Anda di halaman 1dari 20

LABORATORIUM PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2016/2017

MODUL: PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA ANAEROBIK


PEMBIMBING : Dian Ratna S, ST., MT.

Tanggal Praktikum : 06 November 2018


Tanggal Penyerahan : 10 November 2018

Oleh :

Kelompok :5
Nama : Rezza Lingga P (161411050)
Rheynna Ayunita (161411051)
Riski Eka Fahira (161411052)
Risky Febiayu E (161411053)
Kelas : 3B

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses pengolahan limbah dengan metode bantuan mikroorganisme dibedakan menjadi
dua yakni proses secara aerobik dan anaerobik. Pengolahan aerobik membutuhkan udara bebas
O2 untuk proses metabolismenya sedangkan anaerobik membutuhkan udara O2 dalam bentuk
senyawa lain. Pada kedua proses tersebut parameter yang diperhitungkan yakni kandungan
oksigen kimiawi/ Chemical Oxygen Demand (COD) dalam limbah organik. COD merupakan
jumlah oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, biasanya
dijadikan indikator banyaknya senyawa organik yang terlarut dalam air. Limbah yang
digunakan pada praktikum ini adalah limbah organik yang memiliki kandungan COD yang
cukup tinggi.
Proses yang cocok digunakan untuk melakukan pengolahan limbah organik ini adalah
proses anaerobik dan teknologi yang umum digunakan adalah digester. Selain mampu
menurunkan kandungan COD limbah organik yang tinggi, proses pengolahan limbah secara
anaerobik menghasilkan produk berupa gas metana (CH4) yang pada dasarnya dapat
dimanfaatkan untuk proses pembakaran. Biasanya proses ini dikenal dengan teknologi biogas.

1.2. Tujuan Percobaan


Setelah melakukan percobaan kali ini mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menentukan konsentrasi awal kandungan organik (COD) dalam umpan dan konsentrasi
kandungan organik (COD) dalam effluen setelah percobaan berlangsung selama
seminggu.
2. Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang
mewakili kandungan mikroorganisme dalam reactor.
3. Mempersiapkan nutrisi dalam umpan bagi mikroorganisme pendegradasi air limbah.
4. Menghitung effisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan
bahan organik yang terdekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam
reaktor terhadap kandungan bahan organik mula-mula.
5. Menghitung total gas yang dihasilkan setelah proses berjalan selama seminggu untuk
mengetahui effisiensi pembentukan gas.
BAB II
LANDASAN TEORI
Salah satu tahapan pada pengolahan air limbah adalah pengolahan biologis. Tujuan dari
tahap pengolahan ini antara lain untuk :
 Menghilangkan atau mengurangi kandungan senyawa organik atau anorganik dalam
suatu air buangan.
 Fungsi ini dapat dicapai dengan bantuan aktifitas mikroorganisma gabungan (mixed
culture) yang heterotrofik.
 Mikroorganisma mengkonsumsi bahan-bahan organik untuk membentuk biomassa sel
baru serta zat-zat organik, dan memanfaatkan energi yang dihasilkan dari reaksi
oksidasi untuk metabolismenya.
 Mikroorganisma sangat tergantung pada zat organik yang terdapat dalam air buangan.
 Apabila zat organik yang tersedia kurang mencukupi, maka mikroorganisma akan
menopang hidupnya dengan mengkonsumsi protoplasma (respirasi endogen /
endogenous respiration).
 Jika kekurangan zat organik ini berlangsung terus, mikroorganisma akan mati kelaparan
atau mengkonsumsi seluruh protoplasma hingga yang tersisa adalah residu organik yang
relatif stabil.

Berdasarkan pemanfaatan oksigen proses pengolahan biologi dapat dikelompokkan


menjadi :
1. Proses Aerob
Pada prose pengolahan air limbah secara aerob mikroorganisme membutuhkan oksigen
yang disuplai oleh aerasi dalam sistem pengolahannya. Dengan adanya oksigen dan
enzim pada mikroorganisme maka dalam dalam waktu yang sama akank terjadi
dekomposisi bahan organic dan pertumbuhan mikroorganisme baru.

2. Proses Anaerob
Pada proses pengolahan air limbah secara anaerobic keberadaan oksigen justru akan
membuat mikroorganisme mati.
Reaksi sederhana penguraian senyawa organik secara aerob :

Anaerob
Bahan organik CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2O (Manurung,2004)
Mikroorganisme
Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat
dalam limbah cair dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung
metana (50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida.

Secara umum tahapan yang terjadi pada proses anaerob adalah :


1. Proses hidrolisis
Suatu proses yang memecah molekul organik kompleks menjadi molekul organik yang
sederhana. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim yang dikeluarkan oleh bakteri anaerob
(Gerardi,2007). Enzim yang dikeluarkan adalah ekoenzim oleh bakteri fermentasi
hidrolikik (Chernicharo,2007). Berlangsung pada pH 6,5-7.
2. Proses pembentukan asam
Proses ini membutuhkan dua golongan besar bakteri yaitu asidogenik dan asetogenik.
3. Proses pembentukan gas metana (metagenesis)
Suatu proses pembentukan gas metan dari asam asetat, CO2, H2.

Gambar 2.1 Skema tahapan proses anaerob


Mosey (19870 menggunakan glukosa untuk menjelaskan tahapan reaksi mengubah zat
organik menjadi gas metan dan CO2. Berikut tahapannya :

1. Acid forming bacteria menguraikan senyawa glukosa menjadi :


a. C6H12O6 + 2H2O 2CH3COOH + 2CO2 + 4H2
(as.asetat)

b. C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2CO2 + 2H2


(as.butirat)
c. C6H12O6 + 2H2 2CH3CH2COOH + 2H2O
(as.propionat)
2. Acetogenic bacteria menguraikan asam propionat dan asam butirat menjadi :

d. CH3CH2COOH CH3COOH + CO2 + 3H2


(as.asetat)
e. CH3CH2CH2COOH 2CH3COOH + 2H2
(as.asetat)
3. Acetoclastic methane menguraikan asam asetat menjadi :

f. CH3COOH CH4 + CO2


(metana)
4. Methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi :

g. 2H2 + CO2 CH4 + 2H2O


(metana)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Anaerobik
Lingkungan besar pengaruhnya pada laju pertumbuhan mikroorganisme baik pada
proses aerobik maupun anaerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik
antara lain: temperatur, pH, konsentrasi substrat dan zat beracun.
1. Temperatur
Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4 - 60°C dan suhu dijaga konstan. Bakteri akan
menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur optimum. Semakin tinggi
temperatur reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin berkurang.
2. pH (Keasaman)
Bakteri penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH. Rentang pH optimum
untuk jenis bakteri penghasil metana antara 6,4 - 7,4. Bakteri yang tidak menghasilkan
metana tidak begitu sensitif terhadap perubahan pH, dan dapat bekerja pada pH antara
5 hingga 8,5.
Karena proses anaerobik terdiri dari dua tahap yaitu tahap pambentukan asam dan tahap
pembentukan metana, maka pengaturan pH awal proses sangat penting. Tahap
pembentukan asam akan menurunkan pH awal. Jika penurunan ini cukup besar akan
dapat menghambat aktivitas mikroorganisme penghasil metana. Untuk meningkatkat
pH dapat dilakukan dengan penambahan kapur.
3. Konsentrat Substrat
Sel mikroorganisme mengandung Carbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur dengan
perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme, unsur-unsur di
atas harus ada pada sumber makanannya (substart). Konsentrasi substrat dapat
mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kondisi yang optimum dicapai jika
jumlah mikroorganisme sebanding dengan konsentrasi substrat.
Kandungan air dalam substart dan homogenitas sistem juga mempengaruhi proses
kerja mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi akan memudahkan proses
penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat kontak antar mikroorganisme
dengan substrat menjadi lebih intim.

4. Zat Beracun
Zat organik maupun anorganik, baik yang terlarut maupun tersuspensi dapat menjadi
penghambat ataupun racun bagi pertumbuhan mikroorganisme jika terdapat pada
konsentrasi yang tinggi.

Kelebihan proses anaerob menurut Sardjoko (1991) adalah :


1. Menghasilkan lumpur yang secarabiologi sangat stabil.
2. Memerlukan sedikit unsur hara karena menghasilkan sedikitjaringan sel.
3. Tidak memerlukan energi untuk aerasi.
4. Menghasilkan gas metan sebagai produk akhir yang mempunyai nilai ekonomis.
5. Lumpur anaerob dapat disimpan tanpa pemberian zat makanan

Kelemahan proses anaerob :


1. Agak peka terhadap kehadiran senyawa tertentu, seperti CHCl3, CCl4, dan CN.
2. Diperlukan waktu start up yang relatif lama sebagai akibat pertumbuhan anaerob yang
sangat lambat.
3. Pada dasarnya merupakan proses pengolahan awal sehingga memerlukan pengolahan
lanjutan untuk bisa dbuang .
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Tabel 3.1 Alat dan Bahan
Alat Jumlah Bahan Jumlah

Labu Erlenmeyer 250 mL 2 buah Glukosa 2 g/L

Corong gelas 1 buah Kertas Saring 1 buah

Cawan porselen 1 buah Indikator Ferroin 12 tetes

Desikator 1 buah FAS 0,1 N 8 mL

Oven 1 buah Pereaksi kromat 14 mL

Furnace 1 buah Pereaksi sulfat 6 mL

Tabung Hatch 4 buah


Hatch COD Digester 1 buah
Buret 1 buah
Statif 1 buah
Klem 1 buah
Gelas kimia 250 mL 1 buah
Gelas kimia 50 mL 2 buah
Cawan pijar
Pipet ukur 5 mL
Bola isap
Corong Buchner
Pompa Vakum
3.2 Langkah Kerja
3.2.1 Pengenceran sampel dengan nutrisi

Mengambil sampel Memasukkan juga


MULAI dari reaktor sebanyak nutrisi ke dalam reaktor
100 mL sebanyak 100 mL

Melakukan pengenceran
Melakukan 25x, dengan mengambil
sampel sebanyak 1 ml
SELESAI pengocokan hingga ke dalam labu takar 25
homogen mL dan sisanya
aquades.

3.2.2 Pengenceran sampel tanpa nutrisi

Melakukan pengenceran sebanyak


50x, dengan mengambil 1 mL sampel
MULAI yang belum diberi nutrisi ke dalam
labu takar 50 mL kemudian sisanya
aquades

Melakukan pengocokan hingga


SELESAI
homogen
3.2.3 Penentuan Kandungan Organik (COD) dari Sampel

Memasukkan 2,5 mL sampel


MULAI
ke dalam tabung Hatch

memasukkan tabung Hatch menambahkan 1,5 mL


pada Hatch COD Digester pereaksi kalium bikromat
dan memanaskan pada suhu dan 3,5 mL pereaksi asam
150 oC selama 2 jam sulfat

mentitrasi dengan larutan


mengeluarkan tabung Hatch FAS 0,1 N dan indikator
dari Hatch COD Digester dan Ferroin (2-3 tetes). titrasi
biarkan dingin di udara dihentikan jika terjadi
terbuka perubahan warna dari hijau
ke coklat

mengerjakan pekerjaan
SELESAI sebelumnya untuk aquades
sebagai blanko
3.2.4 Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)

memanaskan cawan pijar


selama 1 jam dalam furnace
menimbang berat konstan
pada suhu 600oC dan
MULAI cawan pijar (a gram) dan
memanaskan kertas saring
kertas saring (b gram)
selama 1 jam dalam oven
pada suhu 105oC

memasukkan kertas saring


menyaring 40 mL air limbah menggunakan desikator
yang berisi endapan ke dalam
sampel dengan menggunakan untuk menurunkan suhu
cawan pijar dan memanaskan
kertas saring yang sudah cawan pijar maupun kertas
dalam oven pada suhu 105 oC
diketahui beratnya saring selama penimbangan
selama 1 jam

memasukkan cawan pijar


menimbang cawan pijar yang yang berisi kertas saring dan
menimbang hingga mendapat
berisi kertas saring dan endapan ke dalam furnace
berat konstan (d gram)
endapan (gr) pada suhu 800 oC selama 2
jam

SELESAI

3.3 Keselamatan Kerja


1. Pastikan kabel listrik tidak bersinggungan dengan percikkan atau tumpahan air;
2. Hati-hati dalam memasukkan maupun mengeluarkan cawan pijar (baik kosong
maupun berisi sampel) dari furnace. Begitu juga hati-hati dalam memasukkan dan
mengeluarkan kertas saring pada oven;
3. Menggunakan sarung tangan pada saat menuangkan zat-zat pereaksi dalam
pemeriksaan COD.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan

No Data Percobaan Hasil Percobaan Satuan

1 MLVSS 45027,5 mg/L

2 COD awal tanpa nutrisi 3136 mg/L

3 COD awal dengan nutrisi 6272 mg/L

3 COD akhir 3920 mg/L

4 Efisiensi COD 37,5 %

4.2 Pembahasan
4.2.1 Rezza Lingga Permana (161411050)
Telah dilakukan percobaan mengenai pengolahan limbah cair secara anaerob yaitu suatu
metode pengolahan dengan memanfaatkan mikroorganisme sebagai media pendegradasi zat zat
kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana tanpa melibatkan oksigen, karena dalam
metode ini adanya oksigen akan menghambat atau membuat mati mikroorganisme. Pengolahan
anaerob ini dilakukan pada limbah yang memiliki nilai COD yang tinggi yang didasarkan pada
pertimbangan bahwa jika pengolahan aerob yang diterapkan maka akan membutuhkan oksigen
yang sangat banyak dan waktu pengolahan yang lama.
Pada percobaan ini dilakukan 2 pengukuran yaitu pengukuran COD dan MLVSS.
Pengukuran COD dilakukan selama 7 hari dalam reaktor tertutup hal ini bertujuan untuk
mengetahui efektifitas kinerja mikroorganisme dalam mendegradasi komponen organik yang
terkandung dalam air baku, selain COD juga dilakukan pengukuran MLVSS hal ini betujuan
untuk mengetahui banyaknya mikroorganisme yang terdapat dalam lumpur organik yang ada
didalam reaktor karena mikroorganisme inilah yang akan mendegradasi senyawa organik
kompleks tadi menjadi senyawa organik yang lebih sederhana. Berdasarkan pengukuran awal
COD yang didapatkana adalah sebsar 6272 mg/L yang mana air baku ini dimasukan kedalam
reaktor anaerob untuk dilakukan pengolahannya. Berdas.arkan faktor science, dapat di prediksi
nilai COD ini akan mengalami penurunan terhadap waktu. Untuk menciptakan kelangsungan
operasi yang baik maka perlu dilakukan penambahan nutrisi kedalam reaktor untuk
mikroorganisme, nutrisi ini akan menjadi sumber energi sekaligus sumber makanan bagi
mikroorganisme untuk membuat mikroorganisme menjadi lebih aktif dalam mengdegradasi
komponen organik pada air baku. Setelah 7 hari proses anaerob dilakukan maka didapatkan
pengukuran COD akhir percobaan adalah 3920 mg/L. Jika dibandingkan dengan nilai COD
awal maka nilai COD setelah 7 hari ini mengalami penurunan karena sudah di degradasi oleh
mikroorganisme. Dari proses yang dilakukan didapatkan nilai efisiensi 37,5%, nilai efisiensi
ini dapat diartikan sebagai keefektifan proses ini dalam menurunkan nilai COD dari awal
sampai setelah 7 hari, nilai efisiensi terbilang kecil karena ada beberapa faktor yang
mempengaruhi diantaranya, kebocoran reaktor anaerob yang memungkinkan oksigen masuk
kedalam proses dan menghambat kinerja miroorganisme selain juga pemanas dalam reaktor
juga tidak berfungsi sehingga temperatur optimum dari mikroorganisme tidak tercapai sehingga
mengurangi efektifitas proses ini.
Untuk pengukuran MLVSS didapatkan nilai TSS sebesar 45147,5, VSS 45027,5 dan
FSS 120, angka ini menunjukan nilai yang cukup tinggi sehingga dibutuhkan jumlah nutrisi
yang optimum untuk mikroorganisme yang terlibat dalam proses anaerob. Jika proses ini
dilanjutkan maka besar kemungkinan akan terjadi penurunan COD nya sampai mencapai baku
mutu lingkungan untuk di buang ke badan air.

4.2.2 Rheynna Ayunita Pranatha (161411051)


Pada percobaan pengolahan air limbah kali ini digunakan metode pengolahan secara
anaerobik. Pertimbangan ini dipilih karena pada sampel air limbah mengandung kadar COD
yang tinggi (≥2000 mgO2/L), pada sampel yang telah diberi nutrisi memiliki kadar COD sebesar
6272 dan pada sampel tanpa nutrisi memiliki kadar COD sebesar 3136, sehingga kondisi
anaerob sangat efektif dilakukan untuk mengolah limbah. Kondisi anaerob ini sangat sulit untuk
dicapai dan memerlukan biaya operasional yang cukup tinggi namun memiliki keuntungan
proses secara anaerobik yaitu dapat menghasilkan gas CH4 yang bermanfaat sebagai sumber
energi sehingga biaya operasional yang tinggi dapat ditekan. Pada Laboratorium PLI Teknik
Kimia Politeknik Negeri Bandung, alat yang dipakai untuk proses ini adalah anaerobic digester
yang memiliki 2 reaktor. Pada kedua reaktor dilengkapi dengan jaket untuk menjaga kondisi
suhu tetap optimal. Kedua reaktor ini beroperasi secara batch karena hanya bertujuan untuk
keperluan praktikum dan kesulitan untuk menjaga kondisi anaerobnya pun menjadi lebih
mudah.
Variabel yang diukur untuk sampel air limbah ini meliputi penentuan COD akhir pada
sampel yang kemudian dibandingkan dengan COD awal, sehingga dapat diketahui efisiensi
pengolahan melalui perhitungan % kandungan organik yang didekomposisi oleh
mikroorganisme pada sampel terhadap kandungan organik mula-mula. Dan juga penentuan
MLVSS dengan menimbang berat cawan pijar, kertas saring dan endapannya setelah di furnace
dan juga di oven.
Sampling dilakukan pada efluen salah satu reaktor saja dengan kandungan COD awal
sebesar 6272 mgO2/L dan sampel tanpa nutrisi dengan kandungan COD awal sebesar 3136
mgO2/L. Kemudian sampel dengan nutrisi dilakukan pengenceran sebanyak 25x dan tanpa
nutrisi sebanyak 50x. Pengenceran dilakukan agar sampel yang diukur tidak terlalu pekat
sehingga semua mikroorganisme dapat bereaksi secara sempurna dengan pereaksinya dan
pengukuran COD dapat berjalan optimal. Untuk mengefektifkan pengamatan, 2,5 mL sampel
dimasukkan dalam tabung Hatch, kemudia ditambahkan lagi dengan pereaksi yang
mengandung Ag sebagai katalis reaksi dan juga untuk mengikat ion Cl- yang terdapat dalam
sampel. Pereaksi yang ditambahkan adalah 3,5 ml H2SO4 dan 1,5 ml K2Cr2O7, penambahan
pereaksi ini juga dilakukan pada aquades sebagai blanko. Penggunaan blanko ini didasarkan
pada sifat aquadest yang bersifat netral dan tidak memiliki kandungan organik yang
mengakibatkan volume zat penitran yang diperlukan lebih besar dibanding sampel. Selain itu,
sampel dan blanko yang dimasukkan ke dalam Hatch Disgester yang diatur dengan suhu 150oC
selama 120 menit.
Untuk titrasi dan sampel yang dilakukan pada sampel dan blanko, digunakan penitran
FAS. Titik akhir titrasi pada sampel dan blanko ditandai dengan perubahan warna dari hijau
menjadi merah bata karena adanya penambahan indikator ferroin 2-3 tetes. Tetapi, volume FAS
yang didapat pada blanko cukup jauh karena kurang ketelitian dalam menentukan perubahan
warna pada saat titrasi.
Pada penentuan kandungan COD akhir, didapat nilai COD sebesar 3920 mgO2/L. Nilai
ini menunjukkan adanya penurunan nilai COD meskipun efisiensi yang didapat kecil, yaitu 37,5
%.
Pada penentuan MLVSS didapatkan nilai TSS, VSS, dan FSS secara berturut-turut yaitu:
45147.5 mg/L; 45027.5 mg/L; dan 120 mg/L. MLVSS adalah porsi material organik pada
MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup dam
mati, dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980). Pada nilai FSS yang bernilai 120 mg/L
merupakan residu yang tertinggal setelah TSS dibakar dan nilai tersebut merupakan
kemampuan bakteri pendekomposisi.

4.2.3 Riski Eka Fahira (161411052)


Telah dilakukan praktikum pengolahan limbah secara anaerob yang merupakan
pengolahan air limbah dengan menggunakan mikroorganisme tanpa injeksi udara atau oksigen
ke dalam proses pengolahannya. Pengolahan air limbah secara anaerob bertujuan untuk
merombak bahan organik dalam air limbah menjadi bahan yang lebih sederhana, tidak
berbahaya, dan untuk mengetahui kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)
yang mewakili kandungan mikroorganisme dalam proses pengolahan tersebut.
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi
senyawa organik didalam limbah. Proses pengoksidasian ini dilakukan oleh senyawa oksidator
kuat sebagai pengganti oksigen dalam mengoksidasi senyawa organik menjadi H2O dan CO2.
Pada praktikum COD dilakukan pemberian nutrisi yaitu glukosa sebagai sumber karbon, KNO3
sebagai sumber nitrogen dan KH2PO4 sebagai sumber fosfor Pada praktikum ini didapatkan
COD awal tanpa nutrisi sebesar 3136 mg/L. Setelah penambahan nutrisi diperoleh COD sebesar
6272 mg/L dan COD akhir sebesar 3920 mg/L. Hal ini menunjukan bahwa adanya kenaikan
kandungan COD sebelum dan sesudah penambahan nutrisi. Setelah degradadi selama
seminggu, nilai COD menjadi berkurang, karena senyawa organik yang terkandung didalam
limbah telah terdegradasi selama satu minggu oleh mikroba yang ada didalam reaktor digester.
Tingkat keaktifan mikroba dalam mendegradasi limbah organik dinyatakan dengan besarnya
efisiensi COD yaitu sebesar 37,5% dan banyaknya gas yang terbentuk sebanyak 1 ml. Nilai
efisiensi yang kecil ini dapat disebabkan karena proses dilakukan satu tahap yang membuat
proses pembentukan gas metana kurang efektif.
Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang mewakili
kandungan mikroorganisme dalam proses pengolahan mengenai kemampuan bakteri
pendekomposisi, dapat mengetahui kuantitas mikroba tersuspensi pendekomposisi ditentukan
dengan mengukur kandungan padatan tersuspensi mudah menguap (MLVSS) dalam reaktor
didapat harga kuantitas mikroba pendekomposisi dan diperoleh sebanyak 45027,5 mg/L,
artinya dalam 1 liter sampel terdapat 45027,5 mg bakteri pendekomposisi yang tersuspensi.
TSS merupakan kemampuan bakteri pendekomosisi.

4.2.3 Risky Febiayu Eldiana (161411053)


Telah dilakukan percobaan pengolahan air limbah dengan menggunakan metode
anaerob. Pengolahan air limbah secara anaerob merupakan pengolahan air limbah
menggunakan mikoorganisme tanpa dilakukan penginjeksian oksigen ke dalam sistem
pengolahannya. Proses anaerob bertujuan untuk merombak bahan organik menjadi bahan yang
lebih sederhana dan tidak membahayakan. Air limbah yang digunakan adalah campuran dari
limbah molase dan limbah kotoran sapi. Pada praktikum dilakukan pemberian nutrisi yang
meliputi glukosa sebagai sumber karbon, KNO3 sebagai sumber nitrogen dan KH2PO4 sebagai
sumber fosfor. Perbandingan pemberian nutrisi adalah COD : N : P 100 : 2,5 : 0,5. Pemberian
nutrisi harus dilakukan dengan tepat. Jika nutrisi yang diberikan kurang maka mikroorganisme
akan menopang hidupnya dengan memakan protoplasma (respirasi endogenous) dan jika
kekurangan nutrisi berlagsung terus menerus maka mikroba akan mati. Sedangkan jika
pemebrian nutrisi terlalu banyak maka mikroba tidak akan melakukan aktivitas perombakan zat
organik.
Pada proses anaerobik jumlah mikroba yang tersuspensi di dalam air limbah dinyatakan
dengan MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid). Dari data hasil praktikum nilai
MLVSS yang didapat sebanyak 45027.5 mg/L. Menurut literatur nilai MLVSS sebaiknya
berada pada rentang 75-80% dari MLSS (Endang K,2018). Namun hasil percobaan nilai
MLVSS lebih dari > 80%. Hal ini diduga disebabkan karena terjadi akumulasi mikroba
sehingga mikroba yang matipun ikut terhitung.
Proses pengolahan air limbah menggunakan metode anaerob dilakukan secara bacth
dengan 1 tahap. Reaktor yang digunakan dilengkapi dengan jaket yang berfungsi untuk menjaga
suhu operasi pada kondisi optimum. Untuk mengetahui effisiensi proses dilakukan pengukuran
nilai COD (Chemical Oxygen Demand). COD menunjukkan banyaknya oksigen yang
dibutuhkan untuk mendekomposisi bahan-bahan organik yang terkandung dalam air limbah.
Nilai COD awal sebelum diberi nutrisi adalah sebesar 3136 mg/L sedangkan nilai COD setelah
dilakukan pemberian nutrisi adalah 6272 mg/L. Dari hasil tersebut terjadi peningkatan nilai
COD setelah diberikan nutrisi karena nutrisi yang diberikan juga merupakan bahan organik
yang akan didekomposisi oleh mikroba. Oleh karena itu dengan adanya nutrisi maka bahan
organik dalam air limbah akan meningkat sehingga oksigen yang diperlukan juga meningkat
yang membuat nilai COD menjadi lebih besar. Setelah 7 hari dilakukan pengambilan sampel
untuk dilakukan pengukuran nilai COD dan didapatkan hasil COD setelah 7 hari adalah sebesar
3920 mg/L. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan bahwa efisiensi dari proses anaerob
sebesar 37,5% dan banyaknya gas yang terbentuk 1 ml. Nilai efisiensi yang kecil ini dapat
disebabkan karena proses dilakukan satu tahap yang membuat proses pembentukan gas metan
kurang efektif. Hal ini dikarenakan mikroba metagenik bekerja optimum pada pH 6,5 – 8,2
(Hudson, 2010). Pada nilai pH dibawah enam laju produksi metan akan berlangsung lambat (
Zaher, 2005). Sehingga diduga laju produksi gas yang lambat serta nilai efisiensi yang rendah
disebabkan karena tidak tercapainya kondisi optimum untuk proses metagenesis yang
disebabkan penurunan pH karena produksi asam volatil produk dari proses acidogenesis. Dari
hasil praktikum nilai COD akhir belum memenuhi baku mutu limbah molase yaitu 250 mg/L
(PermenLH No.5 Th 2014). Sehingga perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut sebelum air
limbah dibuang ke lingkungan.
BAB V
SIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada proses pengolahan limbah organik
didapat hasil sebagai berikut:
1. Nilai COD awal dengan nutrisi sebesar 6272 mg/L, COD awal tanpa nutrisi sebesar
3136 mg/L, dan nilai COD akhir sebesar 3920 mg/L.
2. Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) berfungsi untuk
mengetahui kuantitas mikroba tersuspensi yang berada dalam reaktor. Hasil MLVSS
yang diperoleh sebesa 45027,5 mg/L.
3. Efisiensi penurunan pengolahan limbah organik yang ditentukan berdasarkan COD akhi
terhitung sebesar 37,5%.
4. Total gas yang terbentuk adalah 1 ml.
DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C.E., 1990, “Water Quality in Ponds for Aquaculture”, Birmingham Publishing
Company, Birmingham, Alabama.
Budiastuti, Herawati. 2010. Jobsheet Pengolahan Limbah Industri Modul Pengolahan
Air Limbah secara Anaerobik. Politeknik Negeri Bandung.
Metcalf & Eddy.1991.”Waste Engineering. Treatment. Disposal and Reuse”.3rd
ed.,pp 378- 429, Mc Graw Hill Book Co.Singapore.
Sumada, Ketut. 2012. ”Pengolahan Air Limbah secara Biologi Anaerob”.Universitas
Pembangunan Nasional (UPN), Jawa Timur.
LAMPIRAN
1. Data Pengamatan
1.1 COD
 Konsentrasi FAS = 0,098
 Pengenceran Sampel = Dengan Nutrisi 25
Tanpa Nutrisi 50
 Berat Ekivalen Oksigen =8
 Volume Sampel = 2,5 mL
Tabel 1 Data Pengamatan COD

No. Larutan Sampel Volume Titrasi FAS (ml)

1 Blanko 1,5

2 Sampel dengan nutrisi 0,7

3 Sampe tanpa nutrisi 1,3

4 Sampel setelah 7 hari 1

1.2 MLVSS
Tabel 2 Data Pengamatan MLVSS

No. Nama Jumlah

1 Cawan Pijar (a) 39.0070 g

2 Kertas Saring (b) 0.8988 g

Cawan pijar + kertas saring + endapan yang dipanaskan dalam oven


3 40.8129 g
(c)

Cawan pijar + kertas saring + endapan yang dipanaskan dalam oven


4 39.0118 g
kemudia furnace (d)

5 Volume sampel 40 ml
2. Pengolahan Data
2.1 Perhitungan COD
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)𝑥 [𝐹𝐴𝑆]𝑥 1000 𝑥 𝐵𝐸 𝑂2 𝑥 𝐹𝑝
COD = 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Contoh Perhitungan COD dengan Nutrisi


(1,5−0,7)𝑥 0,098 𝑥 1000 𝑥 8 𝑥 25
COD = 2,5

= 6727 mg/L

Tabel 3 Penentuan COD awal

No Penentuan COD Dengan Nutrisi Tanpa Nutrisi

1. COD Awal 6272 3136

Tabel 4 Penentuan COD akhir

No Penentuan COD Nilai COD

1. COD Akhir 3920

𝐶𝑂𝐷 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝐶𝑂𝐷 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟


Efisiensi (%) = 𝑥 100%
𝐶𝑂𝐷 𝑎𝑤𝑎𝑙

( 6272−3920)
= 𝑥 100%
6272

= 37,5%

2.2 Perhitungan MLVSS


Tabel 2 digunakan untuk perhitungan MLVSS
(𝑐−𝑎)
1. TSS (mg/L) = (𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 ) 𝑥 106

(40,8129−39,0070)
= 𝑥 106
(40)

= 45147,5 mg/L

2. VSS (MLVSS)
(𝑐−𝑑)
= (𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) 𝑥 106 3. FSS = TSS – VSS

(40,8129−39,0118)
= 45147,5 – 45027,5
= 𝑥 106
40
= 120 mg/L
= 45027,5 mg/L
Gambar 1. Penyaringan Air Limbah untuk Penentuan MLVSS

Gambar 2. Proses Digester untuk Penentuan COD

Anda mungkin juga menyukai