Anda di halaman 1dari 13

e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha

Program Studi IPA


(Volume 4 Tahun 2014)

Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap


Pemahaman Konsep IPA dan Sikap Ilmiah Siswa SMP
Widiadnyana I W., Sadia I W., Suastra I W.

Program Studi Pendidikan IPA, Program Pascasarjana


Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: wayan.widiadnyana@pasca.undiksha.ac.id, wayan.sadia@pasca.undiksha.ac.id,


wayan.suastra@pasca.undiksha.ac.id.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model discovery learning
terhadap pemahaman konsep IPA dan sikap ilmiah siswa. Jenis penelitian ini adalah
penelitian eksperimen semu dengan rancangan eksperimen posttest only control
group design. Populasi penelitian ini adalah semua kelas VII SMP Negeri 3
Tembuku tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri atas 5 kelas. Sampel diambil
dengan teknik simple random sampling. Data dalam penelitian ini dikumpulkan
dengan menggunakan tes pilihan ganda diperluas dan kuesioner sikap ilmiah. Data
dianalisis dengan analisis deskriptif dan uji MANOVA. Hasil penelitian menunjukkan
sebagai berikut: (1) terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA dan sikap ilmiah
antara siswa yang belajar menggunakan model discovery learning dengan siswa
yang belajar menggunakan model pengajaran langsung (F=7,791; p<0,05), (2)
terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA secara signifikan antara siswa yang
belajar menggunakan model discovery learning dengan siswa yang belajar
menggunakan model pengajaran langsung (F=7,774; p<0,05), dan (3) terdapat
perbedaan sikap ilmiah secara signifikan antara siswa yang belajar menggunakan
model discovery learning dengan siswa yang belajar menggunakan model
pengajaran langsung (F=11,013; p<0,05).

Kata kunci: discovery learning, pemahaman konsep, sikap ilmiah

Abstract
This research aimed to investigate the effect of discovery learning model upon the
understanding of science concept and scientific attitude of students . The type of this
research is a quasi experimental with the experimental design posttest only control
group design. The population was all of the firth class of SMP Negeri 3 Tembuku
academic year 2013/2014 which consists of 5 classes. Samples were taken with a
simple random sampling tecnique. The data in understanding of science concept
was collected by multiple-choice tests extended and scientific attitude was collected
by questionnaire. Data were analyzed with descriptive analysis and MANOVA test.
The results showed as follows: (1) there are differences of science concept and
scientific attitude of students between the students that learned by using discovery
learning model with the students that learned by using direct instruction model
(F=7,791; p<0,05), (2) there is difference of science concept between the students
that learned by using discovery learning model with the students that learned by
using direct instruction model significantly (F=7,774; p<0,05), (3) there is difference
of scientific attitude of students between the students that learned by using discovery
learning model with the students that learned by using direct instruction model
significantly (F=11,013; p<0,05).

Keywords : discovery learning, understanding of concept, scientific attitude


e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi IPA
(Volume 4 Tahun 2014)

PENDAHULUAN struktur dan sifat, perubahan dan dinamika


alam. Pembelajaran IPA bukan hanya untuk
Berbagai permasalahan menyangkut
menguasai sejumlah pengetahuan, tetapi
masa depan pendidikan kita terus menuai
juga harus menyediakan ruang yang cukup
perdebatan yang tak kunjung selesai,
untuk tumbuh berkembangnya sikap ilmiah,
bahkan seolah-olah memberikan tekanan
berlatih melakukan proses pemecahan
bagi kalangan pendidik. Berbagai upaya
masalah, dan penerapannya dalam
yang telah dilakukan pemerintah dalam
kehidupan nyata (Depdiknas, 2005).
upaya peningkatan kualitas pendidikan,
Kenyataannya, secara keseluruhan
diantaranya pengalokasian dana
pada saat ini pembelajaran IPA masih jauh
pendidikan 20% dari APBN, pemberian
dari harapan. Rendahnya prestasi IPA ini
tunjangan sertifikasi bagi para guru, sampai
ditunjukkan dari analisis hasil TIMSS tahun
pada perubahan sistem pendidikan dari
2007 dan 2011 di bidang IPA untuk peserta
sentralisasi menjadi desentralisasi dengan
didik kelas 2 SMP, hasil studi pada tahun
memberlakukan otonomi pendidikan. Upaya
2007 dan 2011 menunjukkan bahwa lebih
tersebut diharapkan akan dapat
dari 95% peserta didik Indonesia hanya
memberikan jaminan ideal akan
mampu mencapai level menengah, semen-
tercapainya tujuan pendidikan secara
tara hampir 40% peserta didik Taiwan
holistis.
mampu mencapai level tinggi dan lanjut.
Sebagaimana dinyatakan oleh Sadia
(Kemendikbud, 2013: 80).
(1997), bahwa implementasi pendidikan
Sehubungan dengan hal tersebut di
yang telah didukung oleh ketersediaan
atas, rendahnya kualitas IPA sangat terasa
teknologi dan sarana fasilitas serta sumber
di SMP Negri 3 Tembuku. Rata-rata nilai
belajar dengan berbagai kemudahan,
ujian nasional (UN) IPA tahun pelajaran
seyogyanya dapat mencetak sumber daya
2012/ 2013 hanya mencapai 5,41 yang
manusia yang memiliki modal cukup dalam
masih jauh dari nilai KKM 7,00. Demikian
menghadapi masa depan dan mampu
pula hasil ulangan akhir semester 1 tahun
berkompetensi dalam persaingan global.
2013/ 2014 pada mata pelajaran IPA, untuk
Sejalan dengan hal itu, pendidikan
kelas VII nilai rata-rata IPA 52,54, kelas VIII
semestinya mampu menggali dan
53,46, dan kelas IX 55,23. Hasil tersebut
mengembangkan keseluruhan potensi
masih sangat rendah dari target rata-rata
keterampilan seorang siswa sehingga ia
secara umum yaitu 7,00.
memiliki kesanggupan untuk hidup di era
Kondisi seperti itu jika direfleksi dari
mendatang dengan kompleksitas
hasil pengamatan peneliti selama ini,
permasalahan yang jauh lebih rumit.
kemungkinan disebabkan karena
Dengan kata lain, perkembangan ilmu
pembelajaran kurang memperhatikan dari
pengetahuan dan teknologi saat ini
segi proses. Pembelajaran yang lebih
sebenarnya telah menopang bagi
berorientasi pada ulangan atau ujian saja,
penyelenggaraan pendidikan dalam
mengingat keberhasilan pendidikan hanya
meningkatkan sumber daya manusia yang
dilihat dari hasil tes atau ujian. Sehingga
unggul dan kompetitif pada era globalisasi
pembelajaran yang terjadi hanya sekadar
ini.
transfer informasi dari guru ke siswa.
Penguasaan ilmu pengetahuan
Belajar seolah-olah hanya untuk
sangat dibutuhkan seseorang dalam
kepentingan menghadapi ulangan atau
mengarungi kehidupan dengan
ujian, terlepas dari permasalahan-
permasahan yang semakin kompleks ini.
permasalahan kehidupan sehari-hari.
Ilmu pengetahuan itu diantaranya adalah
Akibatnya, siswa dalam belajar sifatnya
IPA. Melalui IPA sebenarnya telah
hanya menghafalkan konsep-konsep, teori-
memberikan bekal dalam memecahkan
teori, ataupun rumus-rumus yang telah ada,
permasalahan kehidupan sehari-hari,
sehingga tidak memberikan pemahaman
mengingat IPA merupakan ilmu yang
siswa terhadap konsep-konsep yang
mencari jawaban atas pertanyaan apa,
dipelajari.
mengapa, dan bagaimana gejala-gejala
alam yang berkaitan dengan komposisi,
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi IPA
(Volume 4 Tahun 2014)

Berdasarkan hasil temuan tersebut, melalui proses penelitian (Kemendikbud,


guru perlu merancang suatu pembelajaran 2013).
IPA untuk mengubah paradigma lama dan Berdasarkan fakta dan hasil
mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut pengamatan, penerapan pembelajaran
agar terwujudnya tujuan pembelajaran IPA penemuan memiliki kelebihan-kelebihan
yang diharapkan. Harapan yang utama membantu siswa untuk memperbaiki dan
dalam pembelajaran IPA agar siswa aktif meningkatkan keterampilan dan proses
dalam membangun pengetahuannya kognitif (Ilahi, 2012). Usaha penemuan
sendiri, serta mampu menggunakan merupakan kunci dalam proses ini,
penalarannya dalam memahami dan tergantung bagaimana cara belajarnya.
memecahkan masalah yang dihadapi. Pengetahuan yang diperoleh sangat pribadi
(Kemendikbud, 2013). Temuan dan ampuh karena menguatkan pengertian,
permasalahan seperti ini didukung oleh ingatan dan transfer (Melani, 2012).
beberapa kalangan yang berpendapat Menimbulkan rasa senang pada siswa,
bahwa pembelajaran IPA belum karena membangkitkan keingintahuan
memberikan kesempatan pada siswa untuk siswa, memotivasi siswa untuk bekerja
menemukan dan menerapkan ide-ide terus sampai menemukan jawaban.
mereka sendiri (Ilahi, 2012). Siswa harus Penerapan model discovery learning dalam
menemukan sendiri dan mentrasformasikan IPA diduga dapat memberikan konstribusi
informasi kompleks, mengecek informasi terhadap masalah-masalah pembelajaran
baru dengan aturan-aturan lama dan IPA yang dialami siswa, khususnya dalam
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak peningkatan pemahaman konsep-konsep
lagi sesuai (Melani, 2012). maupun pengembangan sikap ilmiah
Pembelajaran yang menekankan (Depdiknas, 2005: 8).
pada pembelajaran siswa aktif dalam Beranjak dari uraian tersebut, maka
menemukan konsep sendiri diantaranya dapat dilihat bahwa model discovery
adalah metode discovery (Kemendikbud, learning akan berbeda dengan model
2013). Pembelajaran discovery (discovery pengajaran langsung seperti yang sering
learning) merupakan suatu model diterapkan. Perbedaan ini dapat dilihat dari
pembelajaran yang dikembangkan oleh J. sintaks-sintaks model tersebut. Dengan
Bruner berdasarkan pada pandangan perbedaan–perbedaan antara model
kognitif tentang pembelajaran dan prinsip- discovery learning dan model pengajaran
prinsip konstruktivis (Depdiknas, 2005). langsung diyakini memberikan efek yang
Siswa belajar melalui keterlibatan aktif berbeda terhadap pemahaman konsep IPA
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan sikap ilmiah siswa.
dan guru mendorong siswa untuk Fenomena seperti ini sejalan dengan
mendapatkan pengalaman dengan temuan yang diperoleh dari penelitiannya
melakukan kegiatan yang memungkinkan Melani, R., bahwa metode guided discovery
mereka menemukan konsep dan prinsip- learning lebih baik daripada pembelajaran
prinsip untuk diri mereka sendiri (Slavin, konvensional untuk meningkatkan sikap
1994). ilmiah siswa dan hasil belajar Biologi.
Di dalam discovery learning siswa Namun, penelitian itu dilakukan pada
didorong untuk belajar sendiri secara pembelajaran biologi SMA. Maka dari itu,
mandiri, sebagaimana diungkapkan oleh perlu dilakukan untuk mengetahui
Ilahi (2012: 30). Pada dasarnya discovery perbedaan pemahaman konsep dan sikap
learning tidak jauh berbeda dengan ilmiah pada pembelajaran IPA SMP antara
pembelajaran inquiry, namun pada disco- kelompok siswa yang dibelajarkan model
very learning masalah yang diperhadapkan discovery learning dengan kelompok siswa
kepada siswa semacam masalah yang yang dibelajarkan model pengajaran
direkayasa oleh guru, sehingga siswa tidak langsung.
harus mengerahkan seluruh pikiran dan
keterampilannya untuk mendapatkan METODE
temuan-temuan di dalam masalah itu
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi IPA
(Volume 4 Tahun 2014)

Penelitian ini menggunakan metode dan kondisi eksprimen dapat dikontrol


penelitian eksperimen. Adapun jenis secara ketat (full randomize). Rancangan
eksperimen pada penelitian ini yaitu penelitian yang digunakan adalah posttest
eksperimen semu (quasi eksperiment), only control group design. Rancangan
karena tidak semua variabel yang muncul penelitian disajikan seperti pada Gambar 1.

Kelompok Eksperimen : X O

Kelompok Kontrol : - O

Gambar 1 Rancangan Penelitian The Post Test Only Control Group Design (Arikunto, 2002)

Keterangan: X = perlakuan dengan model discovery learning; - = dibelajarkan dengan model


pengajaran langsung; O = observasi
Populasi dalam penelitian ini adalah dan nilai sikap ilmiah yang dukumpulkan
siswa kelas VII SMP Negeri 3 Tembuku dengan kuesioner.
tahun pelajaran 2013/2014 sebanyak 97 Sebelum digunakan, semua
orang yang tersebar dalam 5 kelas. instrumen tersebut dilakukan uji validitas.
Sebelum menetapkan sampel penelitian, Untuk RPP dan LKS hanya dilakukan uji
terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan validitas isi oleh dua orang dosen
pada masing-masing kelas dengan uji-t. pembimbing. Sedangkan tes pemahaman
Dari uji tersebut diperoleh semua thitung < t konsep dan kuesioner sikap dilakukan uji
tabel, yang berarti semua kelas populasi itu validitas oleh dua orang dosen (sebagai
setara. Dari kelas populasi ditentukan 4 judgment experts). Dari 50 butir tes
kelas sebagai sampel penelitian dengan pemahaman konsep yang valid 40 butir
siswa 78 orang. Pengambilan sampel sedangkan kuesioner sikap yang valid 50
dilakukan dengan teknik simple random butir dari 55 butir yang diuji validitas.
sampling, yaitu pemilihan sampel dari Kemudian dilakukan uji lapangan
populasi dilakukan secara acak tanpa terhadap 40 butir tes pemahaman konsep
memperhatikan strata yang ada dalam dan 50 butir kuesioner sikap. Dari hasil uji
populasi (Arikunto, 2005: 95). Kemudian, lapangan dilakukan uji konsistensi butir
ditentukan dua kelas (39 orang) sebagai dan uji reliabilitas. Untuk tes pemahaman
kelas eksperimen dan dua kelas (39 orang) konsep dilakukan juga uji daya beda dan
sebagai kelas kontrol dengan teknik undian. derajat kesukaran. Berdasarkan hasil uji
Sebagai variabel bebas dalam tersebut diperoleh: (1) tes pemahaman
penelitian ini adalah model pembelajaran, konsep yang diterima 30 butir dengan
yaitu model discovery learning untuk kelas realibilitas sangat tinggi (r11 = 0,859), (2)
eksperimen dan model pengajaran kuesioner sikap ilmiah diterima 40 butir
langsung untuk kelas kontrol. Sedangkan dengan reliabilitas juga sangat tinggi (r11
variabel terikatnya adalah pemahaman = 0,858).
konsep IPA dan sikap ilmiah siswa. Data penelitian ini berupa nilai
Instrumen penelitian terdiri atas pemahaman konsep IPA dan nilai sikap
perangkat pembelajaran (RPP dan LKS) ilmiah siswa. Data tersebut dianalisis
dan instrumen pengumpulan data (tes dengan statistik deskriptif dan uji
pemahaman konsep dan kuesioner sikap). MANOVA. Analisis deskriptif digunakan
Perangkat pembelajaran digunakan dalam untuk mendeskripsikan nilai pemahaman
pelaksanaan pembelajaran, sedangkan konsep dan sikap ilmiah dari masing-
instrumen pengumpulan data sebagai alat masing model pembelajaran. Sedangkan
pengambilan data penelitian. Data uji MANOVA untuk pengujian terhadap
penelitian meliputi nilai pemahaman konsep hipotesis yang telah dirumuskan pada
yang dikumpulkan dengan teknik tes tertulis taraf signifikansi 5%.
dalam bentuk tes pilihan ganda diperluas, Sebelum dilakukan uji MANOVA,
dilakukan uji prasyarat, yaitu: uji
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi IPA
(Volume 4 Tahun 2014)

normalitas, uji homogenitas varians, dan Hipotesis pertama diuji dengan


uji kolinieritas. Apabila data berdistribusi pogram SPSS 16.0 berdasarkan dari
normal, varians homogen, dan korelasi Multivariate Test dengan hasil analisis
antar variabel lebih kecil dari 0,800, maka ditunjukkan oleh harga F untuk Pillae Trace,
uji MANOVA dapat dilakukan. Wilk Lambda, Hotelling Trace, Roy’s
Hipotesis penelitian ini, yaitu: (1) Largest Root.x. Sedangkan hipotesis
terdapat perbedaan pemahaman konsep kedua dan ketiga berdasarkan Test of
IPA dan sikap ilmiah antara siswa yang Between-Subject Effects dalam output
belajar menggunakan model discovery SPSS.
learning dengan siswa yang belajar Apabila hipotesis penelitian
menggunakan model pengajaran langsung, diterima, maka dilanjutkan dengan uji
(2) terdapat perbedaan pemahaman LSD untuk mengetahui signifikansi
konsep antara siswa yang menggunakan perbedaan nilai rata-rata variabel terikat
model discovery learning dengan siswa penelitian ini.
yang menggunakan model pengajaran
langsung, (3) terdapat perbedaan sikap HASIL DAN PEMBAHASAN
ilmiah antara siswa yang menggunakan
Hasil
model discovery learning dengan siswa
yang menggunakan model pengajaran Data pemahaman konsep IPA dan
langsung. sikap ilmiah siswa dari masing-masing
model pembelajaran, secara deskriptif
dapat disajikan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Data Pemahaman Konsep IPA dan Sikap Ilmiah Siswa
Discovery Learning Pengajaran Langsung
No Sumber Rata-rata Median Modus
Standar
Rata-rata Median Modus
Standar
Deviasi Deviasi
1 Pemahaman
68,26 67 65 11,306 60,79 62 56 12,309
konsep
2 Sikap Ilmiah 79,77 80 83 6,854 74,67 74 73 6,725

Berdasarkan Tabel 1, pencapaian rata nilai pemahaman konsep dan sikap


nilai rata-rata pemahaman konsep dan ilmiah pada model discovery learning lebih
sikap ilmiah pada siswa yang tinggi daripada rata-rata nilai pada model
menggunakan model discovery learning pengajaran langsung, namun rata-rata nilai
lebih tinggi daripada siswa yang belajar pada kedua model itu berada pada
menggunakan model pengajaran langsung. kualifikasi yang sama.
Jika dikategorikan berdasarkan PAP skala Berdasarkan pada aspek
lima, maka nilai rata-rata pemahaman pemahaman konsep seperti yang
konsep IPA pada model discovery learning dinyatakan oleh Anderson (2001), maka
termasuk kategori kualifikasi “sedang”, pencapaian rata-rata pemahaman konsep
sedangkan rata-rata nilai pemahaman pada masing-masing aspek tersebut seperti
konsep IPA pada model pengajaran yang ditunjukkan pada Tabel 2.
langsung juga berada pada kualifikasi Berdasarkan Tabel 2, pencapaian
“sedang”. rata-rata nilai untuk masing-masing dimensi
Klasifikasi kualifikasi nilai sikap pemahaman konsep pada model discovery
mengacu pada klasifikasi PAN skala lima. learning lebih tinggi daripada rata-rata nilai
Berdasarkan klasifikasi itu, maka rata-rata pada model pengajaran langsung. Rata-
nilai sikap ilmiah pada model discovery rata nilai pemahaman konsep pada model
learning berada pada kualifikasi “baik”, discoovery learning untuk dimensi translasi
sedangkan rata-rata nilai sikap ilmiah pada berada pada kualifikasi “baik”, sedangkan
model pengajaran langsung juga untuk dimensi interpretasi dan ekstrapolasi
berkualifikasi “baik”. Secara deskriptif rata- berkualifikasi “sedang”. Rata-rata nilai
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi IPA
(Volume 4 Tahun 2014)

pemahaman konsep pada model “sedang”, sedangkan dimensi ekstrapolasi


pengajaran langsung, untuk dimensi berada pada kualifikasi “kurang”.
translasi dan interpretasi berkualifikasi
Tabel 2 Rata-rata Pemahaman Konsep Berdasarkan Aspek Dimensi
Dimensi Rata-rata
Pemahaman Konsep Discovery Learning Pembelajarn Langsung
Translation 70,24 64,65
Interpretation 67,65 63,46
Extrapolation 66,88 53,95

Nampak, bahwa pada model sedangkan kualifikasi “kurang” pada


discovery learning, rata-rata pemahaman dimensi ekstrapolasi.
konsep berkualifikasi “baik” pada dimensi Berdasarkan dari teori yang
translasi, sedangkan “cukup” untuk dikemukakan oleh Harlen (1992), bahwa
interpretasi dan ekstrapolasi. Pada model sikap ilmiah siswa dikategorikan menjadi
pengajaran langsung, kualifikasi “cukup empat aspek, dengan rata-rata nilai yang
untuk dimensi translasi dan interpretasi, diperoleh untuk tiap aspek seperti pada
Tabel 3.
Tabel 3 Rata-rata Sikap Ilmiah Berdasarkan Aspek Sikap Ilmiah
Rata-rata
No Aspek Sikap Ilmiah
Discovery Learning Pengajaran Langsung
1 Rasa ingin tahu 81,31 78,84
2 Respek terhadap fakta atau bukti 80,44 77,84
3 Kemauan mengubah pandangan 79,28 75,78
4 Berpikir kritis 78,02 66,17

Berdasarkan Tabel 3, nilai rata-rata pada aspek kemauan mengubah


untuk masing-masing aspek sikap ilmiah pandangan dan sikap berpikir kritis. Rata-
menunjukkan sebaran nilai sikap ilmiah rata nilai sikap ilmiah pada siswa yang
yang lebih baik pada siswa yang mengikuti mengikuti model pengajaran langsung,
model discovery learning dibandingkan aspek rasa ingin tahu dan respek terhadap
pada model pengajaran langsung. Rata- fakta berkualifikasi “baik”, sedangkan aspek
rata nilai sikap ilmiah siswa pada model kemauan mengubah pandangan dan sikap
discovery learning, berkualifikasi “sangat berpikir kritis berkualifikasi “sedang”.
baik” pada aspek rasa ingin tahu dan Hasil uji normalitas seperti ditunjukkan
respek terhadap fakta, berkualifikasi “baik” pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Data Penelitian
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Kelompok Data
Statistik df p Statistik df p
Pemahaman konsep pada
0,075 39 0,200* 0,980 39 0,718
model discovery learning
Pemahaman konsep pada
0,086 39 0,200* 0,978 39 0,655
model pengajaran langsung
Sikap ilmiah pada model
0,089 39 0,200* 0,972 39 0, 424
discovery learning
Sikap ilmiah pada model
0,080 39 0,200* 0,985 39 0, 869
pengajaran langsung.
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi IPA
(Volume 4 Tahun 2014)

Berdasarkan Tabel 4, nampak bahwa Uji kolinieritas diperoleh hasil nilai


nilai signifikansi pada semua kelompok p> korelasinya adalah positif 0,281, lebih kecil
0,05, sehingga data berdistribusi normal. dari 0,800 sehingga tidak ada masalah
Uji homogenitas varians secara kolinieritas.
bersama-sama menggunakan uji Box,s M, Dalam penelitian ini terdapat tiga
yang menghasilkan harga Box,s M = 1,964, hipotesis yang diuji dengan uji MANOVA.
p > 0,05, berarti varians data pemahaman Pada uji hipotesis pertama, pengujian
konsep dan sikap ilmiah antar kelompok pengaruh model pembelajaran terhadap
model pembelajaran adalah homogen. Uji pemahaman konsep dan sikap ilmiah siswa
homogenitas secara sendiri-sendiri secara bersamaan. Hasil analisis dapat
dilakukan dengan uji Levene, menunjukkan disajikan pada Tabel 5.
p>0,05, sehingga data penelitian ini
homogen.
Tabel 5 Hasil Uji Multivariate
Effect Value F Hypothesis df Error df p
a
Model Pillai's Trace 0,172 7,791 2,000 75,000 0,001
a
Wilks' Lambda 0,828 7,791 2,000 75,000 0,001
Hotelling's Trace 0,208 7,791a 2,000 75,000 0,001
a
Roy's Largest Root 0,208 7,791 2,000 75,000 0,001

Hasil analisis menunjukkan bahwa discovery learning dengan siswa pada


harga F untuk Pillae Trace, Wilk Lambda, model pengajaran langsung.
Hotelling Trace, Roy’s Largest Root.x Untuk pengujian hipotesis kedua dan
adalah 7,791; p<0,05. Jadi, harga F ketiga dilakukan berdasarkan pada Test
semuanya signifikan, ini berarti H0 ditolak of Between-Subject Effects. Hasil analisis
dan H1 diterima. Dapat disimpulkan, bahwa disajikan pada Tabel 6.
terdapat perbedaan pemahaman konsep
dan sikap ilmiah antara siswa pada model

Tabel 6 Test of Between-Subject Effect


Type III Sum Mean
Source Dependent Variabel df F p
of Squares Square
Model Pemahaman Konsep 1085,654 1 139,655 7,774 0,008
Sikap Ilmiah 507,705 1 46,100 11,013 0,002

Berdasarkan Tabel 6, untuk uji model discovery learning dengan sikap


hipotesis kedua, hasil analisis diperoleh ilmiah siswa yang belajar dengan model
nilai F=7,774; p<0,05. Jadi, nilai F adalah pengajaran langsung.
signifikan, berarti H0 ”ditolak” dan H1
”diterima”. Dapat disimpulkan, terdapat Dengan uji lanjutan, uji LSD,
perbedaan pemahaman konsep antara berdasarkan Tabel 6 diketahui nilai MSε,
siswa yang mengikuti model discovery pada taraf signifikansi 0,05, nilai ttabel =
learning dengan siswa yang mengikuti 2,000. Untuk rata-rata nilai pemahaman
model pengajaran langsung. konsep dari kedua model, diperoleh nilai
Untuk uji hipotesis ketiga, nilai LSD = 5,352 lebih kecil dari │Δμ│= 7,47.
statistik F= 11,013; p<0,05. Jadi, nilai F Berarti, rata-rata pemahaman konsep
adalah signifikan, artinya H0 ”ditolak” dan antara siswa yang mengikuti model
H1 ”diterima”. Kesimpulan-nya, bahwa discovery learning dengan siswa yang
terdapat perbedaan sikap ilmiah siswa pada mengikuti model pengajaran langsung
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi IPA
(Volume 4 Tahun 2014)

berbeda secara signifikan. Untuk rata-rata disampaikan oleh Slavin (1994: 273). Sikap
nilai sikap ilmiah siswa, diperoleh nilai LSD ilmiah yang diharapkan muncul dalam
= 5,100 lebih kecil dari │Δμ│= 7,42. Berarti, kegiatan eksperimen yaitu jujur terhadap
rata-rata sikap ilmiah antara siswa yang fakta. Siswa diharapkan menuliskan sesuai
mengikuti model discovery learning dengan dengan yang diperoleh dalam eksperimen.
siswa yang mengikuti model pengajaran Kemampuan m embedakan fakta dan opini
langsung berbeda secara signifikan. akan muncul dalam kegiatan eksperimen.
Tahapan ini melatih siswa untuk
menggunakan metode ilmiah dalam
Pembahasan menyelesaikan masalah, sehingga tidak
mudah percaya pada sesuatu yang belum
Berdasarkan hasil analisis data
pasti kebenarannya (Roestiyah, 2001: 82).
diperoleh hasil, bahwa ada pengaruh model
Fakta yang sudah ada dapat terbantahkan
discovery learning terhadap pemahaman
dan diganti dengan fakta baru karena
konsep IPA dan sikap ilmiah siswa.
kebenaran dalam eksperimen bersifat relatif
Dari analisis uji hipotesis pertama,
(Semiawan, C., 1992). Eksperimen juga
terdapat perbedaan pemahaman konep IPA
melatih kerjasama antar siswa. Siswa harus
dan sikap ilmiah siswa secara bersamaan
mengesampingkan egoisme. Di sisi lain,
antara siswa yang mengikuti model
discovery learning dengan siswa yang dengan eksperimen siswa akan mengingat
mengikuti model pengajaran langsung. Hal lebih lama, mengingat siswa memperoleh
ini dikarenakan tahapan-tahapan dari model pengalaman belajar secara langsung
discovery learning dapat mengembangkan sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
sikap ilmiah dan pemahaman konsep. Menurut Bruner pembelajaran yang
Tahapan pertama, yaitu stimulation, bermakna akan lebih menanamkan ingatan
dengan memberikan pertanyaan- lebih dalam pada diri siswa (Dahar,1989).
pertanyaan yang relevan dengan kehidupan Hal ini didukung oleh penelitian Muna,
sehari-hari, yang merangsang siswa untuk Sukisno, dan Yulianto (dalam Melani, 2012)
berpikir serta dapat mendorong eksplorasi. yang memberi hasil, bahwa metode
Timbulnya sikap keingintahuan untuk eksperimen dapat meningkatkan hasil
menyelidiki sendiri dan tuntutan eksplorasi, belajar kognitif. Interaksi yang kuat antara
maka akan mengarahkan pemikiran siswa siswa dengan objek pada kegiatan
untuk memahami terutama tentang eksperimen dapat mendorong perhatian
permasalahan yang menjadi topik siswa untuk lebih memahami objek
pembelajaran. (Aunurrahman, 2009: 37). Pada akhir
Tahapan kedua, problem statement, proses ini, siswa melakukan diskusi
siswa diberikan tanggung jawab untuk mengenai hasil eksperimen yang dilakukan.
merumuskan hipotesis atas pertanyaan- Dengan diskusi kelompok siswa akan lebih
pertanyaan yang telah diidentifikasi. Saat mengingat apa yang didiskusikan daripada
merumuskan hipotesis akan timbul sikap menerima penjelasan dari guru. Hal ini
kritis siswa terhadap teori-teori yang sesuai dengan yang disampaikan oleh
dijadikan dasar dalam menjawab Jauhar (2011: 80), bahwa interaksi dengan
permasalahan. Dari sikap ini akan lingkungan dapat memperbaiki pemahaman
memunculkan penalaran yang empiris untuk dan memperkaya pengetahuan. Diskusi
memahami informasi yang diperoleh. dapat meningkatkan pemahaman juga
Tahapan ketiga, data collection, siswa disampaikan oleh Slameto (2010), bahwa
diberikan kesempatan untuk melakukan dengan belajar bersama dengan siswa lain
eksperimen. Rasa ingin tahu siswa meningkatkan pengetahuan dan ketajaman
berkembang ketika siswa melakukan berpikir.
eksperimen. Rasa ingin tahu siswa juga Tahapan kelima, verification, siswa
muncul karena motivasi siswa untuk melakukan pembuktian, perbaikan, dan
menemukan jawaban. Hal ini sesuai dengan pembenaran terhadap hasil yang diperoleh
keuntungan pembelajaran dengan melalui presentasi dan diskusi kelas.
menggunakan discovery learning yang Kegiatan ini memunculkan sikap kritis,
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi IPA
(Volume 4 Tahun 2014)

percaya diri, kemauan mengubah Kegiatan seperti itu terdapat pada sintak-
pandangan terhadap jawaban karena sintak model discovery learning terutama
terungkap bukti-bukti dari informasi yang pada sintak problem statement untuk
telah dipelajari. Dari kegiatan ini siswa akan kegiatan eksplorasi, sintak data colllection
memperoleh pemahaman suatu konsep untuk kegiatan observasi, sintak data
yang telah dipelajari. processing untuk kegiatan diskusi.
Tahapan generalization, siswa Pemahaman interpretasi dapat
menarik kesimpulan hasil pembelajaran. berkembang ketika siswa melakukan
Tahap ini dapat melahirkan sikap kemauan penafsiran terhadap informasi yang
untuk mengubah pandangan, karena pada diperoleh dan ketika menjelaskan makna
kegiatan ini ditetapkan suatu konsep suatu pernyataan. Kegiatan ini terjadi
tertentu yang merupakan hasil dari proses terutama pada sintak data collection dan
pembelajaran. Dan kemungkinan adanya data processing dalam model discovery
sikap kritis siswa dalam menerima learning. Pada sintak ini siswa dilatih untuk
kesimpulan yang diputuskan mengacu pada menginterpretasi atau menyimpulkan
konsep yang sebenarnya. Dengan adanya tentang data-data yang diperoleh melalui
proses induksi dari hal-hal khusus yang eksperimen. Pemahaman interpretasi juga
ditemukan dalam proses pembelajaran muncul pada sintak verification, karena
menuju pada hal-hal umum yang menjadi melalui presentasi dan diskusi siswa akan
kesimpulan, maka akan terjadi proses menjelaskan secara rinci makna atau arti
konstruksi pengetahuan pada benak siswa suatu konsep atau prinsip, atau dapat
yang memberikan penjelasan konsep membandingkan, membedakan, atau
sehingga memberikan pemahaman konsep mempertentangkannya dengan sesuatu
pada diri siswa. yang lain, dalam upaya memberikan
Berdasarkan analisis uji hipotesis jawaban atas permasalahan.
kedua, bahwa model discovery learning Pemahaman ekstrapolasi akan
berpengaruh terhadap pemahaman konsep berkembang saat siswa memproleh
IPA dan secara signifikan rata-ratanya lebih pelatihan untuk memprediksi atau
tinggi dibandingkan pada model pengajaran meramalkan fenomena-fenomena yang
langsung. Hal ini dikarenakan discovery dihadapi. Kondisi ini sangat terbentuk pada
learning didasari oleh teori konstrutivis, model discovery learning, mengingat sintak-
siswa harus membangun sendiri sintak model discovery learning telah
pengetahuan di dalam benaknya. memberikan pengalaman belajar yang
Pengetahuan yang diperoleh dapat bermakna bagi siswa dalam menggali ilmu
bertahan lebih lama dan dapat pengetahuan yang dipelajarinya. Mulai dari
meningkatkan penalaran siswa dan sintak identifikasi dan merumuskan masalah
kemampuan untuk berpikir (Depdiknas, sampai pada sintak generalisasi dalam
2005). menemukan sendiri konsep-konsep. Lebih-
Pemahaman translasi berkembang lebih lagi pada kegiatan eksperimen sampai
saat siswa melakukan observasi terhadap pada menarik kesimpulan dari hasil
obyek dan eksplorasi informasi serta eksperimen akan dapat menanamkan
diskusi. Dari hasil observasi siswa akan pengetahuan dasar pada siswa pada setiap
mencoba untuk menterjemahkan informasi langkah kegiatan yang dilakukan.
yang didapat atau memberikan makna atas Dalam uji hipotesis ketiga ditemukan,
informasi tersebut dalam upaya bahwa terdapat perbedaan sikap ilmiah
mengkomunikasikannya. Siswa juga akan secara signifikan antara siswa yang
menterjemahkan atau memberikan makna mengikuti model discovery learning dengan
atas hasil eksplorasi untuk memberikan model pengajaran langsung. Pada model
jawaban atas permasalahan. Melalui diskusi discovery learning, rasa ingin tahu dapat
siswa akan mengungkapkan suatu muncul pada setiap sintak model
pernyataan-pernyataan dalam bentuk yang pembelajaran ini. Mulai dari awal pada
lain, sehingga siswa berlatih dalam sintak stimulation, dengan menghadapkan
memberikan makna suatu pernyataan. permasalahan tentang topik yang akan
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi IPA
(Volume 4 Tahun 2014)

dipelajari, siswa sudah terangsang ingin adanya beberapa jawaban sementara dan
mengetahui lebih banyak. Kemudian pada pendapat-pendapat yang timbul. Dari
sintak problem statement, siswa akan variasi jawaban ini diharapkan siswa dapat
merasa penasaran akan kebenaran berpikir kritis untuk menentukan jawaban
hipotesis yang dirumuskan. Selanjutnya yang paling mendekati. Sikap kritis juga
pada sintak data collection, antusias siswa muncul karena adanya berbagai pendapat,
untuk mengetahui sangat besar terkait gagasan, masukan, atau kritik yang terjadi
dengan apa yang terjadi dari kegiatan saat melakukan diskusi dalam tahap
eksperimen yang dilakukan. Begitu pula pengolahan dan penafsiran data dan tahap
pada sintak data processing, verification, verifikasi. Sikap krirtis terhadap temuan
maupun generalization. Sintak-sintak ini yang dihasilkan dari kegiatan ekperimen
memunculkan rasa ingin tahu siswa karena dalam tahap pengumpulan data. Sika kritis
melalui sintak-sintak ini siswa akan dapat seperti ini jarang terjadi pada model
mengetahui hasil dari proses ilmiah yang pengajaran langsung.
telah dilakukan. Sebaliknya model pengajaran
Sikap respek terhadap fakta/bukti langsung lebih menekankan kepada proses
pada model discovery learning terlihat pada penyampaian materi secara verbal dari
sintak-sintaknya, terutama pada sintak data seorang guru kepada siswa dengan
collection. Siswa dituntut untuk mencatat maksud agar siswa dapat menguasai materi
semua data atau informasi yang diperoleh pelajaran secara optimal. Model
dari kegiatan eksperimen untuk suatu guna pengajaran langsung lebih berorientasi
menemukan konsep-konsep yang kepada guru, guru memegang peranan
diharapkan, sehingga dari kegiatan ini akan yang dominan dan siswa tidak dituntut
terbentuk sikap jujur, obyektif, dan terbuka. untuk menemukan materi itu. Hal ini
Sikap respek terhadap fakta/bukti juga tentunya akan mengakibatkan ketidak-
muncul ketika siswa dihadapkan pada biasaan pada siswa dalam memperluas dan
informasi-informasi yang diperoleh dari memperdalam pengetahuannya sehingga
kegitan pengolahan data dalam sintak data siswa menjadi pasif. Kurang bermaknanya
processing. pembelajaran menyebabkan kurang
Sikap kemauan untuk mengubah terbentuknya sikap ilmiah pada diri siswa.
pandangan dapat tumbuk dalam model Model pengajaran langsung kurang
discovery learning, mengingat pada model mengakomodasi pemahaman translasi,
ini siswa berkesempatan penuh untuk mengingat sintak-sintak model ini kurang
membuktikan konsep atau teori melalui menuntut adanya aktivitas aktif siswa untuk
proses ilmiah yang sitematis. Pada sintak menterjemahkan atau memberikan makna
data colection siswa melakukan suatu pernyataan, karena siswa sifatnya
eksperimen untuk membuktikan suatu hanya menerima saja konsep-konsep yang
konsep tertentu dan hasil eksperimen akan disampaikan guru sehingga dalam
menghasilkan temuan tertentu yang memberikan jawaban lebih condong bersifat
mungkin berbeda dengan pandangan mengulang pernyataan yang ada.
siswa. Di samping itu, sintak data Kecenderungan pengembangan
processing, verification, dan generalization, pemahaman interpretasi pada model
sangat mengakomodasi adanya sikap ini, pengajaran langsung sangat kecil, karena
karena sintak-sintak ini akan menghasilkan pada model ini tidak terlihat adanya sintak
informasi-informasi baru sebagai suatu yang mengarahkan pada kegiatan siswa
bukti atau pembenaran dari temuan serta dalam pengumpulan data untuk ditafsirkan
konsep-konsep baru sebagai generalisasi lebih lanjut sebagai suatu kesimpulan.
umum. Namun tidak menutup kemungkinan siswa
Sintak-sintak model discovery untuk dapat menjelaskan makna dari suatu
learning sangat memberikan peluang siswa informasi, karena pada model pengajaran
untuk terbentuknya sikap berpikir kritis. langsung terdapat sintak tentang pemberian
Pada tahap identifikasi dan perumusan pelatihan siswa untuk mengelaborate
hipotesis, sikap kritis siswa muncul akibat
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi IPA
(Volume 4 Tahun 2014)

pengetahuannya melalui tugas-tugas yang baru, karena siswa cenderung hanya


diberikan. menerima informasi atau lebih cenderung
Pemahaman ekstrapolasi pada model untuk menjiplak pernyataan-pernyataan
pengajaran langsung masih sangat kurang. yang ada dalam buku sehingga tidak perlu
Mengingat Kegiatan untuk menemukan diperdebatkan lagi.
sendiri suatu konsep melalui proses ilmiah
pada model ini hampir tidak ada. Sehingga, Simpulan
pembelajaran hanya sebatas pentransferan
Penelitian ini menghasilkan temuan,
informasi pada siswa tanpa adanya
bahwa model pembelajaran berpengaruh
pemahaman terhadap informasi tersebut.
terhadap pemahaman konsep IPA dan
Kondisi seperti ini kurang memberikan
sikap ilmiah siswa. Secara lebih rinci sdapat
dasar-dasar pengetahuan yang cukup pada
diuraikan sebagai berikut: (1) terdapat
siswa, akibatnya pengetahuan siswa
perbedaan nilai rata-rata pemahaman
sebatas pada hafalan sehingga siswa akan
konsep dan sikap ilmiah siswa yang
kurang mampu melakukan prediksi
signifikan antara kelompok siswa yang
terhadap fenomena-fenomena yang ada.
belajar dengan model discovery learning
Dari segi aspek sikap ilmiah, pada
dengan kelompok siswa yang belajar
model pengajaran langsung kurang dapat
dengan model pengajaran langsung; (2)
terbentuk. Rasa ingin tahu siswa jarang
terdapat perbedaan nilai rata-rata pe-
terjadi, mengingat pada model ini siswa
mahaman konsep secara signifikan antara
bersifat pasif. Pembelajaran yang
kelompok siswa yang belajar dengan model
didominasi oleh guru kurang memberikan
discovery learning dengan kelompok siswa
kesempatan siswa untk beraktivitas.
yang belajar dengan model pengajaran
Kondisi ini sangat nampak pada setiap
langsung; (3) terdapat perbedaan nilai rata-
sintaknya, siswa hanya menerima,
rata sikap ilmiah secara signifikan antara
mengerjakan tugas, dan merangkum apa
kelompok siswa yang belajar dengan
yang ada dalam buku, sehingga kurang
discovery learning dengan kelompok siswa
merangsang rasa ingin tahu siswa.
yang belajar dengan model pengajaran
Pada model pengajaran langsung,
langsung.
sintak-sintaknya kurang menggali
Berdasarkan temuan pada penelitian
terbentuknya sikap respek terhadap
ini, dapat diajukan beberapa saran: (1)
fakta/bukti, karena siswa tidak
model discovery learning dapat dijadikan
terakomodasi untuk melakukan kegiatan
model pembelajaran di sekolah, terutama
investigasi guna menggali informasi
dalam pembelajaran IPA SMP; (2) dalam
menjadi suatu ilmu pengetahuan. Kurang
penerapan model discovery learning,
adanya kegiatan pembuktian terhadap
hendaknya dilakukan dengan sungguh-
konsep-konsep atau teori-teori, mereka
sungguh dan sesuai prosedur serta adanya
hanya menerima konsep atau teori yang
persiapan guru dan siswa untuk
sudah ada.
memperoleh hasil yang optimal; pihak
Pembelajaran yang pasif dari model
sekolah hendaknya dapat mengakomodasi
pengajaran langsung jarang membentuk
dan memfasilitasi untuk optimalisasi
sikap kemauan untuk mengubah
implementasi discovery learning; pihak
pandangan. Tidak terlihat adanya proses
pemerintah dapat mengupayakan dalam
pembuktian konsep atau teori pada sintak-
penyediaan fasilitas dan sarana
sintak model pengajaran langsung,
pembelajaran IPA sekolah.
sehingga pemunculan informasi-informasi
secara ilmiah tidak akan terjadi. Akibatnya,
DAFTAR RUJUKAN
siswa tidak memiliki pandangan lain selain
konsep yang sudah diberikan. Agustina, E. I P. 2009. Pengaruh Model
Sikap kritis jarang terjadi pada model Pembelajaran Kontekstual terhadap
pengajaran langsung. Pada model ini Pemahaman Konsep dan Keteram-
kurang adanya proses pembelajaran yang pilan Proses Sains Siswa Kelas VIII
dapat memunculkan berbagai informasi SMP Negeri 1 Tabanan Tahun Ajaran
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi IPA
(Volume 4 Tahun 2014)

2008/2009. Tesis (tidak diterbitkan). Jauhar, M. 2011. Implementasi Paikem dari


Singaraja: Program Studi Pendidikan Behavioristiksampai Konstrukti-vistik.
Dasar Program Pascasarjana Jakarta: Prestasi PustakaPublisher.
Universitas Pendidikan Ganesha.
Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru,
Ahmadi, I. 2011. Strategi Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013.
Sekolah Terpadu. Jakarta: Prestasi Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Pustaka. Kebudayaan.
Anderson & Krathwohl. 2001. A Melani, R. 2012. Pengaruh Metode Guided
Taxonomy for Learning, Teaching, Discovery Learning Terhadap Sikap
and Assessing, A Revision of Ilmiah dan Hasil Belajar Kognitif
Bloom’s Taxonomy of Educational Biologi Siswa SMA Negeri 7
Objectives, Addison Wesley Surakarta Tahun Pelajaran
Longman, Inc. 2011/2012. Pendidikan Biologi FKIP
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. UNS.
Jakarta: PT. Rineka Cipta Purwanti, Y. 2010. Penerapan Guided
Aunurrahman. (2009). Belajar dan Discovery Learning dalam
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Pembelajaran IPA untuk
Meningkatkan Penguasaan Konsep
Balım, A. G. (2009). The Effects of Bagian-bagian Tumbuhan pada Siswa
Discovery Learning on Students’ Kelas II SDN Pringo Kecamatan
Success and Inquiry Learning Skills. Bululawang Kab. Malang. Elektronik
Egitim Arastirmalari Eurasian Journal Tugas Akhir. Jurusan Kependidikan
of Educational Research , 35, 1-20. Sekolah Dasar dan Prasekolah FIP
Candiasa, I M. 2004. Statistik Multivariat Universitas Negeri Malang.
Dilengkapi Aplikasi SPSS. Singa- Roestiyah. 2008. Strategi Belajar
raja: Unit Penerbitan IKIP Negeri Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Singaraja.
Sadia, I W. 2008. Pembelajaran
Dahar, R. W. 1989. Teori-Teori Belajar. Kontekstual. Makalah. Disajikan
Jakarta: Erlangga. pada pelatihan PKBM di UPTD
Depdiknas. 2005. Landasan Teori dalam BPKB Provinsi Bali, Tgl. 15 Agustus
Pengembangan Metode Pengajaran. 2008.
Materi Pelatihan Terintegrasi Ilmu Semiawan, C., Tangyong, A. F., Belen, S.,
Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdik- Matahelemudal, Y., & Suseloardjo,
nas Dirjen Pendasmen Direktorat W. 1992. Pendekatan Keterampilan
Pend. Lanjutan Pertama. Proses. Jakarta: Gramedia
Harlen, W. 1992. Teaching of Science. Widiasarana Indonesia.
David Fulton Publisher, London. Slameto. 2010. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta : Rhineka cipta
Ibrahim, M. 2013. Penerapan Model
Pembelajaran Penemuan (Discovery Slavin, E. 1994. Educational Psychology:
Learning) untuk Mening-katkan Theory and Practice.
Pemahaman Konsep Fisika Siswa Massachusesttes: Allyn and Bacon
SMP. S1 thesis. Universitas Publishers.
Pendidikan Indonesia.
Sulistyowati, N. 2012. Efektivitas Model
Ilahi, T M. 2012. Pembela-jaran Discovery Pembelajaran Guided Discovery
Strategy & MentalVocational Skill. Learning Terhadap Kemampuan
Jogjakarta: DIVA Press Pemecahan Masalah Kimia. Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Negeri
Semarang.
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi IPA
(Volume 4 Tahun 2014)

Suastra, I W. 2013. Pembelajaran Sains


Terkini. Mendekatkan Siswa dengan
Lingkungan Alamiah dan Sosial
Budayanya. Singaraja: UNDIKSHA
Suati, I N. 2011. Pengaruh Model
Pembelajaran Berbasis Masalah dan
Kooperatif Group Investigation terha-
dap Pemahaman Konsep dan Sikap
Ilmiah dan Keterampilan Berpikir
Kritis. Tesis (tidak diterbitkan). Singa-
raja: Program Studi Pendidikan Sains
Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha.
Sugiyono. 2012. Statistik Untuk Penelitian,
Cetakan ke-21. Bandung : Alfabeta
Suryobroto, B. 2002. Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai