Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISI

BAB I. Pendahuluan .................................................................................... 1


BAB II. Status pasien .................................................................................... 2
Anamnesis ........................................................................................ 3
Pemeriksaan fisik ............................................................................ 4
Pemeriksaan penunjang ................................................................. 5
Diagnosis banding ........................................................................... 6
Diagnosis .......................................................................................... 6
Penatalaksanaan ............................................................................. 6
Prognosis .......................................................................................... 7
BAB III. Tinjauan pustaka ............................................................................ 9
Definisi ............................................................................................. 9
Epidemiologi .................................................................................... 9
Etiologi ............................................................................................. 10
Patogenesis ...................................................................................... 11
Patofisiologi ..................................................................................... 12
Gambaran Klinis ............................................................................. 14
Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 16
Diagnosis .......................................................................................... 18
Komplikasi ....................................................................................... 19
Penatalaksanaan ............................................................................. 20
Prognosis .......................................................................................... 27
BAB IV. Pembahasan ..................................................................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN

Gastroenteritis atau diare merupakan penyakit yang biasa terjadi pada anak-anak dan
dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab dengan variasi penyakit dari yang ringan
sampai berat. Diare adalah suatu gejala dimana frekuensi buang air besar meningkat (>3x sehari)
dan konsistensi tinja menjadi lebih cair dari biasanya
Diare yang terjadi pada anak-anak biasanya disebabkan oleh karena infeksi, meskipun
demikian diet makanan yang tidak sesuai, terjadinya malabsorpsi makanan, dan berbagai macam
gangguan pada saluran cerna juga dapat menyebabkan diare. Penyakit diare ini biasanya
merupakan penyakit yang bisa sembuh dengan sendirinya (“self-limited disease”), tetapi
manajemen dan tatalaksana yang tidak baik dari infeksi akut tersebut dapat menyebabkan
keadaan sakit yang berlarut-larut.
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara
yang sedang berkembang khususnya Indonesia. Pada tahun 2003, diperkirakan 1,87 juta anak di
bawah 5 tahun meninggal karena diare. 8 dari 10 kematian ini terjadi pada dua tahun pertama
kehidupan. Rata-rata, anak-anak di bawah 3 tahun pada negara berkembang mengalami tiga
episode diare setiap tahunnya.
Komplikasi yang seringkali terjadi akibat diare adalah kehilangan cairan dari tubuh yang
disebut dengan dehidrasi (Frye, 2005). Selain dehidrasi, gejala lain yang dapat menyertai diare
adalah muntah. Jika kemampuan untuk minum untuk mengkompensasi kehilangan cairan akibat
diare dan muntah terganggu maka dehidrasi akan terjadi. Kematian yang terjadi akibat diare pada
anak-anak terutama disebabkan karena kehilangan cairan dari tubuh dalam jumlah yang besar
(Karras, 2005)
Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah / menanggulangi dehidrasi dan
gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, mengobati kausa diare yang spesifik,
mencegah dan menanggulangi gangguan gizi dan mengobati penyakit penyerta. Untuk itu perlu
dilakukan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efektif agar dapat mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh diare.
BAB II
STATUS PASIEN
KETERANGAN UMUM
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Indah Anggraeni
• Jenis kelamin : Perempuan
• Usia : 6 bulan
• Alamat : Lebak wangi ½ Cingcin Kec Soreang Kab Bandung
• Tanggal pemeriksaan : 19 November 2012
• No. RM : 366352
IDENTITAS ORANG TUA
IBU
Nama : Ny A
Usia : 27 tahun
Pendidikan: SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
AYAH
Nama : Tn. s
Usia : 29
Pendidikan: Smp
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
ANAMNESIS (alloanamnesis dari ibu)pada tanggal 19 november 2012
Keluhan utama : Mencret
Anamnesis tambahan : demam dan muntah
Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami mencret sebanyak 5 kali
sehari, BAB diperkirakan keluar sekitar ½ gelas air mineral atau kurang lebih sekitar 50 cc
dimana BAB berupa cairan, berwarna kuning, tanpa disertai lendir dan darah serta tidak berbau
asam. Keluhan mencret disertai panas badan yang terus menerus dan muntah 3 kali sehari sejak
4 hari sebelum masuk rumah sakit, berupa sisa makanan dan minuman. Penderita mengalami
panas badan sejak mencret.
Selama mencret penderita masih mau menetek dan tampak haus. Keluhan mencret tidak
disertai batuk, sesak nafas, penurunan kesadaran, dan pilek. Riwayat alergi makanan dan obat
disangkal. Riwayat memakan makanan tertentu yang mungkin menyebabkan mencret disangkal.
Riwayat alergi terhadap susu tertentu disangkal. Ibu mencuci botol dengan merendam botol susu
di air panas sebelum digunakan. Sumber air minum keluarga didapat dari sumur. Jamban
keluarga di dalam rumah, tertutup. Jarak sumur dengan jamban 6 meter.BB sebelum sakit: 7.5kg.
Penderita belum pernah mengalami sakit serupa sebelumnya. Riwayat pernah kejang
disangkal. Riwayat penyakit serupa dalam keluarga disangkal.
Selama kehamilan ibu penderita tidak mengalami kelainan. Riwayat minum obat dan
jamu-jamuan saat kehamilan disangkal. Ibu penderita tidak secara rutin memeriksakan
kehamilan di puskesmas. Bayi lahir normal dengan bantuan Paraji dengan usia kehamilan 9
bulan 1 minggu dan berat badan lahir 3000 gram. Saat lahir bayi langsung menangis, tidak
disertai keluhan bayi biru maupun keluhan kuning.
Riwayat imunisasi
Imunisasi Jumlah
Hepatitis B -
BCG I (usia 1 bulan)
DPT I, II(usia 2, 3, bulan)
Polio I, II (usia 2, 3bulan)
Campak -
Riwayat Makanan
▫ Penderita masih mendapat ASI sampai sekarang. biskuit dan bubur susu mulai
diberikan pada usia 4 bulan. Sebelum sakit penderita rutin menetek. Semenjak
sakit penderita tetap mau menetek.

Anamnesis Pertumbuhan
Saat ini penderita memiliki berat badan 9 kilogram dengan panjang badan 72 cm.
Menurut persentil NCHS, dengan perhitungan BB/TB, BB/U, maupun TB/U, penderita terhitung
memiliki status gizi baik. Pertumbuhan penderita baik. Berat badan selalu bertambah.
Anamnesis perkembangan
Usia Motorik kasar Motorik halus Bicara Sosial
4 bulan Terungkup Meraih benda, Mengoceh Bereaksi
mengikuti objek terhadap suara
dengan mata

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
a. Kesan sakit : Tampak sakit ringan, rewel
b. Kesadaran : Komposmentis
c. Status gizi : Baik
d. Berat badan sebelum sakit : 9 kg
e. Tinggi badan : 72 cm
f. Lingkar kepala : 42 cm
g. Lingkar lengan atas : 16 cm
h. BB/U : 7,8/6,6 x 100% = 118%
i. TB/U : 72/63 x 100% = 114%
j. BB/TB : 7,8/7,2 x 100% = 108%
k. Simpulan status gizi : Status gizi baik
Tanda vital
a. Tekanan darah : Tidak dilakukan
b. Nadi : 120 kali/menit
c. Respirasi : 40 kali/menit
d. Suhu : 36,5°C
Kepala
a. Tidak terdapat deformitas
b. Ubun-ubun besar cekung
c. Kelopak mata cekung
d. Conjungtiva tidak anemis
e. Sklera tidak ikterik
f. Air mata cukup
g. Tidak terdapat pernafasan cuping hidung
h. Mukosa mulut, bibir dan lidah basah
Leher
a. KGB tidak teraba
Thoraks
a. Bentuk dan gerak dada simetris, tidak terdapat retraksi.
b. Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis c. Paru :
Palpasi : Iktus kordis pada interkosta 5 Inspeksi : Dalam batas normal
Perkusi : Dalam batas normal Palpasi : Fremitus simetris
Auskultasi : Bunyi jantung I & II Perkusi : Sonor pada semua lapangan paru
regular,mur-mur(-),gallop(-) Auskultasi : Vesikuler, Rhonki (-),
wheezing (-), Slym (-)
Abdomen
a. Datar, lembut
b. Turgor kurang (kembali agak lambat)
c. Hepar tak teraba, lien tak teraba
d. Bising usus (+) normal
Ekstremitas
a. Akral hangat
b. Capillary refill time kurang dari 2 detik

DIAGNOSA BANDING
Diare akut non disentri ec. Bakteri dengan dehidrasi ringan sedang
Diare akut non disentri ec. Rotavirus dengan dehidrasi ringan sedang

DIAGNOSA KERJA
Diare akut non disentri ec. bakteri dengan dehidrasi ringan sedang
• Darah Rutin ( Hb, PCV, Leukosit, Trombosit)
• Pemeriksaan feses :
Makroskopis : Warna, Konsistensi, Lendir
Mikroskopis : Eritrosit, Leukosit, Bakteri, Amoeba,Telur cacing
PENATALAKSANAAN
Terapi umum :
• Terapi Umum
• Tirah baring
• Rehidrasi
 Oralit yang diberikan dihitung dgn mengalikan BB penderita (kg) dengan 75 ml
 Diet bubur saring, rendah serat, porsi kecil, dan sering.
 ASI tetap diberikan
Terapi khusus :
 Tidak boleh diberikan obat anti diare
 Probiotik 2 x 1 sacc
 Zinc 1 x 1 sacc
 Parasetamol syr 3 x cth 3/4
Edukasi
- Istirahat
- Penyuluhan kepada ibu mengenai cara pemberian cairan.
- Penyuluhan kepada ibu mengenai kebersihan dan lingkungan.
- Orang tua diminta untuk membawa kembali anaknya ke pusat pelayanan kesehat
bila ditemukan hal sebagai berikut : demam, tinja berdarah, makan atau minum
sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari

PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ab functionam : Ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

DEFENISI
1. Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih 3X/hari) serta
perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram/24 jam atau lebih dari 10 gr/kgbb/24 jam) dan
konsistensi feses cair. (Suzanne C.Smeltzer, 2001).
2. Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD – RSHS
(2005) maka yang dimaksud dengan diare akut adalah buang air besar dengan konsistensi
lebih encer/cair dari biasanya, tiga kali atau lebih dalam satu hari, dapat/tidak disertai dengan
lendir/darah yang timbul secara mendadak dan berlangsung kurang dari 2 minggu (14 hari).
3. American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare akut dengan karakteristik
peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi defekasi, dapat disertai atau tanpa
gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam atau sakit perut yang berlangsung selama 3 –
7 hari.

EPIDEMIOLOGI
Diare merupakan penyakit yang umum terjadi pada hampir semua kelompok usia dan
merupakan penyakit kedua tersering setelah influenza (common cold). Penyakit diare adalah
salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di seluruh dunia, yang
menyebabkan satu juta kejadian sakit dan 3-5 juta kematian setiap tahunnya.
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara
yang sedang berkembang khususnya Indonesia. Pada tahun 2003, diperkirakan 1,87 juta anak di
bawah 5 tahun meninggal karena diare. 8 dari 10 kematian ini terjadi pada dua tahun pertama
kehidupan. Rata-rata, anak-anak di bawah 3 tahun pada negara berkembang mengalami tiga
episode diare setiap tahunnya.
Cara penularan diare pada umumnya adalah secara oro-fecal melalui 1) makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi oleh enteropatogen, 2) kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita, atau tidak langsung melalui
lalat. Di dalam bahasa Inggris maka terdapat 4 F di dalam cara penularan diare ini yaitu food
(makanan), feces (tinja), finger (jari tangan), and fly (lalat) (Sunoto, 1991).
ETIOLOGI
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare
pada anak. Infeksi enteral ini meliputi:
- Infeksi bakteri: vibrio, E.coli, salmonella, shigella, campylobacter, yersinia,
aeromonas dan sebagainya.
- Infeksi virus: enteoovirus (virus ECHO, coxsackie, poliomyelitis), adenovirus,
rotavirus, astrovirus, dan lain-lain.
- Infeksi parasit: cacing (ascaris, trichiuris, oxyuris, strongyloides), protozoa
(entamoeba hystolitica, giardia lamblia, trichomonas hominis), jamur (candida
albicans).
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di bagian tubuh lain di luar alat
pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada anak dan bayi berumur
dibawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak terutama trigliserida rantai panjang
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan: makanan basi, makanan beracun, alergi susu, alergi makanan, CMPSE
(cow’s milk protein sensitive enteropathy)
4. Imunodefisiensi: sering terjadi pada penderita AIDS.
5. Defek anatomis
a. Malrotasi e. Short bowel syndrome
b. Duplikasi intestinal f. Atrofi mikrovili
c. Penyakit Hirschprung g. Striktur
d. Impaksi fekal
6. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang, dapat menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih besar.
Penyebab utama diare pada anak adalah rotavirus. Rotavirus diperkirakan sebagai penyebab
diare cair akut pada 20% - 80 % anak di dunia, sedangkan di Indonesia rotavirus merupakan
penyebab sebanyak 55 % kasus diare akut.2

PATOGENESIS
1. Diare Sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang diakibatkan aktifnya enzim adenil siklase. Enzim ini
akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi cAMP intrasel akan menyebabkan sekresi aktif
air, ion Cl, Na, K dan HCO3- ke dalam lumen usus dan selanjutnya terjadi diare serta muntah
yang timbul karena terjadi peningkatan isi rongga usus, sehingga penderita cepat jatuh ke dalam
keadaan dehidrasi.
Adenil siklase ini diaktifkan atau dirangsang oleh toksin dari mikroorganisme sebagai
berikut:
- Vibrio (paling kuat) - Clostridium
- ETEC - Salmonella dan
- Shigella - Campylobacter
2. Diare Osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan osmotik pada lumen
usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen usus, sehingga terjadi diare
berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare osmotik ini disebabkan oleh malabsorpsi
karbohidrat.
Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor aktif dengan
ion Natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida oleh enzim
disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi defisiensi enzim ini maka disakarida
tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga menimbulkan osmotic load dan terjadi diare.
Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan difermentasikan di
flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen sehingga tekanan osmotik di lumen
usus meningkat yang akan menyebabkan pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi
rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
Adanya gas hidrogen terlihat pada perut penderita yang kembung (abdominal distention), pH
tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan klinites terlihat positif. Perlu diingat bahwa enzim
amilase pada bayi, baru akan terbentuk sempurna setelah bayi berusia 3-4 bulan. Oleh sebab itu
pemberian makanan tambahan yang mengandung karbohidrat kompleks tidak diberikan sebelum
usia 4 bulan, karena dapat menimbulkan diare osmotik.
Bentuk yang paling sering dari diare osmotik ini adalah intoleransi laktosa akibat defisiensi
enzim laktase yang dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus. Dilaporkan kurang lebih
sekitar 25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi laktosa.

3. Diare Invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme dalam mukosa usus
sehingga menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Diare invasif ini disebabkan oleh
Rotavirus, bakteri (Shigella, Salmonella, Campylobacter, EIEC, Yersinia), parasit (amoeba).
Diare invasif yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba menyebabkan tinja berlendir dan sering
disebut sebagai dysentriform diarrhea.
Shigella
Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati barier asam lambung, kuman
masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil mengeluarkan enterotoksin. Toksin
ini akan merangsang enzim adenil siklase untuk mengubah ATP menjadi cAMP sehingga
terjadi diare sekretorik. Selanjutnya kuman ini dengan bantuan peristaltik usus sampai di
usus besar/kolon. Di kolon, kuman ini bisa keluar bersama tinja atau melakukan invasi ke
dalam mukosa kolon sehingga terjadi kerusakan mukosa berupa mikro-mikro ulkus yang
disertai dengan serbukan sel-sel radang PMN dan menimbulkan gejala tinja berlendir dan
berdarah.
Rotavirus
Mekanisme diare oleh rotavirus berbeda dengan bakteri yang invasif dimana diare oleh
rotavirus tidak berdarah. Setelah rotavirus masuk ke dalam traktus digestivus bersama
makanan/minuman tentunya harus mengatasi barier asam lambung, kemudian berkembang
biak dan masuk ke dalam bagian apikal vili usus halus. Kemudian sel-sel bagian apikal
tersebut akan diganti dengan sel dari bagian kripta yang belum matang/imatur berbentuk
kuboid atau gepeng. Karna imatur, sel-sel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan
makanan sehingga terjadi gangguan absorpsi dan terjadi diare. Kemudian vili usus
memendek dan kemampuan absorpsi akan bertambah terganggu lagi dan diare akan
bertambah hebat. Selain itu sel-sel yang imatur tersebut tidak dapat menghasilkan enzim
disakaridase. Bila daerah usus halus yang terkena cukup luas, maka akan terjadi defisiensi
enzim disakaridase tersebut sehingga akan terjadilah diare osmotik.

4. Gangguan motilitas intestinal


Penyebab gangguan motilitas usus adalah malnutrisi, scleroderma, intestinal pseudo-
obstruction syndrome, dan diabetes mellitus (gangguan control otonomic). Malnutrisi dapat
menyebabkan hipomotilitas, mengakibatkan bakteri dapat tumbuh sehingga garam empedu
mengalami dekonyugasi dan menyebabkan peningkatan mediator intraselular siklikAMP
3
sehingga menyebabkan diare sekretorik. Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare.
5. Penurunan area permukaan anatomis
Short bowel syndrome diakibatkan karena reseksi usus sekunder akibat indikasi pembedahan
seperti pada enterokolitis nekrotikans, volvulus, atau atresia usus. Penyakit Celiac
menyebabkan pendataran pada ares usus proksimal dengan penurunan kemampuan absorbsi
pada epitel vili usus. Diare dikarakteristikkan dengan kehilangan cairan, elektrolit,
makronutrien dan mikronutrien.3
6. Malabsorbsi lemak
Gangguan LCT (Long Chain Triglycerides) dapat terjadi karena:
1) Lipase tidak ada / kurang
2) Conjugated bile salts tidak ada / kurang
3) Mukosa usus halus atau vili rusak
4) Gangguan system limfe usus

MANIFESTASI KLINIS
1. Diare Sekretorik
Gejala berupa: diare cair, disertai dengan muntah-muntah, tidak ada panas badan, dan cepat
menyebabkan dehidrasi
2. Diare invasive
Diare yang disebabkan oleh rotavirus menimbulkan gejala berupa: diare cair tanpa darah,
dengan panas badan yamg tidak begitu tinggi, disertai batuk pilek, muntah, biasanya pada usia <
2 tahun. Diare yang disebabkan oleh infeksi rotavirus biasanya berlangsung selama 4-5 hari,
sedangkam morfologi usus dan kapasitas absorbsi biasanya kembali normal dalam waktu 2-3
minggu.
Sedangkan diare yang bersifat dysentriform menimbulkan gejala berupa:
 Tinja berlendir, berdarah
 Diare sering namun sedikit
 Disertai panas badan
 Tenesmus ani
 Nyeri abdomen
 Prolapsus ani
3. Diare Osmotik
Gejala:
 Tinja cair
 Distensi abdomen (kembung): karena banyaknya gas Hidrogen yang dihasilkan dari
fermentasi karbohidrat oleh mikroorganisme usus.
 Diaper rash : karena meningkatnya asam laktat
 pH asam, klinitest positif
 Breath Hidrogen test (+)

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsistensi tinja, lender, dan/
darah dalam tinja
b. Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil terakhir,
demam, sesak, kejang dan kembung
c. Jumlah cairan yang masuk selama diare
d. Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, anak minum ASI atau susu
formula, anak mengonsumsi makanan yang tidak biasa
e. Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum
2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pemeriksaan keadaan umum, kesadaran dan tanda vital
Dari pemeriksaan fisik pada penderita diare dapat ditemukan beberapa hal, antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Dehidrasi
Tanda utama untuk melihat adanya - Ubun – ubun besar (UUB)
dehidrasi: - Air mata
- Kesadaran - Mukosa mulut, bibir dan lidah
- Rasa haus
- Turgor kulit abdomen
Tanda tambahan untuk melihat
adanya dehidrasi:
Pembagian derajat dehidrasi dan gejala-gejalanya :

Pemeriksaan A B C
Keadaan Umum Baik, sadar Gelisah, rewel* Lesu, tidak sadar*
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Kering
Rasa Haus Minum biasa Haus, minum Malas minum/tidak
banyak* bisa minum*
Periksa turgor Kembali cepat Kembali lambat* Kembali sangat
kulit lambat*
Derajat TANPA DEHIDRASI DEHIDRASI
dehidrasi DEHIDRASI RINGAN- BERAT
SEDANG Bila ada satu
Bila ada satu tanda* ditambah ≥1
tanda* ditambah tanda lain
≥1 tanda lain
Terapi Rencana terapi Rencana terapi B Rencana terapi C
A

b. Pemeriksaan berat badan


Untuk melihat apakah anak mengalami gagal tumbuh dan malnutrisi. Penurunan massa
otot dan lemak atau terjadinya edema peripheral dapat dijadikan petunjuk bahwa terjadi
malabsorbsi dari karbohidrat, lemak atau protein. Organism tersering yang dapat
menyebabkan malabsorbsi lemak dan diare adalah Giardia sp.
c. Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Seperti: napas cepat dan dalam (asidosis metabolic), kembung (hipokalemia), kejang
(hipo atau hipernatremia).
d. Nyeri perut
Nyeri perut yang non spesifik dan nonfokal disertai dengan kram perut merupakan hal
yang biasa terjadi pada beberapa organisme. Nyeri biasanya tidak bertambah bila
dilakukan palpasi pada perut. Apabila terjadi nyeri perut yang fokal maka nyeri akan
bertambah dengan palpasi, bila terjadi rebound tenderness, maka kita harus curiga
terjadinya komplikasi atau curiga terhadap suatu diagnosis yang non infeksisus.
e. Borborygmi
Merupakan tanda peningkatan aktivitas peristaltik usus yang menyebabkan bising usus
meningkat pada auskultasi.
f. Eritema perianal
Defekasi yang sering dapat menyebabkan kerusakan pada kulit perianal, terutama pada
anak –anak yang kecil. Malabsorbsi karbohidrat yang sekunder seringkali merupakan
hasil dari feses yang asam. Malabsorbsi asam empedu sekunder dapat menyebabkan
dermatitis disekitar perianal yang sangat hebat yang seringkali ditandai sebagai suatu
luka bakar.

3. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan tinja
 Makroskopis: konsistensi, warna, lender, darah, bau
 Mikroskopik: leukosit, eritrosit, parasit dan bakteri
 Kimia: pH dengan kertas lakmus dan tablet clinitest (bila diduga terdapat intolerance
gula), elektrolit (Na,K,HCO3)
 Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi (jaramg untuk diare akut)
 Selalu lakukan kultur tinja untuk organisme – organisme Salmonella, Shigella, dan
Campylobacter serta Yersinia enterocolitica, terutama pada tampilan gejala klinis.
Karakteristik Tinja dan Menentukan Asalnya
Karakteristik Tinja Usus Kecil Usus Besar
Tampilan Watery Mukoid
Volume Banyak Sedikit
Frekuensi Meningkat Meningkat
Darah Kemungkinan positif tetapi Kemungkinan darah segar
tidak pernah darah segar
pH Kemungkinan <5,5 >5,5
Substansi Pereduksi Kemungkinan positif Negatif
WBC <5 /LPK Kemungkinan > 10 LPK
Serum WBC Normal Kemungkinan leukositosis
Organisme Virus (rotavirus, Adenovirus, Bakteri Invasif (E.coli,
Calicivirus, Astrovirus, Shigella sp, Campylobacter
Norwalk virus) sp, yersinia sp, Aeromonas sp,
Plesiomonas sp)
Tokisn bakteri (E.Coli, Toksin Bakteri (Clostriduim
C.perfringens, Vibrio spesies) difficile)
Parasit (Giardia sp, Parasit (Entamoeba
Cryptosporidium sp) Histolytica)

2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan


pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan gas darah menurut
ASTRUP (bila memungkinkan).
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan fosfor dalam
serum ( terutama yang disertai kejang)

PENATALAKSANAAN
Pemberian cairan pada diare dehidrasi murni
1. Jenis cairan
a. Cairan rehidrasi oral (oral rehidration salts)
- Formula lengkap mengandung NaCl, NaHCO3, KCl, dan glukosa. Kadar natrium 90
mEq/l untuk kolera diare akut pada anak di atas 6 bulan dengan dehidrasi ringan dan
sedang atau tanpa dehidrasi (untuk pencegahan dehidrasi).
Kadar natrium 50-60 mEq/l untuk diare akut non-kolera pada anak di bawah 6 bulan
dengan dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi. Formula lengkap sering disebut
oralit.
- Formula sederhana (tidak lengkap) hanya mengandung NaCl dan sukrosa atau
karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan tepung
beras garam dan sebagainya untuk pengobatan pertama di rumah pada semua anak
dengan diare akut baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada dehidrasi ringan.
b. Cairan parenteral
- RL g (1 bagian ringer laktat + 1 bagian glukosa 5%)
- RL (ringer laktat)
- Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1,5% atau 4 bagian
glukosa 5-10% + 1 bagian NaCl 0,9%)
2. Jalan pemberian cairan
a. Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau minum
serta kesadaran baik.
b. Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak tidak mau
minum, atau kesadaran menurun.
c. Intravena untuk dehidrasi berat.
3. Jumlah cairan
a. Tanpa dehidrasi
- Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan new oralit diberikan 5-10 ml/kgBB
setiap diare cair atau berdasarkan usia, yaitu umur <1 tahun sebanyak 50-100 ml,
umur 1-5 tahun sebanyak 100-200 ml, dan umur di atas 5 tahun semaunya. Dapat
diberikan cairan rumah tangga sesuai kemauan anak. ASI harus terus diberikan.
- Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain (tidak mau
minum, muntah terus menerus, dan diare frekuen).
b. Dehidrasi ringan-sedang
- Cairan rehidrasi (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75 ml/kgBB dalam 3 jam
untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan sebanyak 5-10 ml/kgBB
setiap diare cair.
- Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum
walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa
nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan adalah ringer laktat atau NaCl dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan. Status hidrasi dihitung secara berkala
dengan rumus sbb:

BB x (D+M+C) cc
D: Dehidrasi ringan 50cc
Dehidrasi sedang 80cc
Dehidrasi berat 100cc
M: Maintenance
Neonatus 140 – 120cc
Sd 1 tahun 120 – 100cc
1 – 2 tahun 100 – 90cc
2 – 4 tahun 90 – 80cc
4 – 8 tahun 80 – 70cc
8 – 12 tahun 70 – 80cc
> 12 tahun 60 – 50cc
C: concomitten loss
Muntah 25cc
Diare 25cc
Muntah & diare 30cc
c. Dehidrasi berat
Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer asetat 100 ml/kgBB
dengan cara pemberian :
o Umur kurang dari 12 bulan : 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama,
70 ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya.
o Umur di atas 12 bulan : 30 ml/kgBB dalam setengah jam pertama,
70 ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya.
o Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum,
dimulai dengan 5 ml/kgBB selama proses rehidrasi.
Pemberian seng
Seng terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi buang air besar dan volume
tinja sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Zinc elemental diberikan
selama 10-14 hari meskipun anak telah tidak mengalami diare dengan dosis :
a. Umur di bawah 6 bulan : 10 mg per hari
b. Umur di atas 6 bulan : 20 mg per hari

Pemberian nutrisi
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap diberikan untuk
mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Danya perbaikan
nafsu makan menandakan fase kesembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan
sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang 6 kali sehari), rendah serat.

Medikamentosa
a. Tidak boleh diberikan obat anti diare
b. Antibiotik
Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena
40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik di indikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses
berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan, tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan
berdasarkan kultur dan resistensi kuman.
Antibiotik digunakan secara selektif pada kasus :
- Diare berdarah, sebagai obat pilihan pertama adalah kotrimoksazole dengan dosis 50
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, selama 5 hari.
- Kolera, dengan menggunakan tetrasiklin, dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, selama
3 hari.
- Amuba atau Giardia, dengan menggunakan metronidazole, dosis 30-50 mg/kgBB/hari
dibagi 3 dosis, selama 5-7 hari.
Tabel. Antibiotik empiris untuk Diare infeksi Bakteri
Organisme Pilihan pertama Pilihan kedua
Campylobacter, Ciprofloksasin 500mg Ceftriaxon 1gr IM/IV sehari
Shigella atau oral TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3
Salmonella spp 2x sehari, 3 – 5 hari hari
Eritromisin 500 mg oral 2x
sehari, 5hr
Azithromycin, 500 mg oral 2x
sehari
Vibrio Cholera Tetrasiklin 500 mg Resisten Tetrasiklin
oral 4x sehari, 3 hari 4x sehari 3 hari
Doksisiklin 300mg Eritromisin 250 mg oral
Oral, dosis tunggal Ciprofloksacin 1gr oral 1x
Traveler diarrhe Ciprofloksacin 500mg TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3
hari
Clostridium Metronidazole 250-500 Vancomycin, 125 mg oral 4x
difficile mg sehari
4x sehari, 7-14 hari, 7-14 hari
oral atau IV

Probiotik
Probiotik adalah bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen yang mempunyai pengaruh
menguntungkan terhadap kesehatan, baik pada manusia dan binatang dengan memperbaiki
keseimbangan mikroflora intestinal.

Jenis-jenis probiotik :
- Lactobasili : L. acidophilus, L. casei, L delbruckii subsp bulgaris, L reuter, L brevis, L
celobious, L curvatus, L fermentum, L plantarum.
- Kokus gram positif : lactococcus lactis subsp Cremoris, Streptococcus salvrius subsp
thermophylus, Enterococcus faecium, S diaacetylactis, S intermedius
- Bifidobakteria : B bifidum, B adolescentis, B animalis, B infantis, B longum, B
thermophylum
Lactobacillus GG adalah suatu strain bakteri probiotik yang resisten terhadap asam lambung dan
asam empadu, digunakan untuk pencegahan diare pada anak dengan risiko tinggi di negara
berkembang, secara signifikan dapat menurunkan insiden diare pada bayi yang minum susu
botol, tetapi tidak banyak pengaruhnya pada kelompok yang minum ASI.

Mekanisme kerja probiotik pada diare antara lain :


- Menurunkan pH usus melalui stimulasi bakteri penghasil laktat sehingga menciptakan
suasana yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri patogen.
- Efek antagonis langsung terhadap bakteri patogen
- Kompetisi perlekatan pada reseptor bakteri patogen oleh bakteri probiotik
- Memperbaiki fungsi imun dan stimulasi sel imunomodulator dengan cara meningkatkan
produksi antibodi dan memobilisasi makrofag, limfosit dan sel imun lain
- Kompetisi nutrien dan faktor pertumbuhan
- Meningkatkan produksi musin mukosa usus sehingga sehingga meningkatkan respon
imun alami
Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai
macam komplikasi seperti:
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada
elektrokardiogram).
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili
mukosa usus halus.
6. Kejang, terutama pada kejang hipertonik.
7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.

PROGNOSIS
Baik di Negara maju maupun di Negara berkembang, dengan penanganan diare yang baik maka
prognosis akan sangat baik. Kematian biasanya terjadi akibat dari dehidrasi dan malnutrisi yang
terjadi secara sekunder akibat dari diarenya itu sendiri. Apabila terjadi dehidrasi yang berat tentu
akan mempengaruhi prognosis penderita diare terutama apabila penderita diarenya neonatus dan
anak – anak. Diare berat dengan komplikasi dan perubahan organ tentu berprognosis buruk.

PENCEGAHAN DIARE
Tujuan Pencegahan diare adalah untuk tercapainya penurunan angka kesakitan. Hasil penelitian
terakhir menunjukkan, bahwa cara pencegahan yang benar dan efektif yang dapat dilakukan
adalah :
- Memberikan ASI yang baik dan benar : bayi harus disusui secara penuh selama 4 – 6 bulan
- Mencuci botol susu dengan cara merebus dengan air sampai mendidih selama ± 15 menit
- Memperbaiki makanan pendamping ASI : tambahkan minyak, susu ikan/daging
- Menggunakan air bersih yang cukup : terlindung dari kontaminasi
- Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah BAB dengan sabun
- Diupayakan semaksimal mungkin penempatan jamban pada bagian yang lebih rendah, atau
sekurang-kurangnya sama tinggi dengan lokasi sumber air minum. Di Indonesia pada
umumnya jarak yang berlaku antara sumber air dan lokasi jamban berkisar antara 8 s/d 15
meter atau rata-rata 10 meter. Apabila penempatan pada bagian yang lebih tinggi dari sumber
air tidak dapat dihindarkan, maka harus diupayakan jarak min.15m antara jamban & sumber
air.
- Membuang tinja bayi yang benar : buang ke jamban atau dikubur sebab tinja bayi dapat
menularkan penyakit.
- Memberikan imunisasi campak
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit,
penderita mengalami mencret sebanyak 5 kali sehari, BAB diperkirakan keluar sekitar
½ gelas air mineral atau kurang lebih sekitar 50 cc dimana BAB berupa cairan,
berwarna kuning, tanpa disertai lendir dan darah serta tidak berbau asam. Hal ini
sangat sesuai dengan definisi diare akut menurut literatur yaitu buang air besar dengan
konsistensi lebih encer/cair dari biasanya, tiga kali atau lebih dalam satu hari,
dapat/tidak disertai dengan lendir/darah yang timbul secara mendadak dan
berlangsung kurang dari 2 minggu (14 hari).
2. Dari anamnesis ditemukan bahwa anak rewel dan masih ingin menetek serta tampak
haus. Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan bawah anak dalam keadaan gelisah,
UUB dan mata cekung, air mata (+/+), mukosa mulut, bibir dan lidah basah, turgor
sedikit menurun serta CRT <2”. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
tersebut penderita dikategorikan mengalami diare akut dengan dehidrasi ringan sedang.
Hal ini sesuai dengan literature yaitu
Pemeriksaan A B C
Keadaan Umum Baik, sadar Gelisah, rewel* Lesu, tidak sadar*
Mata Normal Cekung Sangat cekung & kering

Air mata Ada Tidak ada Tidak ada


Mulut dan lidah Basah Kering Kering
Rasa Haus Minum biasa Haus, minum Malas minum/tidak bisa
banyak* minum*
Periksa turgor Kembali cepat Kembali lambat* Kembali sangat lambat*
kulit
Derajat TANPA DEHIDRASI DEHIDRASI BERAT
dehidrasi DEHIDRASI RINGAN- Bila ada satu tanda*
SEDANG ditambah ≥1 tanda lain
Bila ada satu
tanda* ditambah
≥1 tanda lain
Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kholera
Masa tunas 12-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas ++ ++ ++ - ++ -
Mual, Sering Jarang Sering - - Sering
muntah
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus, Tenesmus, + Tenesmus, Kramp
Kramp Kolik Kramp
Nyeri - + + - - -
kepala
Lama sakit 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari

Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hr >10x/hr Sering Sering Sering Terus2an
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Lendir - - - - - -
Darah - Sering Kadang - + -
Bau Langu ± Busuk + Tidak Amis
Warna Kuning-ijo Merah-ijo Kehijauan Tak warna Merah-ijo Air tajin
Lekosit - + + - + -
Lain-lain Anoreksia Kejang ± Sepsis ± Meteorismus Infeksi ±

3. Penatalaksanaan pada penderita yakni dengan :


Cairan Rehidrasi oral ( CRO )
- Oralit yang diberikan dihitung dgn mengalikan BB penderita (kg) dengan 75 ml
- Pemberian seng yang terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi
buang air besar dan volume tinja sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya
dehidrasi pada anak. Seng (zinc) elemental diberikan kepada pasien selama 10-14 hari
meskipun anak telah tidak mengalami diare dengan dosis :
Umur 6 bulan : 20 mg per hari selama 10 hari

 Probiotik digunakan untuk pencegahan diare pada anak dengan risiko tinggi di
negara berkembang, secara signifikan dapat menurunkan insiden diare pada bayi yang
minum susu botol, tetapi tidak banyak pengaruhnya pada kelompok yang minum ASI
 Paracetamol diberikan untuk menurunkan panas, dengan dosis 7,8 x 15mg = 117mg
 3x100mg

Daftar Pustaka

1. Behrman Richard E, Kliegman Robert, Nelson Waldo E, Vaughan Victor C. NELSON


TEXTBOOK OF PEDIATRICS. 17th edition. EGC. Jakarta : 2000
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta : 2009
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta : 2010
4. Mirzanie, Hanifah. Pediatricia. Jogjakarta : 2006
5. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, Jakarta : 2005
6. Staf Pengajar IKA FKUI. Ilmu Kesehatan Anak 3. infomedika. Jakarta : 2002

Anda mungkin juga menyukai