Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena tanpa
kesehatan manusia sulit untuk menjalankan aktivitas. Menurut Undang Undang No 36 tahun
2009 tentang kesehatan, kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik,mental,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup untuk produktif secara sosial
dan ekonomis. Berdasarkan Undang Undang No. 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa,
kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja, secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi pada
komunitasnya.Sedangkan menurut American Nurses Association (ANA) tentang keperawatan
jiwa, keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan
ilmu dan tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik
dalam meningkatkan, mempertahankan, serta memulihkan kesehatan mental klien dan
kesehatan mental masyarakat dimana klien berada. Selain keterampilan teknik dan alat klinik,
perawat juga berfokus pada proses terapeutik menggunakan diri sendiri (use self therapeutic)
(Kusumawati F dan Hartono Y, 2010).
Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1.7 per mil. Gangguan jiwa
berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa Tengah. Proporsi
Rumah Tangga (RT) yang pernah memasung Anggota Rumah Tangga (ART) gangguan jiwa
berat 14,3 % dan terbanyak pada penduduk yang tinggal di pedesaan (18,2%), serta pada
kelompok yang penduduk dengan kuintal indeks kepemilihan terbawah (19,5%). Prevalensi
gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6,0 %. Provinsi dengan pravalensi
gangguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat,
Di Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur (Kemenkes RI, 2013). Salah satu bentuk dari
gangguan kesehatan jiwa adalah Skizofrenia. Skizofrenia. merupakan suatu penyakit otak
persisten dan serius dan mengakibatkan perilaku psikologi, pemikiran konkrit, dan kesulitan
dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecah masalah, menurut
Gail W. Stuart (2007). Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berupa perubahan pada
psikomotor, kemauan, afek emosi dan persepsi. Akibat dari gejala yang muncul, timbul
masalah masalah bagi klien meliputi, kurang perawatan diri, resiko menciderai diri dan orang
lain, menarik diri, dan harga diri rendah (Townsend, 1998).

1
Perkembangan jaman menurut kehidupan maniusia semakin modern, begitu juga
semakin bertambahnya stressor psikososial akibat budaya masyarakat modern yang
cenderung lebih sekuler, hal ini dapat menyebabkan manusia semakin sulit menghadapi
tekanan-tekanan hidup yang datang. Kondisi kritis ini juga membaw dampak terhadap
peningkatan kualitas maupun kuantitas penyakit mental-emosional manusia. Sebagai akibat
maka akan timbul gangguan jiwa khususnya pada ganggguan isolasi sosial: Menarik diri
dalam tingkat ringan ataupun berat yang memerlukan penanganan dirumah sakit baik
dirumah sakit jiwa atau diunit perawatan jiwa dirumah sakit umum(Nurjannah, 2005).
Menurut Dermawan dan Rusdi (2013), Isolasi sosial: Menarik diri adalah keadaan
dimana seseorang mengalami atau tidak mampu berintraksi dengan orang lain disekitarnya.
Klien mungkin merasa ditolak,tidak diterima, kesepian dan tidak mampu menbina hubungan
yang berarti dengan orang lain. Berdasarkan hasil pencatatan Rekam Medik (RM) Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada bulan Januari dan Februari 2015, ditemukan masalah
keperawatan pada klien rawat inap dan rawat jalan yaitu Halusinasi mencapai 5.077klien,
Risiko Prilaku Kekerasan 4.074 klien, Defisit perawatan Diri 1.634 klien, Isolasi Sosial 1.617
klien, Harga Diri Rendah 1.087 klien dan Waham 363 klien.
Data diatas tersebut didapatkan masalah isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa daerah
Surakarta menempati posisi ke empat dan perawat bertanggung jawab dalam meningkatkan
derajat kemampuan jiwa klien seperti meningkatkan percaya diri klien dan mengajarkan
untuk berinteraksi dengan orang lain. Memberikan pengertian tentang kerugian menyendiri
dan keuntungan dari berinteraksi dengan orang lain sehingga diharapkan mampu terjadi
peningkatan interaksi pada klien. Berdasarkan hal tersebut saya selaku penulis tertarik untuk
mengangkat masalah isolasi sosial: Menarik diri menjadi masalah keperawatan utama dalam
pembuatan Karya Tulis Ilmiah, dan sekaligus ingin mengetahui sejauh mana dalam proses
keperawata isolasi sosial tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Isolasi Sosial?
2. Apa etiologi dari Isolasi Sosial?
3. Apa manifestasi klinis dariIsolasi Sosial?
4. Apa saja rentang respon dari Isolasi Sosial ?
5. Bagaimana proses terjadinya Isolasi sosial ?
6. Apa saja akibat dari Isolasi Sosial ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Isolasi Sosial ?

2
8. Apa saja strategi pelaksanaan dalam mengatasi isolasi sosial ?
9. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Isolasi Sosial ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Isolasi Sosial.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Isolasi Sosial.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Isolasi Sosial.
4. Untuk mengetahui rentang respon dari Isolasi Sosial.
5. Untuk mengetahui proses terjadinya Isolasi Sosial.
6. Untuk mengetahui akibat dari Isolasi Sosial.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari perilaku kekerasan.
8. Untuk mengetahui apa saja strategi pelaksanaan dari isolasi sosial.
9. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Isolasi Sosial.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya
kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu
fungsi seseorang dalam dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000).
Isolasi sosial menurut Townsend, dalam Kusumawati F dan Hartono Y (2010) adalah
suatu keadaan kesepian yang dirasakan seseorang karena orang lain menyatakan negatif dan
mengancam. Sedangkan Menarik diri adalah usaha menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi
perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalanya (Depkes, 2006 dalam Dermawan D dan
Rusdi, 2013).
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasin merasa ditolak,
tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
disekitarnya (Keliat, 2011).
Jadi isolasi sosial Menarik diri adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang
karena merasa ditolak, tidak diterima, dan bahkan pasien tidak mampu berinteraksi untuk
membina hubungan yang berarti dengan orang lain disekitarnya.

2.2 Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan
faktor presipitasi.
1. Faktor predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah isolasi sosial yaitu:
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas tugas perkembangan yang harus
terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila tugas tersebut tidak
terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya dapat
menimbulkan suatu masalah.

4
Tabel 1.
Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal (Stuart dan
Sundeen, dalam Fitria,2009).
Masa perkembangan Tugas perkembangan
Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri

Masa prasekolah Melajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan


hati nurani

Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan berkompromi


Masa praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis
kelamin

Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara orang tua dan teman,
mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak

Masa tenga baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui

Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan


perasaan ketertarikan dengan budaya

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses,
karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman
bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih
sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa
tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan
tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di
kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
mersaa diperlakukan sebagai objek.

5
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan
terdiri dari: Universitas Sumatera Utara
a) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun
psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan
rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya
dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam
mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan
dengan orang lain pada masa berikutnya.
b) Masa Kanak-Kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal
lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik
terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak
frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka
dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang
tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya,
maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk
sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan
orang lain.
c) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis,
yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman
sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berartu hubungannya dengan
orang tua. Komflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan
hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada
remaja.
d) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen
antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka
terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan

6
menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda
adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
e) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya
menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru
yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap
mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak.
f) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan
orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan
tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih
dimiliki harus dapat dipertahankan.

2) Faktor komunikasi dalam keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan
dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
hubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
3) Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat menyebabkan
hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti lanjut usia,
berpenyakit kronis dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4) Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan dalam
hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi gangguan hubungan sosial
adalah otak, misalnya pada klien skizfrenia yang mengalami masalah dalam hubungan
memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan
bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.

7
2. Faktor Presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial juga dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokan
sebagai berikut:
1) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor
sosial budaya seperti keluarga.
2) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat kecemasan atau
ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan
individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau tidak terpenuhi kebutuhan individu.

2.3 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial: menarik diri menurut
Dermawan D dan Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:
a. Gejala Subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respon verbal kurang atau singkat
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Klien merasa ditolak
b. Gejala Objektif
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Tidak mengikuti kegiatan
3) Banyak berdiam diri di kamar
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6) Kontak mata kurang
7) Kurang spontan

8
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
9) Ekpresi wajah kurang berseri
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11) Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13) Memasukan makanan dan minuman terganggu
14) Retensi urine dan feses
15) Aktifitas menurun
16) Kurang energi (tenaga)
17) Rendah diri
18) Postur tubuh berubah,misalnya sikap fetus/janin (khusunya pada posisi tidur)

2.4 Rentang Respon


Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa manusia
adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina
hubungan interpersonal yang positif. Individu juga harus membina saling tergantung yang
merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan.
Respon adaptif ---- Respon maladaptif
Menyendiri kesepian narcisme
Otonomi menarik diri impulsif
Bekerja sama ketergantungan manipulasi
Interdependen

Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum berlaku dan lazim
dilakukan oleh semua orang.. respon ini meliputi:
a. Solitude (menyendiri)
Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di
lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya.
b. Otonomi
Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan
dalam berhubungan sosial.

9
c. Mutualisme (bekerja sama)
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling
memberi dan menerima.
d. Interdependen (saling ketergantungan)
Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam rangka
membina hubungan interpersonal.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang


menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum berlaku dan tidak
lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini meliputi:
a. Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari lingkungannya,
merasa takut dan cemas.

b. Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina hubungan dengan
orang lain.

c. Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu gagal mengembangkan rasa


percaya diri akan kemampuannya. Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain
diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan
individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.

d. Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek, hubungan terpusat
pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri
sendiri.

e. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman dan tidak dapat diandalkan.

f. Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu berusaha untuk
mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus menerus, sikapnya egosentris,
pencemburu, dan marah jika orang lain tidak mendukungnya. (Trimelia, 2011: 9)

2.5 Proses Terjadinya Isolasi Sosial


Individu yang mengalami Isolasi Sosial sering kali beranggapan bahwa sumber/penyebab
Isolasi sosial itu berasal dari lingkunganya. Padahalnya rangsangan primer adalah kebutuhan
perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan rasa bersalah,

10
marah, sepi dan takut dengan orang yang dicintai, tidak dapat dikatakan segala sesuatu yang
dapat mengancam harga diri (self estreem) dan kebutuhan keluarga dapat meningkatkan
kecemasan. Untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan ansietas
diperlukan suatu mekanisme koping yang adekuat. Sumber-sumber koping meliputi ekonomi,
kemampuan menyelesaikan masalah, tekhnik pertahanan, dukungan sosial dan motivasi.
Sumber koping sebagai model ekonomi dapat membantu seseorang mengintregrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil. Semua
orang walaupun terganggu prilakunya tetap mempunyai beberapa kelebihan personal yang
mungkin meliputi: aktivitas keluarga, hobi,seni, kesehatan dan perawatan diri, pekerjaan
kecerdasan dan hubungan interpersonal. Dukungan sosial dari peningkatan respon
psikofisiologis yang adaptif, motifasi berasal dari dukungan keluarga ataupun individu
sendiri sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan diri pada individu (Stuart &
Sundeen, 1998)

2.6 Akibat
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi
sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami pasien dengan latar
belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan
kecemasan.(Prabowo, 2014: 112)
Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam mengembangkan
berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri.
Pasien semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laku masa lalu
serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi
(Stuart dan Sudden dalam Dalami, dkk 2009).

2.7 Mekanisme koping


Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan
suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada
isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti, 2012: 84)
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.

b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat diterima secara
sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.

11
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya kegagalan
defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau bertentangan antara sikap
dan perilaku.

Mekanisme koping yang muncul yaitu: (Prabowo, 2014:113)


1) Perilaku curiga : regresi, represi

2) Perilaku dependen: regresi

3) Perilaku manipulatif: regresi, represi

4) Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi

2.8 Penatalaksanaan
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit
skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah: 7
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan
menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan
kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan
tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan
faal dan biokimia dalam otak.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam proses
terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan tenang,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya,
memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah,
sopan, dan jujur kepada pasien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan
aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat,
dan meningkatkan harga diri seseorang.
(Prabowo, 2014: 113)

12
A. Terapi
1. Terapi Psikofarmaka
a) Clorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat
dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang
aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek
samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom
parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik,
agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b) Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam
fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan
parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan
irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung (Andrey, 2010).
c) Trihexyphenidil ( THP )
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom
Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping
diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis (Andrey, 2010).

2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi
pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang
berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi
dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan

13
latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua,
perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada
SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk
berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008).

3. Terapi Kelompok
a) Definisi
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain,
saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia, 2001 dikutip dari
Keliat, 2005). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok
untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2008
dikutip dari Keliat, 2005). Terapi aktivitas kelompok adalah terapi yang ditujukan
kepada kelompok klien dalam melakukan kegiatan untuk menyelesaikan masalah dan
mengubah perilaku maladaptif/destruktif menjadi adaptif/ konstruksi (Keliat, 2005).
b) Tujuan dan Fungsi Kelompok
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta
mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kelompok berfungsi sebagai tempat
berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara
menyelesaikan masalah (Keliat, 2005).
c) Besar Kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya
berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart & Laraia
adalah 7-10 orang, menurut Lancester adalah 10-12 orang, sedangkan menurut Rawlins,
Williams, dan menurut Beck adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar
akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan,
pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan
interaksi yang terjadi (Keliat, 2005).
d) Lamanya Sesi
Menurut Stuart & Laraia waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi
fungsi kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi.
Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja dan

14
finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu
kali / dua kali per minggu, atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan (Keliat,
2005).
e) Jenis-Jenis Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat jenis, yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensoris, terapi aktivitas
kelompok orientasi realitas, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2005).
f) Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)
Terapi aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi ( TAKS ) adalah upaya memfasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial (Keliat, 2005).
g) Tujuan TAKS
Menurut Keliat (2005), tujuan umum TAK sosialisasi yaitu klien dapat meningkatkan
hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. Sementara, tujuan khususnya adalah:
1. Klien mampu memperkenalkan diri

2. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok

3. Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok

4. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan

5. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain

6. Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok

7. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah
dilakukan
h) Aktifitas dan Indikasi
Aktivitas TAKS dilakukan sebanyak tujuh sesi yang melatih kemampuan sosialisasi
klien (terlampir). Klien yang mempunyai indikasi TAKS adalah klien dengan gangguan
hubungan sosial berikut:
a. Klien menarik diri yang telah mulai melakukan interaksi interpersonal.

b. Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespons sesuai dengan stimulus.
i) Sesi-Sesi Dalam Pelaksanaan TAKS
Sesi pertama bertujuan agar klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan
nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi. Sesi kedua bertujuan agar klien mampu

15
berkenalan dengan anggota kelompok. Sesi ketiga bertujuan agar klien mampu bercakap-
cakap dengan anggota kelompok. Sesi keempat bertujuan agar klien mampu
menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok. Sesi kelima
bertujuan agar klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan
orang lain. Sesi keenam bertujuan agar klien mampu bekerja sama dalam permainan
sosialisasi kelompok. Sesi ketujuh bertujuan agar klien mampu menyampaikan pendapat
tentang manfaat kegiatan kelompok yang telah dilakukan.

2.8 Strategi Pelaksanaan


Isolasi Sosial (Menarik Diri)
Pertemuan : 1
SP 1 Klien : Membina hubungan saling percaya, membantu klien mengenali penyebab
isolasi sosial, membantu klien mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan
1. Orientasi

a. Salam terapeutik
“Selamat pagi ibu, perkenalkan nama saya ...(sebutkan) , saya dipanggil ...(sebutkan), saya
perawat yang akan merawat ibu pagi ini. Nama ibu siapa dan senang dipanggil siapa?“
b. Evaluasi

1) Bagaimana perasaan ibu S saat ini ?

2) Masih ingat ada kejadian apa sampai ibu S dibawa kerumah sakit ini ?

3) Apa keluhan ibu S hari ini ? Dari tadi saya perhatikan ibu S duduk menyendiri, ibu S
duduk menyendiri, ibu S tidak tampak ngobrol dengan teman-teman yang lain ? Ibu
S sudah mengenal teman-teman yang ada disini ?

c. Kontrak

1) Topik
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman ibu S ?
Juga tentang apa yang menyebabkan ibu S tidak mau ngobrol dengan teman-teman ?
2) Waktu
“ Ibu mau berapa lama bercakap-cakap ? Bagaimana kalau 15 menit.”
3) Tempat

16
“ Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang ibu S ? Bagaimana kalau
disini saja ? “
2. Fase kerja

a. Siapa saja yang tinggal satu rumah dengan ibu S ? siapa yang paling dekat dengan ibu S
? siapa yang jarang bercakap-cakap dengan ibu S ? Apa yang membuat ibu S jarang
bercakap-cakap denganya ?
b. Apa yang ibu S rasakan selama dirawat disini ? O... ibu S merasa sendirian ? Siapa saja
yang ibu S kenal diruangan ini ? O... belum ada ? Apa yang menyebabkan ibu S tidak
mempunyai teman disini dan tidak mau bergabung atau ngobrol dengan teman-teman
yang ada disini ?
c. Kalau ibu S tidak mau bergaul dengan teman-teman atau orang lain, tanda-tandanya apa
saja ? mungkin ibu S selalu menyendiri ya... terus apalagi bu... (sebutkan)
d. Ibu S tahu keuntungan kalau kita mempunyai banyak teman ? coba sebutkan apa saja ?
keuntungan dari mempunyai banyak teman itu bu S adalah... (sebutkan)
e. Nah kalau kerugian dari tidak mempunyai banyak teman ibu S tahu tidak ? coba
sebutkan apa saja ? Ya ibu S kerugian dari tidak mempunyai banyak teman adalah...
(sebutkan). Jadi banyak juga ruginya ya kalau kita tidak punya banyak teman. Kalau
begitu inginkan ibu S berkenalan dan bergaul dengan orang lain ?
f. Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain.
g. Begini lo ibu S, untuk berkenalan dengan orang lain caranya adalah : pertama kita
mengucapkan salam sambil berjabat tangan, terus bilang “ perkenalkan nama lengkap,
terus bilang “ perkenalkan nama lengkap, terus nama panggilan yang disukai, asal kita
dan hobby kita. Contohnya seperti ini “ assalamualaikum, perkenalkan nama saya
Febriana, saya lebih senang dipanggil Febri, asal saya dari Bandung dan hobby nya
membaca.
h. Selanjutnya ibu S menanyakan nama lengkap orang yang diajak kenalan, nama
panggilan yang disukai, menanyakan juga asal dan hobbynya. Contohnya seperti ini
nama ibu siapa? Senang dipanggil apa ? asalnya dari mana dan hobbynya apa ?
i. Ayo ibu S dicoba ! misalnya saya belum kenal dengan ibu S. Coba berkenalan dengan
saya ! ya bagus sekali ! coba sekali lagi bu S. Bagus sekali !
j. Setelah ibu S berkenalan dengan orang tersebut, ibu S bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan misalkan tentang cuaca, hobi, keluarga, pekerjaan
dan sebagainya

17
3. Terminasi

a. Evaluasi respon

1) Evaluasi subyektif

Bagaimana perasaan ibu S setelah berbincang-bincang tentang penyebab ibu S tidak


mau bergaul dengan orang lain dan berlatih cara berkenalan ?

2) Evaluasi obyektif
 Coba ibu S ibu sebutkan kembali penyebab ibu S tidak mau bergaul dengan orang
lain ? apa saja tanda-tandanya bu ? terus keuntungan dan kerugianya apa saja ?
 Coba ibu S sebutkan cara berkenalan dengan orang lain, yaitu... ya bagus
 Nah sekarang coba ibu S praktikkan lagi cara berkenalan dengan saya. Iya bagus
b. Kontrak

1) Topik
“ Baik bu S sekarang bincang-bincangnya sudah selesai, bagaimana kalau 2 jam lagi
sekitar jam 11 saya akan datang kesini lagi untuk melatih ibu S berkenalan dengan
perawat lain yaitu teman saya perawat N “
2) Waktu
“ ibu mau bertemu lagi jam berapa ? bagaimana kalau jam 9 ? “
3) Tempat
“ ibu mau bercakap-cakap dimana ? “

c. Rencana tindak lanjut

1) Selanjutnya ibu S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi. Sehingga ibu S
lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. Ibu S bisa praktikkan pasien pasien
lain.

2) Sekarang kita buat jadwal latihannya ya bu, berapa kali sehari ibu mau berlatih
berkenalan dengan orang lain, jam berapa saja bu ? coba tulis disini. Oh jadi mau
tiga kali ya bu.

3) Ya bagus bu S dan jangan lupa dilatih terus ya bu sesuai jadwal latihanya dan ibu S
bisa berkenalan dengan teman-teman yang ada di ruangan ini.

18
Pertemuan : 2
SP 2 Klien : Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan
orang pertama, yaitu seorang perawat )
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“ assalamualikum ibu S, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu sekarang saya datang
lagi. Ibu S masih ingatkan dengan saya ? coba siapa ? iya bagus. Tujuan saya sekarang
ini akan mengajarkan cara berkenalan dengan perawat lain.”
b. Evaluasi
1) Bagaimana perasaan ibu S saat ini ?

2) Apakah ibu S sudah hapal cara berkenalan dengan orang lain ? apakah ibu S sudah
mempraktikkannya dengan pasien lain ? bagaimana perasaan ibu S setelah
berkenalan tersebut ?

3) Coba ibu S praktikkan lagi cara berkenalan dengan saya. Ya bagus

c. Kontrak

1) Topik
“ baik sekarang kita akan berlatih berkenalan dengan orang pertama yaitu perawat
lain
2) Waktu
“ Mau berapa lama berlatihnya ? bagaiman kalau 10 menit ?”

3) Tempat
“ Dimana tempatnya ? disini saja ya. Tapi nanti kita temui perawat N di ruanganya
ya ! ”
2. Fase kerja

a. “ Ibu S, sudah tahu ya tadinya caranya berkenalan ? ya bagus ! ”

b. “ Tadi caranya bagaimana ya bu ? yang pertama dilakukan adalah... (sebutkan). Bagus


bu S .”

c. “ Sekarang kita keruangnya suster N ya.”


(Bersama-sama mendekati suster N)
d. “ Selamat pagi suster N, ini ibu S ingin berkenalan dengan suster N “

19
e. “ Baiklah ibu , sekarang ibu S bisa berkenalan dengan suster N seperti yang sudah kita
praktikkan. Ya bagus ibu S . ”

f. “ Ada lagi yang ingin ibu S tanyakan kepada suster N. Coba tanyakan tentang
keluarganya “
g. “ Kalau memang tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu S bisa sudahi perkenalan
ini. lalu ibu S bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan suster N, misalnya jam 1 siang
nanti ”
h. “ Baiklah suster N, karena ibu S sudah selesai brkenalan, saya dan ibu S akan kembali
ke ruangan ibu S. Selamat pagi (bersama-sama pasien meninggalkan ruangan suster N)

i. “ Bagaimana perasaan ibu S setelah berkenalan dengan suster N. Ibu S merasa senang ?
iya, ibu S jadi mempunyai banyak teman ya ”

3. Terminasi

a. Evaluasi respon

1) Subyektif
“ Bagaimana perasaan ibu S setelah kita berkenalan dengan suster N ”
2) Obyektif
“ coba ibu S sebutkan lagi cara berkenalanya. Ya bagus bu ”
b. Kontrak

1) Topik
“ Besok pagi kita ketemu lagi ya, kita akan berkenalan dengan orang kedua “
2) Waktu
“ Mau jam berapa bu ? Baik jam 08.00 pagi. Waktunya berpa lama ? ya 10 menit ”
3) Tempat
“ Tempatnya dimana ? Baiklah disini saja ya “
c. Rencana tindak lanjut
“ Mari sekarang kita masukan dalam jadwal kegiatan harian ibu S. Mau jam berapa bu
S berkenalan ? Bagaimana kalau tiga kali sehari / Baik jadi jam 08.00 pagi, jam 10.00 dan
jam 15. 00 sore. Jangan lupa dipraktikan terus ya bu. Dan pertahankan terus apa yang
sudah ibu S lakukan tadi. ” Jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya perkenalan
berjalan lancar. Misalnya menanyakan hobby, keluarga dan sebagainya.

20
Pertemuan : 3
SP 3 Klien : Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan
perawat dan klien lain )
1. Orientasi

a. Salam terapeutik
“ Selamat pagi ibu S, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang saya datang lagi. Ibu S
masih ingatkan dengan saya ? coba siapa ? iya bagus ”
b. Evaluasi
“ Apakah ibu S sudah hapal cara berkenalan dengan orang lain ? Apakah ibu S sudah
mempraktikkanya dengan pasien lain ? siapa saja yang yang sudah ibu S ajak
berkenalan ? coba sebutkan namanya ? iya bagus sekali ibu S sudah mempraktikanya
ya. Bagaimana perasaan ibu S setela berkenalan tersebut ”
c. Kontrak

1) Topik
“ Baik sekarang kita akan berlatih lagi berkenalan dengan 2 orang ya bu, yaitu
perawat lain dan klien lain teman ibu yang ada di ruangan ini ”
2) Waktu
“ Mau berapa lama berlatihnya bu S ? bagaimana kalau 10 menit “
3) Tempat
“ Dimana tempatnya ? disini saja ya. Tapi nanti kita temui perawat D dan klien yang
belum dikenal bu S dirumahnya ”
2. Fase kerja

a. “ Ibu S, sudah tahu ya tadinya caranya berkenalan ? ya bagus “

b. “ Tadi caranya bagaimana ya bu ? yang pertama dilakukan adalah... (sebutkan). Bagus


bu S .”

c. “ Sekarang kita keruangnya suster D ya.”


(Bersama-sama mendekati suster D)
d. “ Selamat pagi suster N, ini ibu S ingin berkenalan dengan suster D “

e. “ Baiklah ibu , sekarang ibu S bisa berkenalan dengan suster D seperti yang sudah kita
praktikkan. Ya bagus ibu S . ”

21
f. “ Ada lagi yang ingin ibu S tanyakan kepada suster D. Coba tanyakan tentang
keluarganya “
g. “ Kalau memang tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu S bisa sudahi perkenalan
ini. lalu ibu S bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan suster N, misalnya jam 1 siang
nanti ”
h. “Baiklah suster N, karena ibu S sudah selesai brkenalan, saya dan ibu S akan kembali
ke ruangan ibu S. Selamat pagi (bersama-sama pasien meninggalkan ruangan suster
N)”
i. “ Bagaimana perasaan ibu S setelah berkenalan dengan suster N. Ibu S merasa senang ?
iya, ibu S jadi mempunyai banyak teman ya ”
3. Fase terminasi

a. Evaluasi respon

1) Subyektif
“ Bagaimana perasaan ibu S setelah kita berkenalan dengan suster D dan ibu K “
2) Obyektif
“ Coba ibu S sebutkan lagi cara berkenalanya. Ya bagus bu, jadi sekarang teman ibu
S sudah berapa ? namanya siapa saja ? iya bagus sekali bu S ”
b. Kontrak

1) Topik
“ Besok pagi pagi kita ketemu lagi ya, kita akan berkenalan dengan dua orang atau
lebih “
2) Waktu
“ Mau jam berapa bu ? Bik jam 08.00 pagi. Waktunya berapa lama ? ya 10 menit “
3) Tempat
“ Tempatnya dimana ? Baiklah disini saja ya “
c. Rencana tindak lanjut
“ Mari sekarang kita masukan dalam jadwal kegiatan harian ibu S. Mau jam berapa bu
S berkenalan lagi ? Bagaimana kalau tiga kali sehari ? Baik jadi jam 09.00 pagi, jam 11.00
dan jam 16.00 sore. Jangan lupa dipraktikkan terus ya bu. Dan pertahankan terus apa yang
sudah ibu S lakukan tadi. “Jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya perkenalan
berjalan lancar. Misalnya menanyakan hobby, keluarga dan sebagainya.

22
Pertemuan : 4
SP 4 klien : Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan 2
orang atau lebih / kelompok)
1. Orientasi

a. Salam terapeutik
“ Assalamualaikum ibu S, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang saya datang lagi.
Ibu S masih ingatkah dengan saya ? coba siapa ? iya bagus, tujuan saya sekarang ini
akan mengajarkan cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih teman ibu S yang ada
diruangan ini “
b. Evaluasi
“ Bagaimana perasaaan ibu S saat ini ”
“ Apakah ibu S sudah hapal cara berkenalan dengan orang lain ? Apakah ibu S sudah
mempraktikanya dengan pasien lain ? siapa saja yang sudah ibu S ajak berkenalan ?
coba sebutkan namanya ? iya bagus sekali ibu S sudah mempraktikkanya ya. Bagaiman
perasaan ibu S setelah berkenalan tersebut ? ”
c. Kontrak
“ Baik sekarang kita akan berlatih lagi berkenalan dengan 2 orang atau lebih ya bu,
yaitu teman-teman ibu yang ada di ruangan ini ”
“ Mau berapa lama berlatihnya bu S ? Bagaimana kalau 10 menit “
“ Dimana tempatnya ? Disini saja ya. Tapi nanti kita temui teman-teman ibu yang
belum dikenal bu S diruangan ini ya bu ”
2. Fase kerja

a. “ Ibu S, sudah tahu ya tadinya caranya berkenalan ? ya bagus ”

b. “ Tadi caranya bagaimana ya bu ? yang pertama dilakukan adalah...(sebutkan) Bagus


bu S

c. “ Sekarang kita hampiri teman-teman ibu yang sedang duduk disana ya. (Bersama-sama
mendekati klien lain yang sedang duduk menonton televisi “

d. “ Selamat pagi ibu-ibu, ini ibu S ingin berkenalan dengan ibu-ibu disini ”

e. “ Baiklah ibu S, sekarang ibu S bisa berkenalan dengan ibu-ibu disini semuanya seperti
yang sudah kita praktikkan. Ya bagis ibu S ”

23
f. “ Ada lagi yang lain ibu S tanyakan kepada teman-teman ibu. Coba tanyakan tentang
keluarganya ”
g. “ Kalau memang tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu S bisa sudahi perkenalan
ini. Lalu ibu S bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan teman-teman semua, misalnya
jam 1 siang nanti ”
h. “ Baiklah ibu-ibu, karena ibu S sudah selesai berkenalan, saya dan ibu S akan kembali
ke ruangan ibu S. Selamat pagi (bersama-sama pasien meninggalkan ibu-ibu) ”
i. “ Bagaimana persaan ibu S setelah berkenalan dengan teman-teman semua. Ibu S
merasa senang ? iya, ibu S jadi mempunyai banyak teman ya ”
3. Fase Terminasi

a. Evaluasi respon

1) Subyektif
“ Bagaimana perasaan ibu S setelah kita berkenalan dengan suster D dan ibu K ”
2) Obyektif
“ Coba ibu S sebutkan lagi cara berkenalanya. Ya bagus bu, jadi sekarang teman ibu
S sudah berapa ? namanya siapa saja ? iya bagus sekali bu S ”
b. Kontrak

1) Topik
“ Besok pagi kita ketemu lagi ya bu, saya akan menjelaskan manfaat obat yang ibu S
minum selama ini ”
2) Waktu
“ Mau jam berapa bu ? Baik jam 08.00 pagi. Waktunya berapa lama ? ya 10 menit ”
3) Tempat
“ Tempatnya dimana ? Baiklah disini saja ya ”
c. Rencana tindak lanjut
“ Mari sekarang kita masukan dalam jadwal kegiatan harian ibu S. Mau jam berapa bu
S berkenalan lagi ? Bagaimana kalau tiga kali sehari ? Baik jadi jam 09.00 pagi, jam 11.00
dan jam 16.00 sore. Jangan lupa dipraktikkan terus ya bu. Dan pertahankan terus apa yang
sudah ibu S lakukan tadi. “Jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya perkenalan
berjalan lancar. Misalnya menanyakan hobby, keluarga dan sebagainya.

24
Pertemuan : 5
SP 5 klien : Diskusi menggunakan obat secara teratur
a. Evaluasi jadwal kegiatan harien klien untuk berkenalan dengan orang lain secara
bertahap yang sudah dilatih

b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar, disertai penjelasan
tentang guna obat dan akibat berhenti minum obat

c. Susun jadwal minum obat secara teratur

1. Fase orientasi

a. Salam terapeutik

“ Assalamualaikum ibu S, sesuai dengan janji kemarin, sekarang saya datang lagi ”

“ ibu S masih ingatkan dengan saya ? coba siapa ? iya bagus ”

“ Tujuan saya sekarang ini akan mengajarkan cara menggunakan atau minum obat

b. Evaluasi

“ Bagaiamana perasaan ibu S saat ini, apakah ibu S sudah tidak sedih lagi ? apakah ibu
S suka mengobrol dengan teman-teman ? Apa yang ibu bicarakan dengan teman-teman
? Apakah jadwal kegiatanya sudah dilaksanakan ? Coba saya lihat jadwalnya ya. Ya
bagus ibu S ”

“ Ibu S masih ingatkan apa yang sudah kita latih ? ya bagus ! Coba praktikkan lagi bu !
ya bagus bu ”

“ Apakah ibu S pagi ini sudah minum obat ? nama obatnya apa saja ? oh ibu S belum
tahu ya nama obatnya ”

c. Kontrak

“ Baik sekarang kita akan belajar cara menggunakan atau minum obat dengan benar “

“ Mau berapa lama berlatihnya bu S ? Bagaimana kalau 15 menit “

“ Dimana tempatnya ? Disini saja ya. Tapi nanti kita temui teman-teman ibu yang
belum dikenal bu S diruangan ini ya bu ”

25
2. Fase kerja

a. “ Ibu S sudah minum obat hari ini ? Berapa macam obat yang ibu S minum ? warnanya
apa saja ? Bagus ! jam berapa saja ibu minum ? Bagus ! ibu S sudah tahu nama obat
yang diminumnya ? oh belum ya. Baiklah saya akan jelaskan ya ! ”

b. “ Ibu S apakah ada bedanya setelah minum obat secara teratur ? Apakah perasaan sedih
tersebut berkurang atau hilang ? ya, minum obat sangat penting supaya ibu S tidak
merasa sedih dan lesu lagi ”

c. “ Obat yang ibu S minum ada 3 macam bu, yang warnanya orange namanya CPZ atau
Clorpromazine, yang merah jambu ini namanya HLP atau halopreridol, sedangkan yang
putih ini namanya THP atau trihexiphenidil ”

d. “ Semuanya harus ibu S minum 3 kali sehari, yaitu CPZ 3x1 tablet, HLP 3x1 tablet dan
THP 3x1 tablet, diminumnya pagi jam 7, siang jam 1 dan sore jam 5 ”

e. “ Bu S manfaat obat ini, yang orange atau CPZ dan yang merah muda atau HLP
gunanya adalah untuk menenangkan pikiran, menghilangkan rasa gelisah, membuat ibu
S bisa tidur dengan nyaman, membantu menghilangkan perasaan sedih bu S, membantu
ibu S untuk bersemangat lagi. Sedangkan yang putih ini atau THP adalah untuk
merilekskan otot-otot tubuh ibu supaya tidak kaku dan gemetar, dan mencegah dampak
akibat dari minum obat CPZ dan HLP, seperti hipersaliva atau ngances, badan kaku,
pusing ”

f. “ Jadi ibu S jangan merasa takut untuk minum obat CPZ dan HLP ya bu...karena
dampaknya yang tadi tidak akan terjadi pada ibu, kalau ibu S minum THP ”

g. “ Bagaimana bu S...ibu sudah mengerti belum...ya bagus sekali ibu S sudah mengerti
ya”

h. “ Menurut ibu, boleh tidak berhenti minum obat sebelum di ijinkan dokter ? ya betul bu
tidak boleh. Akibatnya apa bu kalau berhenti minum obat tanpa ijin dokter ? ya betul
karena akan mengakibatkan ibu S perasaanya tidak tenang, merasa gelisah, sedih dan
sulit tidur ya bu, juga sakitnya akan kambuh lagi ya bu ”

i. “ Ibu S sebelum minum obat ini, baik disini maupun nanti di rumah, ibu S harus cek
dulu, yaitu perhatikan prinsip lima benar minum obat. Jadi sebelum minum obat, yang
pertama ibu S harus lihat dulu apakah betul obat ini buat ibu S, yang kedua lihat apakah

26
benar yang diminumnya itu HLP warna merah muda, CPZ warna orange dan THP warn
putih, kalau beda warna atau nama obatnya beda, ibu S harus tanyakan ke perawatnya
ya. Yang ketiga obat ini diminumnya 3 kali sehari 1 tablet, HLP 1 tablet, CPZ 1 tablet,
THP 1 tablet, jadi kalau dikasih setengah ibu S harus tanyakan lagi ke perawatnya.
Yang ke empat obat ini diminumnya harus tepat waktu yaitu jam 7 pagi setelah makan
pagi, jam 1 sian setelah makan siang dan jam 5 sore setelah makan sore. Yang kelima
semua obat ini harus langsung diminum ya bu, kjangan disimpan dibawah lidah atau
dibuang ”

j. “ Bagaimana bu S... sudah mengerti? Aa yang mau ibu tanyakan kepda saya ”

k. “ Nanti setelah minum obat ini, mulut ibu S akan terasa kering, ngantuk, dan lemas.
Untuk membantu mengatasinya ibu S harus banyak minum air putih, minimal 8 gelas,
dan setelah minum obat ibu S juga jangan jalan-jalan tetapi tiduran saja ”

l. “ Apabila sudah waktunya ibu S minum obat, langsung saja minta pada perawat
ruangan ya bu, begitu juga nanti dirumah, jadi ibu S jangan nunggu disuruh ”

m. “ Terus apabila ibu S setelah minum ketiga obat ini kepalanya terasa pusing, badan
sempoyongan, tangan gemetar, maka ibu harusn segera lapor atau bilbu S sudah
mengerang kepada perawat ruangan atau dokter ”

n. “ Bagaimana ibu S, apakah sudah mengerti ? Ya bagus sekali kalau ibu S sudah
mengerti ”

4. Fase terminasi

a. Evaluasi repon

1) Subyektif
“ Bagaimana perasaan ibu S setelah kita bercakap-cakap tentang obat-obat yang ibu
minum ”
2) Obyektif
“ Coba ibu S sebutkan lagi nama-nama obat yang diminumnya... manfaatnya apa
saja..berapa kali minumnya dalam sehari...(sebutkan)... apa efek samping dari obat-
obat tersebut...apa kerugianya bila berhenti minum obat...apa yang harus dilakukan
kalau ibu mau minum obat...apa yang harus dilakukan kalu ibu au minum obat...ya
bagus bu. Ibu S sekarang sudah tahu ya tentang obat-obat yang harus diminumnya ”

27
b. Kontrak

1) Topik
“ Baik ibu S sekarang bincang-bincang sudah selesai, bagaimana kalu 2 jam lagi
sekitar jam 11 saya datang kesini untuk bincang-bincang tentang penyebab ibu malu
dan tidak mau bergaul dengan orang lain ”
2) Waktu
“ Waktunya mau berapa lama bu ? iya 10 menit saja dan tempatnya mau dimana ? ya
bagaimana kalau disini saja ya ! ”
3) Tempat
“ Baiklah bu sya permisi dulu ya, jangan lupa ibu berlatih dan mempraktikanya cara
berkenalan ya, ibu S juga harus sering berkumpul dan mengobrol ya....
Assalamualikum
c. Rencana tindak lanjut
“ Mari sekarang kita masukan dalam jadwal kegiatan harian ibu S ya. Berapa kali
dalam sehari minum obatnya bu. Kjam berapa saja. Coba tulis ya bu, ya jam 7 pagi, jam
1 siang, dan jam 5 sore. Bagus bu, jadi kalau sudah jamnya ibu S minum obat, langsung
minta ke pada perawatnya ya bu. Jangan sampai nunggu di panggil ”

28
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Alasan Masuk
c. Faktor Predisposisi
1. Faktor perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai
masalah respon sosial maladaptif. (Damaiyanti, 2012)
2. Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal ini
diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau
tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif seperti lansia, orang cacat,
dan penderita penyakit kronis.
4. Faktor komunikasi dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang dalam gangguan
berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang negative dan
mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Seseorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi
yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan
diluar keluarga. 5
d. Faktor Presipitsi
1. Stressor sosial budaya
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor keluarga
seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2. Stressor psikologis
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang

29
dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat
menimbulkan kecemasan tingkat tinggi. (Prabowo, 2014: 111)
e. Perilaku
Adapun perilaku yang muncul pada isolasi sosial berupa : kurang spontan, apatis
(kurang acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih), afek
tumpul. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal menurun
atau tidak ada. Klien tiak brcakap-cakap dengan klien lain atau perawat, mengisolasi diri
atau menyendiri. Klien tampak memisahkan diri dan orang lain, tidak atau kurang sadar
terhadap lingkungan sekitar, pemasukan makanan dan minuman terganggu, retensi urin
dan feses, aktivitas menurun, kurang energi (tenaga), harga diri rendah, posisi janin saat
tidur, menolak hubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap.
f. Sumber koping
Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif trmasuk :
keterlibatan dalan hubugan yang luas didalam keluarga maupun teman, menggunaka
kreativitas untuk mengeksresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik atua tulisan.

3.2 Kasus
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Umur : 17 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : Smu
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum Nikah
Alamat : Desa Rancabango Blok D.13
Tanggal Masuk : 05 Mei 2009
Tanggal Pengkajian : 10 Jui 2009
No. Rm : 010203
Diagnosa Medis : Skizoid

30
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. B
Umur : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Desa Rancabango Blok D.13
Hubungan Dg Klien : Ayah Kandung

3. Alasan Masuk
Menurut penuturan klien. Klien mengatakan bahwa klien dibawa ke RSJ cimahi
kurang lebih 3 minggu yang lalu oleh keluarganya dengan keluhan klien suka berdiam
diri, sering melamun dan klien suka berbicara sendiri. Setelah dibawa ke RSJ oleh
dokter klien dinyaakan harus dirawat. Pada saat 19 Aril 2005 klien tampak suka
menyendiri dari orang lain. Klien tampak kurang bergairah dan tidak terlihat ekspresi,
marah atau bahagia. Kontak mata kurang, klien tampak mempertahankan jarak.

4. Faktor Predisposisi
Klien sebelumnya tidak pernah mengalami gangguan jiwa. Menrut penuturan klien
sejak usia 7 tahun klien sering mengalami penganiayaan fisik dan psikologis dari
orangtuanya. Peristiwa tersebut terjadi sejak klien mulai masuk SD kelas 3. Prestasi
klien di sekolah yang selalu menurn dan sering dimarani oleh gurunya karena nakal,
dan hatus tinggal kelas.

3.3 Pohon Masalah


Resiko Gangguan Presepsi Sensori :
Halusinasi
Effect

Isolasi Sosial : Menarik Diri


Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri


Rendah

31
Causa

3.4 Diagnosa Keperawatan


a. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah (Prabowo, 2014: 114).
b. Harga diri rendah.
c. resiko gangguan persepsi sensori : Halusinasi.

3.5 Intervensi
Dx Tujuan Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan tindakan Bina hubungan saling percaya dengan Hubungan
keperawatan : prinsip komunikasi terapetik saling percaya
5. Sapa pasien dengan ramah baik merupakan
Pasien dapat verbal maupun non verbal dasar untuk
berinteraksi dengan kelancaran
6. Perkenalkan diri dengan sopan
orang hubunagn
7. Tanyakan nama lengkap pasien dan interaksi

1. Dapat membina nama kesukaan pasien selanjutnya.


hubungan saling percaya 8. Jelaskan tujuan pertemuan
Kriteria hasil:
9. Buat kontrak interaksi yang jelas
Setelah......x pertemuan,
pasien dapat menerima 10. Jujur dan menepati janji
kehadiran perawat. Pasien
11. Tunjukkan sikap empati dan
dapat mengungkapkan
menerima pasien apa adanya
perasaan dan
keberadaannya saat ini 12. Ciptakan lingkungan yang tenang

secara verbal: dan bersahabat

 Mau menjawab salam 13. Beri perhatian dan penghargaan :


 Ada kontak mata temani pasien walau tidak
 Mau berjabat tangan menjawab
 Mau berkenalan
14. Dengarkan dengan empati beri
 Mau menjawab
kesempatan bicara, jangan buru-
pertanyaan
buru, tunjukkan bahwa perawat
 Mau duduk

32
berdampingan dengan mengikuti pembicaraan pasien
perawat
15. Beri perhatian dan perhatikan
 Mau mengungkapkan
kebutuhan dasar pasien
perasaannya
Pasien dapat 1. Tanyakan pada pasien tentang Diketahuinya
menyebutkan penyebab penyebab akan
a. Orang yang tinggal
menarik diri dapat
serumah/teman sekamar pasien
Kriteria hasil : dihubungakan
Setelah ...x pertemuan, b. Orang terdekat pasien dirumah/ dengan faktor
pasien dapat menyebutkan diruang perawatan presifitasi
minimal satu penyebab c. Apa yang membuat pasien dekat yang dialami
menarik diri yang berasal dengan orang tersebut klien.
dari:
d. Hal-hal yang membuat pasien
 Diri sendiri
menjauhi orang tersebut
 Orang lain
e. Upaya yang telah dilakukan
 Lingkungan untuk mendekatkan diri dengan
orang lain

2. Kaji pengetahuan pasien tentang


perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya

3. Beri kesemapatan pada pasien untuk


mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri tidak mau bergaul

4. Diskusikan pada pasien tentang


perilaku menarik diri, tanda serta
penyebab yang muncul

5. Berikan reinforcement (penguatan)


positif terhadap kemampuan pasien
dalam mengungkapkan perasaannya.

Pasien dapat 1. Kaji pengetahuan pasien tentang Klien harus

33
menyebutkan manfaat dan keuntungan dicoba interaksi
keuntungan berhubungan dengan dengan orang secara bertahap
berhubungan dengan lain serta kerugiannya bila tidak agar terbiasa
orang lain dan kerugian berhubungan dengan orang lain membina
bila tidak berhubungan hubunagn yang
2. Beri kesempatan pada pasien untuk
dengan orang lain sehat dengan
mengungkapkan perasaannya
Kriteria hasil : orang lain.
tentang berhubungan dengan orang
Setelah ...x pertemuan,
lain
pasien dapat menyebutkan
keuntungan berhubungan 3. Beri kesempatan pada pasien untuk
dengan orang lain, misal: mengungkapkan perasaannya

 Banyak teman tentang kerugian bila tidak

 Tidak kesepian berhubungan dengan orang lain

 Bisa diskusi 4. Diskusikan bersama tentang


 Saling menolong keuntungan berhubungan dengan
orang lain dan kerugian tidak
Setelah ...x pertemuan, berhubungan dengan orang lain
pasien dapat menyebutkan
5. Beri reinforcement positif terhadap
kerugian tidak
kemampuan mengungkapkan
berhubungan dengan orang
perasaan tentang keuntungan
lain, misal:
berhubungan dengan orang lain dan
 Sendiri
kerugian bila tidak berhubungan
 Tidak punya teman, dengan orang lain
kesepian

 Tidak ada teman


ngobrol

Pasien dapat 1. Observasi perilaku pasien saat


melaksanakan hubungan berhubungan dengan orang lain
sosial secara bertahap
2. Beri motivasi dan bantu pasien
Kriteria hasil :
untuk berkenalan/ berkomunikasi
Setelah ...x interaksi,
dengan orang lain melalui: pasien-
pasien dapat
perawat, pasien-perawat-perawat

34
mendemonstrasikan lain, pasien-perawat-perawat lain-
hubungan sosial secara pasien lain, pasien-perawat-perawat
bertahap antara : lain-pasien lain-masyarakat
 K–P
3. Beri reinforcement positif atas
 K–P–K
keberhasilan yang telah dicapai
 K – P – Kel
 K – P - Klp 4. Bantu pasien untuk mengevaluasi
manfaat berhubungan dengan orang
lain

5. Beri motivasi dan libatkan pasien


dalam terapi aktivitas kelompok
sosialisasi

6. Diskusikan jadwal harian yang dapat


dilakukan bersama pasien dalam
mengisi waktu luang

7. Memotivasi pasien untuk melakukan


kegiatan sesuai dengan jadwal yang
telah dibuat

8. Beri reinforcement atas kegiatan


pasien dalam memperluas pergaulan
melalui aktivitas yang dilaksanakan

Pasien dapat 1. Dorong pasien untuk


mengungkapkan mengungkapkan perasaannya bila
perasaannya setelah berhubungan dengan orang
berhubungan dengan orang lain/kelompok
lain.
2. Diskusikan dengan pasien tentang
Kriteria hasil :
perasaan manfaat berhubungan
Setelah ...x interaksi,
dengan orang lain
pasien dapat
mengungkapkan perasaan 3. Beri reinforcement atas kemampuan
setelah berhubungan pasien mengungkapkan perasaannya

35
dengan orang lain untuk berhubungan dengan orang lain
diri sendiri dan orang lain
untuk untuk:
 Diri sendiri

 Orang lain

 Kelompok
Pasien dapat 1. Bina hubungan saling percaya Keterlibatan
memberdayakan system dengan keluarga: salam, keluarga
pendukung atau perkenalkan diri, sampaikan tujuan, sangat
keluarga mampu buat kontrak eksplorasi perasaan mendukung
mengembangkan keluarga terhadap
kemampuan pasien untuk proses
2. Diskusikan pentingnya peranan
berhubungan dengan orang perubahan
keluarga sebagai pendukung untuk
lain. perilaku klien.
mengatasi perilaku menarik diri
Kriteria hasil :
Setelah ...x pertemuan 3. Diskusikan dengan anggota

keluarga dapat keluarga tentang: perilaku menarik

menjelaskan tentang diri , penyebab perilaku menarik

 Pengertian menarik diri, akibat yang akan terjadi jika

diri dan tanda perilaku menarik diri tidak

gejalanya ditanggapi, cara keluarga


menghadapi pasien menarik diri
 Penyebab dan akibat
menarik diri 4. Diskusikan potensi keluarga untuk
membantu mengatasi pasien
 Cara merawat pasien
menarik diri
dengan menarik diri
5. Latih keluarga merawat pasien
menarik diri

6. Tanyakan perasaan keluarga


setelah mencoba cara yang dilatih

7. Anjurkan anggota keluarga untuk


memberi dukungan kepada pasien

36
untuk berkomunikasi dengan orang
lain

8. Dorong anggota keluarga secara


rutin dan bergantian menjenguk
pasien minimal satu kali seminggu

9. Beri reinforcement atas hal-hal


yang telah dicapai keluarga

Pasien dapat 1. Diskusikan dengan pasien tentang


menggunakan obat kerugian dan keuntungan tidak
dengan benar dan tepat. minum, serta karakteristik obat
Kriteria hasil : yang diminum (nama, dosis,
Setelah ...x interaksi, frekuensi, efek samping minum
pasien menyebutkan: obat).
 Manfaat minum obat
2. Bantu dalam menggunakan obat
 Kerugian tidak minum dengan prinsip 5 benar (benar
obat pasien, obat, dosis, cara, waktu)

 Nama, warna, dosis, 3. Anjurkan pasien minta sendiri


efek samping obat obatnya kepada perawat agar
pasien dapat merasakan
manfaatnya.
Setelah ...x interaksi,
pasien mampu 4. Beri reinforcement positif bila
mendemonstrasikan pasien menggunakan obat dengan
penggunaan obat dan benar
menyebutkan akibat
5. Diskusikan akibat berhenti minum
berhenti minum obat tanpa
obat tanpa konsultasi dengan
konsultasi dokter
dokter

6. Anjurkan pasien untuk konsultasi


dengan dokter/perawat apabila
terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan

37
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasin merasa ditolak,
tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
disekitarnya (Keliat, 2011). Penyebab dari isolasi sosialadalah disebabkan oleh faktor
presdisposisi dan presipitsi. Penatalaksanaan dari isolasi sosial bisa dilakukan dengan cara
farakologik, terapi aktivitas individu, terapi aktivitas kelompok, ECT, dll.

4.2 Saran
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan pembaca mengenai asuhan keperawatan
dengan gangguan jiwa : Isolasi Sosial. Penulis menyadari bahwa masih jauh dari kata
sempurna, hingga penulis merasa masih perlu belajar lagi dalam membuat makalah.Dengan
demikian, penulis berharap kepada pembaca mau memberikan saran dan kritik terhadap
makalah ini.Penulis juga meminta maaf jika terdapat kata-kata yang kurang berkenan dalam
penulisan makalah ini.

38

Anda mungkin juga menyukai