Anda di halaman 1dari 6

Konvergensi Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS)

1.1 Pentingnya IFRS


Standar Pelaporan Keuangan Internasional (International Financial Reporting Standards
(IFRS)) adalah standar dasar, pengertian dan kerangka kerja yang diadaptasi oleh Badan Standar
Akuntansi Internasional (International Accounting Standards Board (IASB)).
Sejumlah standar yang dibentuk sebagai bagian dari IFRS dikenal dengan nama terdahulu
Internasional Accounting Standards (IAS). IAS dikeluarkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh Badan
Komite Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards Committee (IASC)).
Pada tanggal 1 April 2001, IASB baru mengambil alih tanggung jawab guna menyusun Standar
Akuntansi Internasional dari IASC. Selama pertemuan pertamanya, Badan baru ini mengadaptasi
IAS dan SIC yang telah ada. IASB sendiri adalah organisasi yang memiliki tujuan untuk
mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat
dipahami dan dapat diperbandingkan. IASB terus mengembangkan standar dan menamai standar-
standar barunya dengan nama IFRS.
Alasan Standar Pelaporan Keuangan International diperlukan yaitu untuk peningkatan daya
banding laporan keuangan dan memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional;
menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan
pelaporan keuangan; serta mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional dan
biaya untuk analisis keuangan bagi para analis. Saat ini, lebih dari 120 negara mengizinkan dan
mengharuskan IFRS untuk perusahaan publik, dengan lebih banyak negara diharapkan untuk transisi
ke IFRS pada tahun 2016.

1.2 Struktur IFRS


IFRS dianggap sebagai kumpulan standar "dasar prinsip" yang kemudian menetapkan
peraturan badan juga mendikte penerapan-penerapan tertentu. Standar Laporan Keuangan
Internasional mencakup:
1. Peraturan-peraturan Standar Laporan Keuangan Internasional (Internasional Financial
Reporting Standards (IFRS)) – dikeluarkan setelah tahun 2001.
2. Peraturan-peraturan Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards
(IAS)) – dikeluarkan sebelum tahun 2001.
3. Interpretasi yang berasal dari Komite Interpretasi Laporan Keuangan Internasional (International
Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC)) – dikelularkan setelah tahun 2001
4. Standing Interpretations Committee (SIC) – dikeluarkan sebelum tahun 2001
5. Kerangka Kerja untuk Persiapan dan Presentasi Laporan Keuangan (Framework for the
Preparation and Presentation of Financial Statements) (1989).

1.3 Kerangka Kerja IFRS


Kerangka kerja IASB dan FASB sedang dalam proses pembaharuan dan perangkuman.
Proyek Kerangka Konseptual Gabungan (The Joint Conceptual Framework Project) bertujuan untuk
memperbaharui dan merapikan konsep-konsep yang telah ada guna menggambarkan perubahan di
pasar, praktek bisnis dan lingkungan ekonomi yang telah timbul dalam dua dekade atau lebih sejak
konsep pertama kali dibentuk.
Tujuan keseluruhan adalah untuk menciptakan dasar guna standar akuntansi di masa
mendatang yang berbasis prinsip, konsisten secara internal dan diterima secara internasional. Karena
hal tersebut, (dewan) IASB dan FASB Amerika Serikat melaksanakan proyek secara bersama.

1.4 Harmonisasi Standar Akuntansi dan Pelaporan Keuangan


Akuntansi menghasilkan laporan keuangan yang didalamnya terkandung informasi mengenai
posisi dan kinerja keuangan entitas suatu periode tertentu. Laporan keuangan yang disusun dapat
dimaksudkan untuk tujuan umum dan tujuan khusus. Berdasarkan PSAK 1 tujuan laporan keuangan
adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas
entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pengambilan
keputusan.
Laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku merupakan
laporan keuangan untuk tujuan umum dan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan bersama
sebagian besar pengguna laporan. Sedangkan untuk tujuan khusus, laporan keuangan disusun
mengikuti aturan spesifik dari regulator atau sesuai dengan kebutuhan khusus pemakainya seperti
laporan keuangan yang ditujukan untuk perpajakan, yang ditujukan untuk regulator lain seperti Bank
Indonesia (untuk perusahaan yang bergerak di lembaga keuangan bank), atau untuk Departemen
Keuangan (bagi lembaga keuangan non-bank), maupun untuk tujuan manajemen.
Akuntansi keuangan berorientasi pada pelaporan eksternal, dalam arti lain ialah pihak luar
perusahaan yang beragam dan memiliki tujuan yang berbeda satu sama lain. Jadi laporan keuangan
yang bertujuan umum merupakan output dari akuntansi keuangan. Beragamnya pihak eksternal
dengan tujuan masing-masing yang sifatnya spesifik membuat penyusun laporan keuangan
memerlukan standar yang dapat dijadikan sebagai acuan dan pedoman dalam menyusun laporan
keuangan. Diperlukannya standar akuntansi sebagai acuan dan pedoman dalam penyusunan laporan
keuangan untuk tujuan umum diantaranya adalah agar laporan keuangan yang disusun dapat dibuat
seragam dan mudah difahami oleh banyak pihak sehingga dapat memenuhi kebutuhan bersama
sebagian besar kalangan pengguna laporan.
Laporan keuangan yang disusun harus berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum (Generally Accepted Accounting Principles – GAAP). Saat ini salah satu bentuk prinsip
akuntansi yang berlaku umum yang digunakan di Indonesia adalah Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK). Menurut PSAK 1 laporan keuangan yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
1. Laporan Posisi Keuangan yang memuat daftar aset, liabilitas, dan ekuitas entitas suatu periode.
2. Laporan Laba Rugi Komprehensif yang memuat kinerja entitas suatu periode.
3. Laporan Perubahan Ekuitas yang memuat perubahan ekuitas suatu periode.
4. Laporan Arus Kas yang memuat kas yang dihasilkan entitas suatu periode.
5. Catatan Atas Laporan Keuangan yang memuat rincian mengenai pos-pos yang terdapat dalam
empat laporan keuangan sebelumnya.
Indonesia memiliki empat standar akuntansi yang berlaku yang disebut dengan 4 pilar standar
akuntansi. Standar-standar tersebut, yaitu:
1. Standar Akuntansi Keuangan
2. Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik Signifikan (SAK-
ETAP)
3. Standar Akuntansi Keuangan Syariah (SAK-Syariah)
4. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

1.5 Rencana Penerapan IFRS di Indonesia


Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang disusun oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK) sedang dalam proses konvergensi secara penuh dengan IFRS yang dikeluarkan IASB. Di
samping itu, DSAK juga mengeluarkan standar untuk usaha kecil dan SAK tentang syariah. DSAK
sendiri telah membuat rencana penerapan IFRS di Indonesia sebagai berikut:
1. Tahap Adopsi (2008 – 2010): adopsi seluruh IFRS ke PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan), persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap
PSAK yang berlaku.
2. Tahap Persiapan Akhir (2011): penyelesaian persiapan infrastruktur yang diperlukan, penerapan
secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS.
3. Tahap Implementasi (2012): penerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap, evaluasi dampak
penerapan PSAK secara komprehensif.
Beberapa catatan atas adopsi IFRS dalam PSAK:
1. Perubahan istilah
Istilah Lama Istilah Baru
- Neraca - Laporan Posisi Keuangan
- Laporan Laba Rugi - Laporan Laba Rugi Komprehensif
- Aktiva - Aset
- Kewajiban - Liabilitas
- Modal - Ekuitas
2. Laporan Arus Kas dengan metode tidak langsung tidak dapat lagi digunakan (hanya digunakan
metode langsung)
3. Pendapatan dan beban lain-lain dihapus. Hanya ada pendapatan komprehensif lain yang meliputi:
a. Perubahan dalam surplus revaluasi (lihat PSAK 16: Aset Tetap dan PSAK 19: Aset Tidak
Berwujud);
b. Keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui sesuai dengan
paragraf 94 PSAK 24: Imbalan Kerja;
c. Keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas asing
(lihat PSAK 11: Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing);
d. Keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan yang dikategorikan sebagai
’tersedia untuk dijual’ (lihat PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran);
e. Bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrument lindung nilai dalam rangka lindung
nilai arus kas (lihat PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran)
1.6 Kendala Penarapan IFRS di Indonesia
Menurut Perera dan Baydoun, ada 4 aspek yang dapat menjadi kendala penerapan IFRS di
Indonesia. Empat aspek tersebut adalah (1) aspek lingkungan sosial; (2) aspek lingkungan organisasi;
(3) Aspek lingkungan Profesi; dan (4) Aspek lingkungan individu.
1. Aspek Lingkungan Sosial
Indonesia sebagai negara yang memiliki nilai budaya yang berbeda dengan nilai budaya
asal IFRS dapat mempengaruhi proses pelaksanaan penerapan IFRS di Indonesia. IFRS yang
dikembangkan di negara Anglo-Saxon yang cenderung memiliki nilai budaya indivilualisme yang
tinggi dan jarak kekuasaan (power distance) yang rendah dapat terkendala penerapannya di
Indonesia yang memiliki nilai budaya berkelompok yang tinggi dan jarak kekuasaan yang juga
tinggi. Hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi tingkat profesionalisme akuntan.
2. Aspek Lingkungan organisasi
Perusahaan-perusahaan di Indonesia pada umumnya mendanai kegiatan usaha mereka
dengan menggunakan pinjaman dari bank. Pendanaan perusahaan melalui pasar modal saat ini
masih cenderung minim. Hal ini dapat menjadi kendala untuk penerapan IFRS karena
kecenderungan pembiayaan perusahaan masih kepada sektor perbankan, sehingga perusahaan
belum merasa butuh untuk menerapkan standar keuangan internasional yang telah terkonvergensi
dalam PSAK. Dapat diasumsikan bahwa perusahaan menganggap manfaat dari penggunaan IFRS
lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan untuk mengadopsi standar tersebut.
3. Aspek Lingkungan Profesi
Penerapan IFRS di Indonesia seharusnya dibarengi dengan penataan dan penyediaan
sumber daya manusia sebagi motor pelaksanaan standard tersebut. Profesi akuntan di Indonesia
memiliki 4 kategori keanggotaan:
a. Register A: anggota dengan gelar akuntan yang juga telah berpraktek selama beberapa tahun
atau menjalankan usaha praktek akuntansi pribadi atau kepala dari kantor akuntansi
pemerintah;
b. Register B: akuntan public asing yang telah diterima oleh pemerintah Indonesia dan telah
berpraktek untuk beberapa tahun;
c. Register C: akuntan internal asing yang bekerja di Indonesia;
d. Register D: akuntan yang baru lulus dari fakultas ekonomi jurusan akuntansi atau memegang
sertifikat yang telah dievaluasi oleh komite ahli dan dipertimbangkan setara dengan gelar
akuntansi dari universitas negeri.
Kebanyakan dari akuntan yang ada di Indonesia adalah akuntan dengan kategori D,
sehingga sumber daya manusia untuk melaksanakan standard akuntansi secara memadai masih
kurang.

4. Aspek Lingkungan Individu


Nilai budaya masyarakat Indonesia yang kental dengan kolektivisme dan cenderung
memiliki jarak kekuasaan yang tinggi dapat berpengaruh terhadap lemahnya pengembangan dan
penerapan IFRS di Indonesia. Para professional dikuatirkan bersikap pasif terhadap draft-draft
eksposur karena menganggap tidak perlu berpartisipasi dalam pembuatan standar (sebagai efek
dari tingginya jarak kekuasaan).

Anda mungkin juga menyukai