Anda di halaman 1dari 4

Notulensi SDGs #27

“Geography of Food Chain”


(Krisnawati Suryanata)
Krisnawati@Hawaii.edu

Geografi of Foodchain merupakan tema yang dapat mempunyai daya tarik dengan
konteksnya berupa isu-isu makanan/kuliner berikut dengan dinamikanya. Konteks yang paling
sering diketahui adalah rantai makanan contohnnya dari produsen, konsumen, dan decomposer
pada makhluk hidup yang saling memakan. Dalam konteks geografi dapat dikaitkan dengan ketiga
aspek tersebut adalah liniernya suatu proses produksi. Misal analoginya produksi makanan yang
didapatkan dari lokal yang kemudian didistribusikan ke pasar, kemudaian sampai di suatu
hunian/restoran dan dinamika dalam produksi dan distribusinya.

Dapat dimulai dari “Follow the thing” yang mencakup material, bahan baku, modal,
komoditas dan sebagainya berikut dengan asal-usul konsep yang digunakan sebagai dasar . Syarat-
syarat kondisi dalam memproduksi sesuatu:

a. Materials
b. Knowledge system
c. Labor Process
d. Institutions

Contoh: Material tekstil yang berupa materinya adalah kain, rayon, dan sebagainya yang
memerlukan pengetahuan tentang teknologi tentang desain dan teknik produksi yang juga
mempertimbangkan siapa dan dimana proses produksinya. Untuk distribusi produk tersebut
berkaitan dengan institusi yang melancarkan transaksi jual-beli seperti dinas-dinas/institusi terkait.

“Teaching Geography of Food”

Metode yang digunakan: Menulis food diary, memilih makanan yang dibutuhkan,
menelaah lebih lanjut tentang makanan-makanan melalui literature-literatur.

Esensinya adalah untuk merefleksikan dalam individu terkait dengan proses asalnya, bahan-bahan
yang terkandung, dampak terhadap tubuh, dan tindakan bijak untuk menanggapi hal tersebut
setelahnya. Seperti pemilihan makanan yang lebih ideal dan bermanfaat bagi tubuh. Hal penting
yang juga perlu diperhatikan adalah siapa pembuat dan siapa aktor-aktor terkait yang membantu
dalam pendistribusiannya dan pertanggungjawabannya,

“Follow the thing to examine”

Its Geographic Origin.

Terkait dengan asal-usul bahan makanan yang juga dapat menjadi pertimbangan dalam
mengidentifikasi suatu makanan. Makanan lokal cenderung mudah didapatkan material
produksinya disbanding makanan luar yang kemudian mempunyai pendekatan-pendekatan terkait
bagaimana memproduksinya dan dampaknya terhadap lingkungan. Akhirnya dapat diketahui siapa
yang mendapatkan keuntungan dari produksi tersebut.

Metode yang dapat dilakukan

a. Mendatangi pasar/market
b. Interview
c. Pengulangan (Repeat at different nodes)

Contoh:

“Follow Tempe Goreng (as a thing)”

Pengolahan yang berbeda-beda menghasilkan tipe-tipe makanan khususnya tempe


berbeda-beda jenisnya dan bentuknya. Kemudian pengolahan (pembungkusan atau cara memasak)
yang lebih lanjut memiliki cita rasa yang berbeda-beda. Dalam waktu/periode tertentu
menghasilkan tempe yang akan siap dijual dan perolehan karyawan dapat dilakukan leh sanak
keluarga.

Produksi tersebut pula tergantung dari skalanya yang membutuhkan jumlah material,
jumlah karyawan, dan pengelolaan limbah yang lebih kompleks (apabila skala besar). Apabila
tidak dilakukan pengolahan lebih lanjut dapat terjadinya polusi sehingga perlu strategi-strategi
lebih lanjut (seperti teknologi baru dan penentuan lokasi) agar tidak memberikan dampak yang
lebih besar.
Kembali pada contoh Tempe Goreng, perolehan bahan baku yaitu kedelai yang dapat
diperoleh dari luar negeri. Hal itu dapat dikarenakan dari kualitas bahannya itu sendiri berikut
dengan harga yang bersaing sehingga menjadi pertimbangan. Dapat disimpulkan bahwa fluktuasi
harga dan kualitas material dapat mempengaruhi pemilihan bahan baku produksi walaupun “thing”
tersbut merupakan sesuatu yang lokal di suatu negara. Kelemahan Indonesia sebagai negara
maritime adalah tingkat impornya yang masih tinggi.

“Political Ecology Analysis”

1. Multiscale analysis
2. Access to and control over resource (include market). Terkait dengan bagaimana
persaingan dan monopoli bahan baku
3. The importance of local histories, meanings and culture. Terkait dengan perbedaan cita
rasa, kualitas dan keberagaman produk
4. The interface between policies/formal regulatory framework and micro-politics of resource
use
5. How the state mediate the flow of capital into the built environment

Contoh lain:

a. Ayam
b. Makanan cepat saji/jajanan di jalan

*kebijakan yang berubah-berubah influencing faktor-faktor makanan mengingat poultry product


yang makin meningkat produksinya yang semakin meningkat.

Isu: Keberadaan Supermarket yang mematikan pasar tradisional. Padahal status supermarket
sekarang cenderung untuk rekreasi yang terkadang tidak dapat “take off” dan konsumen cenderung
membeli sesuatu yang tidak ditemukan di pasar tradisional. Tidak esensial untuk kebutuhan sehari-
hari bukan bahan baku.

Keberdaan makanan cepat saji dan pesan antar merupakan salah satu penyelesaian dalam
kekurangan waktu untuk memenuhi konsumsi makanan. Sehingga dampak lebih lanjutnya akan
berupa generasi yang jarang memiliki keahlian memasak.
1. Sejauh mana konsep “follow the thing” ? lingkupnya antar skala dimana perspektif yang
digunakan adalah interelasinya. Contohnya sifat makanan yang lokal sedangkan bahan
bakunya yang diperoleh dari lingkup global.
2. Bagaimana frame work “follow the thing” untuk pengaplikasiannya di Indonesia?
Intervensi/peranturan yang seperti apa? Lihat dari jenis kuliner yang diminati, mengikuti
perkembangan evolusi cara produksi dan pemasarannya. Perhatikan keuntungan/profit,
pembuat dan tujuan/question.
3. Kebudayaan/keanekaragaman hayati terkait dengan pemuliaan tanaman yang diberikan
untuk konsumsi lokal yang peruntukan bukan untuk dijual. Bagaimana menjaga budaya
dengan konfrensi internasional terkait?
Tidak memaksakan dalam norma budaya yang salah satu caranya adalah menurunkan pasar
sebagai usahanya.
4. Terkait dengan pengolahan limbah lebih lanjut untuk menghasilkan energi terbarukan yang
masih belum dapat terterapkan, pemenuhan bahan baku yang biasanya dari luar dengan
kuantitas yang melimpah didukung dengan teknologi terbarukan namun mempunyai efek
yang berbahaya bagi tubuh.
Banyak tidaknya limbah menentukan pengolahan dan pembuangannya.
5. Perspektif kuliner sebagai masalah/penolong.
6. Food security: berkaitan dengan bahan baku dan lingkungan yang berhadapan langsung
dengan bisnis. Biasanya mengacu pada produk-produk utama. Adanya sustainable finance,
bisnis, dapat mengahasilkan produk yang lebih casual.

Anda mungkin juga menyukai