Aroma Rasa Tekstur di Mulut Kesukaan Keseluruhan
(1:1) 1% 5,222ab 5,111a 4,333a 4,444a 6,333a
(1:1) 0,5% 6,200bc 5,000a 5,500 ab
5,800 ab
7,100ab
(1:2) 1% 4,400a 5,300a 5,500 ab
4,900 a
5,700a
(1:2) 0,5% 5,182ab 5,545a 4,818 a
5,545 ab
6,455a
(1:3) 1% 4,700ab 4,500a 5,000ab 4,900a 5,600a
(1:3) 0,5% 4,700ab 5,000a 4,900 ab
4,600 a
5,600a
Kontrol 7,200c 7,900b 7,200 b
7,800 b
8,300b

Nilai tertinggi aroma sebesar 5,545 pada perlakuan (1:2) 0,5%. Akan tetapi
perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan yang lain dan berbeda nyata
terhadap kontrol. Panelis memberikan penilaian yang bervariasi, semakin besar
penggunaan proporsi tepung uwi ungu maka akan meningkatkan penilaian panelis
terhadap kesukaan aroma dan semakin mendekati kontrol.
Nilai tertinggi rasa sebesar 5,500 pada perlakuan (1:1) 0,5% dan (1:2) 1% dan
yang mendekati normal. Perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan
yang lain. Semakin sedikit uwi ungu, kesukaan panelis semakin menurun karena rasa
pada mi semakin kurang enak.
Nilai tertinggi tekstur di mulut sebesar 5,800 pada perlakuan (1:1) 0,5%. Akan
tetapi perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Semakin sedikit
penggunaan proporsi tepung uwi ungu, semakin lebih disukai oleh panelis. Penggunaan
konsentrasi CMC yang semakin sedikit cenderung memberikan perubahan aroma.
Kesukaan keseluruhan yaitu nilai yang diberikan dari panelis terhadap sampel
mi yang diuji berdasarkan seluruh parameter mutu yang (warna, aroma, rasa dan tekstur
di mulut). Nilai tertinggi sebesar 7,100 pada perlakuan (1:1) 0,5%. Semakin tinggi
proporsi tepung uwi, maka semakin disukai. Hal itu karena beberapa atribut sensoris
dipengaruhi oleh proporsi tepung, yaitu warna, rasa, dan tekstur di mulut
832
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Juni, 2013
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

DAFTAR PUSTAKA
Akwetey W dan Knipe C. 2012. Sensory attributes and texture profile of beef burger
with gari. Meat Science 92: 745-748.

Almeida I, Barreira J, Oliveira M, dan Ferreira I. 2011. Dietary antioxidant


supplements: benefit of their combined use. Food and Chemical Toxicology
49: 3232-3237.

Amin I dan Lee MY. 2005. Effect of different blanching properties in selected
cruciferous vegetables. Journal of the Science of Food and Agriculture 85
(13): 2314-2320.

Anonim1. 2011. Gluten-free Packaged Foods in the United States. [online].


http://www.ats-sea.agr.gc.ca/amr/5820-eng.htm. Diakses 15 Oktober 2012

Anonim2. 2012. Indonesia dan China Konsumen Terbesar Mie di Dunia. [online].
http://jakartaweekend.com/indonesia-dan-china-konsumen-terbesar-mie-di-
dunia/. Diakses 10 Oktober 2012.

Aravind N, Mike S dan Christopher M. F. 2012. Effect of soluble fibre (guar gum and
carboxymethylcellulose) addition on technological, sensory and structural
properties of durum wheat spaghetti. Food Chemistry 131: 893-900.

Cham S, Suwannaporn P. 2010. Effect of hydrothermal treatment of rice flour on


various rice noodles quality. Journal of Cereal Science 51:284-291.

Choo dan Aziz. 2010. Effects of banana flour and β-glucan on the nutritional and
sensory evaluation of noodle. Food and Chemistry 199: 34-40.

Choy A-L, Bee KM, Darryl MS. 2012. The effects of acetylated potato starch and
sodium carboxymethyl cellulose on the quality of instant fried noodles. Food
Hydrocolloids 26: 2-8.

Dziedzoave N, Ellis W, Oldham J, Oduro I. 2000. Optimizing agelima production:


varietal and fermentation effect on product quality. Food Research
International 33: 867-873.

Huang C, Li P, Yang M, dan Wang C. 2011. Textural and sensory properties of salted
noodles containing purple yam flour. Food Research International Manuscript
Accepted for Publication.

Irtwange S.V. dan O. Achimba. 2009. Effect of the duration of fermentation on the
quality of gari. Current Research Journal of Biological Sciences 1(3): 150-
154.

833
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Juni, 2013 Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Li P, Huang C, Yang M, dan Wang C. 2012. Textural and sensory properties of salted
noodles containing purple yam flour. Journal Food Research International 47:
223-228.

Milanita D. 2010. Rekayasa kualitas roti tawar dari komposit tepung terigu dan
Diocorea esculenta dengan gum arab sebagai pengendali struktur
menggunakan metode taguchi. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian,
Universitas Trunojoyo Madura.

Mojiono, Jailani, F., Kusumawardani, S., Puspitasari, C., Maula A., Purwandari, U.
2013. Annealed purple yam (dioscorea alata var. purpurea) flour improved
gelatinisation profile, but increased glycemic index of substituted bread.
International Food Research Journal 20(2): 865-871.

Noche CF, Cantre DV, dan Flores FP. 2011. Effect of pretreatment and geometry on
the thermophysical properties of raw ubi (Dioscorea alata L.). Philippine
Science Letters 4(1): 40-45

Purwandari U., Suprianto, G., Milanita, D., Supriyanto, dan Burhan. 2011.
Development of functional bread using yam (Dioscorea sp.) flour.
International Scientific Conference on Nutraceuticals and Functional Food.
Kosice, Slovakia.

Sapariah. 2012. Indonesia, tergantung impor di lumbung pangan. [online].


http://www.mongabay.co.id/2012/10/16/indonesia-tergantung-impor-di-
lumbung-pangan/. Diakses 20 Oktober 2012.

Trihendradi. 2005. Step by Step SPSS 13 Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Andi
Offset.

Xiao Fu. 2008. Asian Noodles: history, classification, raw material, and processing.
Food Research International 41: 888-902.

834

Anda mungkin juga menyukai