ANALISIS HUBUNGAN SALINITASI PERAIRAN TERHADAP KUANTITAS
BIOETANOL YANG DI HASILKAN DARI NIRA NIPAH (Nypa fruticans) DENGAN
BERBAGAI JENIS FERMENTOR
1.1 Latar Belakang
Hutan manrove merupakan hutan dengen ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengen ekosistem laut. Hutan mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda dalam pemeliharaan keseimbngan siklus biologi dalam suatu perairan laut. Hutan mangrove juga memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karna disamping dapat menghasilkan kayu yang mempunyai nilai ekonomi juga berfungsi sebagai pelindung pantai dan daratan (Setyawan, etal.2006 dalam Osmar, 2016). Hutan mangrove memiliki tingkat keanekaragaman spesies yang tertinggi didunia. Di indonesia tercatat sebanyak 202 spesies mangrove yang terdiri atas 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 spesies liana, 44 spesies herba, 44 spesies epifit dan 1 spesies paku (Noor,2006). Penyebaran hutan mangrove di wilayah Kota Bengkulu ditemukan di kawasan konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Pantai Panjang dan Pulau Baai. Luas total TWA ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.420/Kpts-II/1999 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Bengkulu seluas 920.964 hektar, dengan luas TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai 967,20 hektar. Kawasan ini termasuk ke dalam kelompok kawasan pelestarian alam dan merupakan salah satu kawasan konservasi di Provinsi Bengkulu. Berdasarkan Undang Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, bahwa kawasan pelestarian alam memiliki fungsi dan manfaat sebagai kawasan penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati dan pemanfaatan (Mugiharto, 2011). Nipah merupakan jenis mangrove yang banyak didapati di rawa-rawa air payau dan di depan muara-muara sungai (Hyene, 1987), pada ketinggian 0-200 m dpl, iklim basah dan mengandung cukup banyak bahan organik. Walaupun tergolong tumbuhan yang potensial, pemanfaatan nipah secara konvensional masih sangat jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan kurangnya referensi dan pengetahuan masyarakat mengenai tumbuhan nipah dan cara pengelolahannya. Nipah telah dimanfaatkan oleh masyarakat dan sudah diusahakan secara turun - temurun. Atap daun nipah banyak digunakan masyarakat Sumatera Selatan untuk atap rumah tradisional di pedesaan, untuk bedeng, kandang ternak, atau untuk membuat gubuk di sawah. Tangkai daun dan pelepahnya juga dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar, dan pulp (bubur kertas). Lidinya dapat digunakan untuk pembuatan sapu lidih dan dapat digunakan sebagai anyaman dan tali (Alrasyid, 2001). Dewasa ini, nipah diketahui dapat disadap niranya (cairan manis yang diambil dari tandan bunga yang belum mekar) untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan gula nipah (palm sugar), dari hasil oksidasinya dihasilkan cuka. Selain itu, pemanfaatan nipah yang paling banyak adalah sebagai bahan baku bioetanol. Bioetanol adalah alkohol (etanol) yang berasal dari sumber nabati terbarukan. Bioetanol banyak dihasilkan oleh tumbuhan pangan antara lain: ubi kayu, ubi jalar, tebu, sorgum, sagu, aren, dan lontar (Sumaryono 2006) sehingga pemanfaatannya sebagai bahan baku etanol akan bersaing dengan kebutuhan pangan masyarakat. Bioetanol banyak digunakan sebagai bahan pelarut pada proses kimia, sebagai bahan bakar, dan sebagai sebuah stok industry untuk pembuatan formaldehid, asam etanoat, dan metal ester. Keunggulan penggunaan nipah sebagai bahan baku pembuatan bioetanol antara lain karena nipah bukan sumber utama pangan sehingga tidak akan bersaing dengan kebutuhan pangan lainya.Bagian yang digunakan sebagai bahan baku bioetanol adalah niranya sehingga tidak merusak ekologinya, serta satu tangkai bunga nipah mampu memproduksi sekitar 3 liter nira perhari dan setiap tangkai dapat dipanen terus menerus selama 20 hari (Riyadi, 2010). Untuk menghasilkan bioetanol yang maksimal dari tumbuhan nipah, perlu diketahui faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh. Salah satu parameter lingkungan tempat tumbuhnya nipah yang belum terukur untuk menghasilkan nira terbaik sebagai bahan baku penghasil bioetanol adalah salinitas. Salinitas merupakan senyawa yang mengandung unsur natrium yang merupakan unsur hara mikro esensial bagi tumbuhan. Peran utama natrium dalam tanaman adalah untuk menggantikan sebagian kalium yang dibutuhkan untuk pertumbuhan maksimum (Brownell, 1979 dalam Iswadi, 2004). Klor diserap oleh tanaman dalam bentuk ion CL-, merupakan unsur hara mikro yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Fungsi klor berkaitan langsung dengan pengaturan tekanan osmosis di dalam sel tanaman (Novizan, 2002). Pada kondisi garam tinggi, tumbuhan akan menghadapi dua masalah yaitu memperoleh air dari tanah yang potensial airnya negatif dan mengatasi konsentrasi ion tinggi natrium, karbonat dan klorida yang kemungkinan beracun (Salisbury dan Ross., 1995). Karena nipah mempunyai tempat tumbuh di perairan esturia yang masih terpengaruh oleh air laut (air asin), maka nira nipah yang dihasilkan kadang terasa asin (Bandini, 1996). Hubungan antara salinitas perairan dengan salinitas nira nipah juga dibuktikan oleh Supriadi (1996) yang menjelaskan bahwa salinitas nira nipah tertinggi berbanding lurus dengan salinitas perairan. Semakin tinggi salinitas perairan, maka semakin tinggi pula sainitas niranya. Dengan adanya kandungan garam yang terkandung dalam nira nipah pada kondisi lingkungan yang salinitasi tinggi maka akan mempengaruhi proses fermrntasi yang dilakukan oleh fermentor karena kemampuan fermentor untuk hidup dan berkembang berbeda-beda, untuk itu perlunya diadakan penelitian hubugan salinitasi perairan terhadap kuantitas bioetanol yang dihasilkan dari nira nipah dengan berbagai jenis fermentor.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kuantitas bioetanol yang dihasilkan oleh nira nipah (Nypa fruticans) pada tingkat salinitas perairan yang berbeda. 2. Mengetahui efektifitas penggunaan berbagai fermentor dalam proses fermentasi nira nipah (Nypa fruticans) yang diambil dari berbagai salinitasi perairan untuk mendapatkan kualitas bioetanol yang terbanyak.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan salinitasi perairan terhadap kuantitas bioetanol dari nira nipah (Nypa fruticans) dengan berbagai fermentor sekaligus sebagai informasi tambahan dalam usaha pengembangan energi biofuel.