Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
1
pengambilan keputusan klinis seperti seorang bayi yang masih berada dalam tahap
pertumbuhan.
Evidence-Based Practice (EBP), merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam
praktik perawatan kesehatan, yang berdasarkan evidence atau fakta. Selama ini, khususnya
dalam keperawatan, seringkali ditemui praktik-praktik atau intervensi yang berdasarkan
“biasanya juga begitu”. Sebagai contoh, penerapan kompres dingin dan alkohol bath masih
sering digunakan tidak hanya oleh masyarakat awam tetapi juga oleh petugas kesehatan,
dengan asumsi dapat menurunkan suhu tubuh lebih cepat, sedangkan penelitian terbaru
mengungkapkan bahwa penggunaan kompres hangat dan teknik tepid sponge meningkatkan
efektifitas penggunaan kompres dalam menurunkan suhu tubuh.
Merubah sikap adalah sesuatu yang sangat sulit, bahkan mungkin hal yang sia-sia. Orang
tidak akan bisa merubah adat orang lain, kecuali orang-orang di dalamnya yang merubah diri
mereka sendiri. Tetapi meningkatkan kesadaran, dan masalah kesehatan di masyarakat, akan
meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Tentu pelayanan yang paling
efektif & efisien menjadi tuntutan sekaligus tantangan besar yang harus di cari problem
solving-nya.
Penggunaan evidence base dalam praktek akan menjadi dasar scientific dalam
pengambilan keputusan klinis sehingga intervensi yang diberikan dapat
dipertanggungjawabkan. Sayangnya pendekatan evidence base di Indonesia belum
berkembang termasuk penggunaan hasil riset ke dalam praktek. Tidak dapat dipungkiri bahwa
riset di Indonesia hanya untuk kebutuhan penyelesaian studi sehingga hanya menjadi
tumpukan kertas semata.
2
7. Bagaimana cara Pelaksanaan EBP pada keperawatan?
8. Apa saja Hambatan Pelaksanaan EBP Pada Keperawatan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep teori tentang Evidance based in nursing
practice
2. Untuk mengetahui apa saja Tingkatan Evidance Base Practice
3. Untuk mengetahui dan memahami apa itu Evidence Based Practice dan Decicion Making
4. Untuk mengetahui apa saja Model Implementasi Evidence Based Practice
5. Untuk mengetahui bagaimana Pengkajian dan Alat untuk Clinical Based Evidence
6. Untuk mengetahui Bagaimana Langkah-langkah Implementasi EBP
7. Untuk mengetahui Bagaimana cara Pelaksanaan EBP pada keperawatan
8. Untuk mengetahui Hambatan Pelaksanaan EBP Pada Keperawatan
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
untuk tingkatan evidence yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Penelitian dan
Kualitas(AHRQ), sering digunakan dalam keperawatan (Titler, 2010). Adapun level of
evidence tersebut adalah sebagai berikut:
1. Level 1: Evidence berasal dari systematic review atau meta-analysis dari RCTyang sesuai.
2. Level 2: Evidence berasal dari suatu penelitian RCT dengan randomisasi.
3. Level 3: Evidence berasal dari suatu penelitian RCT tanpa randomisasi.
4. Level 4: Evidence berasal dari suatu penelitian dengan desain case control dan kohort
5. Level 5: Evidence berasal dari systematic reviews dari penelitian descriptive dan qualitativ
6. Level 6: Evidence berasal dari suatu penelitian descriptive atau qualitative
7. Level 7: Evidence berasal dari suatu opini dan atau laporan dari para ahli.
Hierarki dalam penelitian ilmiah terdapat hieraraki dari tingkat kepercayaannya yang
paling rendah hingga yang paling tingi. Dibawah ini mulai dari yang paling rendah hingga
yang paling tinggi :
1. Laporan fenomena atau kejadian-kejadian yang kita temuai sehari-hari
2. Studi kasus
3. Studi lapangan atau laporan deskriptif
4. Studi percobaan tanpa penggunaan tekhnik pengambilan sampel secara acak (random)
5
5. Studi percobaan yang menggunakan setidaknya ada satu kelompok pembanding dan
menggunakan sampel secara acak
6. Systemic reviews untuk kelompok bijak bestari atau meta-analisa yaitu pengkajian
berbagai penelitian yang ada dengan tingkat kepercayaan yang tinggi
Evidence Based
Clinical Decisoin
Making
Penerapan hasil temuan penelitian keperawatan juga dipengaruhi oleh suatu kerangka
pemikiran atau model yang digunakan sebagai acuan. Salah satunya adalah model Evidence-
Based Clinical Decisions yang dikembangkan dalam membuat suatu keputusan klinis terkait
tindakan atau terapi yang akan diberikan pada pasien, terdapat tiga hal yang dapat dijadikan
sumber yaitu: clinical expertise, resources, research evidench dan patients preferences
(Haynes, Sackett, Gray, Cook, & Guyatt, 1996; Dicenso, Cullum, & Ciliska, 1998). Hal ini
dapat digambarkan sebagai berikut:
6
Dari gambar di atas, dapat diungkapkan bahwa pasien tetap memiliki pilihan dan
kesukaan masing-masing terhadap tindakan yang akan dilakukan pada dirinya. Pasien
memiliki hak untuk memilih pengobatan alternative, menolak pengobatan, menyiapkan surat
wasiat terlebih dahulu, dan mencari pendapat dari pihak lain (Dicenso et al.,1998). Saat ini,
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi juga memungkinkan pasien untuk
mencari informasi terkait tindakan dan terapi pengobatan tersebut secara mandiri melalui
akses yang terbuka sangat lebar dan luas.
7
B. Model IOWA Model of Evidence Based Practice to Promote Quality Care
Model EBP IOWA dikembangkan oleh Marita G. Titler, PhD, RN, FAAN. Model
IOWA diawali dari pemicu/masalah. Pemicu/masalaih ini sebagai fokus ataupun fokus
masalah. Jika masalah mengenai prioritas dari suatu organisasi, tim segera dibentuk.Tim
terdiri dari stakeholders, klinisian, staf perawat, dan tenaga kesehatan lain yang dirasakan
penting untuk dilibatakan dalam EBP. Langkah selanjutnya adalah mensintesis EBP.
Perubahan terjadi dan dilakukan jika terdapat cukup bukti yang mendukung untuk
terjadinya perubahan. Kemudian dilakukan evaluasi dan diikuti dengan diseminasi (Jones
& Bartlett, 2004; Bernadette Mazurek Melnyk, 2011). Pendekatan EBP model IOWA
dari perspektif organisasi dan menggunakan berbagai evidence dengan fokus
padaevaluasidan menerapkan EBP untuk meningkatkan proses perawatan (Eizenberg,
2010).
Model IOWA menyoroti pentingnya mempertimbangkan seluruh sistem pelayanan
kesehatan mulai dari pemberi layanan, pasien, dan infrastruktur lainnya menggunakan
riset dalam pedoman pengambilan keputusan klinik. Model Iowa ini, penting sekali untuk
perawat klinik mempertimbangkan apakah masalah yang telah diidentifikasi merupakan
prioritas untuk ruangan/instansi.
8
c. Review konsep penelitian
d. Rencana pencarian
e. Melakuan pencarian
3. Tahap 3 :
a. Kritikal analisis evidence
b. Critical appraisal dan pembobotan evidence
c. Sintesis evidence terbaik
d. Kaji feasibility, benefits dan resiko terhadap pasien.
4. Tahap 4 :
a. Design perubahan dalam praktek
b. Ajukan peoposal perubahan
c. Identifikasi sumber kebutuhan
d. Design evaluasi untuk percobaan
e. Design rencana implementai
5. Langkah 5 :
a. Implementasi dan evaluasi perubahan
b. Implementasi percobaan
c. Evaluasi proses, outcomes dan pembiayaan
d. Kembangkan kesimpulan dan rekomendai
6. Tahap 6 :
a. Integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek
b. Komunikasikan perubahan kepada setia stakeholder
c. Integrasikan sebagai SOP
d. Monitoring proses dan outcomes secara periodik
e. Kolaborasikan dan desimenasikan project
Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based Nursing ke lahan praktek
harus memperhatikan latar belakang teori yang ada, kevalidan dan kereliabilitasan metode
yang digunakan, serta penggunaan nomenklatur yang standar. Model ini adalah revisi dari
model dari Rosswurm dan Laarabee (1999) dengan merevisi langkah-langkahnya
sehingga lebih sitematik. Model ini dikembangkan oleh pengalaman dari Laarrabee
dengan mendidik dan membimbing terhadap perawat didalam mengaplikasikan model ini
9
di West Virginia University Hospital dan prioritas pengalaman dengan
mengajar/mengajar dan membimbing perawat didalam perbaikan kualitas (Bernadette
Mazurek Melnyk, 2011).
10
dari pernyataan negatif. Semakin tinggi total skor yang didapat, menunjukkan semakin tinggi
pula kepercayaan/keyakinan dan kemampuan seseorang untuk mengimplementasikan EBP
dan koefisien alpha Cronbach’s berada pada rentang 0.90 – 0.92 (Wallen & Mitchell, 2011).
Implementasi dari EBP pun dapat dikaji pelaksanaannya, yaitu dengan menggunakan
EBP Implementation Scale (EBPI) yang juga dikembangkan oleh Fineout-Overholt and
Melnyk tahun 2003, terdiri dari 18 item.Pada tiap item mengindikasikan seberapa sering
individu tersebut menggunakan EBP dalam waktu 8 minggu. Respon mulai dari tidak pernah
sama sekali dalam 8 minggu sampai lebih dari 8 kali dalam 8 minggu dengan koefisien alpha
Cronbach’s berada pada rentang 0.92 – 0.94 (Wallen & Mitchell, 2011).
11
cepat (intervensi) dibandingkan dengan tidak memiliki time respon cepat
(perbandingan) mempengaruhi jumlah serangan jantung (hasil)selama periode tiga bulan
(waktu)? “
3. Mencari dan mengumpulkan literatur evidence yang berhubungan
Mencari evidence yang baik adalah langkah pertama didalam penelitian, untuk
menjawab pertanyaan tindakan dengan melakukan systematic reviews dengan
mempertimbangkan level kekuatan dari evidence yang digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan (Guyatt & Rennie, 2002). Melakukan telaah atau penilaian kritis
terhadap evidence. Langkah ini merupakan langkah vital, didalamnya termasuk penilaian
kritis terhadap evidence. Kegiatannya meliputi evaluasi kekuatan dari evidence tersebut,
yaitu tentangkevalidan dan kegeneralisasiannya.
4. Melakukan telaah atau penilaian kritis terhadap evidence
Langkah ini merupakan langkah vital, didalamnya termasuk penilaian kritis terhadap
evidence. Kegiatannya meliputi evaluasi kekuatan dari evidence tersebut, yaitu tentang
kevalidan dan kegeneralisasiannya
5. Mengintegrasikan evidence terbaik dengan pengalaman klinis dan rujukan serta nilai-nilai
pasien didalam pengambilan keputusan atau perubahan.
Konsumen dari jasa pelayanan kesehatan menginginkan turut serta dalam proses
pengambilan keputusan klinis dan hal tersebut merupakan tanggung jawab etik dari
pemberi pelayanan kesehatan dengan melibatkan pasien didalam pengambilan
keputusan terhadap tindakan (Melnyk & Fineout-Overholt, 2005).
6. Mengevaluasi tujuan di dalam keputusan praktis berdasarkan evidence
Pada tahap ini dievaluasi EBP yang dipakai, bagaimana atau sejauh mana perubahan
yang dilakukan berefek terhadap tujuan pasien atau apakah efektif pengambilan
keputusan yang dilakukan.
7. Menyebarluaskan tujuan EBP atau perubahan
Sangat penting menyebarluaskan EBP baik yang sesuai ataupun yang tidak sesuai,
dengan cara melakukan oral atau poster presentation diwilayah local, regional, nasional
atau internasional.
12
2.7 Pelaksanaan EBP pada keperawatan
1. Mengakui status atau arah praktek dan yakin bahwa pemberian perawatan berdasarkan
fakta terbaik akan meningkatkan hasil perawatan klien.
2. Implementasi hanya akan sukses bila perawat menggunakan dan mendukung “pemberian
perawatan berdasarkan fakta”.
3. Evaluasi penampilan klinik senantiasa dilakukan perawat dalam penggunaan EBP.
4. Praktek berdasarkan fakta berperan penting dalam perawatan kesehatan.
5. Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas praktek, penggunaan
biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan.
6. Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan diikuti dengan evaluasi yang
berkelanjutan.
7. Perawat membutuhkan peran dari fakta untuk meningkatkan intuisi, observasi pada klien
dan bagaimana respon terhadap intervensi yang diberikan. Dalam tindakan diharapkan
perawat memperhatikan etnik, sex, usia, kultur dan status kesehatan.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan konsep Evidence Based Practice di atas, dapat disimpulkan
bahwa ada 3 faktor yang seacara garis besar menenentukan tercapainya pelaksanaan praktek
keperawatan yang lebih baik yaitu, penelitian yang dilakukan berdasarkan fenomena yang
terjadi di kaitkan dengan teori yang telah ada, pengalaman klinis terhadap sustu kasus, dan
pengalaman pribadi yang bersumber dari pasien. Dengan memperhatikan factor-faktor
tersebut, maka di harapkan pelaksanaan pemeberian pelayanan kesehatan khususnya
pemberian asuhan keperawatan dapat di tingkatkan terutama dalam hal peningkatan pelayanan
kesehatan atau keperawatan, pengurangan biaya (cost effective) dan peningkatan kepuasan
pasien atas pelayanan yang diberikan. Namun dalam pelaksanaan penerapan Evidence Based
Practice ini sendiri tidaklah mudah, hambatan utama dalam pelaksanaannya yaitu kurangnya
pemahaman dan kurangnya referensi yang dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan
penerapan EBP itu sendiri.
3.2 Saran
Dalam pemberian pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang baik, serta
mengambil keputusan yang bersifat klinis hendaknya mengacu pada SPO yang dibuat
berdasarkan teori-teori dan penelitian terkini. Evidence Based Practice dapat menjadi
panduan dalam menentukan atau membuat SPO yang memiliki landasan berdasarkan teori,
penelitian, serta pengalaman klinis baik oleh petugas kesehatan maupun pasien.
14