PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penduduk lanjut usia (lansia) merupakan bagian dari anggota keluarga dan
anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan
peningkatan usia harapan hidup. Data sensus penduduk jumlah populasi lanjut
usia 60 tahun keatas di dunia terus bertambah, pada tahun 1950 sebanyak 13 juta
(4 % dari total populasi), tahun 2000 sebanyak 16 juta (7, 2% dari total populasi)
dan terus bertambah berkisar 8 juta setiap tahunnya,diperkirakan pada tahun 2025
menjadi 41, 5 juta (13, 6% dari total populasi) dan pada tahun 2050 sebanyak 79,
6 juta (23, 7% dari total populasi) (U.S Census Bureau, 2002).
Proses menua tidak dapat dihindari dari kehidupan. Indonesia saat ini
termasuk lima besar di dunia terbanyak jumlah penduduk lanjut usia (lansia),
yaitu mencapai 18,04 juta jiwa pada 2010 atau mencapai 9,6 persen (Republika,
2012). Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2011 sekitar 24 juta jiwa atau
hampir 10 persen jumlah penduduk (Kompas, 2012). Adapun di Kabupaten
Sleman jumlah penduduk pra lansia (45-59 tahun) sejumlah 53.146 jiwa dan
penduduk lansia (>60 tahun) ada 55.967 jiwa, dari total penduduk sebanyak
1.090.567 jiwa (Dinkes, 2011). Jumlah penduduk lansia yang tinggi perlu
mendapat perhatian serius di bidang kesehatan karena lansia rentan terhadap
penyakit.
Perubahan pada lansia ini salah satunya adalah terjadi perubahan psikologi
seperti terjadinya depresi. Depresi ini merupakan gangguan mental yang sering
diderita para lanjut usia Sejumlah studi melaporkan data yang menunjukkan
bahwa depresi pada orang lanjut usia dapat berkaitan dengan status ekonomi yang
rendah, kematian pasangan, penyakit fisik yang juga sedang ada, serta isolasi
sosial. Studi lain menunjukkan angka lanjut usia kurang terdiagnosa dan tidak
diobati, terutama mungkin oleh dokter umum. Tidak dikenalinya depresi pada
orang lanjut usia 4 dapat terjadi karena gangguan lebih sering muncul dengan
keluhan somatik pada kelompok usia yang sudah tua dibanding dengan kelompok
usia yang lebih muda. Lebih jauh lagi, diskriminasi terhadap usia dapat
mempengaruhi dan membuat mereka lebih menerima gejala depresif sebagai hal
yang normal.
Pada pasien lanjut usia (Kaplan & Sadock, 2010). menerima gejala
depresif sebagai hal yang normal pada pasien lanjut usia (Kaplan & Sadock,
2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Octaviana di Panti Sosial Tresna
Werdha Mulia Dharma Kab. Raya, Kalimantan Barat tahun 2012 terdapat depresi
yaitu 10 orang (38,46) dari 26 orang lasia yaitu, Normal 61,54%, Ringan 38,46%,
Berat 0. Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari, 2011.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Depresi
1. Menurut gejalanya
Depresi neurotic
Depresi psikotik
Secara tegas istilah 'psikotik' harus dipakai untuk penyakit depresi yang
berkaitan dengan delusi dan halusinasi atau keduanya.
Para dokter membedakan antara depresi neurotik dan psikotik tidak hanya
berdasarkan gejala lain yang ada dan seberapa terganggunya perilaku orang
tersebut.
2. Menurut Penyebabnya
Depresi reaktif
Depresi endogenus
Berduka
Proses kesedihan itu wajar dan merupakan reaksi yang diperlukan terhadap
suatu kehilangan. Proses ini membuat orang yang kehilangan itu mampu
menerima kenyataan tersebut, mengalami rasa sakit akibat kesedihan yang
menimpa, menderita putusnya hubungan dengan orang yang dicintai dan
penyesuaian kembali.
Depresi pascalahir
a. Faktor Biologi
Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan
marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan
organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh system limbik.
Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi
CRH (Landefeld, 2004).
Pada orang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Estrogen
berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal terhadap neurotoksin
seperti MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama dengan
antioksidan juga merusak monoamine oxidase (Unutzer dkk, 2002).
b. Faktor Genetik
c. Faktor Psikososial
Depresi pada lansia adalah proses patoligis, bukan merupakan proses normal
dalam kehidupan. Umumnya orang-orang akan menanggulanginya dengan
mencari dan memenuhi rasa kebahagiaan.Bagaimanapun,lansia cenderung
menyangkal bahwa dirinya mengalami depresi. Gejala umumnya,banyak
diantara mereka muncul dengan menunjukkan sikap rendah diri, dan
biasanya sulit untuk didiagnosa (Evans, 2000).
Perubahan Fisik
Penurunan nafsu makan.
Gangguan tidur.
Kelelahan dan kurang energy
Agitasi.
Nyeri, sakit kepala, otot keran dan nyeri, tanpa penyebab
fisik.
Perubahan Pikiran
Merasa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan
konsentrasi dan sulit mengungat informasi.
Sulit membuat keputusan dan selalu menghindar.
Kurang percaya diri.
Merasa bersalah dan tidak mau dikritik.
Pada kasus berat sering dijumpai adanya halusinasi
ataupun delusi.
Adanya pikiran untuk bunuh diri.
Perubahan Perasaan
Penurunan ketertarikan ddengan lawan jenis dan
melakukan hubungan suami istri.
Merasa bersalah, tak berdaya.
Tidak adanya perasaan.
Merasa sedih.
Sering menangis tanpa alas an yang jelas.
Iritabilitas, marah, dan terkadang agresif.
Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III
(Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang merujuk pada ICD
10 (International Classification Diagnostic10).Gangguan depresi dibedakan dalam
depresi berat, sedang, dan ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta
dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang (Maslim,2000).
Gejala Utama :
• Perasaan depresif
• Hilangnya minat dan semangat
• Mudah lelah dan tenaga hilang
Gejala Lain
a. Obat-obatan
Beberapa jenis obat seperti digoksin, L-dopa, steroid, penyekat beta dan anti
hipertensi lainnya, pemberian benzodiazepin jangka panjang, fenobarbiton, dan
pemakaian neuroleptik jangka lama dapat mengakibatkan depresi.
b. Neurobiologik
c. Psikososial
1. Terapi fisik
a. Obat
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri
atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman.
ECT diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk
mengurangi confusion/memory problem.Terapi ECT diberikan sampai ada
perbaikan mood (sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk
mencegah kekambuhan.
2. Terapi Psikologik
a. Psikoterapi
b. Terapi kognitif
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu
negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan
sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut
dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan
secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas
tertentu terapi kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.
c. Terapi keluarga
(2) Tawa Singa : Tawa ini diambil dari dari postur yoga yang disebut simba
mudra (postur singga). Dalam postur singa, lidah dijulurkan keluar sepenuhnya
dan mulut dibuka lebar-lebar. Dengan mata terbuka lebar, peserta mengacungkan
tangan seperti cakar singa dan mengaum seperti singga, lalu tertawa dari perut.
Tawa singa merupakan latihan yang sangat baik untuk otot – otot wajah, lidah dan
kerongkongan. Latihan ini menyingkirkan rasa takut atau malu bagus untuk
memperkuat kerongkongan. Tawa singa memperbaiki pasokan darah ke kelenjar
tiroid.
(3) Tawa Bersenandung : Dalam jenis tawa ini, bibir dikatupkan dan peserta
berusaha tertawa saat mengeluarkan suara senandung hmmmmmm…. Yang
bergema diseluruh kepala. Peserta dapat terus saling pandang, sambil membuat
beberapa gerakan yang saling merangsang tawa. Mereka bisa saling berjabat
tangan atau melakukan gerakan apa pun yang bersifat main-main. Beberapa orang
juga menyebutkanya tawa burung dara.
(4) Tawa Bertahap : Tawa ini dilakukan pada akhir sesi. Semua peserta di minta
untuk mendekat ke koordinator. Tawa bertahap di mulai dengan tersenyum dan
melihat sekeliling, saling pandang. Secara perlahan dn bertahap intensitas tawa
semakin ditingkatkan dan kemudian para peserta secara bertahap mulai tertawa
penuh semangat. Tawa ini sangat menyenangkan dan mudah menular.
(1) Tawa Satu Meter : Tawa ini bersifat main-main dan meniru cara kita
mengukur panjang satu meter. Tawa ini dilakukan dengan menggerakkan satu
tangan sepanjang bentangan lengan kita yang lain (seperti gerakan merentangkan
busur untuk melepaskan anak panah).
(2) Tawa Milk Shake : Tawa milk shake adalah variasi tawa baru, dimana para
peserta diminta berpura-pura memegang gelas yang berisi susu atau kopi dan
sesuai aba-aba koordinator, susu dituang dari gelas yang satu ke gelas yang lain
sambil mendaraskan.
(3) Tawa Bantahan : Tawa ini merupakan jenis tawa yang bersifat bersaing antar
dua kelompok yang dipisahkan oleh sebuah jarak. Kedua kelompok saling
pandang dan mulai tertawa dengan menudingkan jari telunjuk mereka kepada para
anggota kelompok lain.
(4) Tawa Ponsel : Jenis tawa ini juga dikenal dengan tawa HP, tawa ini sangat
menyenangkan dan bersifat main-main. Para peseerta berura-pura memegang HP
dan mencoba tertawa, sambil membuat berbagai gerakan dan berkeliling untuk
bertemu dengan orang-orang yang berbeda dan tertawa seolah-olah mereka
sungguh-sungguh menikmatinya.
(5) Tawa Ayunan : Jenis tawa ini menarik karena mengandung banyak siakp
main-main. Semua peserta bergerak kebelakang sejauh dua meter untuk
memperluas lingkaran
(1) Tawa Sapaan : Tawa sapaan ini dilakukan ddengan cara para peserta saling
mendekat dan menyapa satu sama lain dengan gerakan tertentu, sambil tertawa
dengan nada menengah dan tetap menjaga kontak mata ketika bergerak keliling
dan berrtemu dengan orang yang berbeda. Orang bisa berjabat tangan dan
memandang mata orang yang disapa sambil tertawa pelan.
(2) Tawa Penghargaan : Ini adalah tawa berdasarkan nilai dimana koordinator
mengingatkan para peserta mengenai betapa pentingnya menghargai orang lain.
Dalam tawa jenis ini. Ujung jari telunjuk dihubungkan dengan ujung ibu jari
sehingga di gerakkan ke depan dan ke belakang dengan cepat sambil memandang
peserta lain dan tertawa denngan sangat lembut, seolah-olah anda memberikan
penghargaan kepada sesama anggota kelompok.tawa ini diikuti dengan
pendarasan Ho Ho Ha Ha Ha dan tepuk tangan.
(3) Tawa Memaafkan/ Meminta Maaf : Tawa ini adalah tawa berdasarkan nilai
dimana tawa ini memiliki pesan yaitu jika anda bertengkar dengan seseorang,
anda harus minta maaf. Dalam tawa memaafkan peserta memegang kedua cuping
telinga, dengan menyilangkan lengan dan kemudian berlutut lalu tertawa.
Ada 15 langkah model baru sesi terapi tertawa : Lama : 20-30 menit (maksimum)
setiap putaran tawa berlangsung selama 30-40 detik, diikuti dengan tepuk tangan
dan latihan ho ho ha ha ha.
f. terapi musik
Penelitian ini menggunakan lagu keroncong dengan suara yang dibuat tidak
terlalu keras sehingga tidak mengganngu kenyamanan responden. Sesuai
mekanisme yang dijelaskan oleh Atwater diatas, gelombang alfa tercipta pada
korteks cerebri melalui hubungan kortikal dengan thalamus. Gelombang ini
merupakan hasil dari osilasi umpan balik spontan dalam sistem talamokortikal
(Guyton & Hall, 2006). Perubahan gelombang otak menjadi gelombang otak alfa
akan menyebabkan peningkatan serotonin. Serotonin adalah suatu
neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap peristiwa lapar dan perubahan
mood. Serotonin dalam tubuh kemudian diubah menjadi hormon melatonin yang
memiliki efek regulasi terhadap relaksasi tubuh yang pada akhirnya depresi yang
dirasakan oleh responden dapat menurun sebagai akibat dari perubahan mood.
Walaupun anak yang telah dewasa adalah suatu sumber utama yang memberi
bantuan terhadap orangtua yang lansia, beberapa trend demografi dan sosial
mempunyai akibat / impak yang signifikan pada kemampuan anggota keluarga
dalam menyediakan dukungan. Hal ini tidak berarti bahwa keluarga bertanggung
jawab atas timbulnya depresi pada seseorang namun sudah jelas bahwa banyak
masalah depresi berkisar di seputar kesulitan dalam cara anggota keluarga saling
berkomunikasi dan saling berhubungan.
2.2.1. Pengertian
Batasan dukungan sosial adalah sebagai jumlah kontak dengan orang lain,
yang dapat dipertahankan seseorang dalam jaringan sosial, atau luas pergaulan
yang dimiliki dan dipertahankan seseorang dalam jaringan sosial. Definisi lainnya
lebih menekankan aspek psikologik, yaitu perasaan menjadi bagian atau
terhitungnya individu dalam jaringan sosial atau rasa puas individu atas hubungan
yang dipertahankan dengan orang lain dalam jaringan sosial (Kaplan, 2010).
Menurut House sebagaimana dikutip oleh Smet (1994) ada empat jenis
dukungan sosial yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental, dukungan informasional.
a. Dukungan Emosional
Pada saat stress, orang akan menderita secara emosional dan dapat
mengalami depresi, kesedihan, ataupun kecemasan. Pada saat seperti ini, teman
atau keluarga dapat memberikan dukungan emosional dengan meyakinkan orang
tersebut bahwa dia adalah orang yang berharga yang sangat diperhatikan oleh
lingkungannya. Kehangatan dan kepedulian yang diberikan oleh orang lain, akan
memungkinkan orang yang mengalami stres, menghadapinya lebih tenang
(Taylor, 1995).
b. Dukungan Penghargaan
Dukungan penghargaan yang umumnya diberikan melalui ungkapan
penghormatan (penghargaan) akan hal – hal yang positif yang dimiliki seseorang,
dukungan untuk maju atau persetujuan atas gagasan atau perasaan individu dan
perbandingan positif orang itu dengan orang lain, orang – orang yang kurang
mampu atau yang lebih buruk keadaanya (menambah penghargaan diri) (Smet,
1994).
c. Dukungan Instrumental
d. Dukungan Informatif
Depresi pada lanjut usia dapat terjadi simptom yang kompleks yang
disebabkan oleh gangguan fisik maupun kognitif dan stresor dari luar Dukungan
sosial sangat dibutuhkan para lanjut usia dalam menyesuaikan diri menghadapi
stresor psikososial terutama stresor yang berhubungan dengan kehilangan. Dari
populasi lanjut usia, sekitar 60-80%, diperkirakan dalam kondisi tidak berdaya
dan membutuhkan pertolongan keluarga,untuk keperluan sehari – hari yang
bermakna. Hampir semua populasi lanjut usia lebih membutuhkan dukungan
emosional daripada finansial (Osterweill dkk, 2000).
BAB III
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
1. Nama : Ny. S
2. Umur : 75 tahun
3. Alamat : Palembang
4. Pendidikan : SPR
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Suku : Jawa
7. Agama : Islam
8. Status Perkawinan : Menikah (Janda)
9. Tanggal Pengkajian : 01 April 2015
6. Pemeriksaan Fisik
. TINJAUAN SISTEM
Jelaskan tentang kondisi sistem-sistem dibawah ini yang terdapat pada klien
Keadaan umum : Keadaan klien secara umum baik , namun terlihat
menyimpan
kesedihan.
integumen
1. Turgor : elastis (-) / penurunan elastisitas kulit
2. Warna Kulit : Sawo matang
3. Penyakit kulit : Tidak ditemukan adanya penyakit kulit
4. Kebersihan : Ditemukan adanya Hiperpigmentasi pada
Kulit
terutama pada wajah dan Ekstremitas
Kepala
1. Bentuk : Simetris
2. Warna Rambut : Hitam, Keputih – putihan
3. Kebersihan : Cukup bersih tidak terdapat ketombe
4. Ekspresi Wajah : Terlihat klien menyimpan kesedihan
Mata
Telinga
1. Bentuk : Simetris
2. Pendengaran : Pendengaran cukup baik
3. Kebersihan : Cukup bersih, tidak terdapat serumen
berlebihan
Hidung
1. Bentuk : Simetris
2. Penciuman :Tidak terdapat gangguan penciuman, dapat
membedakan bau
Leher
1. Bentuk : Simetris
2. Gerakan : Gerakan klien terbts dikarnakan penurunan
tonus otot
3. Kebersihan : Cukup bersih, tidak ditemukan adanya
distensi vena
jugularis.
Sistem pernafasan
Abdomen
1. Bentuk : Simetris
2. Keadaan : Lemas – datar
3. Nyeri : Nyeri (-) pada abdomen
4. Bising Usus : Bising usus normal, 12x/mnt
5. Hati : Tidak terasa adanya pembesaran hati
Sistem perkemihan :
Sistem muskuloskeletal :
Kedua kaki Ibu S tampak sejajar dan sama besar dan panjang. Tidak
tampak adanya kifosis dan scoliosis. Kemampuan mengubah posisi baik,
kekuatan otot tangan pada saat meremas agak lemah
Sistem saraf
1. Psikososial
Klien hanya berdiam dan sering menyendiri dan tidak mau berkumpul dengan
orang lain disekitarnya dan klien jarang berkomunikasi dengan klien lainnya
walaupun duduk bersampingan. Klien mengatakan tidak dapat bersosialisasi
dengan baik, ia merasa kurang semangat, klien mengatakan ia sudah putus asa
menjalani hidup ia merasa sulit mengungkapkan apa yang dirasakan, malas
bicara, dan lebih suka menyendiri setelah ditinggal suami.
2. Spiritual
Ny. S beragama Islam, dan mengatakan kurang menjalankan ibadah sholat lima
waktu,ia hanya menjalankan sholat 3 waktu. Selain itu jarang mengikuti pengajian
minggguan yang diadakan di panti.
1. Katz index
2. Barthel index
Kesimpulan:
Total Skor:
Salah : 6 Benar: 4
Hasil:
Tahun
Musim
Tanggal
Hari
Bulan
Objek gelas
Objek piring
Objek sendok
100
93
86
79
72
Objek gelas
Objek piring
Objek sendok
6. Bahasa 9 5 Tunjukkan pada klien suatu
benda (2 objek) tanyakan
namanya!
Objek tas
Objek selimut
Total Nilai 15
Interpretasi hasil :
Jumlah skor 8
Interpestasi hasil :
DO:
DO :
terdapat lingkaran
hitam di bawah mata
Ny. S
wajah tampak lesu
dan kelelahan
saat menjawab
pertanyaan pengkaji,
klien tampak tidak
konsentrasi
sering tidak ada
kontak mata dengan
pengkaji
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan alam perasaan b.d koping individu maladaptive Ny.S Di Panti Sosial
Tresna Werdha Sukma Raharja.
2. Gangguan pola tidur b.d depresi Ny. S Di Panti Sosial Tresna Werdha Sukma
Raharja.
Rencana Keperawatan
Nama : Ny.S
Umur :75 Tahun
Tgl N Diagnosa Perencanaan Rasionalisasi
o. Keperawatan Tujuan Kriteria Intervensi
d hasil
x
1. Gangguan 1. Bantu untuk 1. Membangu
20 1 Setelah di kriteria
alam memahami n motivasi
Mei perasaan b.d lakukan hasil : bahwa klien pada lansia.
koping - Klien dapat
2013 tindaka
individu menunjuk mengatasi
maladaptive keperawatan keputusasaan
Ny.S Di kan tanda
1x24 jam nya.
Panti Sosial – tanda 2. Kaji dan 2. Individu
Tresna lansia tidak
percaya kerahkan lebih
Werdha terjadi sumber- percaya diri
Sukma kepada
gangguan sumber
Raharja. perawat. internal
alam - Klien individu.
perasaan: 3. Kaji dan 3. Lansia
mampu
manfaatkan tidak
depresi mengguna merasa
sumber-
kan sumber sendiri
koping ekstemal
individu
adaptif
4. Kaji sistem
yang baik. pendukung 4. Meningkat
keyakinan kan nilai
spiritual
5. Diskusikan lansia
tentang obat 5. Klien dapat
menggunak
an obat
dengan
benar dan
tepat Untuk
memberi
pemahama
n kepada
lansia
tentang
obat
1) Mengidentifikasi S : Klien
penyebab gangguan
mengatakan masih
pola tidur pada klien
2) Diskusikan cara-cara belum bisa tidur
utuk memenuhi lelap
kebutuhan
O : Lingkaran
tidur dengan klien
3) Anjurkan pasien untuk hitam dibawah
memilih cara yang mata klien sudah
sesuai dengan sedikit hilang
kebutuhannya
4) Berikan lingkungan A: Masalah
yang nyaman bagi teratasi sebagian
klien untuk
P:
meningkatkan tidur.
Diskusikan cara-
cara utuk
memenuhi
kebutuhan
tidur dengan
klien
Anjurkan pasien
untuk memilih
cara yang sesuai
dengan
kebutuhannya
Berikan
lingkungan yang
nyaman bagi
klien untuk
meningkatkan
tidur.
BAB IV
PEMBAHASAN
Penurunan skor depresi pada lansia dalam penelitian ini bervariasi, hal ini
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti tingkat konsentrasi dan fokus responden
selama mengikuti terapi di setiap tahap terapi tertawa (Iting, Pasaribu &
Kasra, 2012). Menurut (Moh Sholeh dalam Iting dkk, 2012) menyatakan bahwa
seorang yang mempunyai pandangan negatif tentang dirinya, dunia, dan masa
depan, tidak akan mudah keluar dari situasi penuh tekanan yang membuatnya
depresi. Hasil dari penelitian ini juga serupa dengan penelitian yang dilakukan
Iting, Pasaribu & Kasra (2012), yang menyatakan hasil dari terapi tertawa efektif
menurunkan gejala depresi pada lansia hal ini diketahui berdasarkan analisa
kuantitatif yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada
skor gejala depresi pada lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi tertawa,
maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara skor depresi
sebelum dan skor depresi sesudah dilakukan terapi Tertawa yang berarti bahwa
ada pengaruh terapi Tertawa terhadap skor depresi pada lansia di panti Graha
Werdha Marie Joseph Kota Pontianak, dengan kata lain bahwa terapi Terawa
adalah pilihan pengobatan yang berguna dan hemat biaya untuk menurunkan
gejala serta skor depresi pada lansia. Tertawa dalam 5-10 menit dapat
merangsang pengeluaran endorphine dan serotonin, yaitu sejenis morfin alami
tubuh dan juga mentaninin. Ketiga zat ini merupakan zat baik untuk otak sehingga
kita bisa merasa lebih senang. Adapun manfaat paling penting di dalam tertawa
adalah bahwa tertawa bisa mengendalikan kesehatan mental seseorang (Astuti,
2011). Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Dr. Lee Berk,
seorang imunolog dari Loma Linda University di California USA pada tahun
2008 bahwa tertawa bisa mengurangi peredaran dua hormon dalam tubuh, yaitu
efinefrin dan kortisol, yang bisa mengalangi proses penyembuhan penyakit baik
fisik maupun mental, menurut penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal
Geriatrics dan Gerontology International, para peneliti menemukan terapi tawa
bisa mengatasi depresi pada individu (Kataria dalam Iting dkk, 2012). Terapi
tertawa (laughter therapy) mampu menghambat sekresi Adenocorticotropic
Hormon (ACTH) dan kortisol (Simanungkalit dalam Yani., 2014). Terapi
tertawa (laughter therapy) mengakibatkan detak jantung menjadi lebih cepat,
tekanan darah meningkat dan kadar oksigen dalam darah akan bertambah akibat
nafas bertambah cepat, menurunkan sekresi ACTH dan kadar kortisol dalam
darah, sekresi ACTH yang menurun akan merangsang peningkatan produksi
serotonin dan endorfin otak yang mengakibatkan perasaan yang nyaman rileks,
dan senang (Kataria dalam Yani., 2014). Rasa bahagia yang ditimbulkan dari
terapi tertawa (laughter therapy) mampu menjadi persepsi dari pengalaman
sensasi yang menyenangkan. Sensasi ini disimpan di dalam sistem syaraf dan
mampu menimbulkan mekanisme koping yang positif. Mekanisme koping yang
positif mampu menjadikan impuls yang positif pula, sehingga menjadi koping
yang adaptif dan dapat menurunkan depresi pada lansia (Yani, 2014).
4.2 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ira Alvionita : 2014 Pengaruh
Terapi Tertawa Terhadap Depresi Pada Lansia
Hasil analisis menunjukkan tidak adanya perbedaan skor depresi pada saat
pre-test pada kedua kelompok, sedangkan pada saat post-test terdapat perbedaan
nilai signifikansi yaitu 0,003 (p < 0,05) dengan nilai Z yaitu -3,004 (Z tabel > Z
hitung) yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak, artinya bahwa terapi tertawa
dapat mempengaruhi tingkat depresi pada lansia di Dusun Jomegatan,
Ngestiharjo, Kasihan, Bantul. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa ada
pengaruh yang signifikan dari terapi tertawa terhadap depresi pada lansia. Hal ini
perasaan dan kondisi kejiwaan dari lansia. Menurut Setyoadi dan Kushariyadi
terapi tertawa merupakan salah satu terapi relaksasi yang berguna untuk
memperlancar peredaran darah, sehingga bisa menghilangkan stress. Tehnik
terapi tertawa inilah yang dipilih menjadi intervensi yang diberikan kepada
kelompok perlakuan pada penelitian ini.