PENDAHULUAN
1
kemudian dimasukkan ke dalam polybag ukuran 18 cm x 35 cm untuk
selanjutnya dipadatkan dan berat satu baglog adalah 1200gr.
Dalam proses budidaya jamur tiram adalah dibutuhkannya tenaga dan
waktu yang lebih banyak dalam proses pengepresan baglog. Media baglog
harus dibuat sepadat mungkin karena media yang padat memiliki
kemampuan untuk menyimpan air yang bagus, selain itu usia baglog
juga akan lebih awet. Namun pada umumnya para pengusaha/pembudidaya
jamur tiram masih mengunakan tenaga manusia untuk memasukan bahan
kedalam polibag. Hal tersebut kurang efektif, disamping hasilnya yang
kurang bagus proses memasukannya pun membutuhkan waktu yang lama
Hal tersebut akan mempengaruhi kualitas dan jumlah produksi yang
dihasilkan. Dilain pihak permintaan pasar untuk jamur tiram semakin hari
semakin meningkat. Untuk mengatasi hal tersebut maka dalam proses
pembuatan baglog jamur dibutuhkan alat press yang dapat menghasilkan
baglog jamur yang berkualitas dengan jumlah produksi yang banyak dan
dalam waktu yang singkat. Terkait dengan kendala di atas, peneliti akan
merancang mesin press baglog jamur tiram untuk meningkatkan jumlah
produksi dan meningkatkan kualitas baglog. Dengan demikian diharapkan
hasil produksi jamur akan meningkat dan kebutuhan konsumen dapat
terpenuhi.
2
pembahasan hanya dilakukan pada bagian pokok dalam perencanaan alat
ini. Untuk mempelajari ruang lingkupnya penulis membatasinya sebagai
berikut:
1. Merancang peralatan untuk pengepresan baglog.
2. Perhitungan gaya tekan pada alat press baglog.
3. Perhitungan kekuatan rangka.
1.4. Tujuan
3
4. BAB IV DESAIN ALAT, PERHITUNGAN & PROSES PEMBUATAN
Bab ini berisikan tentang desain alat, analisa perhitungan proses
pembuatan pada alat pengepres serbuk kayu sebagai media tanam jamur
tiram.
5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan tentang kesimpulan isi laporan dan saran-saran yang
sifatnya membangun agar dapat memperbaiki kekurangan yang ada.
4
BAB II
STUDI LITERATUR
Saat ini jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dapat ditemukan dimana-
mana, mulai di pasar, supermarkat dan restoran(Firmansyah,2001). Jamur jenis ini
merupakan salah satu bahan makanan non kolesterol yang bergizi tinggi. Dari
hasil penelitian Meitasari dan Mursidah (2011), jamur mengandung rata-rata 14-
35% protein, kalorisebesar 100kj/100g dan 72% lemaknya tidak jenuh. Sejalan
dengan hal tersebut, industri jamur saat ini juga dapat dengan mudah di jumpai.
Budidaya dilakukan dengan menggunakan media tanam (Baglog). Meningkatnya
permintaan jamur tiram membawa angin segar bagi para petani, sehingga antusias
petani terhadap budidaya jamur juga meningkat. Hal ini selain akibat permintaan
jamur yang terus meningkat juga di sebabkan oleh teknik budidayanya jamur yang
cukup sederhana. Kelebihan budidaya jamur tiram di banding tanaman lainnya
adalah masa tanamnya tidak mengenal musim(sepanjang tahun), mudah cara
budidayanya, tidak memerlukan lahan yang luas, bahan bakunya mudah diperoleh,
minimnya resiko kegagalan karena minimnya hama/penyakit, masa panen 7-8 kali
dalam setahun dan dapat menghasilkan keuntungan setiap saat(Indrawanto,
2013). Jamur tiram dapat dibudidayakan pada media serbuk yang di kemas dalam
kantong (bag) yang berbentuk gelondongan (log) sehingga media tanam jamur
sering disebut dengan Baglog.
Untuk membudidayakan jamur tiram diperlukan media tanam (baglog) yang
berkualitas. Syarat media tanam jamur yang berkualitas secara biologis adalah
harus dapat memenuhi semua kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh jamur untuk
pertumbuhannya. Bahan baku media tumbuh jamur tiram umumnya adalah serbuk
gergaji kayu. Bahan media tersebut mudah diperoleh, harganya sangat murah
(dalam bentuk limbah), dan mudah dibentuk. Serbuk kayu gergaji ini sebelum
digunakan ditambah bahan pelengkap (formulasi pencampuran) dimasukkan
dalam kantong plastik (baglog) yang kemudian dipadatkan (Suprapti, 2004).
Pemadatan atau pengepresan media tanam bertujuan untuk memperoleh
volume media yang lebih padat, dan seragam sehingga kemampuan penyerap air
5
bertambah dan dapat memperpanjang masa panen. Media yang tidak padat akan
mengakibatkan kandungan nutrisi dalam beberapa bagian media beragam. Hal ini
akan menyebabkan pertumbuhan miselium yang tidak merata bahkan bila tumbuh
bentuk morfologi jamur kurang baik, akibatnya kuantitas dan kualitas jamur
rendah(Isnawan, 2003).
Berdasarkan gambaran kondisi permasalahan mitra kelompok tani inilah maka
Program Kreatif Petani ini, penulis memberikan salah satu solusi untuk mengatasi
permasalahan dalam hal permbuatan baglog jamur. Solusi ini berupa rancang
bangun alat pengepres baglog jamur. Pada proses pembudidayaan jamur di
kelompok usaha budidaya jamur didesa Sringin, Kecamatan Jumantono,
Kabupaten Karanganyar. Dengan pengepresan baglog jamur diharapkan proses
produksi jamur menjadi meningkat serta meminimalisir waktu produksi karena
kebutuhan jamur yang semakin meningkat dapat meningkatkan potensi di daerah
untuk dapat memenuhi kebutuhan jamur. Bahkan dapat mengirim jamur ke daerah
lain atau diekspor. Potensi yang dapat dikembangkan dengan peningkatan
produktivitas pembuatan baglog jamur secara otomatis adalah peningkatan
produktivitas jamur, pemenuhan kebutuhan jamur di Kabupaten Karanganyar dan
tentunya peningkatan kesejahteraan petani jamur.
Analisis kebutuhan alat pengepresan baglog dilakukan melalui survey lokasi
pembuatan baglog di Desa Sringin, Kecamatan Jumantono, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah. Dari hasil survey dan wawancara dengan para petani
pembuat baglog didapatkan kebutuhan yang dipenuhi yang bagaimana membuat
pengepresan baglog jamur. Setelah analisis kebutuhan, selanjutnya dilakukan
tahap perancangan alat. Dari hasil perancangan diidentifikasi komponen-
komponen yang digunakan dalam desain alat pembuat baglog. Langkah
selanjutnya setelah perancangan alat adalah pembuatan alat. Setelah alat pengujian
sudah jadi selanjutnya pengujian alat dilakukan menentukan kehandalan dari alat
yang sudah dirancang tersebut. Dalam tahap ini pengujian dilakukan guna
mengetahui waktu kerja dan ketahanan maksimal dari alat serta alat ketika
melakukan produksi. Setelah alat di ujicoba dan menunjukkan kinerja yang baik,
tahap selanjutnya adalah implementasi. Implementasi dimaksudkan untuk
6
memberi contoh kepada kelompok petani lain agar kedepannya dapat
mengembangkan peralatan ini.
Berdasarkan posisi atau kedudukan beban, titik tumpu, dan titik kuasa, ada 3
golongan pengungkit yaitu:
a.Pengungkit golongan pertama
7
Pada pengungkit golongan pertama, kedua titik tumou terletak diantara beban
dan kuasa. Dalam hal ini, lengan kuasa lebih panjang dari pada lengan beban, oleh
karena itu keuntungan mekanisme yang diperoleh lebih banyak. Beban dan usaha
pada pengungkit golongan pertama ini mempunyai arah yang sama yaitu
mengarah kebawah.
b.Pengungkit golongan kedua
Pengungkit golongan kedua, letak titik bebannya terletak diantara titik tumpu
dan kuasa. Sama seperti pengungkit golongan pertama, pengungkit golongan
kedua lenganusaha lebih panjang daripada lengan beban, oleh karena itu
keuntungan mekanisme yang diperoleh lebih banyak. Beban dan usaha pada
pengungkit golongan kedua ini mempunyai arah yang berlawanan yaitu beban
mengarah kebawah dan usaha mengarah keatas.
c. Pengungkit golongan ketiga
Pengungkit golongan ketiga ini letak titik kuasa terletak diantara titik tumou
dan titik beban. Pada pengungkit golongan ketiga lengan usaha lebih pendek
daripada lengan beban. Sama seperti pengungkit golongan kedua, beban dan usaha
pada pengungkit golongan ketiga ini mempunyai arah yang berlawanan yaitu
beban mengarah kebawah dan usaha mengarah keatas.