Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawat merupakan tenaga kesehatan professional yang memiliki tugas untuk
mengembangkan praktek yang berkonstribusi terhadap kesehatan pasien.
Profesionalisme diartikan sebagai tingkat komitmen individu untuk nilai dan karakteristik
perilaku terhadap identitas karir tertentu.Hal ini merupakan karakteristik penting yang
menekannkan nilai dan komitmen dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
(kim-godwin,back & wynd, 2010). Dengan demikian profesionalisme harus menjadi bagian
yang mendasar dan melekat dari seluruh kelompok perawat, baik yang bekerja di tatanan
klinis maupun akademis.
Salah satu metode dalam mendapatkan hasil penelitian klinis yang terbukti manfaatkan
adalah dengan melakukan kajian terkait evidence based practice dan riset klinis keperawatan.
Pemahaman dan penerapan hasil-hasil riset atau penelitian di tatanan pelayanan keperawatan
akan membantu meningkatkan mutu dan kualitas pemberian asuhan keperawatan. Namun
dalam keadaan nya di tatanan klinis, masih banyak tindakan atau intervensi yang di lakukan
berdasarkan kepada kebiasaan yang turun temurun tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan yang
baru. Kebiasaan seperti ini perlu di hilangkan dan di gantikan dengan kebiasaan tindakan yang
berdasarkan pada bukti riset dan ilmu pengetahuan.
Sejarah evidence dimulai pada tahun 1970 ketika Archie Cochrane menegaskan perlunya
mengevaluasi pelayanan kesehatan berdasarkan bukti-bukti ilmiah (scientific evidence). Sejak
itu berbagai istilah digunakan terkait dengan evidence base, diantaranya evidence base
medicine (EBM), evidence base nursing (EBN), dan evidence base practice (EBP). Evidence
Based Practice (EBP) merupakan upaya untuk mengambil keputusan klinis berdasarkan
sumber yang paling relevan dan valid. Oleh karena itu EBP merupakan jalan untuk
mentransformasikan hasil penelitian ke dalam praktek sehingga perawat dapat meningkatkan
“quality of care” terhadap pasien. Selain itu implementasi EBP juga akan menurunkan biaya
perawatan yang memberi dampak positif tidak hanya bagi pasien, perawat, tapi juga bagi
institusi pelayanan kesehatan. Sayangnya penggunaan bukti-bukti riset sebagai dasar dalam

1
pengambilan keputusan klinis seperti seorang bayi yang masih berada dalam tahap
pertumbuhan.
Evidence-Based Practice (EBP), merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam
praktik perawatan kesehatan, yang berdasarkan evidence atau fakta. Selama ini, khususnya
dalam keperawatan, seringkali ditemui praktik-praktik atau intervensi yang berdasarkan
“biasanya juga begitu”. Sebagai contoh, penerapan kompres dingin dan alkohol bath masih
sering digunakan tidak hanya oleh masyarakat awam tetapi juga oleh petugas kesehatan,
dengan asumsi dapat menurunkan suhu tubuh lebih cepat, sedangkan penelitian terbaru
mengungkapkan bahwa penggunaan kompres hangat dan teknik tepid sponge meningkatkan
efektifitas penggunaan kompres dalam menurunkan suhu tubuh.
Merubah sikap adalah sesuatu yang sangat sulit, bahkan mungkin hal yang sia-sia. Orang
tidak akan bisa merubah adat orang lain, kecuali orang-orang di dalamnya yang merubah diri
mereka sendiri. Tetapi meningkatkan kesadaran, dan masalah kesehatan di masyarakat, akan
meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Tentu pelayanan yang paling
efektif & efisien menjadi tuntutan sekaligus tantangan besar yang harus di cari problem
solving-nya.
Penggunaan evidence base dalam praktek akan menjadi dasar scientific dalam
pengambilan keputusan klinis sehingga intervensi yang diberikan dapat
dipertanggungjawabkan. Sayangnya pendekatan evidence base di Indonesia belum
berkembang termasuk penggunaan hasil riset ke dalam praktek. Tidak dapat dipungkiri bahwa
riset di Indonesia hanya untuk kebutuhan penyelesaian studi sehingga hanya menjadi
tumpukan kertas semata.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Evidance based in nursing practice ?
2. Apa saja Tingkatan Evidance Base Practice?
3. Apa yang dimaksud Evidence Based Practice dan Decicion Making?
4. Apa saja Model Implementasi Evidence Based Practice?
5. Bagaimana Pengkajian dan Alat untuk Clinical Based Evidence?
6. Bagaimana Langkah-langkah Implementasi EBP?

2
7. Bagaimana cara Pelaksanaan EBP pada keperawatan?
8. Apa saja Hambatan Pelaksanaan EBP Pada Keperawatan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep teori tentang Evidance based in nursing
practice
2. Untuk mengetahui apa saja Tingkatan Evidance Base Practice
3. Untuk mengetahui dan memahami apa itu Evidence Based Practice dan Decicion Making
4. Untuk mengetahui apa saja Model Implementasi Evidence Based Practice
5. Untuk mengetahui bagaimana Pengkajian dan Alat untuk Clinical Based Evidence
6. Untuk mengetahui Bagaimana Langkah-langkah Implementasi EBP
7. Untuk mengetahui Bagaimana cara Pelaksanaan EBP pada keperawatan
8. Untuk mengetahui Hambatan Pelaksanaan EBP Pada Keperawatan

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Evidance Base in Nursing Practice


Evidance Base Practice merupakan suatu pendekatan pemecahan masalah untuk
pengambilan keputusan dalam organisasi pelayanan kesehatan yang terintegrasi di dalamnya
adalah ilmu pengetahuan atau teori yang ada dengan pengalaman dan bukti-
bukti nyata yang baik (pasien danpraktisi). EBP dapat dipengaruh oleh faktor internal dan
ekternal serta memaksa untuk berpikir kritis dalam penerapan pelayanan secara bijaksana
terhadap pelayanan pasien individu, kelompok atau system(newhouse, dearholt, poe, pought
& white, 2005).
Clinical Based Evidence atau Evidence Based Practice (EBP) adalah tindakan yang teliti
dan bertanggung jawab dengan menggunakan bukti (berbasis bukti) yang berhubungan
dengan keahlian klinis dan nilai-nilai pasien untuk menuntun pengambilan keputusan dalam
proses perawatan (Titler, 2008). EBP merupakan salah satu perkembangan yang penting pada
dekade ini untuk membantu sebuah profesi, termasuk kedokteran, keperawatan, sosial,
psikologi, public health, konseling dan profesi kesehatan dan sosial lainnya (Briggs &
Rzepnicki, 2004; Brownson et al., 2002; Sackett et al.,2000).
Evidence Based Practice (EBP) keperawatan adalah proses untuk menentukan, menilai,
dan mengaplikasikan bukti ilmiah terbaik dari literature keperawatan maupun medis untuk
meningkatkan kualitas pelayanan pasien. Dengan kata lain, EBP merupakan salah satu
langkah empiris untuk mengetahui lebih lanjut apakah suatu penelitian dapat
diimplementasikan pada lahan praktek yang berfokus pada metode dengan critical thinking
dan menggunakan data dan penelitian yang tersedia secara maksimal.

2.2 Tingkatan Evidance Base Practice


Tingkatan evidence disebut juga dengan hierarchy evidence yang digunakan untuk
mengukur kekuatan suatu evidence dari rentang bukti terbaik sampai dengan bukti yang paling
rendah. Tingkatan evidence ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam EBP. Hirarki

4
untuk tingkatan evidence yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Penelitian dan
Kualitas(AHRQ), sering digunakan dalam keperawatan (Titler, 2010). Adapun level of
evidence tersebut adalah sebagai berikut:
1. Level 1: Evidence berasal dari systematic review atau meta-analysis dari RCTyang sesuai.
2. Level 2: Evidence berasal dari suatu penelitian RCT dengan randomisasi.
3. Level 3: Evidence berasal dari suatu penelitian RCT tanpa randomisasi.
4. Level 4: Evidence berasal dari suatu penelitian dengan desain case control dan kohort
5. Level 5: Evidence berasal dari systematic reviews dari penelitian descriptive dan qualitativ
6. Level 6: Evidence berasal dari suatu penelitian descriptive atau qualitative
7. Level 7: Evidence berasal dari suatu opini dan atau laporan dari para ahli.

Hierarki dalam penelitian ilmiah terdapat hieraraki dari tingkat kepercayaannya yang
paling rendah hingga yang paling tingi. Dibawah ini mulai dari yang paling rendah hingga
yang paling tinggi :
1. Laporan fenomena atau kejadian-kejadian yang kita temuai sehari-hari
2. Studi kasus
3. Studi lapangan atau laporan deskriptif
4. Studi percobaan tanpa penggunaan tekhnik pengambilan sampel secara acak (random)

5
5. Studi percobaan yang menggunakan setidaknya ada satu kelompok pembanding dan
menggunakan sampel secara acak
6. Systemic reviews untuk kelompok bijak bestari atau meta-analisa yaitu pengkajian
berbagai penelitian yang ada dengan tingkat kepercayaan yang tinggi

2.3 Evidence Based Practice dan Decicion Making


Melnyk & Fineout-Overholt (2011), menggambarkan keterkaitan antara evidence based
practice dengan proses decision making yang digambarkan dalam kerangka sebagai berikut :

Clinical expertise (i.E. External


evidence generated from outcomes
management or quality
improvement projects, a thorough
patient assessment, and evaluation,
Evidence from and use of available resources
research, evidence
based theories,
opinion leaders, and Patient preferences
expert panels and values

Evidence Based
Clinical Decisoin
Making

Penerapan hasil temuan penelitian keperawatan juga dipengaruhi oleh suatu kerangka
pemikiran atau model yang digunakan sebagai acuan. Salah satunya adalah model Evidence-
Based Clinical Decisions yang dikembangkan dalam membuat suatu keputusan klinis terkait
tindakan atau terapi yang akan diberikan pada pasien, terdapat tiga hal yang dapat dijadikan
sumber yaitu: clinical expertise, resources, research evidench dan patients preferences
(Haynes, Sackett, Gray, Cook, & Guyatt, 1996; Dicenso, Cullum, & Ciliska, 1998). Hal ini
dapat digambarkan sebagai berikut:

6
Dari gambar di atas, dapat diungkapkan bahwa pasien tetap memiliki pilihan dan
kesukaan masing-masing terhadap tindakan yang akan dilakukan pada dirinya. Pasien
memiliki hak untuk memilih pengobatan alternative, menolak pengobatan, menyiapkan surat
wasiat terlebih dahulu, dan mencari pendapat dari pihak lain (Dicenso et al.,1998). Saat ini,
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi juga memungkinkan pasien untuk
mencari informasi terkait tindakan dan terapi pengobatan tersebut secara mandiri melalui
akses yang terbuka sangat lebar dan luas.

2.4 Model Implementasi Evidence Based Practice


A. Model Settler
Merupakan seperangkat perlengkapan/media penelitian untuk meningkatkan
penerapan Evidence based. 5 langkah dalam Model Settler:
Fase 1 : Persiapan
Fase 2 : Validasi
Fase 3 : Perbandingan evaluasi dan pengambilan keputusan
Fase 4 : Translasi dan aplikasi
Fase 5 : Evaluasi

7
B. Model IOWA Model of Evidence Based Practice to Promote Quality Care
Model EBP IOWA dikembangkan oleh Marita G. Titler, PhD, RN, FAAN. Model
IOWA diawali dari pemicu/masalah. Pemicu/masalaih ini sebagai fokus ataupun fokus
masalah. Jika masalah mengenai prioritas dari suatu organisasi, tim segera dibentuk.Tim
terdiri dari stakeholders, klinisian, staf perawat, dan tenaga kesehatan lain yang dirasakan
penting untuk dilibatakan dalam EBP. Langkah selanjutnya adalah mensintesis EBP.
Perubahan terjadi dan dilakukan jika terdapat cukup bukti yang mendukung untuk
terjadinya perubahan. Kemudian dilakukan evaluasi dan diikuti dengan diseminasi (Jones
& Bartlett, 2004; Bernadette Mazurek Melnyk, 2011). Pendekatan EBP model IOWA
dari perspektif organisasi dan menggunakan berbagai evidence dengan fokus
padaevaluasidan menerapkan EBP untuk meningkatkan proses perawatan (Eizenberg,
2010).
Model IOWA menyoroti pentingnya mempertimbangkan seluruh sistem pelayanan
kesehatan mulai dari pemberi layanan, pasien, dan infrastruktur lainnya menggunakan
riset dalam pedoman pengambilan keputusan klinik. Model Iowa ini, penting sekali untuk
perawat klinik mempertimbangkan apakah masalah yang telah diidentifikasi merupakan
prioritas untuk ruangan/instansi.

C. Model Konseptual Rosswurm & Larrabee


Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change yang terdiri
dari 6 langkah yang di jelaskan di bawah ini:
1. Tahap1 :
a. Mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis
b. Temasuk stakeholders
c. Mengumpulkan internall data tentang praktek saat ini
d. Membandingkan data eksternal dengan data internal
e. Identifikasi problem
f. Hubungkan problem, intervensi dan outcomes
2. Tahap 2 :
a. Tentukan evidence terbaik
b. Identifikasi tipe dan sumber evidence

8
c. Review konsep penelitian
d. Rencana pencarian
e. Melakuan pencarian
3. Tahap 3 :
a. Kritikal analisis evidence
b. Critical appraisal dan pembobotan evidence
c. Sintesis evidence terbaik
d. Kaji feasibility, benefits dan resiko terhadap pasien.
4. Tahap 4 :
a. Design perubahan dalam praktek
b. Ajukan peoposal perubahan
c. Identifikasi sumber kebutuhan
d. Design evaluasi untuk percobaan
e. Design rencana implementai
5. Langkah 5 :
a. Implementasi dan evaluasi perubahan
b. Implementasi percobaan
c. Evaluasi proses, outcomes dan pembiayaan
d. Kembangkan kesimpulan dan rekomendai
6. Tahap 6 :
a. Integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek
b. Komunikasikan perubahan kepada setia stakeholder
c. Integrasikan sebagai SOP
d. Monitoring proses dan outcomes secara periodik
e. Kolaborasikan dan desimenasikan project
Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based Nursing ke lahan praktek
harus memperhatikan latar belakang teori yang ada, kevalidan dan kereliabilitasan metode
yang digunakan, serta penggunaan nomenklatur yang standar. Model ini adalah revisi dari
model dari Rosswurm dan Laarabee (1999) dengan merevisi langkah-langkahnya
sehingga lebih sitematik. Model ini dikembangkan oleh pengalaman dari Laarrabee
dengan mendidik dan membimbing terhadap perawat didalam mengaplikasikan model ini

9
di West Virginia University Hospital dan prioritas pengalaman dengan
mengajar/mengajar dan membimbing perawat didalam perbaikan kualitas (Bernadette
Mazurek Melnyk, 2011).

2.5 Pengkajian dan Alat untuk Clinical Based Evidence


Penerapan konsep praktek klinis berbasis bukti menandai pergeseran dari pelayanan
tradisional menjadi pelayanan kesehatan professional yang dalam pelaksanaannya berdasar
pada pendapat dari otoritas, data, studi klinis yang relevan, dan penelitian. Terdapat beberapa
kemampuan dasar yang harus dimiliki tenaga kesehatan professional untuk dapat menerapkan
praktek klinis berbasis bukti, yaitu :
1. Mengindentifikasi gap/kesenjangan antara teori dan praktek
2. Memformulasikan pertanyaan klinis yang relevan
3. Melakukan pencarian literature yang efisien
4. Mengaplikasikan peran dari bukti, termasuk tingkatan/hierarki dari bukti tersebut untuk
menentukan tingkat validitasnya,
5. Mengaplikasikan temuan literature pada masalah pasien, dan
6. Mengerti dan memahami keterkaitan antara nilai dan budaya pasien dapat mempengaruhi
keseimbangan antara potensial keuntungan dan kerugian dari pilihan manajemen/terapi
(Jette et al., 2003).
Dalam penerapan praktek klinis berbasis bukti, perlu adanya beberapa pengkajian awal,
diantaranya kesiapan; kepercayaan; sikap; pengetahuan; dan perilaku terhadap EBP, hingga
implementasi dari EBP sendiri. Beberapa instrument telah dikembangkan untuk membantu
mengkaji hal-hal tersebut.Kesiapan implementasi dapat dikaji menggunakan Organizational
Culture and Readiness for System-Wide Implementation of EBP (OCRSIEP).Instrument ini
dikembangkan oleh Fineout-Overholt and Melnyk tahun 2006, terdiri dari 25 item yang diukur
dengan 5 point skala Likert. Semakin tinggi total skor yang didapat, menunjukkan semakin
tinggi pula kesiapan organisasi tersebut dalam implementasi EBP. Koefisien alpha
Cronbach’s berada pada rentang 0.93 – 0.94 (Wallen & Mitchell, 2011).
Instrument lain yaitu EBP Beliefs Scale (EBPB) yang dikembangkan oleh Fineout-
Overholt and Melnyk tahun 2003, terdiri dari 16 item yang diukur dengan 5 point skala Likert
dengan rentang sangat tidak setuju (1) sampai sangat setuju (5). Terdapat dua item yang terdiri

10
dari pernyataan negatif. Semakin tinggi total skor yang didapat, menunjukkan semakin tinggi
pula kepercayaan/keyakinan dan kemampuan seseorang untuk mengimplementasikan EBP
dan koefisien alpha Cronbach’s berada pada rentang 0.90 – 0.92 (Wallen & Mitchell, 2011).
Implementasi dari EBP pun dapat dikaji pelaksanaannya, yaitu dengan menggunakan
EBP Implementation Scale (EBPI) yang juga dikembangkan oleh Fineout-Overholt and
Melnyk tahun 2003, terdiri dari 18 item.Pada tiap item mengindikasikan seberapa sering
individu tersebut menggunakan EBP dalam waktu 8 minggu. Respon mulai dari tidak pernah
sama sekali dalam 8 minggu sampai lebih dari 8 kali dalam 8 minggu dengan koefisien alpha
Cronbach’s berada pada rentang 0.92 – 0.94 (Wallen & Mitchell, 2011).

2.6 Langkah-langkah Implementasi EBP


Terdapat tujuh langkah yang harus dilewati ketika akan mengimplementasikan suatu
Evidence Based Practice yaitu (Melnyk & Fineout-Overholt, 2011):
1. Menumbuhkan semangat terhadap penelitian
Sebelum memulai dalam tahapan yang sebenarnya didalam EBP, harus ditumbuhkan
semangat dalam penelitian sehingga klinikan akan lebih nyaman dan tertarik mengenai
pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan perawatan pasien.
2. Merumuskan pertanyaan klinis dalam format PICOT
Pertanyaan klinis dalam format PICOT untuk menghasilkan evidence yang lebih baik
dan relevan.
P : Patient Population (kelompok / populasi pasien)
I : Intervention or Issue of Interest (intervensi atau issue yang menarik)
C : Comparison intervention of group (perbandingan intervensi didalam populasi)
O : Outcome (tujuan)
T : Time frame (waktu)
Format PICOT menyediakan kerangka kerja yang efisien untuk mencari data base
elektronik, yang dirancang untuk mengambil hanya artikel; artikel yang relevan dengan
pertanyaan klinis. Menggunakan skenario kasus pada waktu respon cepat sebagai contoh, cara
untuk membingkai pertanyaan tentang apakah penggunaan waktu tersebut akan
menghasilkan hasil yang positif akan menjadi: “Di rumah sakit perawatan akut
(populasi pasien), bagaimana memiliki time respon

11
cepat (intervensi) dibandingkan dengan tidak memiliki time respon cepat
(perbandingan) mempengaruhi jumlah serangan jantung (hasil)selama periode tiga bulan
(waktu)? “
3. Mencari dan mengumpulkan literatur evidence yang berhubungan
Mencari evidence yang baik adalah langkah pertama didalam penelitian, untuk
menjawab pertanyaan tindakan dengan melakukan systematic reviews dengan
mempertimbangkan level kekuatan dari evidence yang digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan (Guyatt & Rennie, 2002). Melakukan telaah atau penilaian kritis
terhadap evidence. Langkah ini merupakan langkah vital, didalamnya termasuk penilaian
kritis terhadap evidence. Kegiatannya meliputi evaluasi kekuatan dari evidence tersebut,
yaitu tentangkevalidan dan kegeneralisasiannya.
4. Melakukan telaah atau penilaian kritis terhadap evidence
Langkah ini merupakan langkah vital, didalamnya termasuk penilaian kritis terhadap
evidence. Kegiatannya meliputi evaluasi kekuatan dari evidence tersebut, yaitu tentang
kevalidan dan kegeneralisasiannya
5. Mengintegrasikan evidence terbaik dengan pengalaman klinis dan rujukan serta nilai-nilai
pasien didalam pengambilan keputusan atau perubahan.
Konsumen dari jasa pelayanan kesehatan menginginkan turut serta dalam proses
pengambilan keputusan klinis dan hal tersebut merupakan tanggung jawab etik dari
pemberi pelayanan kesehatan dengan melibatkan pasien didalam pengambilan
keputusan terhadap tindakan (Melnyk & Fineout-Overholt, 2005).
6. Mengevaluasi tujuan di dalam keputusan praktis berdasarkan evidence
Pada tahap ini dievaluasi EBP yang dipakai, bagaimana atau sejauh mana perubahan
yang dilakukan berefek terhadap tujuan pasien atau apakah efektif pengambilan
keputusan yang dilakukan.
7. Menyebarluaskan tujuan EBP atau perubahan
Sangat penting menyebarluaskan EBP baik yang sesuai ataupun yang tidak sesuai,
dengan cara melakukan oral atau poster presentation diwilayah local, regional, nasional
atau internasional.

12
2.7 Pelaksanaan EBP pada keperawatan
1. Mengakui status atau arah praktek dan yakin bahwa pemberian perawatan berdasarkan
fakta terbaik akan meningkatkan hasil perawatan klien.
2. Implementasi hanya akan sukses bila perawat menggunakan dan mendukung “pemberian
perawatan berdasarkan fakta”.
3. Evaluasi penampilan klinik senantiasa dilakukan perawat dalam penggunaan EBP.
4. Praktek berdasarkan fakta berperan penting dalam perawatan kesehatan.
5. Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas praktek, penggunaan
biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan.
6. Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan diikuti dengan evaluasi yang
berkelanjutan.
7. Perawat membutuhkan peran dari fakta untuk meningkatkan intuisi, observasi pada klien
dan bagaimana respon terhadap intervensi yang diberikan. Dalam tindakan diharapkan
perawat memperhatikan etnik, sex, usia, kultur dan status kesehatan.

2.8 Hambatan Pelaksanaan EBP Pada Keperawatan


1. Berkaitan dengan penggunaan waktu.
2. Akses terhadap jurnal dan artikel.
3. Keterampilan untuk mencari.
4. Keterampilan dalam melakukan kritik riset.
5. Kurang paham atau kurang mengerti.
6. Kurangnya kemampuan penguasaan bahasa untuk penggunaan hasil-hasil riset.
7. Salah pengertian tentang proses.
8. Kualitas dari fakta yang ditemukan.
9. Pentingnya pemahaman lebih lanjut tentang bagaimana untuk menggunakan literatur
hasil penemuan untuk intervensi praktek yang terbaik untuk diterapkan pada klien.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan konsep Evidence Based Practice di atas, dapat disimpulkan
bahwa ada 3 faktor yang seacara garis besar menenentukan tercapainya pelaksanaan praktek
keperawatan yang lebih baik yaitu, penelitian yang dilakukan berdasarkan fenomena yang
terjadi di kaitkan dengan teori yang telah ada, pengalaman klinis terhadap sustu kasus, dan
pengalaman pribadi yang bersumber dari pasien. Dengan memperhatikan factor-faktor
tersebut, maka di harapkan pelaksanaan pemeberian pelayanan kesehatan khususnya
pemberian asuhan keperawatan dapat di tingkatkan terutama dalam hal peningkatan pelayanan
kesehatan atau keperawatan, pengurangan biaya (cost effective) dan peningkatan kepuasan
pasien atas pelayanan yang diberikan. Namun dalam pelaksanaan penerapan Evidence Based
Practice ini sendiri tidaklah mudah, hambatan utama dalam pelaksanaannya yaitu kurangnya
pemahaman dan kurangnya referensi yang dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan
penerapan EBP itu sendiri.

3.2 Saran
Dalam pemberian pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang baik, serta
mengambil keputusan yang bersifat klinis hendaknya mengacu pada SPO yang dibuat
berdasarkan teori-teori dan penelitian terkini. Evidence Based Practice dapat menjadi
panduan dalam menentukan atau membuat SPO yang memiliki landasan berdasarkan teori,
penelitian, serta pengalaman klinis baik oleh petugas kesehatan maupun pasien.

14

Anda mungkin juga menyukai