Anda di halaman 1dari 97

Dokumen Usulan Teknis

“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha


di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

BAB VI
PENDEKATAN DAN METODOLOGI

Sesuai dengan acuan yang telah digariskan dalam Dokumen Tender dan Kerangka
Acuan Pekerjaan (KAK) maka dalam Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino
Seluas 1200 Ha di Kabupaten Morowali pendekatan teknis dan metodologi
pelaksanaan yang mantap, ekonomis, tepat guna dan solusinya dapat diandalkan. Oleh
karena itu dalam melaksanakan pekerjaan ini PT Geodinamik Konsultan akan
menyiapkan pendekatan teknis dan metode-metode yang akan digunakan yang
dituangkan dalam Pendekatan Teknis dan Metodologi Pelaksanaan. Bagian ini
merupakan penjelasan umum tentang metoda pelaksanaan pekerjaan secara
keseluruhan, yang memberikan arahan kualitatif terhadap cara-cara pelaksanaan dan
penyelesaian pekerjaan. Dalam penjelasan metodologi pelaksanaan, dibahas lingkup
tahapan kegiatan secara umum, yang dimulai dari tahap awal hingga penyelesaian
akhir pekerjaan. Rencana kerja merupakan penjelasan lebih rinci dari metoda
pelaksanaan, yang memuat arahan-arahan kuantitatif kegiatan, sehubungan dengan
tahapan yang telah ditetapkan sebelumnya.

VI.1. UMUM
Metodologi Pelaksanaan yang dimaksud di sini adalah suatu pendekatan penyelesaian
pekerjaan yang didasarkan pada kenyataan, bahwa tiap item pekerjaan mempunyai
keterkaitan dengan item pekerjaan lainnya. Hasil dari suatu item pekerjaan menjadi
variabel masukan pada pekerjaan lain.
Oleh karenanya proses penyelesaian seluruh item pekerjaan disusun sesuai dengan
tahapan-tahapan yang telah disesuaikan dengan keperluan pekerjaan studi.
Dari hasil Pengumpulan data, Orientasi Lapangan dan Penelaahan awal, maka dapat
disusun suatu rencana kegiatan selanjutnya yang akan dilaksanakan.

VI.2. KEGIATAN PERSIAPAN


a. Pengumpulan data sekunder meliputi:
Pengkajian tata letak jaringan irigasi

BAB VI - 1
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Pengkajian desain jaringan utama/tersier


Pengkajian peta kesesuaian lahan
Pengkajian peta tata guna lahan
Pengkajian data hidrologi, ketersediaan air dan genangan banjir
Penyiapan program kerja

b. Penyusunan program kerja meliputi


Program kerja survey (jadual kerja dan personil)
Pembuatan peta kerja
Pemeriksaan alat survey
c. Pembuatan Laporan Pendahuluan

VI.3. KEGIATAN SURVEY LAPANGAN


a. Investigasi Data Primer
- Inventarisasi penggunaan lahan
- Kondisi vegetasi dan kemiringan lahan
- Inventarisasi kondisi jaringan utama/tersier yang sudah ada
b. Pengukuran dan Pemetaan
- Inventarisasi Bench Mark yang sudah ada serta pembuatan Bench
Mark baru
- Pengukuran dan pemetaan situasi
- Pengukuran trase jaringan utama
- Pengukuran situasi bangunan pengambilan (fixweir) situasi ke hulu
1 km dan ke hilir 2 km
- Survey mekanika tanah dan geoteknik (bor inti bangunan utama
kedalaman 50 m sebanyak 5 titik, saluran dan handboring 15 titik
kedalaman masing-masing 6 m, sondir 10 titik, test pit 5 titik. Kegiatan
mekanika tanah/geoteknik dilaksanakanberdasarkan lay out / system
planning yang akan diusulkan oleh konsultan. Kegiatan ml bertujuan untuk
mendapatkan data mekanika tanah yang meliputi :

 Daya dukung tanah

BAB VI - 2
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 Stabilitas lereng saluran dan tanggul


 Penurunan muka tanah
 Kelulusan air
 Sumber bahan bangunan timbunan

VI.4. PENGUKURAN DAN PERENCANAAN JARINGAN UTAMA


PEKERJAAN PENGUKURAN DAN PEMETAAN SITUASI DETAIL,
SKALA 1: 5000
VI.4.1. MAKSUD PEKERJAAN
Membuat peta topografi (peta teknis) dengan skala 1 : 5000 daerah irigasi. Untuk
keperluan perencanaan teknis pengembangän areal irigasi, maka pada peta tersebut
harus memuat data ketinggian dan planimetris yang jelas dan benar sesuai dengan
keadaan lapangan yang diukur. Artinya selain data X, Y, Z, bisa dijamin kebenarannya
(guna perhitungan perencanaan teknis) yang harus dipetakan sedemikian rupa
sehingga dan peta tersebut bisa diperhitungkan rnengenai luas irrigable area secara
benar. Dengan kata lain peta tersebut harus memuat batas-batas kampung /
pemukiman / kawasan industri, ladang, kebun, hutan lindung, sawah teknis (bila ada),
sawah tadah hujan, sawah semi teknis, areal perikanan / tambak, rawa dan sebagainya
disamping itu juga memuat arah dan batas jalan umum, jalan inspeksi, jalan desa,
jembatan, saluran-saluran irigasi (bila ada), sungai-sungai dan lain-lain yang
merupakan hasil ukuran di lapangan. Interval kontur peta adalah 0,25 m untuk daerah
datar dan 0,5 m untuk daerah agak datar / miring serta 1,0 m untuk daerah tidak
datar / berbukit.
VI.4.2. JENIS PEKERJAAN
Secara garis besar pekerjaan akan terdiri dari :
a. Pemasangan Bench Mark/Patok Kayu
b. Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (Poligon utama/cabang)
c. Pengamatan Azimuth Matahari
d. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (Waterpass utama/cabang)
e. Pengukuran situasi seluruh daerah irigasi
f. Perhitungan koordinat dan elevasi
g. Penggambaran situasi daerah irigasi skala 1 : 5000

BAB VI - 3
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

h. Penggambaran peta ikhtisar skala 1 : 10000


i. Pencetakan dan penjilidan
j. Laporan akhir pengukuran

A. Pemasangan Bench Mark


- Bentuk, ukuran dan konstruksi Bench Mark besar seperti gambar
terlampir ukuran (20 x 20 x 100) cm
- Bentuk, ukuran dan konstruksi Bench Mark kecil tanda azimuth
seperti gambar terlampir ukuran (10 x 10 x 80) cm
- Bench Mark besar harus dipasang seperti berikut :
 Setiap jarak 2,5 km sepanjang jalur polygon utama dan cabang atau setiap
250 Ha
 Setiap titik kumpul
- Bench Mark kecil untuk tanda azimuth dipasang di dekat Bench
Mark besar ± 150 m dan bebas pandangan
- Bench Mark-Bench Mark tersebut harus dipasang sebelum dilakukan
pengukuran ditempat yang aman keadaan tanahnya stabil dan Iokasinya
mudah dicari kembali
- Setiap Bench Mark harus diberi nomor yang teratur
- Bench Mark harus dibuat deskripsinya dengan photo berwarna
Iengkap dengan sketnya
- Patok dibuat dari kayu berukuran 5/7 cm, sepanjang 50 cm, ditanam
ke dalam tanah sedalam 30 cm, dicat merah, diberi nomor kode yang teratur
dan dipasang paku sebagai titik bidiknya.
B. Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (Poligon Utama/ Cabang)
Poligon kerangka dasar horizontal terdiri dari polygon utama dan cabang,
sedangkan urituk pengukuran detail di lapangan dengan polygon raai.
Poligon Utama
- Poligon harus meliputi daerah yang akan dipetakan dan merupakan
kring yang tertutup
- Jika terlalu besar harus dibagi lagi dalam beberapa kring tertutup
- Poligon dibagi atas seksi-seksi dengan panjang maksimum 2,5 km

BAB VI - 4
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

- Pengukuran polygon harus diikatkan ke titik tetap yang telah ada


(titik triangulasi, bench mark yang sudah ada) sebagai control ukuran titik
referensi/awal pengukuran yang akan ditentukan kemudian oleh Direksi
Pekerjaan
- Pengukuran sudut polygon dilakukan dengan 2 (dua) seri dengan
ketelitian sudut 5”.
- Salah penutup sudut maksimum 10”  n, dimana n adalah banyaknya
titik poligon, diusahakan sisi poligon sama panjangnya
- Alat ukur sudut yang harus digunakan Theodolith T.2 Wild atau
sejenis dan pengukuran sudut dilakukan dengan titik nol yang berada (0°, 45°,
90° dan seterusnya). Pengukuran jarak dilakukan dengan alat EDM, dilakukan
pulang pergi masing-masing minimal 3 (tiga) kali bacaan untuk pulang pergi
- Sudut vertikal dibaca dalam 2 (dua) seri dengan ketelitian sudut 20”
- Pengamatan matahari dilakukan setiap 5 km (maksimum) sepanjang
jalur polygon utama, cabang untuk pagi dan sore dengan ketinggian <30°,
ketelitian azimuth 10”
- Alat yang digunakan untuk pengamatan harus Prisma Roulloph
- Ketelitian linear poligon 1 : 10.000
Poligon Cabang
- Poligon harus dimulai dari polygon utama dan diakhiri pada polygon
utama
- Poligon dibagi atas seksi-seksi yang panjang maksimum 2,5 km
- Pengukuran sudut polygon dilakukan dengan satu seri dengan
ketelitian sudut 20”
- Salah penutup maksimum 20”  n , dimana n banyaknya titik
polygon
- Diusahakan sisi polygon sama panjangnya
- Alat ukur yang harus dilakukan dengan rantai ukur baja, dilakukan
pulang pergi masing-masing minimal 3 (tiga) kali bacaan untuk pulang dan
pergi dengan titik nol yang berbeda
- Pengamatan matahari dilakukan 5 km (maksimal), dilakukan pagi
dan sore, masing-masing I (satu) seri untuk pagi dan sore dan diusahakan

BAB VI - 5
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

pengamatan dilakukan ditinggi matahari yang sama dengan ketinggian 30°,


ketelitian azimuth 20”.
- Alat yang digunakan untuk pengamatan harus Prisma Roulloph atau
ditadah
- Ketelitian linear poligon 1 : 5.000
C. Pengamatan azimuth Matahari
Untuk menentukan azimuth awal hitungan polygon (kecuali ada dua titik ikat
yang saling dapat terlihat) dan untuk mengontrol hasil pengukuran sudut disetiap
seksi maka pada setiap awal dan ujung seksi pengukuran (BM) harus dilakukan
pengamatan azimuth matahari, sebagai berikut :
- Metode pengamatan yang dipakai untuk menentukan azimuth boleh
menggunakan metode tinggi matahari ataupun metode sudut waktu
- Apabila penentuan azimuth menggunakan tinggi matahari. maka
pengukurannya dilakukan apabila tinggi matahari antara 20° - 40°, hal ini
dimaksudkan untuk menghindari adanya refreksi yang terlampau besar dan
tidak menentu
- Apabila penentuan azimuth menggunakan metode sudut waktu,
maka pengukurannya boleh dilakukan pada saat tinggi matahari kurang dan
20°, akan tetapi waktu pengamatannya harus jauh lebih teliti, hal ini
disebabkan karena sudut waktu (t) menggunakan variable h (tinggi matahari)
- Pengarnatan matahari tidak diperkenankan dengan cara ditadah,
melainkan harus dengan alat roulloph, hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan hasil pengamatan yang Iebih teliti.
D. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (Waterpass Utama / Cabang)
Pengukuran terdiri dari pengukuran waterpass utama dan waterpass cabang.
Semua titik poligon utama dan cabang di waterpass.
Pengukuran Walerpass Utama
- Alat yang digunakan waterpass Automatic Level Ni.2 atau sederajat
- Pengecekan baut-baut tripod (kaki tiga) jangan sampai longgar.
Sambungan rambu ukur, rambu harus menggunakan nivo.
- Pengecekan garis bidik alat waterpass. Data pengecekan harus
dicatat dalam buku ukur

BAB VI - 6
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

- Waktu pembidikan rambu harus diletakan dialas besi (Straatpod)


- Bidikan rambu harus diantara interval 0,5 m dan 2,75 m (untuk
rambu yang 3 m panjangnya)
- Jarak bidikan dan alat ke rambu maksimum 50 m
- Usahakan jumlah slaag per seksi selalu genap
- Data yang dicatat adalah pembacaan ketiga benang silang, yakni :
benang atas, benang tengah dan benang bawah’
- Pengukuran waterpass harus dilakukan setelah bench mark dipasang
- Semua bench mark yang ada yang akan dipasang harus melalui jalur
waterpass apabila berada ataupun dekat dengan jalur waterpass
- Pada jalur yang terbuka diukur dengan cara pergi pulang
- Selisih bacaan stand pertama dengan stand kedua harus ≤ 2 mm
- Batas toleransi untuk kesalahan penutup maksimum 10  D dimanan
D = jumlah jarak dalam km.
Pengukuran Waterpass Cabang
- Metode pengukuran sama seperti pada waterpass utama
- Batas toleransi untuk kesalahan penutup maksimum juga sama yaitu
10  D.
a. Pengukuran Situasi Detail
- Alat yang digunakan adalah T0 atau yang sederajat ketelitiannya
- Metode yang digambarkan adalah Raai dan Voorstraal
- Ketelitian polygon raai untuk sudut 24”  n, dimana n banyaknya titik
sudut. Ketelitian linear polygon raai 1 : 2000.
- Semua tampakan yang ada, baik alamiah maupun buatan manusia diambil
sebagai titik detail, misalnya bukit, lembah, alur, sadel dll.’
- Kerapatan titik detail (±40 m di lapangan) harus dibuat sedemikian rupa
sehingga bentuk topografi dan bentuk buatan manusia dapat digambarkan
sesuai dengan keadaan lapangan
- Sketsa lokasi detail harus dibuat rapi, jelas dan lengkap sehingga
memudahkan penggambaran dan memenuhi persyaratan mutu yang baik
dari peta

BAB VI - 7
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

- Pengukuran sungai disekitar lokasi rencana bendung harus diambil detail


selengkap mungkin, misalnya elevasi as, tepi dan lebar sungai, bukit
disekitar rencana bendung tersebut
- Pengukuran situasi harus dilebihkan sebesar ± 250 m, dari batas yang telah
ditentukan
- Beda tinggi harus dihitung dengan rumus Tachimetry (tidak diperkenankan
menggunakan tabel Jordan)
- Sudut polygon raai dibaca 1 (satu) seri
- Ketelitian tinggi polygon raai 10 cm  D (D dalam km).
b. Perhitungan koordinat dan elevasi
- Perhitungan harus disertai sketsa arah pengukuran agar memudahkan
pemeriksaan
- Stasiun pengamat matahari harus tercantum pada sketsa
- Hitungan polygon dan waterpass kerangka utama harus dilakukan
dengan perataan Bowditch
- Metode Dell atau perataan kwadrat kecil
- Pada gambar sketsa kerangka utama harus dicantumkan hasil
perhitungan :
 Salah sudut penutup polygon
 Salah linear polygon beserta harga toleransinya
 Salah penutup waterpass beserta harga koreksinya
- Perhitungan dilakukan dalam system proyeksi yang sudah ada sesuai
dengan data referensi/awal pengukuran.
c. Ketelitian Peta Gambar
- Semua tanda silang untuk grid koordinat tidak boleh mempunyai
kesalahan lebih dan 0,3 mm diukur dari titik control.
- Titik control vertical, posisi horizontalnya tidak boleh mempunyai
kesalahan lebih dan 0,6 mm diukur dari garis atau titik control horizontal
terdekat, dari garis grid atau titik control horizontal terdekat. Sisanya 5 %
tidak boleh mempunyai kesalahan lebih dari 1,2 mm
- Pada sambungan lebar peta satu dengan yang lain, garis kontur,
bangunan saluran sungai harus tersambung.

BAB VI - 8
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

d. Penggambaran
- Garis silang untuk grid dibuat setiap 10cm
- Gambar draft harus dilakukan di atas kertas milimeter (grafik) kalkir yang
telah disetujui Direksi
- Semua BM dan titik triangulasi (titik pengikat) yang ada di lapangan harus
digambarkan dengan legenda yang telah ditentukan dan dilengkapi dengan
elevasi dan koordinat
- Pada setiap interval 5 (lima) garis kontur dibuat tebal dan ditulis angka
elevasinya
- Legenda pada gambar harus sesuai dengan apa yang ada di lapangan
- Penarikan kontur lembah/alur data sadel bukit harus ada data elevasinya
- Garis sambungan (overlap) peta sebesar 5 cm
- Titik pengikat/referensi peta harus tercantum pada peta dan ditulis bawah
legenda
- Gambar/peta situasi sakala 1 : 5.000 dan perkecilannya skala 1 : 2.000 dan 1 :
5.000 digambar diatas kertas kalkir dengan ukuran A1
- Pada peta situasi 1 : 5.000 jalur pengukuran polygon utama dan cabang harus
diukur
- Gambar kampung dan sungai harus diberi nama yang jelas
- Peta ikhtisar skala 1 : 10.000 digambar pada kertas kalkir
- Pada peta ikhtisar harus tercantum nama kampung, nama sungai, BM, jalan,
jembatan, rencana bendung dan lain-lain kenampakan yang ada di daerah
pengukuran
- Interval kontur tiap 0,25 m untuk daerah datar, dan 0,50 m untuk daerah
miring serta 1,00 m untuk daerah berbukit
- Grid peta ikhtisar 1 : 10.000 tiap 10 cm
- Lembar peta harus diberi nomor urut yang jelas dan teratur yang dimulai dari
kiri berurut ke kanan
- Format gambar etika peta harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
oleh Direksi Pekerjaan
Sebelum pelaksanaan penggambaran dimulai disarankan untuk asistensi dahulu
kepada Direksi (bagian pengukuran).

BAB VI - 9
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

VI.4.3. PENGUKURAN TRASE SALURAN PEMBAWA DAN PEMBUANG


Pengukuran trace saluran yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah dalam rangka
pembuatan peta situasi saluran serta pembuatan gambar penampang memanjang dan
melintang sari alur saluran dengan skala situasi trace 1 : 2.000 guna mendapatkan
lokasi rencana site bendung berikut bangunan pelengkapnya.

Dari hasil pengukuran situasi trace saluran tersebut dapat diketahui elevasi serta
bentuk penampang saluran sehingga slope (kemiringan) alur saluran baik arah
memanjang maupun melintang dapat diketahui sehingga dapat dibuat suatu rencana
yang paling optimal yaitu pemilihan alur yang memenuhi persyaratan teknis yang
dapat dipertanggung jawabkan serta ekonomis dalam biaya pelaksanaannya.

Rincian pelaksanaan pekerjaan pengukuran dalam rangka pembuatan peta situasi trace
saluran adalah sebagai berikut :
1. Pengukuran Polygon
 Maksud pengukuran polygon adalah untuk mendapatkan koordinat titik
polygon (X, Y) untuk setiap Bench Mark dan Patok kayu (IP) dimana poligon
domulai dari titik referensi yang sudah ditentukan dan berakhir pada titik yang
sudah diketahui koordinatnya.
 Dalam pengukuran polygon ini jalur yang digunakan adalah sejajar alur
saluran yang dianggap perlu dilakukan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
lapangan.
 Methoda yang digunakan adalah pengukuran polygon yang kedua ujungnya
tertutup atau terikat (diikat pada titik tetap yang ada) dengan menggunakan alat
jenis Theodolite dengan ketelitian setingkat Wild T0
 Pengamatan matahari dilakukan pada setiap jarak ± 5 km (titik simpul
poligon) juga pada tiap BP dan EP. Pengamatan dilakukan pagi dan sore pada
kemiringan matahari ≤ 30 .
 Ketelitian sudut dan ketelitian linier polygon sedapat mungkin diusahakan
sama dengan ketelitian yang sudah ada.

BAB VI - 10
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 Pengukuran dilakukan pergi pulang dengan selisih bacaan sudut < 10 “


dengan dua seri (B,LB,LB,B)
 Ketelitian azimuth ≤ 10”.

2. Pengukuran Waterpas (Profil Memanjang)


Pengukuran waterpass dilakukan terhadap semua patok yang terpasang (patok 50 m,
BP, IP dan EP) serta keadaan tanah yang eskstrim (legokan atau sodetan) diukur dasar
dan tepi atasnya dan sebagainya.

 Alat ukur yang digunakan adalah jenis automatic level yang termasuk Orde
2 (NAK 0)
 Setiap hari sebelum dan setelah pengukuran dilakukan pengecekan garis
bidik (visir).
 Bila garis visir mencapai 0.02 mm/m, maka alat tersebut tak boleh dipakai.
 Pelaksanaan pengukuran dilakukan dengan system pergi pulang.
 Jarak bidik maksimum agar tak lebih dari 50 m.
 Pembacaan dilakukan 3 benang (atas, tengah dan bawah).
 Salah penutup pengukuran  10  D m (D = jumlah jarak waterpas dalam
km).
 Kontrol bacaan benang
 BT = ( BA- BB ) / 2
 Bacaan harus memperoleh selisih  2 mm, bila > 2 mm maka harus diulang.

3. Pengukuran Profil melintang


 Pengukuran profil melintang alur saluran dilakukan dengan interval jarak
antara propil 50 m (untuk bagian yang lurus), untuk alur saluran yang berbelok
dilakukan interval lebih kecil dari ketentuan tersebut di atas.
 Setiap perubahan elevasi diambil sebagai titik detail untuk penampang
memanjang/melintang.
 Pengukuran penampang melintang saluran diambil tegak lurus as saluran
dengan lebar minimal 75 m kekiri dan kanan dari as saluran. Bila terdapat detail

BAB VI - 11
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

penting yang perlu diambil maka lebar penampang > 75 m begitu pula pada
bagian yang berbelok.
 Jarak penampang melintang diamil secara optis dengan sistim pembacaan 3
benang (atas, tengah dan bawah) atau dengan pita ukur baja sampai pembacaan
dalam cm
 Sketsa pengukuran dibuat dengan rapi dan jelas untuk membantu dalam
proses penggambaran

4. Pengukuran Situasi Saluran


 Pengukuran detail situasi dilakukan dari titik poligon yang sudah diketahui
kedudukan planimetrisnya dan elevasinya
 Pengukuran situasi dilakukan dengan alat Theodolite T0.
 Awal dan akhir jalur ukur detail dilakukan pada titik kerangka dan kerapatan
titik ukur dilakukan tiap 50 m.
 Semua penampang yang ada baik alamiah maupun buatan manusia diambil
sebagai titik detail dan titik poligon
 Sketsa lokasi detail dibuat dengan rapi dan jelas guna memudahkan dalam
proses penggambaran dan koreksi apabila terjadi kesalahan dalam pengukuran.
 Pengeplotan gambar lapangan untuk mengetahui kerapatan titik ukur
dilakukan oleh surveyor.

5. Penggambaran
 Pengeplotan koordinat grid titik polygon mempunyai ketelitian + mm peta
terhadap koordinat sebenarnya
 Interval kontur adalah 0,5 m untuk daerah datar, 1,0 m untuk daerah berbukit
dan 5 m untuk daerah terjal.
 Skala detail 1: 500
 Skala melintang horizontal 1: 2000
 Skala memanjang horizontal 1: 2000

VI.4.4. PENGUKURAN SITE RENCANA BANGUNAN PENGAMBILAN


1. Pemasangan Bench Mark

BAB VI - 12
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

BM dipasang di tempat yang stabil, aman dari gangguan dan mudah dicari. Setiap BM
akan difoto, dibuat deskripsinya, diberi nomor dan kode. Penentuan koordinat (x, y, z)
BM dilakukan dengan menggunakan pengukuran GPS, poligon dan sipat datar. Pada
setiap pemasangan BM akan dipasang CP pendamping untuk memudahkan
pemeriksaan. Tata cara pengukuran, peralatan dan ketelitian pengukuran sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Titik ikat yang dipakai adalah BM lama yang
terdekat.
Bentuk, ukuran dan konstruksi Bench Mark besar berukuran (20x20x100) cm. Bench
Mark besar dipasang seperti berikut :

 BM harus dipasang pada jarak setiap 2,5 km sepanjang jalur poligon utama
atau cabang. Patok beton tersebut harus ditanam ke dalam tanah sepanjang kurang
lebih 50 cm (yang kelihatan di atas tanah kurang lebih 20 cm) ditempatkan pada
daerah yang lebih aman dan mudah dicari. Pembuatan tulangan dan cetakan BM
dilakukan di Base Camp. Pengecoran BM dilakukan dilokasi pemasangan.
Pembuatan skets lokasi BM untuk deskripsi. Pemotretan BM dalam posisi "Close
Up", untuk lembar deskripsi BM.
 Baik patok beton maupun patok polygon diberi tanda benchmark (BM) dan
nomor urut, ditempatkan pada daerah yang aman dan mudah pencariannya.
 Untuk memudahkan pencarian patok sebaiknya pada pohon-pohon disekitar
patok diberi cat atau pita atau tanda-tanda tertentu.
 Untuk patok kayu harus dibuat dari bahan yang kuat dengan ukuran
(3x5x50) cm3 ditanam sedalam 30 cm, dicat merah dan dipasang paku di atasnya
serta diberi kode dan nomor yang teratur.

2. Pengukuran Polygon
 Maksud pengukuran polygon adalah untuk mendapatkan koordinat titik
polygon (X, Y).
 Dalam pengukuran polygon ini jalur yang digunakan adalah jalur sepanjang
batas areal pengembangan ditambah beberapa jalur yang dianggap perlu dilakukan
yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lapangan.

BAB VI - 13
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 Methoda yang digunakan adalah pengukuran polygon yang kedua ujungnya


tertutup atau terikat (diikat pada titik tetap yang ada) dengan menggunakan alat
jenis Theodolite dengan ketelitian setingkat Wild T.2
 Pengamatan matahari dilakukan pada setiap 25 titik polygon (sebagai
kontrol sudut).
 Ketelitian sudut dan ketelitian linier polygon sedapat mungkin diusahakan
sama dengan ketelitian yang sudah ada.
 Pengukuran dilakukan pergi pulang dengan selisih bacaan sudut < 10 “
dengan satu seri (B,LB,LB,B)

3. Pengukuran Waterpass
Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada
titik-titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran
dimulai dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double
stand dan pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka
pengukuran) telah diikatkan terhadap BM. Penentuan posisi vertikal titik-titik
kerangka dasar dilakukan dengan melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik
terhadap bidang referensi (BM) seperti digambarkan pada Gambar berikut.

Pengukuran waterpas mengikuti ketentuan sebagai berikut :


 Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.
 Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.

BAB VI - 14
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu
belakang menjadi rambu muka.
 Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap.
 Pengecekan baut-baut tripod (kaki tiga) jangan sampai longgar. Sambungan
rambu ukur harus betul. Rambu harus menggunakan nivo.
 Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu garis
bidiknya. Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.
 Waktu pembidikan, rambu harus diletakkan di atas alas besi/paku yang ada
di patok.
 Bidikan rambu harus diantara interval 0,5 m dan 2,75 m.
 Setiap kali pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali pembacaan benang tengah,
benang atas dan benang bawah.
 Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang
bawah (BB), yaitu : 2 BT = BA + BB.
 Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm.
 Jarak rambu ke alat maksimum 50 m
 Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
 Toleransi salah penutup beda tinggi (T).
T = 10mm √D mm dimana:
D = Jarak dalam kilo meter.

4. Pengukuran Situasi Sungai


 Jarak dari Raai ke Raai + 150 m dan tiap 25 m satu titik detail sepanjang
jalur Raai
 Pengukuran untuk daerah yang ekstreem seperti Bukit, jalan batas kampung,
lembah dan sungai harus diambil detailnya (dizijslaag) yang lengkap sehingga
sesuai dengan bentuk topografi yang sebenarnya
 Pengukuran situasi sungai dilakukan sepanjang 4 km, lebar strook
pengukuran adalah 250 m ke kiri dan 250 m ke kanan dan tepi sungai atau
sepanjang batas perencanaan.

5. Pengukuran Situasi Bendung Rencana

BAB VI - 15
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Dimaksudkan untuk mendapatkan data situasi dan detail lokasi pengukuran. Syarat-
syarat yang harus dipenuhi dalam pengukuran situasi, yaitu :
 Pengukuran situasi detail dilakukan dengan cara Tachymetri.
 Ketelitian alat yang dipakai adalah 20”.
 Poligon tambahan jika diperlukan dapat diukur dengan metode Raai dan
Vorstraal.
 Ketelitian poligon raai untuk sudut 20” √n, dimana n = banyaknya titik
sudut.
 Ketelitian linier poligoon raai yaitu 1 : 1000.
 Kerapatan titik detail harus dibuat sedemikian rupa sehingga bentuk
topografi dan bentuk buatan manusia dapat digambarkan sesuai dengan keadaan
lapangan.
 Sketsa lokasi detail harus dibuat rapi, jelas dan lengkap sehingga
memudahkan penggambaran dan memenuhi mutu yang baik dari peta.
 Sudut poligon raai dibaca satu seri.
 Ketelitian tinggi poligon raai 10 cm√D (D dalam km).

Dengan cara tachymetri ini diperoleh data-data sebagai berikut :


 Azimuth magnetis.
 Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah).
 Sudut zenith atau sudut miring.
 Tinggi alat ukur.

Berdasarkan besaran-besaran tersebut diatas selanjutnya melalui proses hitungan,


diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui
koordinatnya (X, Y, Z).

6. Perhitungan Koordinat dan Elevasi


 Perhitungan harus disertai sketsa arah pengukuran agar memudahkan
pemeiksaan
 Stasiun pengamat matahari harus tercantum pada sketsa

BAB VI - 16
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 Hitungan polygon dan waterpass kerangka utama hams dilakukan dengan


perataan Bowditch
 Metode Dell atau perataan kwadrat kecil
 Pada gambar sketsa kerangka utama harus dicantumkan hash perhitungan:
- Salah sudut penutup polygon
- Salah linear polygon beserta harga toleransinya
- Salah penutup waterpass beserta harga koreksinya
 Perhitungan dilakukan dalam system proyeksi yang sudah ada sesuai dengan
data referensi/awal pengukuran.

7. Penggambaran.
 Pengeplotan koordinasi Grid dan titik polygon mempunyai ketelitian ± 50
mm pada peta terhadap koordinat sebenarnya
 Interval kontur tiap 1 m untuk daerah yang datar dan 2 m untuk daerah yang
berbukit
 Kertas gambar harus mempergunakan sejenis codactrade dengan ukuran Al
dan dilengkapi dengan legenda topografi dan etiket gambar seperti yang sudah
ditentukan oleh Direktorat Irigasi
 Skala yang dibutuhkan:
- Situasi sungai : 1: 200
- Profil melintang: Jarak (D) = 1: 200
Tinggi (H) = 1: 100
- Profil memanjang : Jarak (D) = 1 : 200
Tinggi (H) = 1: 200
- Situasi Bendung : 1: 500

VI.4.5. PENGUKURAN DAN PERENCANAAN JARINGAN TERSIER


Konsultan harus mengkaji seluruh data yang tersedia, dan meninjau kembali serta
memanfaatkan semua informasi yang ada. Semua pekerjaan pengumpulan data
pengukuran, penyelidikan dan perencanaan termasuk penyiapan peta, laporan,
gambar-gambar dan lain-lain harus mengikuti Kriteria Standar Perencanaan Irigasi
KP-01 sampai dengan KP-07 , PT.01 sampai PT.04, BI.01 dan BI.02.

BAB VI - 17
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Setiap penyimpangan dari kriteria tersebut diatas supaya secara jelas diuraikan dalam
suatu laporan yang disampaikan dan didiskusikan dengan pemberi pekerjaan.

Secara singkat kegiatan yang akan dilakukan konsultan dapat diuraikan di bawah ini :
a. Pengumpulan data Jaringan Irigasi yang telah ada dan data kebutuhan air petani.
b. Pengumpulan data keadaan Daerah Irigasi.
c. Melaksanakan pengukuran dan pemetaan situasi jaringan tersier dengan skala 1 :
2.000
d. Pembuatan lay out jaringan pembawa dan pembuang (tersier dan kwarter)
e. Melaksanakan pengukuran trase saluran tersier dan kwarter pembawa dan
pembuang
f. Pembuatan perencanaan detail saluran dan bangunan pembawa dan pembuang
(tersier dan kwarter)
g. Melaksanakan perhitungan dan penjelasan rotasi pemberian air, pada petak yang
bersangkutan dengan mengaju kepada system planning dan Manual O&P yang
sudah ada.
h. Pembuatan program pelaksanaan serta rencana anggaran biaya untuk pelaksanaan
pembangunan tersier.
j. Laporan - laporan.

VI.4.5.1. PENGUKURAN DAN PEMETAAN SITUASI


Pengukuran dan pemetaan situasi bertujuan untuk keperluan perencanaan teknis
Irigasi, jaringan utama, dan jaringan tersier. Peta tersebut harus memuat data
ketinggian planimetri dan keadaan topografi secara rinci yang benar dan jelas. Interval
kontur 0,25 m untuk daerah datar dan 0,50 m sampai dengan 1,00 m untuk daerah
rolling atau berbukit terjal.

Pekerjaan pemetaan situasi secara garis besar meliputi beberapa sub pekerjaan sebagai
berikut :
 Pemasangan patok beton dan kayu
 Pengukuran kontrol horizontal dan vertikal
 Pengukuran detail situsi, elevasi dan keadaan topografi

BAB VI - 18
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 Penetapan batas kepemilikan lahan dalam setiap petak tersier


 Perhitungan
 Penggambaran dan pembuatan daftar luas kepemilikan lahan
 Reproduksi.

Produk pengukuran dan pemetaan situasi tersebut menghasilkan :


 Peta dengan skala 1 : 2.000 untuk keperluan perencanaan pencetakan sawah,
memuat data ketinggian planimetri dan keadaan topografi serta batas pemilikan
dan petak persil yang ada secara rinci, benar dan jelas
 Selain itu di dalamnya dilengkapi juga dengan daftar pemilikan lahan, yakni
dengan membuat daftar kepemilikan lahan yang dicantumkan pada tepi peta yang
bersangkutan
 Peta dengan skala 1 : 2.000 untuk keperluan perencanaan jaringan tersier,
memuat data ketinggian planimetri dan keadaan topografi secara rinci yang benar
dan jelas.
 Interval kontur 0,25 m untuk daerah datar dan 0,50 m untuk daerah berbukit.

a. Dasar survey
 Peta teknis jaringan irigasi skala 1:5.000
 Catatan khusus dari Direksi Pekerjaan
 Data untuk kontrol horizontal dan vertikal juga ditunjukan dalam catatan
khusus
 Titik referensi yang akan digunakan baik untuk koordinat (X,Y) maupun
untuk titik tinggi (z) harus menggunakan titik referensi yang telah ada sehingga
didapatkan peta satu sistem dengan peta lama
 Sistim grid yang digunakan ialah sistim proyeksi U.T.M
 Data Bench Mark yang dipakai harus baik dan dikontrol dengan Bench
Mark yang lain
 Semua alat ukur yang digunakan harus dalam keadaan baik dan memenuhi
syarat ketelitian yang diminta

BAB VI - 19
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 Sebelum pekerjaan dimulai pelaksana pekerjaan menyerahkan program kerja


yang berisi jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan, daftar personil, daftar peralatan,
dan rencana keberangkatan untuk dibahas bersama Direksi, pelaksanaan pekerjaan
harus disesuaikan dengan macam kerja dan waktu yang tersedia.

b. Survey (Pengukuran)
 Pendahuluan
Kerangka acuan berikut ini untuk membimbing pelaksana dalam pelaksanaan
pengukuran untuk pembuatan peta situasi yang akan digunakan untuk pembuatan
lay out detail desain baik untuk perencanaan jaringan tersier, maupun untuk
perencanaan pencetakan sawah.
 Bench Mark
Lokasi Bench Mark harus ditunjuk pada gambar skala 1 : 2.000 dan skala 1 :
1.000 dalam setiap lembar peta lengkap dengan koordinat (x,y,z).
Hasil pengukuran digambar pada kertas berukuran A1. Over dan side lap sesuai
dengan petunjuk buku Standard Perencanaan Irigasi (KP 07) dan interval grid
setiap 10 cm (200 m) untuk skala 1 : 2.000, dan setiap 10 cm (100 m) untuk skala
1 : 1.000.
c. Kontrol horizontal
 Pengukuran kontrol horizontal dilakukan dengan cara poligon, poligon harus
tertutup dan melingkupi daerah yang ditetapkan, jika daerahnya cukup luas
poligon utama dibagi dalam beberapa kring tertutup, maksimum sisi poligon 2,50
km.
 Diusahakan sisi poligon sama panjangnya, poligon cabang harus terikat
kepada poligon utama dan titik referensi yang digunakan harus mendapat
persetujuan dari Direksi pekerjaan. Diusahakan pula jalur poligon baik cabang,
maupun utama melalui rencana saluran atau saluran yang sudah ada demikian juga
jalur jalur inspeksi atau drainase.
 Bench Mark dipasang di tempat yang aman dari gangguan manusia atau
binatang, BM dipasang setiap 250 Ha dan perpotongan jalur poligon diikat.
Dibuatkan diskripsinya dan diberi nomor urut yang teratur (lihat lampiran).

BAB VI - 20
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 Titik poligon lainnya selain benchmark adalah patok kayu berukuran 5 cm x


5 cm x 60 cm. Patok ini harus dicat untuk memudahkan identifikasinya.
 Pada poligon harus dilakukan beberapa pengamatan matahari sebagai
kontrol azimuth dan sebagai target adalah BM kecil.
 Sudut diukur double stand dan digunakan alat ukur theodolit T.2 atau yang
setingkat. Perbedaan seri pertama dan seri kedua harus lebih kecil dari 5 dan
ketelitian sudut maksimum 10n, dimana n banyaknya titik poligon.
 Pengukuran jarak dilakukan dengan pita ukur baja, dilakukan pulang pergi
masing-masing minimal dua kali bacaan. Ketelitian linier poligon utama 1:10.000
dan poligon cabang 1 : 5.000.

d. Kontrol vertikal
 Semua titik poligon harus diukur ketinggiannya. Titik referensi untuk
kontrol vertikal harus mendapat persetujuan dari Direksi pekerjaan
 Pengukuran kontrol vertikal dilakukan pulang pergi, alat ukur yang
digunakan sipat datar Automatic Level Ni 2, Nak 1, Nak 2, atau sejenis

e. Pengukuran situasi
 Situasi diukur berdasarkan jaringan kerangka horizontal dan vertikal yang
telah dipasang, dengan melakukan pengukuran keliling secara pengukuran di
dalam daerah survey.
 Bila perlu jalur poligon dapat ditarik lagi dari kerangka utama dan cabang
untuk mengisi detail planimetris, berikut spot heigt yang cukup, sehingga
diperoleh penggambaran kontur yang dapat menyajikan informasi ketinggian yang
memadai, titik-titik spot height terlihat tidak lebih dari interval 1 cm pada peta
skala 1 : 2.000, interval ini eqivalen dengan jarak 20 m tiap penambahan satu titik
spot height atau 36 titik spot height untuk 1 ha diatas tanah.
 Beberapa titik spot height bervariasi tergantung kepada kerancuan dan
ketidak teraturan terrain. Kerapatan titik-titik spot height yang dibutuhkan dalam
daerah pengukuran tidak hanya daerah sawah tetapi juga kampung, kebun, jalan
setapak, tanaman sepanjang jalan dan sungai, akan tetapi dengan kerapatan yang
berbeda.

BAB VI - 21
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 Pengukuran situasi dilakukan dengan metode tachimetry dengan meng-


gunakan alat thedolit T0 atau yang sejenis jarak dari alat ke rambu tidak boleh
lebih dari 100 m.
 Kontur digambarkan apa adanya tetapi teliti berdasarkan titik-titik spot
height, efek artistik tidak diperlukan.
Interval garis kontur sebagai berikut :
Kurang dari 2 % .......…0,25 m.
2 % sampai 5 % ..........0,25 m.
 Pemberian angka kontur dibuat terlihat, dimana setiap interval kontur 2,50 m
digambar lebih tebal.

f. Isi peta
Peta situasi skala 1 : 2.000 tersier harus mencakup antara lain :
 Jaringan kerangka dasar, garis kontur, titik ketinggian dan lain-lain
 Batas pemerintahan, kampung, desa, kecamatan termasuk nama kampung,
desa dan lain-lain
 Batas tata guna tanah atau lahan/vegetasi lahan (misalnya : alang-alang,
ladang, tegal, kebun, sawah, rawa dan lain-lain)
 Tata letak jalan, jalan desa, jalan setapak dan lain-lain
 Saluran alur sungai (dasar sungai terendah dan lebar sungai digambar supaya
terlihat jelas)
 Tata letak saluran dan bangunan Irigasi dan drainase serta bangunan lainnya
(seperti : jembatan, sekolah, mesjid, kantor pemerintah)
 Batas petak tersier, lokasi pencetakan sawah dan lahan yang tidak dapat
dicetak menjadi sawah
 Pohon besar berdiameter > 20 cm ketinggian sekitar 12 m diatas tanah bila
pepohonan ini berada disawah (khusus untuk skala 1 : 1.000)
Petak-petak sawah (kecuali bila luas petak kurang dari 50 x 50) petak sawah
diperoleh dari titik-titik spot height dan diukur dari batas pertemuan sawah (tanah
yang lapang bukan diatas tanggul, sket berperan penting, lihat contoh di bawah
(gambar memperlihatkan ketinggian petak-petak sawah berikut lay out titik-titik
detail).

BAB VI - 22
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Tiap petak sawah digambar berdasarkan sistim koordinat yang disepakati, peta
situasi digambar setelah kerangka dasar tergambar.

VI.4.5.2. PENGUKURAN DAN PEMETAAN TRASE SALURAN SKALA 1 :


2.000
Kegiatan pengukuran trase ini dilakukan setelah desain lay out selesai. Trase saluran
yang harus diukur ialah : saluran pembawa tersier, kwarter dan saluran pembuang
tersier, kwarter.

Pengukuran trase saluran terdiri dari :


 Situasi ( strip survey )
 Profil melintang
 Profil memanjang.

Situasi ( strip survey )


 Situasi trase / strip survey dibuat dengan skala 1 : 2.000
 Dapat diambil dari data hasil pengukuran situasi skala 1 : 2.000 yang telah
dilengkapi dengan lay out jaringan dan jaringan pembuang tersier
 Digambar setelah selesai pengukuran memanjang dan melintang.

Potongan Melintang
 Untuk daerah datar
Pada rencana trase saluran potongan melintang harus diukur tiap 50 m
 Untuk daerah bergelombang / pegunungan
Potongan melintang trase saluran harus diukur tiap 25 meter
 Lebar potongan melintang yang harus diukur ditetapkan 7,5 meter ke kiri
dan ke kanan dihitung dari as saluran ( total 15 meter ).

Potongan Memanjang
 Bila trase saluran yang direncanakan berimpit dengan trase saluran lama
(yang telah ada), maka yang harus diukur ialah ketinggian dasar saluran serta
diberi jarak 7 cm untuk digambar ketinggian tanggul sebelah kiri dan kanan

BAB VI - 23
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 Bila trase saluran yang direncanakan merupakan trase baru, maka yang
harus diukur adalah ketinggian muka tanah pada saluran.

VI.4.6. PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK DAN MEKANIKA TANAH


TAHAP I
a. Pemetaan geologi permukaan
Untuk keperluan penilaian kecocokan daerah untuk pelaksanaan pekerjaan ditinjau
dari aspek geoteknik, diperlukan data dan peta geologi dengan skala terbesar yang
ada. Untuk itu akan dilakukan klasifikasi tanah dilapangan pada lokasi yang telah
ditentukan guna menentukan formasi geologinya. Data dan peta guna menunjang
pekerjaan ini diperoleh dari Direktorat Geologi Bandung.
Pemetaan geologi permukaan terutama ditujukan untuk keperluan geologi teknik.
Pemetaan geologi antara lain meliputi :
 Pembahasan keadaan geomogrologinya
 Keadaan dan susunan satuan batuan termasuk tanah pelapukannya, juga
penyebaran dan hubungan antar satuan batuannya
 Struktur geologi seperti : lipatan (antiklin/sinklin), patahan, kekar, arah jurus
dan kemiringan lapisan, gejalan longsoran dan sebagainya.
b. Pendugaan keadaan bawah permukaan
Dari hasil pemetaan geologi permukaan, dapat diadakan pendugaan dan dianalisa
tentang keadaan geologi bawah permukaan secara umum dari daerah rencana
penyelidikan dilakukan.
c. Laporan tahap pertama
Pihak yang melaksanakan penyelidikan geologi teknik dan mekanika tanah
diharuskan melaporkan hasil penyelidikan tahap ke I kepada Direksi Pekerjaan,
dimana dalam tahap ini dicantumkan tentang ansumsi dan saran-saran umum yang
berhubungan dengan sifat teknis tanah/batuan.

VI.4.7. PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK DAN MEKANIKA TANAH


TAHAP KEDUA
a. Pengeboran Inti

BAB VI - 24
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Bor inti akan dilakukan dengan total kedalaman 50 meter yang akan
didistribusikan menjadi 5 titik (3 titik pada as bendung, 1 titik pada upstream
bendung dan 1 titik pada downstream bendung) dengan masing-masing
kedalaman sekitar 10 m dan distribusinya akan disesuaikan dengan kondisi
lapangan dan lay out bendungan.
Pekerjaan bor inti ini dilaksanakan dengan menggunakan mesin bor inti NX
berdiameter 76 mm. Tujuannya yaitu untuk mengambil contoh tanah/batuan
dengan menggunakan Core Barrel tipe double dan tripple serta shelby tube.
Bersamaan dengan kegiatan pemboran ini, akan dilakukan pula Uji Kelulusan air
serta SPT. Standar Penetration Test (SPT) akan dilakukan pada setiap lubang bor
dengan interval jarak 3,00 m.
Disamping itu, untuk mengetahui harga Koefisien Permeabilitas (K) akan
dilakukan juga pengujian kelulusan air pada setiap interval 3,00 M dengan metoda
Open Head Test serta Lugeon Test (Pressure Test).
Deskripsi tanah/batuan yang terambil akan dilakukan oleh seorang Geologist
lapangan yang berpengalaman, bersamaan dengan kegiatan pemboran.
Contoh inti bor akan ditempatkan pada kotak inti bor dengan ukuran kotak 40 x
100 cm, yang dapat memuat Inti sepanjang 5,00 M.
b. Pemboran Tangan (Hand Auger)
Pemboran tangan dilakukan untuk mengetahui jenis lapisan tanah secara jelas dan
terperinci, pemboran tangan dilakukan dengan kedalaman maksimum 10 meter
mengunakan mata bor type Iwaan dengan diameter antara 12 - 15 cm, sehingga
pada saat pengambilan tube sample mudah terambil. Pemboran tangan akan
mengalami kesulitan pada waktu pelaksanaannya, misalnya antara lain apabila :
 Menembus lapisan lembek dan mudah longsor, sehingga dinding lubang
bor akan selalu runtuh, agar contoh jenis tanah tersebut dapat terambil
diusahakan dengan memakai casing
 Menembus boulder/bongkah batuan keras, akan tetapi pemboran harus
dilanjutkan dengan mengadakan pemboran ulang pada jarak 1 - 3 meter disisi
lokasi pemboran pertama.

BAB VI - 25
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Pemboran tangan bisa dihentikan sebelum mencapai batas maksimum (10 meter)
apabila telah menembus atau hal-hal lain sehingga pemboran tangan tidak mampu
dilanjutkan lagi.
Hal-hal yang perlu dicatat pada waktu pemboran tangan dilaksanakan adalah
mencatat jenis-jenis tanah pada setiap lapisan yang berbeda, juga dicatat
ketinggian muka air tanah, elevasi serta hal-hal lain yang dianggap perlu.
c. Sumuran Uji (Test Pit)
Pekerjaan penyelidikan sumuran uji (Test Pit) ini gunanya untuk mengetahui jenis
dan ketebalan serta urut-urutan lapisan tanah bawah permukaan dengan lebih
jelas, baik pada lokasi bangunan akan dibuat maupun pada daerah " Borrow area "
sehingga akan diketahui jenis penyebaran dan ketebalan tanahnya.
Dalam pelaksanaan tersebut dicatat tentang uraian jenis dan warna tanah,
kedalaman dan elevasinya.
Ukuran sumur uji 1 x 1,5 meter dengan kedalaman maksimum 5,0 meter dan
difoto untuk semua test pit. Pembuatan sumuran uji (Test Pit) bisa dihentikan
bilamana :
 Telah dijumpai lapisan keras, baik pada lokasi maupun di daerah
sekelilingnya
 Bila dijumpai rembesan air tanah yang cukup besar sehingga sulit untuk
diatasinya
 Bila dinding galian mudah runtuh., sehingga pembuatan galian mengalami
kesulitan, meskipun sudah diatasi dengan memasang papan penahan.
d. Sondir
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai perlawanan konus dari variasi
kedalaman pada lapisan-lapisan tanah. Alat sondir yang digunakan berkapasitas
sedang, dan dapat membaca nilai maksimum perlawanan konus sebesar 250
kg/cm2.
e. Pengambilan Contoh Tanah.
Untuk mengadakan penelitian tanah dilaboratorium pengambilan contoh tanah
harus dilakukan, hal ini diperlukan untuk mengetahui sifat fisik dan parameter
tanahnya. Dalam pengambilan contoh tanah isi dilakukan 2 (dua) cara yaitu :
 Pengambilan contoh tanah asli (undisturbed sample)

BAB VI - 26
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Agar data parameter dan sifat-sifat tanahnya tidak berubah dan dapat
digunakan, maka harus diperhatikan pada saat pengambilan, pengangkutan
dan penyimpanan contoh tanah agar :
- Struktur tanahnya dan sifat-sifat tanahnya tidak berubah sehingga
mendekati keadaan yang sama dengan keadaan lapangan
- Kadar air asli masih dianggap sesuai dengan mata tabung 0 minimal 6,8
cm dan panjang minimal 50 cm
- Sebelum pengambilan contoh tanah dilakukan dinding tabung sebelah
dalam diberi pelumas agar gangguan terhadap contoh tanah dapat
diperkecil, terutama pada waktu mengeluarkan contoh tanahnya
- Untuk menjaga kadar asli contoh tanah ini, maka pada kedua ujung tabung
harus ditutup dengan parafin yang cukup tebal dan tabung diberi simbol
lokasi, nomor sample serta kedalaman contoh diambil
- Pada waktu pengangkutan dan penyimpanan tabung sample supaya
dihindarkan dari getaran yang cukup keras dan dihindarkan penyimpanan
pada suhu yang cukup panas
- Pada waktu pengambilan contoh tanah ini diusahkan dengan memberikan
tekanan centris sehingga struktur tanahnya sesuai dengan di lapangan.

 Pengambilan contoh tanah terganggu (disturbed sample)


Contoh tanah tidak asli dapat diperoleh dari tanah/batuan dari sumuran uji
(test pit) atau dari paritan uji (trench) adapun cara pengambilana contoh tanah
ini adalah sebagai berikut :
- Bila lapisan tanah masing-masing lapisan cukup tebal maka harus
diambil dari masing-masing lapisan dengan pengambilan secara vertikal
- Bila lapisan tipis (0,5 meter), maka contoh tanah tersebut diambil
secara keseluruhan dengan cara pengambilan vertikal. Semua contoh yang
didapat diberi kode dan simbol dari lokasi, nomor sample dan kedalaman
- Untuk pengambilan sample yang digunakan Test Proctor (untuk
timbunan), harus diambil contoh tanah aslinya untuk test kadar air, yang
diambil dengan tabung yang ditutup parafin dikedua ujungnya.

BAB VI - 27
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

VI.4.8. SURVEY HIDROLOGI DAN HIDROMETRI


1. Pengumpulan Data Hidroklimatologi
Pengumpulan data hidroklimatologi dimaksudkan untuk mendapatkan data-data
hidrologi dan klimatologi sebagai masukkan di dalam menentukan besaran
perencanaan seperti curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu, hidrograf
banjir dan drainase modul serta penentuan parameter-parameter lainnya yang dapat
menunjang desain hidrolik. Pengumpulan data hidrologi meliputi:
1. Pengumpulan data curah hujan diambil dari stasiun yang terdekat selama
20 tahun dengan catatan pengamatan selama 10 tahun berturut-turut merupakan
data hujan minimum terbaru.
2. Pengumpulan data temperatur selama minimum 5 tahun berturut-turut dari
stasiun iklim yang terdekat.
3. Pengumpulan data kelembaban relatif selama minimum 5 tahun berturut-
turut dari stasiun klimatologi terdekat.
4. Pengumpulan data Lama Penyinaran Matahari minimum selama 5 tahun
dari stasiun pengamat terdekat.
5. Pengumpulan data kecepatan angin minimum selama 5 tahun berturut-
turut dari stasiun pengamat terdekat.
6. Pengumpulan data informasi banjir (tinggi, lamanya dan luas genangan
serta saat terjadinya) baik dengan pengamatan langsung ataupun memperhatikan
bekas-bekas dan tanda-tanda banjir di pohon maupun melalui wawancara dengan
penduduk setempat.

2. Pengukuran Debit
Pengukuran debit dilakukan pada pos duga muka air atau lokasi yang direncanakan
akan dibangun bangunan pengendali banjir dengan memasang papan duga muka air
yang diikatkan terhadap BM yang ada, sehingga membentuk satu sistem ketinggian
dengan topografi.

Tujuan dan pengukuran ini adalah untuk mendapatkan hubungan antara tinggi muka
air dan besarnya debit. Hubungan ini lazim disebut “Rating Curve”.

BAB VI - 28
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Secara umum pengukuran debit secara langsung dapat dilakukan dengan 2 macam
cara yaitu :
a) Pengukuran kecepatan aliran menggunakan alat “Current Meter”
b) Pengukuran kecepatan aliran menggunakan alat pelampung.
Pada pekerjaan ini akan digunakan cara pertama, cara kedua hanya akan digunakan
bila pengukuran dengan cara pertama secara teknis tidak mungkin dilakukan.

Mengingat bahwa distribusi kecepatan pada awal vertikal dalam aliran laminer
merupakan distribusi parabola, maka pengukuran kecepatan dapat dilakukan pada
kedalaman berikut :
a) Satu titik pengukuran pada kedalaman 0,6 H dari permukaan air.
b) Dua titik pengukuran pada kedalaman 0,2 H dan 0,8 H dari permukaan
air.
c) Tiga titik pengukuran pada kedalaman 0,2 H, 0,6 H dan 0,8 H dari
permukaan air

Kecepatan rata-rata pada satu vertikal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
V = V0,6H
V = (V0,2H + V0,8H )/2
V = ( V0,2H + 2 . V0,6H + V0,8H ) / 4

Bila kedalaman air H < 0,6 m, maka pengukuran dilakukan pada kedalaman 0,6 H
dari permukaan air, sedangkan apabila H > 0,6 m, pengukuran akan dilakukan pada 2
titik atau 3 titik.

VI.4.9. SURVEY SOSIAL EKONOMI PERTANIAN


Survey sosial ekonomi dan pertanian akan dilakukan baik berupa pengumpulan data
sekunder dari intansi terkait maupun data primer di lapangan melalui wawancara
maupun kuestioner, data yang akan dikumpulkan berupa data yang berkaitan dengan
aspek pertanian, sosial dan budaya masyarakat setempat serta tanggapan masyarakat
setempat terhadap rencana pengembangan irigasi. Data lain yang perlu dicatat adalah

BAB VI - 29
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

menyangkut aspek industri di lingkungan studi yang berkaitan dengan adanya rencana
pengembangan daerah irigasi ini.

Dengan adanya data-data tersebut selanjutnya dianalisa baik dari sisi positif maupun
negatif, yang selanjutnya akan dijadikan sebagai parameter dalam penentuan hasil
studi kelayakan pengembangan daerah irigasi ini.

Survey sosial ekonomi dan pertanian ini sebagian besar berupa pengumpulan data
sekunder dari instansi terkait kemudian dilanjutkan survey lapangan baik dengan
wawancara maupun kuestioner.
Data yang dikumpulkan antara lain jumlah penduduk, mata pencaharian, sarana dan
prasarana sosial, data hasil dan produksi berbagai jenis tanaman pangan dan tanaman
keras, data luas tanam dan luas panen, serta produktifitas per satuan luas, ketersediaan
saprotan (sarana produksi pertanian), pemasaran hasil pertanian serta sarana dan
prasarana transportasi, kegiatan pengembangan industri pertanian baik yang telah
berjalan maupun yang masih dalam skala rencana dan data - data lainnya yang
berkaitan langsung dengan studi kelayakan ini.

Survey lapangan dilakukan secara acak terhadap kepala keluarga di areal studi. Data
yang dikumpulkan dari instansi-instansi (Dep. Pekerjaan Umum, Pertanian,
Transmigrasi, Industri dan Perdagangan dan lain-lain) serta data hasil wawancara
(melalui kuestioner) selanjutnya dianalisa untuk mengetahui secara garis besar
tentang kondisi sosial ekonomi dan pertanian serta aspek lainnya di areal studi, yang
kemudian akan digunakan sebagai dasar bagi upaya-upaya peningkatan produksi
pertanian dan peningkatan pendapatan para petani.

VI.4.10. SURVEY LINGKUNGAN


Survey lingkungan ini dilakukan dalam rangka pengumpulan dan pemeriksaan data-
data sekunder yang berkaitan dengan aspek lingkungan dan mengidentifikasi kondisi
awal lingkungan di daerah proyek. Peta lokasi rencana proyek, peta tata guna lahan,
peta tata ruang dan rencana daerah atau rencana pengembangan wilayah digunakan
untuk membantu pemeriksaan lapangan dan pengecekan kebenaran data-data tersebut.

BAB VI - 30
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Data-data hasil identifikasi kondisi lingkungan ini merupakan parameter-paramaeter


lingkungan pra-konstruksi yang akan dianalisa lebih lanjut sesuai dengan tahapan
kegiatannya, yaitu tahap konstruksi berlangsung (on going) dan pasca konstruksi.
Aspek-aspek yang ditinjau meliputi fisik-kimia, biologi, sosial ekonomi dan budaya.

VI.5. KEGIATAN KANTOR DAN LABORATORIUM


VI.5.1. KEGIATAN LABORATORIUM
1. Soil Properties
- Unit Density (m)
Untuk memperoleh jenis nilai berat ini tanah, maka tanah yang akan dikenakan
pengujian ini adalah tanah dengan keadaan asli
- Specify Gravity (Gs)
Nilai berat jenis suatu tanah dapat ditentukan dengan menggunakan suatu botol
pichnometer dan perlengkapannya. Prosedur penentuan berat jenis tanah ini dapat
mengikuti cara : ASTM-D-854 atau AASHO-T-100
- Moisture Content (n)
Tanah yang akan dikenakan pengujian ini adalah tanah dengan keadaan asli.
Prosedurnya dapat mengikuti : ASTM.D.2216
- Grain Size Distribution
Pada tanah yang berbutir kasar dengan diameter butir lebih besar daripada 75 m
(tertahan pada ayakan No. 200).
Penentuan diameter butirnya dilakukan dengan ayakan (Sieve Analisys),
sedangkan pada tanah yang berbutir halus atau tanah dengan diameter lebih kecil
dari 75 m lolos melalui ayakan No. 200 akan ditentukan dengan cara Hydrometer
Analisys.
Hasil dari pengujian ini akan digambar dengan sumbu mendatar adalah skala
logaritma merupakan nilai diameter dalam mm dari pada butiran dan sumbu tegak
adalah skala biasanya merupakan prosentase kehalusan.
Pembagian butir tanahnya digunakan USBR dengan prosedur yang sesuai dengan
ASTM.D.42.

BAB VI - 31
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

2. Atterberg Limit
- Liquit Limit (LL)
Batas cair/liquit limit ini adalah nilai kadar air yang dinyatakan proses dari contoh
tanah yang dikeringkan dalan oven pada batas antara keadaan cair ini dapat
ditentukan dengan cara penentukan nilai kadar air pada contoh tanah yang
mempunyai jumlah ketukan sebanyak 25 kali dijatuhkan setinggi 1 cm pada
kecepatan ketukan 2 kali setiap detiknya, dan panjang lereng saluran percobaan ini
adalah 12, 7 mm. Prosedurnya dapat mengikuti ASTM.D.423
- Plastic Limit (PL)
Batas plastic ini adalah nilai kadar air pada batas daerah plastic. Kadar air ini
ditentukan dengan menggiling-giling tanah yang melewati ayakan No. 40 (4255
m) pada alat kaca sehingga membentuk diameter 3.2 m dan memperlihatkan retak-
retak Prosedur dapat mengikuti ASTM.D.424.
- Shrinkage Limit
Shrinkage limit adalah nilai maksimum kadar air pada keadaan dimana volume
dari tanah ini tidak berubah, prosedur penentuan nilai batas susut ini dapat
mengikuti ASTM.D.427.

3. Unconfined Compression Test


Percobaan ini dimaksudkan untuk memperoleh nilai kekuatan geser dari tanah
yang berjenis lempung, baik pada kondisi asli maupun tergganggu.Kecepatan
pergerakan perubahan tinggi pada arah vertikal adalah 1 % /menit. Hasilny
merupakan gambar yang memberikan hubungan antara besar beban tegangan
dengan perbandingan perubahan tinggi contoh tanah.
Prosedur percobaan mengikuti ASTM.D.2166.

4. Direct Shear Test


Dimaksudkan untuk menentukan nilai kekuatan geser tanah dengan melakukan
percobaan geser langsung (Diret Shear Test). Dengan merubah-rubah tegangan
axial pada beberapa contoh tanah (minimal 4 macam besar pembebanan dengan
setiap beban pada satu contoh tanah). Maka akan diperoleh tegangan gesernya,

BAB VI - 32
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

kecepatan perubahan gerakan contah tanah pada arah horizontal disesuaikan


dengan keadaan jenis tanahnya.
Kecepatan perubahan pergerakan ini ditentukan dari waktu yang akan dicapai
sehingga contah tanah akan longsor. Dengan ini diperoleh garis yang memberikan
hubungan antara tegangangeser dan tegangan axial. Prosedur percobaan ini
meliputi cara ASTM.D.3080.

5. Triaxial Compression Test


Percobaan ini dimaksud untuk memperoleh nilai kekuatan geseran serta sifat-sifat
tanah akibat pembebanan. Untuk mendapatkan hasil yang cukup baik maka setiap
sample perlu dipersiapkan 3 contoh tanah dengan pembebanan atau tekanan kecil
yang berlainan dengan disesuaikan dengan rencana bangunan yang ada.
Kecepatan perubahan tinggi contoh tanah disesuaikan dengan macam percobaan
dan sifat dari jenis tanahnya. Prosedur dari percobaan triaxial ini agar disesuaikan
dengan literatur (The meassurement Of Soil Properties in the Triaxial Test by
Bishop & Co Soil and Their Measurement by Bowles). Dari hasil-hasil gambar
yang diperoleh dengan mengikuti prosedur 101.D.565.
6. Consolidation Test
Percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat tanah sehubungan dengan
pembebanan yang telah dilakukan. Dengan demikian maka perkiraan besar
penurunan yang terjadi pada lapisan-lapisan tanah dapat diketahui. Besarnya
increment ratio 1, dengan nilai pembebana 1/4, 1/2, 1, 2, 4, 8 dan 18 kg/cm 2 pada
setiap 24 jam dan pengurangan pembebanan 4, 1, 1/4 0 kg/cm2 pada setiap 24 jam.
data parameter seperti nilai compression indeks (Co) dan coeficient of
consollidation dapat diperoleh. Prosedur percobaan pemampatan ini dapat
mengikuti cara ASTM.D.2435. Engineering Properties of Soil and Their
Measurement by Bowles.

7. Permeability Test
Percobaan kerembesan ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai koefsien
rembesan dari suatu jenis tanah sebutir kasar yang dapat dilakukan dengan cara
constant head, sedangkan pada tanah cohesive soil yang mempunyai nilai

BAB VI - 33
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

koefisien rembesan cukup rendah dapat dilakukan dengan cara falling head. Agar
waktu yang ada pada filling head ini tidak terlalu lama, penambahan tekanan
dapat dilakukan.

8. Compaction Test
Salah satu contoh untuk memperoleh hasil pemadatan yang maximal telah banyak
digunakan metode proctol (1983) di laboratorium. Dengan cara ini maka
pengangan sebagai dasar-dasar pemadatan di lapangan dapat dilakukan seperti
penentuan kadar air optimum (Wopt). Perkiraan kepadatan di lapangan, jumlah
tanah bahan proctor berkisar 30 kg, tanah ini akan dikenakan percobaan
Standart/Modified ASSHO, sehingga akan diperoleh nilai maximum depadatan
cukup baik, maka minimal 5 titik lengkung pemadatan perlu diperoleh dengan
kadar air berkisar + 3 % di daerah optimum. Prosedur dapat dilakukan dengan
menggunakan cara ASSHO T.180 dan ASTM.D.698.

VI.5.2. ANALISIS DATA


1. Analisis Hidrologi
Kajian hidrologi ini meliputi analisa/perhitungan kebutuhan air (water requirement),
ketersediaan air/andalan, perhitungan debit banjir rencana, beban air buangan pada
daerah studi dan sebagian hasil analisa data klimatologi, analisa data curah hujan
adalah parameter untuk mendapatkan besaran debit andalan dan debit rencana.

A. Analisa Data Klimatologi


Untuk memperoleh besaran evapotranspirasi, diperlukan parameter data
klimatologi yaitu temperatur udara, kelembaban udara, penyinaran matahari dan
kecepatan angin.
B. Analisa Data Hujan
a. Metode Distribusi Normal
Untuk mengetahui curah hujan andalan pada suatu daerah, dibutuhkan data
curah hujan rata-rata luas pengaruh masing-masing pos penakar hujan pada
lokasi di disekitar proyek. Dimana untuk D.I. Modo hanya menggunakan
stasiun Jeffman.

BAB VI - 34
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Analisa dengan menggunakan metode distribusi normal adalah analisa untuk


mendapatkan hujan andalan (R80).
b. Analisa Data Curah Hujan Dengan Metode Basic Year
Analisa metode Basic Year ini didasarkan atas ranking data curah hujan
tahunan.
c. Analisa Data Curah Hujan Dengan Metode Basic Month
Metode ini hampir sama dengan metode Basic Year, perbedaannya pada
rangking data yang digunakan yaitu rangking data curah hujan bulanan.
C. Analisa Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh disuatu daerah dan
dipergunakan tanaman untuk pertumbuhannya.
Curah hujan bulanan untuk irigasi dirancang 70% dari curah hujan rata-rata
tengah bulanan dengan kemungkinan probabilitas 80% terpenuhi dan 20% tidak
terpenuhi. Perhitungan curah hujan R80 digunakan tiga metode Metode Distribusi
Normal, Basic Year dan Basic Month.
Adapun curah hujan efektif untuk tanaman palawija menurut KP - 01 dipengaruhi
oleh besarnya tingkat evapotranspirasi dan curah hujan daerah (KP-01, tabel A
27, halaman 174). Dan besar curah hujan efektif harian dihitung dengan analisa
pendekatan rumus (KP-01, 1986, hal. 195) yaitu :
Re = 0,7 . 1/15 R80
dimana :
Re = Curah hujan efektif (mm/hari)
R80 = Curah hujan tengah bulanan terpilih, didapat dari pengurutan rumus
Harza, yaitu :
m = n/5 + 1
dimana :
m = Rangking dari urutan terkecil, merupakan curah hujan efektif.
n = Jumlah tahun pengamatan

D. Perkolasi
Laju perkolasi sangat tergantung dari sifat-sifat tanah. Pada tanah lempung berat
dengan karakteristik pengolahan tanah baik laju perkolasi dapat mencapai 1

BAB VI - 35
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

sampai 3 mm/hari, dan pada tanah yang lebih ringan laju perkolasi bisa lebih
tinggi.

E. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah gabungan dari evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah
penguapan air tanah dari permukaan tanah, sedang transpirasi adalah penguapan
air tanah melalui proses pertumbuhan tanaman.

Jadi Evapotranspirasi disini adalah jumlah air yang terpakai pada saat penguapan
dari permukaan air, permukaan tanah dan tumbuhan tanaman.
Parameter dari Evapotranspirasi adalah :
1. Suhu
2. Kelembaban relatif
3. Lamanya penyinaran matahari
4. Kecepatan angin

Untuk menghitung laju dari evapotranspirasi (ETo) digunakan metode Penmann


Modifikasi dengan persamaan sebagai berikut :
ETo = C[w . Rn + (1-w) . F(v) . (ea - ed)]

dimana :
Eto = Evapotranspirasi (mm/hari)
w = Weighting faktor, yang tergantung dari temperatur dan efek
radiasai matahari
Rn = Radiasi netto/tahun ekivalen avaporasi
(1-w) = Weighting faktor yang tergantung dari temperatur, elevasi, efek
kecepatan angin dan kelembaban.
(ea - ed) = Selisih dari tekanan uap jenuh pada temperatur rata-rata udara

dengan takanan uap rata-rata aktual


C = Faktor koreksi, tergantung dari kondisi cuaca pada siang dan
malam hari

F. Kebutuhan Air (Water Requirement)

BAB VI - 36
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Kebutuhan air irigasi (water requirement), adalah besarnya kebutuhan air yang
diperlukan mulai dari pengolahan tanah sampai menjelang panen.
Besarnya kebutuhan air ini, ditentukan oleh besarnya kebutuhan air efektif,
evaporasi, perkolasi, pengolahan tanah, macam tanah, efisiensi irigasi dan
sebagainya.
Secara umum perkiraan banyaknya air irigasi yang diperlukan tanaman padi dan
palawija didekati dengan rumus :
- Kebutuhan air irigasi untuk padi :
IR = NFR/e
NFR = ETc + P - Re + WLR
- Kebutuhan air untuk palawija
IR = (ETc - Re)/e
dimana :
ETc = Penggunaan konsumtif
P = Kehilangan air akibat perkolasi
Re = Curah hujan efektif
e = Efisiensi irigasi
WLR = Penggantian lapisan air
Sedangkan penyiapan lahan untuk padi selama jangka waktu penyisipan lahan
dihitung dengan metode yang dikembangkan oleh Van De Goor dan Zijlstra)
dimana metode ini didasarkan atas laju air konstan dalam lt/det selama periode
penyiapan lahan dengan menghasilkan rumus :
IR = (M.ek)/(ee-1)
dimana :
IR = Kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hari)
M = Kebutuhan air untuk mengkonpensasi air yang hilang akibat
evaporasi dan perkolasi disawah yang telah dijenuhkan,
M = Eo + P (mm/hari)
Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 x ETo selama penyiapan
lahan (mm/hari)
k = M.T/S
T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)

BAB VI - 37
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

S = Air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan


lapisan air 50 mm yaitu : 200+50 = 250mm
Setelah jangka waktu 1 s/d 2 bulan dari transplantasi, dilakukan penggantian air
sebanyak 50 mm tiap kalinya.
1. Koefisien Tanaman (Kc)
Koefiesien tanaman digunakan untuk menghitung kebutuhan konsumtif
tanaman (ETo), dengan persamaan sebagai berikut :
ETc = Kc . ETo
Dimana :
Kc = Koefisien tanaman.
ETc = Kebutuhan Konsumif tanaman (mm/hari)
ETo = Evapotranspirasi potensial (Panman modifikasi, mm/hr)
Koefisien tanaman padi dan palawija dinyatakan dalam tabel berikut :
Tabel Koefisien Tanaman Padi & Palawija

Periode Nedeco/ Prosida FAO


Setengah Padi Padi FAO
Bulanan V. Biasa V. Unggul V. Biasa V. Unggul Palawija
1 1,20 1,20 1,10 1,10 0,50
2 1,20 1,27 1,10 1,10 0,59
3 1,32 1,33 1,10 1,05 0,96
4 1,40 1,30 1,10 1,05 1,05
5 1,35 1,30 1,10 0,95 10,2
6 1,24 0,00 1,05 0,00 0,95
7 1,12 0,95
8 0,00 0,00
Sumber :Buku Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi

2. Efisiensi Irigasi
Efisiensi Irigasi (e) adalah merupakan prosentase jumlah air yang sampai
disawah dari pintu pengambilan.
Efisiensi timbul karena kehilangan air yang disebabkan dan rembesan,
bocoran eksploitasi dan lain-lain.
Tabel Efisiensi Irigasi
Saluran Efisiensi Efisiensi total
Saluran tersier 0,80 0,80 0,80
Saluran sekunder 0,90 0,80 x 0,90 0,72

BAB VI - 38
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Saluran Primer 0,90 0,80 x 0,90 x 9,0 0,65


Sumber : Buku Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi

3 Kebutuhan Air Irigasi untuk Tanaman Palawija


Jenis tanaman palawija (jagung, kacang-kacangan, dll) membutuhkan air
relatif lebih sedikit dari pada tanaman padi. Dan biasanya ditanam pada musim
kemarau.
Kebutuhan air untuk tanaman palawija dihitung dengan rumus pendekatan,
yaitu
IR = (ETc - Re)/e
dimana :
Etc = Penggunaan komulatif (mm)
P = Kahilangan akibat perkolasi (mm/hari)
Re = Curah hujan efektif (mm/hari)
e = Efisiensi irigasi secara keseluruhan.
Perhitungan kebutuhan air untuk tanaman palawija mengambil asumsi sebagai
berikut :
 Tanaman palawija yang dimaksud disini adalah tanaman jagung. Dasar
pengambilan asumsi adalah tanaman jagung lebih besar kebutuhan airnya
dari tanaman palawija jenis lainnya.
 Kebutuhan air untuk penyiapan lahan diambil 100 mm selama sebulan atau
3,33 mm/hari.
 Kehilangan air akibat perkolasi dianggap telah diperhitungkan pada
efisiensi irigasi.
 Kebutuhan air dan curah hujan efektif adalah sebagaimana telah dihitung
sebelumnya.
 Perhitungan curah hujan efektif diperhitungkan 50% terpenuhi, sedangkan
besar curah hujan efektif harian dilakukan dengan pendekatan rumus
sebagai berikut :
Re(50) = 1/30 . R50

Dimana :

BAB VI - 39
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Re(50) = Curah hujan efektif 50% terpenuhi, mm/hr

R50 = Didapat dari pengurutan data rumus harza, yaitu :

m = n/2 + 1
Dimana :
m = Rangking dari urutan curah hujan terkecil merupakan data
curah hujan rata-rata bulanan
n = Jumlah tahun pengamatan

4 Kebutuhan Air Irigasi Tanaman Padi


Apabila alternatif pola tanam telah dibuat berdasarkan data yang ada,
kebutuhan air irigasi pada tanam padi dapat ditentukan. Kebutuhan tersebut
dapat ditunjang dengan perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan (LP)
dan penggantian lapisan air (WLR)
(1) Penggantian Lapisan Air (WLR)
Setelah 1 s/d 2 bulan dari transplantasi, dilakukan penggan gantian air
sebanyak 50 mm setiap kalinya (KP-Penunjang) Lapisan air setinggi 50
mm diberikan dengan jangka waktu 1/2 bulan, jadi kebutuhan air
tambahan adalah 3,3 mm/hr.
(2) Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan (LP)
Kebutuhan air selama jangka penyiapan lahan untuk padi, selama jangka
waktu untuk penyiapan lahan dihitung denga persamaan Van de Goor dan
Zijlsta sebagai berikut :

IR = (m . ek)/(ek - 1)
Dimana :
IR = Kebutuhan air irigasi tingkat persawahan, mm/hari
m = Kebutuhan air untuk penggantian/mengkonpensasi air yang hilang
akibat evaporasi, perkolasi, disawah yang telah dijenuhkan, dengan
m = Eo + P

BAB VI - 40
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

dimana :
Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 x ETo selama penyiapan
lahan, mm/hari.
k = M . T/S
T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = Air yang diperlukan untuk menjenuhkan ditambahkan lagi dengan
50 mm, jadi 250 + 50 mm = 300 mm
(3) Jangka Waktu Untuk Penyiapan Lahan (LP)
Jangka waktu untuk penyiapan lahan (LP) yang diterapkan pada lokasi
proyek DI Modo adalah 45 hari. Kebutuhan air selama waktu penyiapan
lahan meliputi penjenuhan dan penggunaan sawah serta persemaian, pada
transplantasi ditambah lapisan air 50 mm (KP-01, 1986, hal 107)
(4) Kebutuhan Air untuk Menjenuhkan Air
Kebutuhan air pada saat penjenuhan tanaman (S) untuk setiap jenis
tanaman dibedakan untuk keadaan kering (setelah panen padi). Dalam hal
ini S = 250 mm untuk keadaan kering.
(5) Hubungan (Eo + P) dengan LP
Hubungan antara (Eo + P) dengan harga (LP) pada keadaan basah dan
keadaan kering, diuraikan pada Tabel sebagai berikut :
Tabel Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan (LP) Eo + P
Eo + P T = 30 Hari
mm/hari S= 250 mm S= 300 mm
5,0 11,1 12,7
5,5 11,4 13,0
6,0 11,7 13,3
6,5 12,0 13,6
7,0 12,3 13,9
7,5 12,6 14,2
8,0 13,0 14,5
8,5 13,3 14,8
9,0 13,6 15,2
9,5 14,0 15,5
10,0 14,3 15,8
10,5 14,7 16,2
11,0 15,0 16,5
Sumber : Standard Perencanaan Irigasi 1986 (KP-01, hal 161)

BAB VI - 41
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

(6) Pola Tanam


Pola tanam menyangkut jenis dan saat tanam suatu jenis tanaman pada
lokasi proyek. Jenis tanaman yang ditanam adalah padi dan palawija
(jagung, kacang-kacangan, dll). Padi disini diambil varietas unggul (umur
3 - 4 bulan) demikian juga palawija.

G. Neraca Air
Luas areal yang dapat diairi tergantung dari debit andalan yang tersedia serta
kebutuhan air irigasi pada saat yang bersamaan. Apabila air yang tersedia tidak
mencukupi luas areal irigasi yang ada, maka ada tiga alternatif yang perlu
dipertimbangkan, yaitu :
- Luas daerah irigasi dikurangi, bagian tertentu dari daerah irigasi yang bisa
diairi, tidak diairi.
- Melaksanakan Modifikasi Pola Tanam.
- Teknik Rotasi/Golongan
Untuk mengurangi kebutuhan puncak air irigasi, dapat dilakukan dengan
sistim rotasi atau golongan, namun hal ini akan mengakibatkan sistim
eksploitasi yang kompleks.

Luas areal yang dapat diairi berdasarkan debit andalan, dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
A = (Qandalan /DR) . 100
Dimana :
A = Luas areal yang dapat diairi (ha)
Qandalan = Debit andalan, m3/det
DR = Kebutuhan pengambilan (Lt/dt/ha)

H. Curah Hujan Rencana


Berdasarkan data hidrologi yang berhasil dikumpulkan, dilakukan analisis data hujan
untuk mendapatkan data curah hujan rencana. Data hujan yang berhasil dikumpulkan
adalah data hujan harian maksimum pada stasiun wilayah DPS yang di studi. Jika di
DPS tersebut terdapat lebih dari satu stasiun hujan (minimal tiga stasiun), maka

BAB VI - 42
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

kemudian hasil yang didapat dari metode tersebut digunakan Metode Thiesen. Cara
perhitungan adalah sebagai berikut:
 An .Rn
RDPS 
 An
dimana:
RDPS : Curah hujan daerah pengaliran sungai
An : Luas daerah pengaruh stasiun i
Rn : Curah hujan maksimum stasiun i
Dari data hujan harian maksimum dilakukan analisa curah hujan rencana
maksimum. Data ini selanjutnya akan digunakan untuk perhitungan debit banjir
rencana. Curah hujan rencana diambil untuk periode ulang 5, 10, 20, 50 dan 100
tahun.
 Metode Gumbel
Untuk curah hujan rencana yang dihitung dengan menggunakan Distribusi
Gumbel, Persamaan yang digunakan adalah:
X T  X  K T .S X

SX 

 X  xi  2

n 1

  
KT  
6  0.5772  ln ln T   
  
π    T 1   

dimana:
XT = Curah hujan maksimum dalam periode ulang T
X = Curah hujan rata-rata
KT = Koefisien dispersi
Sx = Standar Deviasi
T = Periode Ulang
Dengan memasukkan nilai-nilai tersebut, maka didapat harga curah hujan
maksimum untuk beberapa periode ulang yang diperlukan.

 Metoda Log Pearson III.


Untuk curah hujan rencana yang dihitung dengan menggunakan Distribusi
Log Pearson III, yang formulanya adalah sebagai berikut:

BAB VI - 43
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

LogX TR  LogX  k * σ logX

Sedangkan untuk mencari besarnya masing-masing koefisien diatas adalah


sebagai berikut:
 LogX
LogX 
n

SlogX 

 LogX  LogX  2

n 1

G

n  LogX  LogX  3

 n  1. n  2.SLogX  3
dimana:
X = Curah hujan (mm)
X = Curah hujan rata-rata
TR = Perioda ulang
k = Faktor frekuensi tertentu f(G,TR) lihat tabel
G = Koefisien kemencengan
n = Jumlah data
Dengan memasukkan data-data curah hujan yang ada ke dalam persamaan-
persamaan tersebut akan diperoleh data curah hujan rencana untuk periode
ulang yang dicari.

 Metode Log Normal 2 Parameter


Untuk curah hujan rencana yang dihitung dengan menggunakan Persamaan
Log Normal 2 Parameter yang digunakan adalah:
log XTR = log x + k.Slogx
S log x
Cv 
log x

 (log x  log x ) i
2

Slogx = (n  1)

 log x i

log x = n

dimana:
XTR = Besarnya curah hujan dengan periode ulang t

BAB VI - 44
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

n = Jumlah data
log x = Curah hujan harian maksimum rata-rata dalam harga logaritmik
k = Faktor frekuensi dari Log Normal 2 parameter, sebagai fungsi dari
koefisien variasi, Cv dan periode ulang t
Slogx = Standard deviasi dari rangkaian data dalam harga logaritmiknya
Cv = Koefisien variasi dari log normal 2 parameter

Pengujian Kecocokan Sebaran


Untuk menguji apakah sebaran yang digunakan dalam pembuatan lengkung
kekerapan cocok dengan sebaran empirisnya, perlu diadakan pengujian.
Setelah diadakan pengujian dan ternyata sebarannya cocok maka besarnya
curah hujan maksimum dengan periode ulang Tr dapat ditentukan gambar
sebaran tersebut. Ada dua cara untuk melakukan pengujian. Cara pertama
dengan metode Chi–Square dan yang kedua dengan metode Smirnov –
Kolmogorov.

 Metode Chi Square


Prinsip dari metode ini adalah dengan membandingkan nilai x2 terhitung
dengan nilai x2 kritik. Untuk menggunakan metode ini data harus
dikelompokkan menjadi beberapa kelas. Dari data yang sudah dikelompokkan
kemudian x2 dihitung dengan menggunakan rumus :

x 2 ln  
 Ei  Oi  2
Ei
dimana :
Ei = data hasil perhitungan dari sebaran teoritik untuk masing-masing
kelas interval
Oi = data hasil pengamatan dari sebaran empiris
X2ln = t (l, Dk) dibaca dari table distribusi x2
d = derajat kepercayaan
Dk = derajat kebebasan = k – h – l

BAB VI - 45
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

K = jumlah kelas interval


h = banyaknya parameter.
Jumlah kelas yang diperlukan dalam metode uji ini tidak boleh kurang dari 5
dan frekuensi absolut pada tiap-tiap kelas interval paling sedikit 5. oleh sebab
itu cara uji ini hanya dapat dilakukan pada sample besar (>30)

 Metode Uji Smirnov – Kolmogorov


Cara ini lebih sederhana daripada uji Chi–Square. Prinsipnya dengan
membandingkan simpangan maksimum dari data hasil pengamatan terhadap
sebaran teoritiknya yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
maks (P(x), P(xi)) < kritik
kritik ini sebagai fungsi dari n dan , dengan n = banyaknya data dan  =
derajat kecocokan. Biasanya  ditentukan besarnya 0,05 maksudnya 95%
yakin bahwakita telah membuat kesimpulan yang benar berarti peluang
kesalahan sebesar 5%. Bila maks < kritik, maka sebaran teoritik cocok
dengan sebaran empirisnya. Dengan demikian apabila sebaran teoritik cocok
dengan sebaran empirisnya maka lengkung kekerapatan hujan yang dihasilkan
dapat digunakan untuk menentukan curah hujan maksimum dengan periode
ulang yang dikehendaki.

J. Modulus Pembuang
Yang dimaksud dengan modulus pembuang adalah besarnya debit air yang harus
dibuang pada suatu areal irigasi pada waktu tertentu untuk menghindari genangan.
modulus pembuang atau modul drainase digunakan untuk merencanakan hidrolis
saluran atau bangunan drainasi, ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Dm = D(n) / (n * 8.64) (lt/dt/ha)
D(n) = R(n)T + n (IR - ET - P) - S

dimana :

BAB VI - 46
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Dm = Modulus pembuang (lt/det/ha)


D(n) = Limpasan hujan yang harus dibuang selama n hari
n = Jumlah hari rencana ( n = 3 )
R(n)T = Curah hujan n harian dengan kala ulang T tahun (mm)
IR = Pemberian air irigasi (mm/hari)
ET = Evapotranspirasi (mm/hari)
P = Perkolasi (mm/hari)
S = Tampungan tambahan (mm)

K. Kebutuhan Air Baku Domestik dan Industri


Kebutuhan air baku domestik ditetapkan berdasarkan standar dari Direktorat Cipta
Karya, yaitu 60 lt/org/hari (untuk pedesaan). Sedangkan untuk industri 0,5 lt/dt/ha,
dan untuk industri ringan 0,75 lt/dt/ha.

2. Analisis Perencanaan Pendahuluan


Lingkup Pekerjaan Perencanaan Pendahuluan ini meliputi :
1. Tata Letak Pendahuluan
Dalam pelaksanaan Detail Desain Daerah Irigasi ini, tata letak pendahuluan
dimaksudkan untuk menentukan lokasi dan ketinggian bangunan utama, saluran
irigasi dan pembuang, bangunan serta daerah layanannya pada tarap
pendahuluan.Gambar tata letak pendahuluan ini dibuat diatas peta situasi 1:5.000.
Tata letak pendahuluan akan menunjukan hal-hal sebagai berikut :
- Lokasi bangunan utama.
- Tata letak dan sistim jaringan irigasi dan pembuang.
- Batas-batas dan perkiraan luas (ha) daerah layanan
- Letak/posisi bangunan-bangunan pada jaringan utama dan pembuang lengkap
dengan fungsi dan typenya.
- Konstruksi lindung terhadap banjir, dan tanggul.
- Jaringan jalan inspeksi dan bangunan penunjang lainnnya.
2. Perencanaan Pendahuluan Saluran-saluran
Perencanaan pendahuluan saluran ini harus dapat menunjukan hal-hal sebagai
berikut :

BAB VI - 47
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

- Trace pada peta tata letak pendahuluan.


- Ketinggian tanah pada trase.
- Bangunan-bangunan yang akan dibangun dengan perkiraan kehilangan
tinggi energi.
- Debit rencana dan kapasitas saluran untuk berbagai ruas.
- Perkiraan kemiringan dasar dan potongan melintang untuk setiap ruas
saluran.
- Ruas-ruas saluaran dan bangunan permanen yang ada.
- Perencanaan Saluran ini dibuat dalam beberapa alternatif disesuaiakan
dengan kondisi lapangan.
3. Tipe-Tipe Bangunan
Perencanaan pendahuluan banguna-bangunan ini lebih ditekankan pada hal-hal
sebagi berikut :
- Pemilihan lokasi bendung, bangunan bagi dan bangunan sadap
sehubungan dengan perencanaan jaringan utama.
- Perkiraan ukuran/dimensi hidrolis bangunan.
- Kriteria yang dipakai dalam perencanaan pendahuluan ini seluruhnya
mengacu pada Kriteria Perencanaan (KP) yakni KP-02 untuk Bangunan
Utama/ Bendung dan KP- 04 untuk Bangunan lainnya serta KP-05 untuk
parameter bangunan.
4. Rincian Volume dan Biaya Pekerjaan Selanjutnya
Berdasarkan perencanaan pendahuluan tersebut diatas selanjutnya dilakukan
perhitungan perkiraan volume pekerjaan dan perkiraan biaya proyek. Dalam
menentukan biaya proyek perlu dilakukan analisis efektifitas biaya, perlunya
dianalisis yaitu untuk menghitung pencapaian biaya yang seminimal mungkin.
Dalam analisis efektifitas biaya tahapan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
- Mengidentifikasi dari tujuan proyek dan pihak yang akan menerima
manfaat proyek.
- Penentuan prioritas, dengan melihat tujuan dari pelaksanaan proyek
seperti tujuan jangka pendek, jangka panjang.

BAB VI - 48
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Dalam mengimplementasikan proyek, diusahakan memilih alternatif biaya


serendah mungkin.Pada saat membuat rencana pelaksanaan proyek perlu
diperkirakan dan diperhitungkan secara rinci baik jumlah volume/jenis pekerjaan
dan spesifikasi teknisnya.Komponen yang diperhitungkan dalam perkiraan biaya
proyek adalah :
A. Pekerjaan persiapan :
Yang termasuk dalam pekerjaan persiapan adalah : Pembuatan jalan
sementara, Kantor lapangan, Base camp, Gudang material, bengkel, barak
tempat tinggal untuk tenaga kerja dan lain-lain. Besarnya biaya persiapan
diusahakan seminimal mungkin, dimana diharapkan sebesar 5 % dari
pekerjaan sipil.
B. Pekerjaan Sipil
Pekerjaan sipil mencakup pembuatan Bangunan Utama, pembuatan saluran
Primer dan sekunder, Bangunan Air dan bangunan pelengkap yang ada dalam
perencanaan.
C. Fasilitas dan Peralatan O & P
Perkiraan kebutuhan biaya O&P mengacu pada Pedoman O&P yang
dikeluarkan oleh Dirjen Pengairan yang disesuaikan dengan kondisi yang ada
didaerah setempat.
D. Pembebasan Tanah
Bila ada pembebasan tanah, maka Harga satuan akan mengacu kepada
ketentuan daerah setempat. Pembebasan ini sudah termasuk ganti rugi
tanaman, tempat tinggal dan lainnya.
E. Biaya Administrasi
Perkiraan biaya administrasi proyek diperhitungkan 2,5% dari biaya pekerjaan
sipil dan biaya persiapan.
F. Layanan jasa Konsultan
Terbagi dalam dua bagian yaitu :
(1) Biaya perencanaan rinci (SID) dan
(2) Biaya Supervisi Konstruksi.
Biaya Layanan Jasa Konsultan ini akan mengacu kepada standar yang
ditetapkan oleh pemerintah.

BAB VI - 49
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

G. Biaya tak terduga


Biaya ini diperuntukan guna penyesuaian hasil perencanaan dengan kondisi
lapangan pada saat pekerjaan sipil berjalan. Batasan biaya tak terduga ini
maksimum 10 % dari pekerjaan sipil dan persiapan.
H. Perubahan nilai mata uang
Berpedoman pada harha index konsumen yang diterbitkan oleh BPS dan indek
nilai unit yang diterbitkan oleh bank Dunia.

3. Analisis Kesesuaian Lahan


Kesesuaian lahan dipakai untuk menggambarkan kemampuan tanah untuk
mendukung satu atau beberapa penggunaan lahan atau sekelompok penggunaan lahan.
Penilaian kesesuaian lahan akan dilakukan pada unit-unit lahan yang telah dihasilkan
dari analisis tanah dengan menggunakan kriteria-kriteria yang biasa digunakan.
Tujuan dari penilaian kesesuaian lahan adalah untuk mempermudah pemakai (user)
dalam memahami hasil survai tanah, karena peta tanah yang dihasilkan pada
umumnya masih sulit dipahami oleh para pemakai.Metoda yang akan digunakan
untuk penilaian kesesuaian lahan pada studi ini akan didasarkan pada kriteria-kriteria
yang terdapat pada Frame Work for Land Evaluation, FAO tahun 1974.

Faktor-faktor yang dinilai dalam klasifikasi kesesuaian lahan meliputi faktor-faktor


tanah, topografi dan drainase. Di bawah ini dijelaskan secara ringkas mengenai ketiga
faktor tersebut, yaitu :
1. Tanah
Tanah dinilai atas tekstur lapisan atas dan lapisan bawah, kedalaman sampai
lapisan pasir, kerikil dan lapisan kedap air, kedalaman efektif, kapasitas air
tersedia, permeabilitas, alkalinitas dan salinitas. Tekstur tanah sangat berpengaruh
terhadap kemampuan tanah dalam menahan dan meresapkan air, tekstur tanah
dapat menjadi petunjuk tentang besarnya kapasitas air tersedia di dalam tanah.
Kedalaman sampai lapisan pasir/kerikil atau lapisan kedap air juga penting
pengaruhnya terhadap kemampuan tanah dalam menahan air, kondisi drainase,
kapasitas air tersedia, permeabilitas, perkembangan akar dan lainnya. Alkalinitas
dan salinitas, kedua faktor ini penting untuk menentukan banyaknya air yang

BAB VI - 50
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

diperlukan untuk melarutkan garam-garam yang ada, sehingga tidak menjadi


racun bagi tanaman. Tanah-tanah yang mempunyai alkalinitas dan salinitas tinggi
banyak dijumpai di daerah kering, di Indonesia jarang ditemukan. Di daerah-
daerah pantai banyak dijumpai tanah-tanah dengan salinitas tinggi, hal ini
disebabkan karena adanya pengaruh air laut. Tingkat kesuburan tanah yang
digunakan sebagai faktor penciri antara lain ketersediaan unsur hara.
2. Topografi
Topografi merupakan faktor utama dalam penilaian kesesuaian lahan untuk irigasi
karena akan mempengaruhi :
- metode (sistem) irigasi yang akan dibuat
- pembuatan saluran drainase
- erosi
- biaya-biaya penyiapan lahan (perataan dsb)
- ukuran dan bentuk petak
- keperluan tenaga
- tanaman yang mungkin diusahakan.

Ada empat aspek topografi yang sangat mempengaruhi kesesuaian lahan untuk
irigasi, yaitu :
a. Lereng
Faktor lereng antara lain kecuraman, panjang dan bentuk lereng. Lereng yang
lebih curam selain memerlukan tenaga dan ongkos yang lebih besar dalam
penyiapan dan pengelolaan, juga lebih sulit dalam pengaturan air dan lebih
besar dalam masalah erosi yang dihadapi.
b. Relief mikro
Relief mikro menunjukan permukaan yang tidak rata dengan perbedaan tinggi
antara puncak dan lembah maksimum 5 meter. Untuk keperluan irigasi lahan
tersebut perlu diratakan.
c. Relief makro
Dengan sistem irigasi permukaan (grafitasi), relief makro ini sangat penting
sekali untuk menentukan apakah suatu lahan dapat diairi atau tidak. Daerah
perbukitan dengan banyak puncak akan lebih sulit dirancang untuk irigasi dari

BAB VI - 51
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

pada daerah dengan puncak tunggal. Daerah-daerah tersebut tidak mungkin


diratakan tetapi masih mungkin dibuat teras sesuai dengan sifat tanag dan
kemiringan lahannya.
d. Posisi
Letak ketinggian (elevasi) dan jarak dari sumber air menentukan apakah suatu
lahan daat diairi dengan sistem gravitasi. Untuk itu perlu usaha lain misalnya
dengan pompa, terowongan air, talang-talang untuk menembus penghalang-
penghalang alami ataupun yang dibuat manusia. Data topografi penting juga
untuk mengetahui bahaya banjir dan rancangan pengendaliannya, serta
rancangan untuk saluran drainase.
3. Drainase
Drainase tanah menunjukan kecepatan hilangnya air dari tanah baik melalui aliran
permukaan maupun peresapan kedalam tanah. Lahan dikatakan berdraisase buruk
jika air tidak mudah hilang dari tanah. Drainase ini sangat berpengaruh sekali
pada jenis tanaman yang diusahakan. Untuk tanaman lahan kering (misalnya
palawija) memerlukan drainase yang baik, sehingga apabila tanahnya berdrainase
buruk perlu dibuat salran-saluran pembangan air agar tanaman dapat tumbuh
dengan baik, lain halnya dengan tanaman padi yang pada sebagian besar
tumbuhnya memerlukan drainase yang buruk (selalu basah), sehingga kriteria
kesesuaian lahan untuk padi sawah terutama yang berkaitan dengan drainase dan
permeabilitas tanah berbeda dengan tanaman palawija.

Untuk menetukan kelas/sub kelas kesesuaian lahan maka setiap unit lahan yang ada
perlu dinilai berdasarkan kriteria-kriteria yang ada, dalam studi ini penilaian kelas
kesesuaian lahan akan dilakukan terhadap tanaman pangan, palawija dan tanaman
tahunan. Kriteria secara Lengkap dari kedua keperluan tersebut disajikan dalam
Lampiran . Klasifikasi Kesesuan Lahan untuk dibedakan ke dalam 6 kelas, yaitu :
Kelas S1 = Sangat Sesuai
Kelas S2 = Cukup Sesuai
Kelas S3 = Sesuai Marginal
Kelas N1 = Sementara Tidak Sesuai
Kelas N2 = Tidak sesuai Selamanya

BAB VI - 52
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Lahan kelas S1 dan S2 merupakan lahan yang sesuai untuk pengembangan tanaman
yang diusulkan dengan dengan kelas kesesuaian lahan yang berturut-turut semakin
rendah karena besarnya faktor penghambat yang semakin meningkat. Lahan Kelas S3
merupakan lahan yang sesuai untuk tanaman yang diusulkan dengan pengelolaan
khusus. Hambatan-hambatan yang ditemukan pada lahan ini untuk penggunaan
khusus, secara ekonomis masih dapat diatasi. Lahan Kelas N1 merupakan
pengkelasan sementara, dimana pada saat survai dilakukan lahan tidak sesuai untuk
jenis tanaman yang diusulkan, tetapi dengan usaha-usaha tertentu diperkirakan dapat
menjadi lahan yang sesuai. Perlu penelitian lebih lanjut apakah usaha-usaha perbaikan
tersebut secara ekonomis masih dapat diatasi. Lahan Kelas N2 merupakan lahan yang
tidak sesuai selamanya untuk pertanian irigasi. Hambatan-hambatan yang ditemukan,
secara ekonomis dan fisik tidak dapat diatasi. Kelas-kelas lahan selanjutnya dibagi
kedalam subkelas yang menunjukan jenis faktor penghambat terberat sehingga
dimasukan ke dalam sub kelas tersebut. Sub kelas ditunjukan dengan menambahkan
huruf kecil di belakang kelas yang masing-masing menunjukan jenis faktor
penghambat terberat tersebut.

4. Analisis Geologi
Analisis geologi wilayah hanyalah sebatas pada tinjauan geologi permukaan yang
terutama ditujukan untuk keperluan geologi perencanaan ditinjau dari aspek yang
lebih luas (misalnya adanya daerah sesar, patahan dan lain-lain). Dari tinjauan geologi
ini diharapkan dapat mengetahui gambaran atau informasi detail mengenai kondisi
Geologi setempat. Dalam tinjauan geologi ini harus mencakup pembahasan yang
meliputi :
- Keadaan geomorfologi
- Penyebaran satuan-satuan batuan (litologi) yang termasuk batu maupun tanah
harus jelas dibedakan, seperti batuan dasar, over burder, tingkat pelapukan, sifak
fisik, tekstur, cementing dan lainnya.
- Strike dip dari perlapisan, system joint dan patahan.
- Stratigrafi yang berupa urut-urutan dari satuan batuan secara vertikal berdasarkan
pembentukan sesuai dengan sejarah geologinya.

BAB VI - 53
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

- Gejala-gejala lainnya seperti : Longsoran, kegempaan, air tanah dan lain-lain.

Sedangkan klasifikasi tanah, derajat pelapukan dan keselarasan batuan


diklasifikasikan/dideskrifsikan seperti berikut ini.
- Untuk Tanah : Mengikuti klasifikasi berdasarkan unified Soil Classification
System.
- Untuk kekerasan batuan : Kekerasan batuan dideskrifsikan berdasarkan skala
kekerasan batuan seraca kwalitatif untuk kepentingan teknik sipil.

5. Analisis Lingkungan
Analisa lingkungan dilakukan dengan cara mengunakan Matriks yang
membandingkan antara parameter-parameter lingkungan yang di survey dengan
dampak yang akan ditimbulkan oleh adanya aktifitas proyek, yaitu pra-konstruksi,
konstruksi serta pasca konstruksi.

BAB VI - 54
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Matriks Analisa Lingkungan

Tinjauan Dampak yang ditimbulkan


Penting Tidak Penting Keterangan
Aspek + - + -

Pra Konstruksi
- Fisik-Kimia V V V V
- Biologi V V V V
- Sosial Ekonomi V V V V
- Budaya V V V V

Konstruksi
- Fisik-Kimia V V V V
- Biologi V V V V
- Sosial Ekonomi V V V V
- Budaya V V V V

Pasca Konstruksi
- Fisik-Kimia V V V V
- Biologi V V V V
- Sosial Ekonomi V V V V
- Budaya V V V V

Keterangan :
+ = Dampak Positip
- = Dampak Negatif
V = Dilakukan analisa

6. Analisis Multi Sektor


Setelah data-data baik berupa data sekunder maupun data-data hasil wawancara serta
data quesioner yang berkaitan dengan sektor-sektor yang ditinjau diperoleh, maka
selanjutnya dilakukan proses analisa dan pengolahan terhadap data-data tersebut. Hal
tersebut dilakukan guna mengetahui keterkaitan/pengaruh dari proyek yang akan
dilaksanakan ini terhadap aspek-aspek yang bersangkutan.
1. Analisis Kependudukan
Kegiatan analisis sosial ekonomi ini akan mencakup analisis kependudukan dan
perekonomian dalam kaitannya dengan proyek pengembangan irigasi ini. Masalah

BAB VI - 55
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

kependudukan, tingkat perekonomian (industri dan perdagangan), aktivitas


pertanian, perikanan, peternakan dan lan-lain adalah sektor-sektor yang
memungkinkan dipengaruhi dengan adanya proyek.Untuk menentukan perubahan
penduduk baik meningkat ataupun menurun pada setiap tahun, akan dihitung
dengan model matematis dengan menggunakan rumus :
Pn = Po + na
dimana :
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar
a = pertambahan per unit waktu
n = jangka waktu (tahun).

Apabila yang diketahui hanya laju pertumbuhan penduduk per tahun dan jumlah
penduduk pada tahun awal maka rumus pendekatan yang digunakan adalah :
Pt = Po (1 + r) (t-to)
Dimana :
Pt = Jumlah penduduk pada tahun ke t
P0 = Jumlah penduduk pada tahun awal perhitungan
r = Laju pertumbuhan penduduk pertahun (%)
t0 = Tahun awal perhitungan
t = Tahun perhitungan ke-t

Hal lain yang perlu ditinjau adalah penilaian potensi ekonomi yang ada. Potensi
ekonomi sangat dibutuhkan untuk tahapan pembuatan strategi pembangunan baik
ditingkat Kabupaten maupun di tingkat Kecamatan. Adapun langkah awal dalam
penilaian potensi ekonomi adalah menentukan indikator penilaian sektor ekonomi
Kabupaten maupun Kecamatan sehingga hasil yang didapat cukup dapat
menggambarkan keadaan potensi dan masalah yang dihadapi.Penentuan indikator
analisis ekonomi wilayah didasarkan pada kekontinuan data dan keakuratan data
yang dipakai. Hal ini disebabkan dengan adanya kekontinuan data dapat diketahui
kecenderungan dan potensi yang ada tersebut dari waktu ke waktu.
2. Analisis Sektor Lain

BAB VI - 56
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Sektor-sektor lain yang dimaksud disini adalah juga yang mencakup semua sektor
yang ada ataupun yang akan ada kaitannya dengan proyek pengembangan daerah
irigasi. Sektor-sektor tersebut diantaranya adalah seltor transmigrasi, perkebunan
dan kehutanan.
Analisis terhadap sektor tansmigrasi ini cukup penting, karena lokasi yang akan
dikembangkan dalam studi adalah mencakup wilayah transmigrasi yang sudah
menjadi program Pemerintah dalam proses pemerataan penduduk. Selain itu ,
adanya pembauran masyarakat transmigrasi dengan penduduk setempat akan
mewujudkan perpaduan sosial atau lingkungan yang baru yang berperan dalam
proses pengembangan daerah ini selanjutnya.Sektor kehutanan perlu pula ditinjau
dengan menganalisa proyeksi pengembangan darah irigasi yang akan dilakukan di
wilayah ini. Karena sebagaimana diketahui batas-batas wilayah ini pada umumnya
adalah masih berupa hutan.

VI.6. PENYUSUNAN DETAIL DESAIN DAERAH IRIGASI


VI.6.1. PERENCANAAN PETA PETAK DAN PEMBUATAN SYSTEM
PLANNING
Terdapat beberapa faktor penting dan sangat berpengaruh dalam pembuatan lay out,
peta petak dan sistem planning suatu jaringan irigasi. Faktor-faktor yang perlu
diperhitungkan dalam pembuatan petak-petak, antara lain ialah :
 Keadaan topografi rencana daerah irigasi
 Pengaturan sistim pemberi dan sistim drainase serta notasi-notasi yang jelas
 Luas daerah irigasi yang dikembangkan sesuai dengan areal potensial yan ada
serta mempertimbangkan perhitungan water balance dan tanah pertaniannya
 Pemanfaatan sistem irigasi yang ada , kalau memungkinkan
 Sistem tata guna lahan yang ada dan peningkatan pemanfaatannya di kemudian
hari
 Keadaan geologi dan sifat serta jenis tanah di lokasi rencana daerah irigasi
 Rencana pengembangan areal irigasi secara keseluruhan.

Dalam pembuatan petak-petak perlu diperhatikan pemanfaatan jalan inspeksi yang


efisien. Demikian juga mengenai tanda/simbol yang dipakai, misalnya untuk sistim

BAB VI - 57
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

pembagian petak, sistim pemberi dan pembuang serta jalan inspeksinya, supaya
disesuaikan dengan pedoman yang telah diberikan oleh Direktorat Irigasi dalam hal
ini Standard Perencanaan Irigasi KP.05.

Tujuan membuat System Planning adalah untuk menilai kondisi daerah terairi dari
sistem jaringan irigasi termasuk didalamnya bangunan bendung guna menemukan
kendala-kendala serta masalah yang merintanginya dan untuk mendapatkan
pemecahan yang tepat.

 Bidang-bidang yang tercakup dalam System Planning adalah :


 Prakiraan debit andalan sungai/sumber air dengan menganalisa catatan data
yang lampau
 Penegasan areal terairi di daerah persawahan maupun permukiman
 Peninjauan dan penyusunan data tentang cara operasi sekarang dengan
memperhatikan atas hal-hal sebagai berikut :
 Identifikasi masalah operasional dan kendala untuk mendapatkan konsep
desain yang cocok dengan memperhatikan pertimbangan konservasi
lingkungan serta estetika terutama pada wilayah pemukiman dan wilayah
lain yang diproposed pada rencana umur tata ruang sebagai wilayah
konservasi atau rekreasi dan lainnya.
 Menjajaki kinerja jaringan irigasi eksisting dalam mencari tipe bangunan
yang tepat untuk tahap selanjutnya.

 Urutan Kegiatan Penyusunan System Planning meliputi sebagai berikut :


 Menilai kondisi jaringan irigasi yang meliputi kondisi fisik (sungai,
bangunan, jalan inspeksi, bangunan gedung dan lain-lain), untuk kerja sistem
irigasi sekarang.
 Rencana pembuatan baru sebagai pengganti bangunan lama. Perhitungan
luas daerah terairi. Hasil perhitungan luas ini disajikan dalam daftar yang
memperlihatkan areal lama dan baru (hasil pengecekan) lengkap dengan
rincian areal per desa.

BAB VI - 58
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 Mengestimasi kapasitas sungai/saluran yang ada dan penyesuaian pada


desain sungai/saluran yang direncanakan.

VI.6.2. DETAIL DESAIN BENDUNG


Debit Rendah (Low Flow)
Apabila data aliran sungai tidak diperoleh secara memadai, untuk memperkirakan
dengan lebih tepat besarnya debit rendah, dalam hal ini aliran dasar maupun aliran rata-
rata tahunan diperlukan suatu data seri debit sungai yang cukup panjang.

Apabila data debit sungai tidak tersedia, untuk mendapatkan data debit perlu dibuat data
debit sintetik. Data debit sintetik ini diperkirakan berdasarkan data hujan wilayah DPS
sungai yang bersangkutan. Salah satu metode yang dapat menjawab kebutuhan tersebut
adalah model simulasi hujan – debit Nreca. Model NRECA merupakan model hidrologi
menerus, dan digunakan untuk kejadian yang memiliki data hujan dengan periode yang
panjang.

Model NRECA dikembangkan oleh Norman H. Crawford dan merupakan


penyederhanaan dari Stanford Watershed Model IV (SWM). Pada SWM terdapat 34
(tiga puluh empat) parameter, sementara pada model ini hanya digunakan 5 (lima)
parameter.
Parameter adalah ukuran numerik dari suatu tipe karakteristik daerah aliran sungai
(DPS), yang mempunyai nilai tertentu untuk suatu kondisi tertentu. Pengertian fisik dari
kelima parameter model disini adalah sebagai berikut :
 Nominal, yaitu indeks kapasitas kelengasan tanah. Nilai nominal ini dapat
didekati dengan persamaan :
100  { c . (curah hujan)}

dimana,
c > 0,2 bila cekungan mengalami hujan terus-menerus sepanjang tahun
c < 0,2 bila cekungan mengalami hujan musiman
 PSUB, yaitu prosentase dari limpasan yang bergerak keluar dari daerah aliran
melalui permukaan limpasan. Nilai PSUB ditentukan dengan cara coba-coba.

BAB VI - 59
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 GWF, yaitu prosentase besarnya aliran yang berasal dari air tanah. Nilai GWF
juga ditentukan dengan cara coba-coba, dengan menggunakan kurva analisis
kepekaan.
 Simpanan kelengasan tanah (Soil moisture storage/ SWStor).
Simpanan kelengasan tanah adalah cadangan air yang besarnya ditentukan oleh
selisih dari tampungan akhir dan tampungan awal. Besarnya tampungan ini
ditentukan oleh hujan, evapotranspirasi dan kelebihan kelengasan yang menjadi
limpasan langsung dan imbuhan air tanah.
Simpanan kelengasan tanah awal (initial) ditentukan secara coba-coba.
Simpanan kelengasan tanah bulan selanjutnya ditentukan dengan persamaan :
SM i = SM i – 1 + Stor i – 1
dimana :
SM i = simpanan kelengasan tanah bulan ke i
SM i – 1 = simpanan kelengasan tanah bulan ke i - 1
i = 1,2,3, …….
SM 0 = simpanan kelengasan awal, yang ditentukan dengan coba-coba
Stor i – 1 = perubahan simpanan kelengasan bulan ke i – 1

Debit Banjir (High Flow)


Perhitungan debit banjir dimaksudkan untuk perhitungan perencanaan bendung.
Metoda perhitungan yang umum dipakai dalam menghitung debit banjir dari data
curah hujan maksimum harian, kemudian dihitung debit banjirnya. Perioda ulang dari
banjir yang akan dihitung adalah banjir dengan perioda ulang 10, 25, 50 dan 100
tahun. Perhitungan banjir rancangan dapat dilakukan dengan menggunakan 6 metode,
yaitu:

1. Analisa Debit Banjir Rancangan dengan Metode Rasional


Haspers
Rumus dasar Metode Rasional Haspers adalah :
Q Tr  α  β  q  A

Dimana :
QTr = debit banjir rancangan dengan periode ulang t tahun (m3/det)

BAB VI - 60
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 = koefisien pengaliran
1  0.012  A 0.7
=
1  0.75  A 0.7
 = koefisien reduksi
1 t  3.7 10 0.41 F 0.75
 1 
b t 2  15 12

A = luas daerah aliran sungai (km2)


F = luas elips (km2)
t = durasi (jam) = 0.1  L0.8  S-0.3
L = panjang sungai utama (km)
S = kemiringan sungai utama rerata

Untuk menghitung r perlu diperhitungkan harga t, ada 3 kemungkinan adalah :


1. Harga t  2 jam, maka :
t RT
r
t  1  0.0008  (260  R T )   2  t  2

2. Harga 2 jam < t < 19 jam, maka :


t RT
r
t 1
3. Harga 19 jam < t < 30 hari, maka :
r  0.707  R T  t  1
dengan :
r = curah hujan selama t jam (mm)
r
q = curah hujan maksimum untuk t jam (m3/det/km2) = t (jam).
3.6  t
2. Analisa Debit Banjir Rancangan dengan Metode Rasional
Mononobe
Rumus dasar Metode Rasional Mononobe adalah :
f rA
Q Tr 
3.6

dimana :
QTr = debit banjir rancangan dengan periode ulang Tr tahun (m3/det)
f = koefisien pengaliran

BAB VI - 61
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

r = intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)


2

=  Rn   24  3
  
 24   T 

V = kecepatan aliran (km/jam)


= 72(H/I)0.6
T = waktu konsentrasi (jam)
= L/V
L = panjang sungai utama (km)
A = luas daerah aliran sungai (km2)

3. Analisa Debit Banjir Rancangan dengan Metode Rasional


Melchior
Rumus dasar metode ini adalah :
Q Tr  α  β  q  A

dimana :
QTr = debit banjir rancangan pada periode ulang t tahun (m3/det)
 = koefisien pengaliran
 = koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan daerah aliran sungai
q = curah hujan maksimum (m3/det/km2)
A = luas daerah aliran sungai (km2)
F = luas elips yang mengelilingi DAS (km2)
Metode ini hanya berlaku untuk daerah yang mempunyai curah hujan perharinya
lebih dari 200 mm, dan luas DAS > 100 km².

4. Analisa Debit Banjir Rancangan dengan Metode Statistik IOH


(Institute of Hydrology Wallingford)
Metode perhitungan debit banjir ini merupakan salah satu persamaan statistik
yang telah dikembangkan oleh IOH dan Pusat Litbang air dengan dasar
perhitungan diambil dari data hujan dan karakteristik fisik DPS. Karakteristik
fisik DPS yang digunakan adalah :

BAB VI - 62
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

a) Luas DPS (A) merupakan karakteristik yang penting


dalam menentukan besar puncak banjir dan diukur dalam Km², pengukuran
luas DPS berdasarkan peta topografi.
b) Indeks kemiringan sungai merupakan perbedaan tinggi
titik yang ditinjau dengan titik yang tertinggi di hulu sungai dari DPS, dan
dibagi oleh panjang sungai utama.
c) Indeks danau (Lu) yaitu tampungan dari suatu danau
atau reservoir dapat secara nyata mengurangi tinggi puncak banjir, besarnya
pengurangan banjir tergantung dari letak danau terhadap DPS. Harga indek
danau yang digunakan dalam persamaan regresi tidak boleh melebihi 0,25,
apabila luas permukaan danau lebih kecil dari 1 %, maka indeks danau dapat
diabaikan.
d) Data curah hujan maksimum
Rumus :
Q = 8 x 10-06 x AV x (ARF x Rmaks)2.445 x S0.117 x (1 + Li)-0.85
V = 1,020 – 0,0275 Log A
ARF = 1,152 – 0,1233 Log A
dimana :
L = Panjang Sungai (Km)
A = Luas DPS
Rmaks = Curah hujan rencana kala ulang tertentu
S = Kemiringan sungai
Li = Indek danau  0,25

5. Analisa Debit Banjir Rancangan dengan Metode Weduwen


Metode ini baik dipakai untuk daerah tangkapan hujan sampai seluas 100 km 2.
Rumus dasar metode Rasional Weduwen adalah :
Q Tr  α  β  q  A

Dimana :
QTr = debit banjir rancangan pada periode ulang Tr tahun (m3/det)
4.1
 = koefisien pengaliran = 1    q  7

BAB VI - 63
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 = koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan daerah aliran sungai


 t 1 
120   9
= t 9
120  A
A = luas daerah aliran sungai (km2)
t = lamanya curah hujan (jam)
L = panjang sungai utama (km)
S = kemiringan sungai utama rerata
Rn 67.65
q = curah hujan (m3/det/km2) = 
240 t  1.45
Rn = curah hujan harian maksimum dengan periode ulang tertentu (mm/hari)

Penggunaan rumus-rumus diatas dilakukan dengan cara trial and error. Cara yang
terbaik adalah dengan mengambil dahulu harga t, dan kemudian dengan harga q,
, , dapat dihitung. Selanjutnya hasil perhitungan ini disubstitusikan ke
persamaan untuk t, begitu seterusnya hingga didapat nilai t yang sama dengan
nilai t yang kita ambil.

6. Analisa Debit Banjir Rancangan dengan Metode Hydrograf


Satuan Sintetik
Dalam perhitungan debit banjir rancangan memakai Metode Hydrograf Satuan
Sintetik diperlukan data pola sebaran curah hujan yang terjadi dalam suatu selang
waktu, yang besarnya didapat dari hasil pencatatan penakar curah hujan otomatis
atau Pluviometer atau menggunakan stasiun ARGR (Automatic Rain Gauge
Record) terdekat yang signifikan.
a) Pola Distribusi Hujan Jam-jaman
Perhitungan dilakukan menggunakan data curah hujan jam-jaman dari Stasiun
Hujan. Data yang digunakan merupakan data pencatatan hujan jam-jaman
maksimum.
1
Qmt    Qat  Qbt  Qct 
3
Dimana :
Qmt = rata-rata akumulasi probabilitas curah hujan jam ke t (%)

BAB VI - 64
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Qa = akumulasi probabilitas curah hujan jam ke t data a (%)


Qbt = akumulasi probabilitas curah hujan jam ke t data b (%)
Qct = akumulasi probabilitas curah hujan jam ke t data c (%)
Probabilitas rata-rata diperoleh dari persamaan :
Pmt = Qmt – Qmt(t-1)
Dimana :
Pmt = rata-rata probabilitas curah hujan jam ke t (%)
Qmt = rata-rata akumulasi probabilitas jam ke t (%)
Qm(t-1) = rata-rata akumulasi probabilitas jam ke (t-1) (%)

b) Hydrograf Satuan Sintetik


Nakayasu
Perkiraan debit banjir rancangan dengan Hydrograf Satuan Sintetik Nakayasu
sampai saat ini dianggap sebagai pendekatan yang baik, dalam hubungan
antara curah hujan dan debit banjir. Rumus debit puncak ordinat Hydrograf
Satuan Sintetik Nakayasu adalah :
AR0
Qp 
 
3.6  0.3  Tp  T0.3 
Dimana :
Qp = debit puncak banjir rancangan (m3/det)
A = luas DAS (km2)
R0 = curah hujan satuan penyebab banjir (mm)
Tp = tenggang waktu dari awal hujan sampai terjadi debit maksimum (jam)
= tg + (0.8  tr)
tg = waktu konsentrasi banjir (jam) = 0.21  L0.7
tr = waktu satuan inti hujan (jam)
L = panjang sugai utama (km)
 = parameter tergantung A, L, tg
T03 = tenggang waktu dari saat debit maksimum sampai terjadinya debit 0.3
debit puncak (jam) =   tg

Lengkung naik kurva hidrograf untuk 0 < 1 < Tp didekati dengan rumus:

BAB VI - 65
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”
2.4
 t 
Qt  Qp  
 Tp 
 

Lengkung turun kurva hydrograf untuk t > Tp didekati dengan rumus :


 Saat kurva Qp sampai 0,3 Qp
 t  Tp 
 
 T0.3 
Qt  Qp  0.3 

 Saat kurva 0,3 Qp sampai 0,009 Qp


 t  Tp  0.5T0.3 
 
 1.5T0.3 
Qt  Qp  0.3 

 Saat kurva setelah 0,009 Qp


 t  Tp 1.5T0.3 
 
 2T0.3 
Qt  Qp  0.3 

Pemilihan Altenatif Bendung


Untuk menetapkan type bendung yang sesuai, maka dipertimbangkan faktor-faktor
teknis yang meliputi : besarnya debit banjir, material yang dibawa aliran sungai,
kondisi hidrolis sungai, keadaan geologi tanah dasar pondasi, kecepatan arus air,
faktor kesulitan pelaksanaan dewatering dan sebagainya.

Disamping itu faktor-faktor lain yang mempengaruhi juga perlu dipertimbangkan


antara lain : faktor ekonomi, resiko, kemudahan pencapaian lokasi, ketersediaan
bahan material setempat dan sebagainya.
Perencanaan Rinci Bendung Termasuk Bangunan-Bangunan Pelengkapnya
A. Kriteria Umum
Kriteria umum penentuan lokasi bangunan utama :
1. Bendung akan dibangun diruas sungai yang stabil dengan lebar yang hampir sama
dengan sungai. Jika sungai mengangkut terutama sedimen halus, maka
pengambilan harus dibuat di ujung tikungan luar yang stabil. Jika sungai
mengangkut terutama bongkah dan kerikil, maka bendung sebaiknya dibangun di
ruas sungai yang lurus.
2. Sawah tertinggi yang akan diairi dan lokasinya.

BAB VI - 66
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

3. Lokasi bendung harus sedemikian rupa sehingga trase saluran primer bisa dibuat
sederhana dan ekonomis.
4. Beda tinggi energi di atas bendung dibatasi sampai 6 m.
5. Lokasi kantong lumpur dan kemudahan pembilasan (bilamana perlu).
6. Topografi pada lokasi bendung yang diusulkan untuk mengetahui secara detail
letak bendung dan bangunan pelengkap.
7. Kondisi geologi dan subbase untuk keperluan pondasi bangunan.
8. Metode pelaksanaan, dengan perencanaan bangunan dan saluran pengelak.
9. Angkutan sedimen untuk perencanaan kantong lumpur dan pembilas.
10. Panjang dan tinggi tanggul banjir berdasarkan perhitungan aliran balik.
11. Jalan masuk ke lokasi bendung, sehingga mudah dicapai.

B. Lokasi Bendung
Evaluasi keadaan dan kriteria perencanaan di atas akan menghasilkan perkiraan lokasi
bendung. Keadaan-keadaan setempat akan lebih menentukan lokasi ini.
1. Alur sungai
Untuk memperkecil masuknya sedimen kedalam jaringan saluran, dianjurkan agar
pengambilan dibuat pada ujung tikungan luar sungai yang stabil. Apabila pada
titik dimana pengambilan diperkirakan bisa dibuat ternyata tidak ada tikungan
luarnya, maka bisa dipertimbangkan untuk menempatkan pengambilan itu pada
tikungan luar yang lebih jauh ke hulu. Dalam beberapa hal alur sungai dapat
diubah untukm mendapatkan posisi yang lebih baik. Ini lebih menguntungkan.

Konstruksi pada sodetan (coupure) yang agak melengkung bisa dipertimbangkan.


Keuntungannya adalah konstruksi bisa dikontrol dengan baik dan aman di tempat
kering. Biaya pelaksanaan lebih rendah tetapi pekerjaan tanah untuk penggalian
sodetan dan tanggul penutup akan lebih memperbesar biaya itu. Di ruas-ruas
sungai bagian atas dimana batu-batu besar terangkut, bendung sebaiknya
ditempatkan di ruas yang lurus.
2. Potongan memanjang sungai
Lokasi bendung bisa ditempatkan pada bagian paling hulu yang jauh dari alur
saluran primer dengan tinggi bendung yang lebih rendah, atau pada bagian

BAB VI - 67
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

pertemuan sungai dengan alur saluran primer akan tetapi bendung lebih tinggi,
adapun antara keduanya. Lokasi diamana alur saluran primer bertemu dengan
sungai belum tetntu merupakan lokasi terbaik untuk bendung. Lokasi-lokasi hulu
juga perlu dievaluasi lebih lanjut.
3. Tinggi tanggul penutup
Tinggi tanggul penutup di lokasi bendung sebaiknya dibuat kurang lebih sama
dengan bagian atas tumpuan (abutment) bendung. Ini memberikan penyelesaian
yang murah untuk pekerjaan tumpuan.
Tanggul penutup yang terlalu tinggi atau terlalu curam menjadi mahal untuk
membuat pengambilan, tumpuan bendung dan saluran primer atau kantong
lumpur. Tanggul penutup yang terlalu rendah memerlukan tanggul banjir yang
mahal dan mengakibatkan banjir.
4. Keadaan geologi teknik dasar sungai
Keadaan geologi teknik pada lokasi bendung harus cocok untuk pondasi, jadi
kelulusannya harus rendah dan daya dukungnya harus memadai. Keadaan tanah
ini bisa bervariasi di ruas sungai dimana terletak bangunan utama. Lebih disukai
lagi kalau lokasi yang dipilih itu terdapat batu singkapannya dengan tebal yang
cukup memadai.
5. Anak sungai
Lokasi titik temu sungai-sungai kecil dapat mempengaruhi pemilihan lokasi
bendung. Untuk memperoleh debit andalan yang baik mungkin bendung terpaksa
harus di tempatkan di sebelah hilir titik temu kedua sungai. Hal ini berakibat
bahwa bendung harus dibuat lebih tinggi.
6. Peluapan banjir
Dalam memilih lokasi bendung hendaknya diperhatikan akibat-akibat meluapnya
air akibat konstruksi bendung. Muka air banjir akan naik disebelah hulu akibat
dibangunnya bendung, untuk itu kontruksi bangunan bangunan utama akan
dilengkapi dengan sarana perlindungan. Evaluasi letak bendung mencakup
pertimbangan-pertimbangan mengenai ruang lingkup dan besarnya lindungan
terhadap banjir.

BAB VI - 68
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

C. Tinggi Muka Air Yang Diperlukan


Perencanaan saluran akan menghasilkan angka untuk tinggi muka air yang diperlukan
di salura primer. Dari angka tersebut kedalaman air dan kehilangan energi harus
diperhitungkan, elevasi medan pada sawah tertinggi :
1. Elevasi sawah yang akan diairi
2. Tinggi air di sawah
3. Kehilangan tinggi energi di jaringan dan bangunan tersier
4. Kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier
5. Variasi muka air di jaringan utama
6. Panjang dan kemiringan saluran
7. Kehilangan tinggi energi pada bangunan-bangunan di jaringan utama, alat-alat
ukur, sipon, bangunan pengatur, talang dan sebagainya.

D. Tinggi bendung
Tinggi bendung harus dapat memenuhi dua persyaratan, yaitu :
1. Bangunan pengambilan.
Untuk membatasi masuknya pasir, kerikil dan batu, ambang pintu pengambilan
perlu dibuat dengan ketinggian minimum berikut di atas dasar rata-rata sungai.
a. 0.50 m untuk sungai yang hanya mengangkut lumpur
b. 1.00 m untuk sungai yang juga mengangkut pasir dan kerikil
c. 1.50 m untuk sungai yang juga mengangkut batu-batu bongkah.
2. Pembilas sedimen.
Apabila dibuat kantong lumpur, maka perlu diciptakan kecepatan aliran yang
diinginkan guna membilas kantong lumpur. Kehiangan tinggi energi antara pintu
pintu pengambilan dan sungai di ujung saluran bilas harus cukup. Bagi daerah-
daerah datar ini memerlukan bendung yang lebih tinggi dari yang diperlukan untuk
pengambilan air irigasi saja. Eksploitasi pembilas juga memerlukan beda tinggi
energi minimum di atas bendung.

BAB VI - 69
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

E. Perencanaan Hidrolis bendung


Bendung dipakai untuk meninggikan muka air di sungai sampai pada ketinggian yang
diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi dan sampai pada petak sawah.
Ketinggian muka air tersebut akan menentukan luas daerah irigasi.
1. Penentuan Lebar Efektif Bendung.
Lebar bendung adalah jarak antara pangkal-pangkalnya, sebaiknya sama dengan
lebar rerata sungai pada bagian yang stabil. Di bagian bawah ruas sungai, lebar
rerata ini dapat diambil pada debit penuh.
Dalam hal ini banjir rerata banjir rerata tahunan dapat diambil untuk menentukan
lebar bendung. Lebar bendung maksimum hendaknya tidak lebih dari 1.20 lebar
rerata sungai pada ruas yang stabil. Agar pembuatan bangunan peredam energi
tidak terlalu mahal, maka aliran persatuan luas lebar bendung dibatasi sampai
sekitar 12-14 m3/dt/m’, yang memberikan tinggi energi maksimum sebesar 3,50-
4,50 m.
Lebar efektif bendung tidak sama dengan lebar bendung. Lebar efektif bendung
adalah lebar bendung yang bermanfaat untuk melewatkan debit karena
kemungkinan adanya pilar-pilar dan pintu penguras. Lebar efektif bendung pada
umumnya lebih kecil dari lebar bendung atau maksimum sama.
Lebar efektif bendung adalah sebagai berikut :
Be = B-2.(n.Kp+Ka).H-n.p
Dimana :
Be = lebar efektif
B = lebar total
n = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H = tinggi energi
Dalam perhitungan lebar efektif bendung, lebar pembilas yang sebenarnya
(dengan bangian terbuka) sebaiknya diambil 80 % dari lebar rencana untuk
mengkonpensasi perbedaan koefisien debit dibandingkan dengan mercu bendung
itu sendiri.

BAB VI - 70
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

2. Perencanaan Desain Mercu.


Pelimpah disediakan pada bendung untuk melewatkan kelebihan aliran yang
dimaksudkan ke dalam saluran-saluran, dan dalam waduk untuk melewatkan
kelebihan yang tidak dapat diisikan dalam bagian ruang penyimpanan. Jenis
pelimpah berikut ini adalah biasa dipergunakan, yaitu : Pelimpah sipon, pelimpah
bentuk sumur, pelimpah luapan samping, pelimpah bersaluran curam dan
pelimpah lengkung.
Sedangkan di Indonesia pada umumnya digunakan dua tipe mercu untuk bendung
pelimpah tipe Ogee dan tipe Bulat.
Profil pelimpah lengkung dibuat sedemikian agar sesuai dengan tirai luapan
bawah dari bendung puncak tajam. Pemakaian propil ini tidak akan menyebabkan
tekanan negatif pada mercu. Namun pada keadaan sesungguhnya terjadi gesekan
akibat gesekan akibat kekasaran permukaan pelimpah.
Sejauh ini pelimpah lengkung/limpasan adalah pelimpah yang paling bisa
digunakan dan hanya hidrolika dan jenis ini yang akan dibahas secara terinci.
Tekanan pada mercu adalah fungsi perbandingan antara H1 dan r (H1/r). untuk
menghindari banyaknya kavitasi lokal, tekanan minimum pada mercu bendung
harus dibatas sampai –4m tekanan air jika mercu dari beton, untuk pasangan batu
sebaiknya dibatasi -1m tekanan air. Jadi jari-jari mercu bendung pasangan batu
akan berkisar antara 0.3 sampai 0.7 kali H1 dan untuk mercu bendung beton dari
0.1 sampai 0.7 kali H1. Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bendung
ambang pendek dengan pengontrol segi empat adalah :
Q = Cd.2/3.(2/3.g).b.h11.5
Dimana :
Q = debit (m3/dt)
Cd = koefisien debit = C0.C1.C2
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
b = lebar mercu (m)
H1 = tinggi energi di atas ambang (m)

Harga koefisien debit Cd adalah hasil dari :


 C0 yang merupakan fungsi H1/r

BAB VI - 71
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 C1 yang merupakan fungsi p/H1


 C2 yang merupakan fungsi p/H1
3. Pangkal Bendung.
Pangkal-pangkal bendung (abutment) menghubungkan bendung dengan tanggul-
tanggul sungai dan tanggul-tanggul banjir. Pangkal bendung harus mengarahkan
aliran air dengan tenang di sepanjang permukaannya dan tidak menimbulkan
turbulensi. Elevasi pangkal bendung di sisi hulu bendung direncanakan lebih
tinggi dari elevasi air (terbendung) selama terjadi debit rencana. tinggi jagaan
yang harus diberikan adalah 0.75-1.50 m, tergantung kepada kurve debit sungai di
tempat itu. Untuk kurve debit datar 0.75 m akan cukup, sedangkan untuk kurve
yang curam diperlukan 1.50 m untuk memberikan tingkat keamanan yasng sama
(Kriteria Perencanaan 0.2 hal 50).
4. Peredam Energi.
Pemilihan tipe kolam olak harus dengan mempertimbangkan kondisi hidrolis yang
dapat dijelaskan dengan bilangan Froude dan kedalaman air hilir, kondisi dasar
sungai dan tipe sedimen yang diangkut sungai.
 Bendung di sungai yang mengangkut bongkah atau batu-batu besar dengan
dasar yang relatif tahan gerusan, cocok dengan kolam olak tipe bak
tenggelam/submerged bucket.
 Bendung sungai yang hanya mengangkut bahan-bahan sedimen halus dapat
direncanakan dengan kolam loncatan air yang diperpendek dengan
menggunakan blok-blok halang.
Pertimbangan pemilihan tipe ini adalah kondisi sungai studi dimana kondisi
sungai tidak mengangkut bahan bongkah, maka tipe bendung yang cocok adalah
type kolam loncatan air yang diperpendek dengan menggunakan blok halang.
5. Rembesan dan Tekanan Air Tanah
Untuk mencegah bahaya piping pada ujung hilir bendung akibat rembesan air dari
bawah bendung, maka di muka dasar bendung dibuat lapisan pudle di bawah
lantai muka. Panjang lantai muka ini tergantung dari jenis tanah di bawah
bendung dan perbedaan tinggi muka air di udik dan di hilir bendung . Panjang
lantai muka dihitung dengan metode Bligh.
Ln = C x H

BAB VI - 72
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Dimana :
Ln = Panjang creep line yang diperlukan
C = Creep ratio, dalam hal ini tergantung jenis batuan dasar sungai.
H = Perbedaan tinggi muka air di udik dan hilir bendung.
Kontrol dengan metode Lane

LV + 1
3 Lh  CL x H
Dimana :
LV = Panjang creep line vertikal
Lh = Panjang creep line horizontal
CL = Creep line ratio ; 4
H = Perbedaan tinggi muka air di hulu dan hilir bendung
6. Back water curve
Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sampai dimana pengaruh kenaikan muka
air setelah adanya pengempangan akibat bendung. Perkiraan kurva pembendungan
yang cukup akurat dan aman adalah :

Untuk h 2h
a  1  maka L = I
ah
Untuk h  1  maka L =
a I
Dimana :
a = kedalaman air sungai sebelum dibendung, m
h = tinggi air setelah adanya bendung
L = panjang total dimana kurva pengempangan terlihat, m
Z = kedalaman air pada jarak x dari bendung, m
X = jarak dari bendung, m
I = kemiringan sungai

F. Perencanaan Pengambilan dan Pembilas


Pengambilan adalah sebuah bangunan berupa pintu air. Air irigasi dibolehkan dari
sengai melalui bangunan ini. Pertimbangan utama dalam merencanakan sebuah
bangunan pengambilan adalah debit rencana dan pengelakan sedimen.

BAB VI - 73
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Bangunan pengambilan berfungsi untuk mengelakan air dari sungai dalam jumlah
yang diinginkan dan bangunan pembilas berfungsi untuk mengurangi sebanyak
mungkin benda-benda terapung dan fraksi-fraksi sedimen kasar yang masuk
kejaringan satuan irigasi.

Pengambilan dibuat sedekat mungkin dengan pembilas dan as bendung atau bendung
gerak. Jika keadaan memungkinkan pengambilan ditempatkan diujung tikungan luar
sungai atau pada ruas luar guna memperkecil masuknya sedimen.
1. Bangunan pengambilan.
Pembilas pengambilan dilengkapi denga pintu dan bagian depannya terbuka
untuk menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir, besarnya bukaan pintu
bergantung kepada kecepatan aliran masuk yang diijinkan . kecepatan ini
bergantung ukuran butir bahan yang dapat diangkut. Perencanaan kapasitas
pengambilan diambil 120 % dari kebutuhan pengambilan guna menambah
fleksiilitas dan agar dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi selama umur
proyek.

Untuk dimensi bangunan pengambilan didasarkan pada kebutuhan debit air untuk
mengairi areal yang telah direncanakan.

Pertimbangan dalam perencanaan pintu pengambilan :


a. Dasar saluran lebih rendah atau sama tinggi dengan ambang (Y<h
sal.induk), jadi dalam hal ini h = 0,94 m.
b. Tinggi ambang intake harus lebih besar atau satu meter di atas dasar sungai.

Untuk menghitung dimensi pintu pengambilan digunakan rumus sebagai berikut :

Q = .b.a. 2.g.z

Dimana :
Q = debit, m3/dt
 = koefisien debit ; 0,80.
b = lebar bersih bukaan, m.

BAB VI - 74
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

a = tinggi bersih bukaan pintu, m.


g = percepatan gravitasi, 9,80 m/dt2.
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m.
2. Pembilas atau penguras

- Dimensi Pintu Pembilas/Penguras


Pintu penguras dibangun sebagai terasan tubuh bendung. Kantong pembilas
merupakan kantong untuk mengendapnya bahan-bahan kasar di depan
pembilas.
Pengambilan sedimen yang terkumpul dapat dibilas dengan jalan membuka
pintu pembilas secara berkala guna menciptakan aliran terkonsentrasi tepat di
depan pengambilan.
Pengalaman yang diperoleh, dengan banyak bendung dan pembilas yang
sudah ada, telah menghasilkan beberapa pedoman menentukan lebar
pembilasan :
 Lebar pembilas + lebar pilar = 1/6 – 1/10 dari lebar bersih bendung
untuk sungai yang lebarnya < 100 m
 Lebar pembilas sebaiknya diambil 60 % dari lebar total pengambilan
termasuk pilar-pilarnya.
- Kecepatan Penggelontoran
Material yang melewati bangunan penguras :
 Kecepatan rencana
V = 1,5. c.  d
dimana :
c = koefisien tingkat jenis material endapan (3,2 – 3,5)

BAB VI - 75
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

d = diameter max rencana


 Kecepatan kritis pada pintu penguras (Vc)
V =  q . hc q=Q/B
Q = 1,2 . Q kebutuhan
hc = kedalaman kritis hc = 3  (q2 / g)
Kontrol : Vrencana < Vc……...(Aman !!)
- Kemiringan Lantai Penguras
Untuk mempertahankan agar Vc tetap mempunyai nilai V yang konstan, maka
ketinggian lantai dihitung pada keadaan Vc, menggunakan persamaan
Manning :
V = 1/n . R2/3 . s1/2
Dimana :
V = kecepatan pada saat pengambilan pada saat R = hc ; V = Vc
Vc =  g . hc
Maka :
V = 1/n . R2/3 . s1/2
g . hc = 1/n . R2/3 . s1/2 , hc = R
s = (n / hc2/3)2 . g . hc

G. Desain Kantong Lumpur


Untuk mencegah agar sedimen halus tidak terbawa mengendap di saluran jaringan
irigasi, maka di bagian awal saluran primer (hilir intake) direncanakan saluran yang
berfungsi sebagai kantong lumpur.

Kantong lumpur ini merupakan pembesaran potongan melintang saluran sampai


panjang tertentu untuk mengurangi kecepatan aliran dan memberi kesempatan kepada
sedimen untuk mengendap. Panjang kantong lumpur tergantung pada :
 Sedimen yang harus diendapkan
 Topografi site bendung
 Periode pembilasan

BAB VI - 76
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

1. Kriteria Perencanaan

Kecepatan normal (Vn) harus > 0,3 m/dt, agar tidak mengakibatkan
tumbuhnya tumbuhan air.

Untuk memperhitungkan periode pembilasan, maka volume sedimen yang
diendapkan diandaikan 0,5 % dari volume air yang mengalir melalui kantong
lumpur.

Untuk mencegah aliran agar tidak mengakibatkan ‘meander’ di dalam
kantong, maka L/B > 8

Pengecekan terhadap berfungsinya kantong lumpur meliputi cek terhadap
efisiensi pengendapan dan efisiensi pembilasan.
2. Dimensi Kantong Lumpur
Air yang dielakkan mengandung 0,5 % sedimen, waktu pembilasan 3 minggu
sekali, maka:
V = 5 . 10-4 . Qn . T
dimana :
V = volume kantong lumpur (m3)
Qn = debit di intake
T = jarak waktu pembilasan (dt)
3. Luas Rata-rata Permukaan Kantong Lumpur
Dari grafik hubungan diameter dan suhu (di Indonesia) akan didapat harga w.
Maka : L . B = Qn / w
Kontrol :
L/B =….> 8 (Aman !!)
4. Kemiringan Normal (in)
Vn biasanya diambil 0,4 m/dt untuk mencegah timbulnya vegetasi dan agar
partikel-partikel yang lebih besar tidak langsung mengendap di hilir pengambilan.

Harga k (koefisien Strickler)
An = Qn / Vn

Harga Hn dapat dihitung :
Diambil nilai L dan B
Sehingga hn = An / B
Lebar dasar saluran untuk kemiringan 1 : 2 :

BAB VI - 77
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

B = B – 2 ( m .hn )
Keliling Basah (Pn)
Pn = b + 2.hn.m2+1
Jari-jari hidrolis (Rn)
Rn = An / Pn
Slope untuk kondisi normal :
V = k . Rn2/3 . Sn1/2
in = ((V)/(k.Rn2/3))0,5
5. Kemiringan Dasar Pembilas (is) Kondisi Kosong

Qs = 1,2 . Qn

Vs = 0,6 m/dt (asumsi)

As = Qs / Vs

B

As = b . hs hs = As / b

Rs = As / Ps

Vs = k . Rs2/3 . is1/2

is = ((Vs)/(k.Rs2/3))0,5
Agar pembilasan dapat dilakukan dengan baik, maka kondisi aliran harus sub
kritis, yaitu Fr < 1
Fr = Vs /  (g . hs)
6. Panjang Kantong Lumpur
V = 0,5 . b . L1 + 0,5 (is – in ) . L12 . b
L2 . b = Qn / w
Jadi nilai L diambil harga rata-rata :
L = (L1 + L2) / 2
7. Pengecekan Efisiensi Pengendapan
Wo = (hn . Vn) / L

W/wo

W / Vo
Maka dari grafik Camp (KP 02 Bangunan Utama hal 151 ) diperoleh efisiensi
pengendapan 100 %.

BAB VI - 78
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Perhitungan Stabilitas Bangunan


Dalam peninjauan stabilitas bendung untuk penyederhanaan perhitungan-perhitungan,
maka diadakan anggapan sebagai berikut :

A
II

a. Peninjauan stabilitas bendung, yang ditinjau adalah potongan yang terlemah, yaitu
potongan I – I dan potongan II – II.
b. Titik guling pada peminjaman tersebut adalah titik A
c. Bagian muka pelimpah akan penuh terisi sedimen berupa lumpur setinggi mercu.
d. Peninjauan stabilitas , ditinjau dalam dua keadaan yaitu keadaan muka air normal
dan keadaan muka air banjir.

A. Gaya-Gaya yang Ditinjau dalam Stabilitas


Akibat Berat Sendiri Bendung
Gaya akibat berat sendiri bendung adalah gaya vertikal akibat berat volume material
bendung.

W3

W7

W1 W2
W5 W6

BAB VI - 79
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

W4
Tekanan Berat Bangunan
W = V .  bangunan
Wt = W1 + W2 + …..+ Wn
Akibat Gempa
Koefisien gempa = 0,11
Gempa yang diperhitungkan ialah gaya yang ke arah horizontal sebesar :
K =ExG
ad
E = g

ad = n( ac x z)m
dimana :
K = gaya gempa
G = berat sendiri konstruksi
ad = percepatan gempa rencana
n, m = percepatan kejut dasar, cm/dt2
E = koefisien gempa
g = percepatan grafitasi, (m/dt2 (9,80))
z = faktor yang bergantung kepada letak geografis

Tabel : Koefisien jenis tanah


Jenis N M
Batu 2.76 0.71
Diluvium 0.87 1.05
Aluvium 1.56 0.89
Aluvium Lunak 0.29 1.32

BAB VI - 80
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Tabel : Periode ulang dan percepatan dasar gempa, ac.


Periode ulang Ac (cm/dt2)
20 85
100 160
500 225
1000 275

Akibat Gaya Hidrostatis


Akibat gaya hidrostatis ditinjau dalam dua keadaan
a. Keadaan Air Normal

Vw
Hw

b. Keadaan Air Banjir

Vw
Hw

Akibat Tekanan Lumpur


Apabila Bangunan Utama sudah ber-exploitasi, maka akan tertimbun endapan di
depan pelimpah. Endapan lumpur ini diperhitungkan setinggi mercu.

Ps

Tekanan lumpur

BAB VI - 81
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Ps = 0,5. (sat - w). cs . h2


Cs = koefisien tekanan tanah

Akibat tekanan tanah aktif dan pasif


Gaya tekanan tanah aktif dan pasif merupakan gaya harisontal
Tekanan tanah aktif :
 Tanah statis
Pa = Ka . t . h2 + ½ . Ka . t . h2
 Tanah dinamis
Pd = 0,5 . t . ce
dimana :
Pa = tekanan tanah statis (tm)
Pd = tekanan tanah dinamis (tm)
h = tinggi jatuh (m)
t = berat jenis tanah
ce = ( 1 – sin  ) / ( 1 + sin  )
Tekanan tanah Pasif :
 Pp = 0,5 * t * h2* Kp
Koefisien tanah aktif (Ka)
Ka = ( 1 – sin  ) / ( 1 + sin  ), dimana  = sudut geser tanah
Koefisien tanah pasif (Kp)
Kp = 1 / Ka
Gaya Tekan ke atas (Uflift Pressure)
Bangunan pelimpah mendapat tekanan air bukan hanya pada permukaan luarnya,
tetapi juga pada dasarnya pada tubuh bendung itu.
Rumus gaya tekan ke atas untuk bangunan ini adalah :
Px = Hx – Lx/H
Dimana :
Px = gaya angkat pada titik x, t/m2
L = panjang total bidang kontak pelimpah dan tanah bawah, m.
Lx = jarak sepanjang bidang kontak dari muka sampai x, m.

BAB VI - 82
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

H = beda tinggi energi, m.


Hx = tinggi energi di hulu pelimpah, m.
Dimana L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara line, bergantung
kepada arah bidang tersebut. Bidang yang membentuk sudut 450 atau lebih terhadap
bidang horizontal, dianggap vertikal.
Dalam hal ini tekanan negatif kenyataannya tidakakan terjadi, oleh karena adanya
liang – liang remik diantara butir – butir tanah, sehingga akan berhubungan dengan
atmosfir.
Jadi untuk tekanan negatif ini besarnya dianggap nol, Gaya uflift di bidang XD.
b

X D
Ud
VI.6.2.1.1.1 Ux

adalah :
Uxd = 0,50 . b . (Ux + Ud)
Dan bekerjanya di titik berat trapesium, untuk tanah dasar yang baik disertai drain
yang baik pula, maka uplift dapat dianggap bekerja 67 % nya. Gaya Uplift ditinjau
pada kondisi Air Normal dan Air banjir.
B. Kontrol Stabilitas Bendung
Kontrol stabilitas pelimpah akan ditinjau dalam 2 (dua) kondisi, yaitu pada saat muka
air normal dan muka air banjir.
Stabilitas pelimpah akan dikontrol dalam 5 (lima) aspek terkait, baik dengan pengaruh
gempa maupun tanpa gempa, yang terdiri dari :
1. Kontrol terhadap guling.
2. Kontrol terhadap eksentrisitas.
3. Kontrol terhadap daya dukung tanah.
4. Kontrol terhadap geser.
5. Kontrol terhadap erosi bawah tanah (piping).

BAB VI - 83
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Kontrol Terhadap Guling


Kontrol stabilitas terhadap guling, ditinjau berdasarkan angka keamanan SF > 1,50.
Persamaan umum yang digunakan untuk mencari harga faktor keamanan atau safety
faktor (SF) adalah sebagai berikut :

SF =
 Mt
 Mg
Kontrol terhadap guling dalam dua keadaan:
a Kondisi Muka Air Normal
- Dengan Gempa
- Tanpa Gempa
b. Kondisi Muka Air Banjir
- Dengan Gempa
- Tanpa Gempa

Kontrol Terhadap Eksentrisitas


Kontrol terhadap eksentrisitas dalam dua keadaan:
a. Kondisi Muka Air Normal
- Dengan Gempa
- Tanpa Gempa
b. Kondisi Muka Air Banjir.
- Dengan Gempa
- Tanpa Gempa

Persamaan umum utuk kontrol terhadap eksentrisitas :


e = ½ x B – a < B/6
a = ( Mt - Mg ) / V
dimana :
B: panjang telapak pondasi
Mt : momen tahan
Mg : momen guling

Kontrol Terhadap Daya Dukung Tanah

BAB VI - 84
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Berdasarkan hasil studi dan kajian kondisi mekanika tanah, daya dukung tanah yang
diijinkan untuk lokasi bangunan adalah sebesar 38 t/m2.
Tekanan atau daya dukung tanah di bawah tubuh bendung, dihitung dengan rumus :
V  6.e 
 1,2 = 1,0  
B  B 
Kontrol terhadap daya dukung tanah dalam dua keadaan:
a. Kondisi Muka Air Normal
- Dengan Gempa
- Tanpa Gempa
b. Kondisi Muka Air Banjir.
- Dengan Gempa
- Tanpa Gempa
Perhitungan  ijin :
 Sudut geser tanah (  )
 Void ratio (e)
 Spesific Gravity (Gs)
 Koefisien kohesi
aK
 1  sinφ  1  sinφ

Kp = 1 / Ka
f = tg 
 t = [( 1 / ( 1 + e)]. w. Gs
 sat = [w . (Gs + e)] / (1+e)
  ijin = 1/Fk * (c*Nc + 0,5 sat*B*N + sat*D* Nq)

Kontrol Terhadap Geser


Kontrol terhadap geser diperhitungkan berdasarkan harga koefisien geser yang
ditetapkan dengan persamaan :
f .  V  c. A
S =
H
Dimana :
F = koefisien gesekan ; 0,45.

BAB VI - 85
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

C = satuan kekuatan geser bahan 0,11 ton/m2


Kontrol terhadap geser dalam dua keadaan:
a. Kondisi Muka Air Normal
- Dengan Gempa
- Tanpa Gempa
b. Kondisi Muka Air Banjir.
- Dengan Gempa
- Tanpa Gempa

Kontrol Terhadap Erosi Bawah Tanah


Untuk mencegah pecahnya bagian hilir bangunan, maka harga keamanan terhadap
erosi tanah diambil sekurang – kurangnya 2,00.
Faktor keamanan terhadap erosi dapat dihitung dengan rumus sbb :

S

s 1 a
s

hs
dimana :
S = Faktor keamanan, diambil sama dengan
s = Kedalaman tanah;
a = Tebal lapisan lindung;

VI.6.3. PERENCANAAN DETAIL SALURAN PEMBAWA DAN PEMBUANG


Desain Saluran.
a. Untuk menentukan dimensi saluran
dipakai rumus Strickler :
V = K. R 2/3. I 1/2
Dimana :
V = Kecepatan aliran air, dalam m/detik
K = Koefisien kekasaran dinding saluran
I = Kemiringan dasar saluran
F = Luas penampang basah saluran, dalam m2
R = F/O = Jari-jari hidrolis, dalam m
O = Keliling penampang basah saluran, dalam m

BAB VI - 86
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

b. Kecepatan aliran V diambil 0,20 - 0,60 m/dt


. Pembuatan linning saluran (pelindung talud) yang dibuat karena kecepatan aliran
rencana V = 0,60 m/dt sedapat mungkin dihindari.
c. Dalam menentukan dimensi saluran agar
diusahakan supaya i saluran = i medan lapangan (i rencana = i lapangan) dengan
mengingat kecepatan aliran V masih dalam batas-batas seperti tersebut pada
bagian (b) di atas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pembuatan bangunan-
bangunan terjun dan sebagainya.
d. Agar dihindarkan adanya saluran-saluran
pembawa yang sejajar berdampingan. Kalau keadaan topografis hal ini tak dapat
dihindari, agar diusahakan saluran yang berdampingan tersebut dipisahkan oleh
satu petak sawah.
e. Pada daerah datar harus diusahakan agar
saluran pembuang tersebut terpisah dengan saluran pembawa, tetapi daerah
pegunungan bila terpaksa boleh tidak terpisah (saluran pembawa atau sebaliknya)
f. Bila penelitian water requirement belum
dilakukan, maka untuk daerah normal kebutuhan ini, untuk dimensi saluran agar
dihitung berdasarkan q = l/dt/ha. Koefisien kekasaran, sesuai dengan kriteria
Perencanaan (KP.05).Untuk saluran pembawa ditetapkan b = h diambil angka-
angka bulat kelipatan 5 cm.
g. Saluran Pembuang, untuk perhitungan
kapasitas saluran pembuang besarnya q harus dihitung dan koefisien kekasaran K
= 35.

Perencanaan Bangunan
a. Bangunan Bagi/ Sadap
 Bangunan bagi/sadap direncanakan dengan konstruksi yang permanen,
dilengkapi dengan pintu-pintu air dan bila perlu dilengkapi dengan
skimmingwall

BAB VI - 87
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 Pintu-pintu yang mempunyai fungsi untuk membagi air ke saluran


primer/utama atau ke saluran sekunder, untuk mengatur tinggi air/debit perlu
direncanakan penempatan peilschaal yang diletakkan di bagian upstream
bangunan.
 Sedangkan pintu-pintu yang berfungsi menyadap air ke saluran terseir
dibuat dengan tipe pintu Romijn, pintu Romijn ini harus juga dilengkapi
dengan pengatur debit.
b. Bangunan Terjun
 Pada keadaan medan miring, sehingga kecepatan air menjadi sangat tinggi,
maka salah satu alternatif untuk mematahkan energi air adalah dengan dibuat
bangunan-bangunan terjun.
 Bangunan terjun tegak dibuat dengan perbedaan tinggi energi maksimum
(Z) 1,50 m, dan jika melebihi 1,50 m dipakai bangunan terjun trace saluran
sangat miring, sehingga pada satu ruas saluran diperlukan adanya bangunan
terjun yang sangat banyak, dimana hal tersebut menyebabkan biaya
pembuatan saluran menjadi lebih tinggi. Salah satu alternatif pemecahan yang
memungkinkan adalah membuat got miring.
 Pemilihan alternatif harus didasarkan pada keadaan yang secara teknis
dipertanggung jawabkan dan dalam segi pembiayaan lebih ekonomis.
c. Bangunan Silang
 Bangunan-bangunan silang yang direncanakan harus dibuat permanen
 Pemilihan tipe bangunan silang tergantung pada :
 Catchment area alur/lembah yang menyilang saluran
 Structur tanah setempat
 Bahan konstruksi
 Sedapat mungkin , kecuali tidak bisa dihindari lagi, dihindari pemakaian
bangunan Syphon.
d. Jembatan
 Apabila saluran menyilang jalur, sehingga diperlukan adanya jembatan,
maka design jembatan yang direncanakan sesuai kelas jalan.
 Jembatan jalan desa, jalan inspeksi, termasuk jembatan jalan penghubung
(kelas III)

BAB VI - 88
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

 Lebar jembatan minimum 3 m


 Tipe jembatan umumnya cukup berupa jembatan plat beton (jembatan
beton bertulang), untuk bentang lebih dari 5 m dipakai balok
e. Pondasi Bangunan
Sejauh mungkin diusahakan pondasi bangunan-bangunan dengan pondasi
langsung. Untuk tanah yang baik dasar pondsi haruslah minimum 0,40 m di
bawah dasar saluran dan 0,60 m di bawah muka sawah. Untuk tanah-tanah yang
kurang baik dilakukan perbaikan tanah pondasi.
Untuk tanah yang jelek (humus; veen dan tanah organis yang lain), dipasang
cerucuk bambu atau jenis pondasi yang lain sesuai dengan petunjuk Direksi.
f. Perencanaan Farm Road (Jalan Usaha Tani/Jalan Inspeksi)
 Jalan usaha tani (farm road) perlu dibuat agar tidak terdapat petak-petak
sawah yang terisolir, sehingga pengangkutan hasil produksi, pupuk, alat-alat
kerja dan sebagainya dapat lancar. Jalan petani direncanakan secara
menyeluruh dalam satu daerah irigasi. Ukuran farm road ditetapkan dengan
lebar minimum = 2,0 m dengan kemampuan minimal 0,50 ton. Ketinggian
muka jalan 0,50 m di atas muka sawah.
 Untuk kepentingan inspeksi saluran-saluran tersier sub tersier maka salah
satu tanggul dari saluran tersebut diperlebar menjadi minimum = 1,00 m untuk
dipakai jalan inspeksi (dapat dilalui sepeda/sepeda motor).
 Jalan usaha tani dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam
pengangkutan sarana dan hasil produksi dari areal sawah yang bersangkutan.

VI.6.4. PERENCANAAN DETAIL JARINGAN TERSIER


Lay out Tersier ( Pembawa dan Pembuang )
a. Lay Out Sementara
Peta lay out sementara untuk tersier disiapkan dengan menggunakan peta situasi
skala 1:2.000. Lay out yang diusulkan dikontrol di lapangan sebelum perhitungan
hidrolika akhir dibuat.

BAB VI - 89
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Dalam penelitian lay out tersier di lapangan para petani dan pengamat pengairan
akan ikut dilibatkan. Desain lay out tersier dilaksanakan sesuai dengan petunjuk
Direksi.

Diusahakan satu blok tersier terletak pada satu desa atau dihindari bahwa satu
blok ada dalam dua desa. Luas blok tersier diusahakan antara (8 - 50) ha dan luas
satu blok kwarter antara (8 -15) ha.

Desain lay out untuk jaringan pembawa tersier dan untuk jaringan pembuang
tersier digambarkan secara terpisah dan dituangkan pada gambar ukuran A1.
Potongan memanjang digunakan untuk perencanaan saluran tersier dan kwarter,
desain didasarkan pada titik-titik ketinggian dalam peta topografi skala 1: 2.000.
Diusahakan saluran tersier/kwarter melalui batas kemilikan lahan atau batas petak
sawah.

b. Lay out definitif


Setelah pre-eliminary lay out (lay out semetara) disesuaikan dengan pendapat atau
usulan dari petani, P3A dan Kepala Desa, dibuat lay out definitif yang diketahui
oleh Kepala Desa dengan dilampirkan peta lay out definitif yang juga
ditandatangani Kepala Desa.

VI.6.5. PERENCANAAN DETAIL SALURAN DAN BANGUNAN TERSIER


Setelah didapat hasil pengukuran profil memanjang dan melintang berdasarkan lay
out, maka pembuatan desain saluran dan bangunan dapat dilaksanakan.
1. Desain Saluran
a. Untuk menentukan dimensi saluran dipakai rumus Strickler :
V = K. R 2/3. I 1/2
Dimana
V = Kecepatan aliran air, dalam m/detik
K = Koefisien kekasaran dinding saluran
I = Kemiringan dasar saluran
F = Luas penampang basah saluran, dalam m2

BAB VI - 90
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

R = F/O = Jari-jari hidrolis, dalam m


O = Keliling penampang basah saluran, dalam m

b. Kecepatan aliran V diambil 0,20 - 0,60 m/dt Khusus untuk saluran kwarter bila
terpaksa dapat diambil V minimum = 0,10 m/dt. Pembuatan linning saluran
(pelindung talud) yang dibuat karena kecepatan aliran rencana V = 0,60 m/dt
sedapat mungkin dihindari.
Khusus untuk saluran kwarter pembuatan linning saluran sama sekali tidak
diperkenankan, karena harus dapat mengairi langsung ke petak-petak sawah di
sebelahnya.
c. Dalam menentukan dimensi saluran agar diusahakan supaya i saluran = i medan
lapangan (i rencana = i lapangan) dengan mengingat kecepatan aliran V masih
dalam batas-batas seperti tersebut pada bagian (b) di atas. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari pembuatan bangunan-bangunan terjun dan sebagainya.
d. Apabila harus dibuat bangunan terjun, maka bangunan terjun yang bersangkutan
harus digambar (boleh memakai gambar standart). Khusus untuk saluran kwarter
bila terdapat terjunan = 0,30 m diperkenankan tanpa bangunan terjun.
e. Agar dihindarkan adanya saluran-saluran pembawa yang sejajar berdampingan.
Kalau keadaan topografis hal ini tak dapat dihindari, agar diusahakan saluran yang
berdampingan tersebut dipisahkan oleh satu petak sawah.
f. Pada daerah datar harus diusahakan agar saluran pembuang tersebut terpisah
dengan saluran pembawa, tetapi daerah pegunungan bila terpaksa boleh tidak
terpisah (saluran pembawa atau sebaliknya)
g. Untuk tiap petak tersier dibuat skema saluran pembawa dan saluran pembuang
dilengkapi dengan ketinggian muka air yang direncanakan dan panjang masing-
masing strook saluran serta kemiringan.
h. Saluran pembawa
Bila penelitian water requirement belum dilakukan, maka untuk daerah normal
kebutuhan ini, untuk dimensi saluran agar dihitung berdasarkan q = l/dt/ha.
Koefisien kekasaran, sesuai dengan kriteria Perencanaan (KP.05).
Untuk saluran pembawa ditetapkan b = h diambil angka-angka bulat kelipatan 5 cm.
- Saluran tersier dan saluran sub tersier

BAB VI - 91
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Oleh karena saluran tersier dan sub tersier tidak boleh diambil airnya langsung
ke petak-petak sawah di kanan kirinya maka harus diusahakan agar maksud
tersebut dapat tercapai, bila mungkin agar diusahakan supaya ketinggian muka
air di saluran tersier dan sub tersier masih lebih rendah dari pada ketinggian
muka tanah sawah di kanan kirinya.
Tinggi jagaan (W) = 0,30 m
Kemiringan tebing (m) = 1V:1H
Koefisien kekasaran (K) = 35
Lebar tanggul (d) = 0,50 m, sebaliknya salah satu tanggul
diperbesar dari 1-2 m untuk jalan
petani/farm road.
- Saluran kwarter
Karena air dalam saluran kwarter akan diambil langsung ke petak sawah di
sebelahnya, maka ketinggian airnya ditetapkan 0,15 m di atas muka tanah
sawah tertinggi yang akan diairi dan 0,10 m di atas muka tanah sawah yang
terjauh.
Lebar dasar (b) minimum = 0,30 m
Tinggi jagaan (W) = 0,20 m
Lebar talud (d) = 0,40 m
Kemiringan tebing (m) = 1 V : 1 H,
Koefisien Kekasaran (K) = 30

- Saluran Pembuang
Untuk perhitungan kapasitas saluran pembuang besarnya q harus dihitung dan
koefisien kekasaran K = 35.
 Saluran Pembuang Kwarter
Lebar dasar minimum 0,30 m, dasar saluran minimum 0,30 m di bawah
permukaan tanah, rata-rata kemiringan talud saluran 1V : 1H

 Saluran Pembuang Tersier


Lebar dasar minimum 0,50 m, dasar saluran minimum 0,50 m di bawah
permukaan tanah, rata kemiringan talud saluran 1V : 1H

BAB VI - 92
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Perhitungan dimensi saluran, menggunakan tabel perhitungan yang telah


disediakan pada buku pedoman perencanaan jaringan tersier yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal Pengairan Desember 1986 dan petunjuk
Direksi Lapangan / Pekerjaan.

2. Desain Bangunan
a. Bangunan pembagi air (box tersier / kwarter)
- Untuk memudahkan eksploitasinya maka box tersier/kwarter harus
diusahakan agar dapat membagi air secara proposionil sesuai dengan areal
yang diairi. Untuk memudahkan maka dalam satu box ketinggian drempel
harus sama, sedangkan lebarnya sebanding dengan luas areal yang diairi.
Perhitungan lebar pintu dan tinggi air diatas ambang dipakai tabel yang
telah disediakan dalam buku pedoman perencanaan jaringan tersier.
- Khusus pada daerah yang sangat datar, box tersier/kwarter agar didesain
tanpa memakai drempel, tapi tetap harus dapat membagi air secara
proporsionil sesuai dengan areal yang diairi.
- Box tersier harus dilengkapi dengan pintu-pintu air yang dapat diatur
membuka/menutup, sehingga memungkinkan pelaksanaan rotasi pembagi-
an air mampu memperkecil/memperbesar jumlah air yang dialirkan sesuai
dengan kebutuhan tanaman.
- Box kwarter tidak perlu dilengkapi dengan pintu-pintu air karena tidak
diperlukan rotasi pembagian air secara petak kwarter. Namum diperlukan/
disediakan lubang untuk schot balk (stop-log) untuk memungkinkan
menutup aliran air bila diperlukan adanya perbaikan saluran.
- Tiap-tiap bangunan pembagi air (box tersier/ kwarter) harus digambar satu
persatu, tidak boleh memakai gambar standar.
b. Alat / bangunan pengukur debit
- Bila headloss terbatas (di daerah datar) pengukuran debit air cukup
dilakukan pada pintu penyadap tersier saja. Bila sewaktu-waktu diperlukan
pengukuran debit pada salah satu strook saluran, dapat dipakai alat ukur
portable (yang dapat dipindah pindahkan).
- Bila headloss tersedia (cukup), sebaiknya tiap saluran kwarter dilengkapi

BAB VI - 93
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

dengan alat ukur (misalnya type thomson) yang dapat berfungsi juga
sebagai bangunan terjun.
c. Bangunan akhir (end control)
Bangunan ini ditempatkan pada ujung dari saluran kwarter dan berfungsi
untuk membuang kelebihan air. Bangunan akhir berupa bangunan pelimpah
yang sesuaikan dengan muka air rencana.
Untuk membilas endapan, bangunan ini dilengkapi skot balok.
d. Bangunan lain-lain
Yang dimaksud di sini adalah :
Gorong-gorong, jembatan, talang syphon, bangunan terjun, got miring dan
sebagainya. Bangunan-bangunan ini dibuat hanya bila benar-benar diperlukan
saja. Jumlahnya harus diusahakan sesedikit mungkin.
e. Pondasi bangunan-bangunan
Sedapat mungkin diusahakan pondasi bangunan-bangunan dengan pondasi
langsung. Untuk tanah yang baik dasar pondasi haruslah minimum 0,40 m di
bawah dasar saluran dan 0,60 m di bawah muka sawah. Untuk tanah-tanah
yang kurang baik dilakukan perbaikan tanah pondasi.
Untuk tanah jelek (humus, tanah organis yang lain), dipasang cerucuk bambu
atau jenis pondasi yang lain sesuai dengan petunjuk Direksi.

3. Perencanaan Farm Road (Jalan Usaha Tani/Jalan Inspeksi)


a. Jalan usaha tani (farm road) perlu dibuat agar tidak terdapat petak-petak sawah
yang terisolir, sehingga pengangkutan hasil produksi, pupuk, alat-alat kerja
dan sebagainya dapat lancar. Jalan petani direncanakan secara menyeluruh
dalam satu Daerah Irigasi. Ukuran farm road ditetapkan dengan lebar
minimum = 2,0 m dengan kemampuan minimal 0,50 ton. Ketinggian muka
jalan 0,50 m di atas muka sawah.
b. Untuk kepentingan inspeksi saluran-saluran tersier sub tersier maka salah satu
tanggul dari saluran tersebut diperlebar menjadi minimum = 1,00 m untuk
dipakai jalan inspeksi (dapat dilalui sepeda/sepeda motor).
c. Jalan usaha tani dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam
pengangkutan sarana dan hasil produksi dari areal sawah yang bersangkutan.

BAB VI - 94
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

4. Gambar-gambar Desain
Gambar-gambar desain yang akan dibuat dibuat dalam perencanaan ini adalah
sebagai berikut :
a. Peta situasi petak tersier
Dibuat dalam tiga macam, yaitu:
1. Situasi rencana
2. Situasi pengukuran
3. Skala ditetapkan untuk daerah bergelombang /pegunungan dan datar skala
1:2.000

b. Gambar saluran
Potongan memanjang:
Untuk daerah datar dengan
- Skala panjang 1 : 2000
- Skala tinggi 1 : 50
Untuk daerah tidak datar dengan :
- Skala panjang 1 : 2.000
- Skala tinggi 1 : 100
Potongan Melintang untuk setiap 100 m (nomor profil genap) dan pada
bangunan skala 1 : 20. Khusus untuk daerah datar, jika trase saluran
merupakan saluran baru, cukup dibuat satu gambar penampang melintang rata-
rata untuk tiap satu ruas saluran.
Situasi skala 1:2.000, peta ini biasanya disatukan dengan gambar penampang
memanjang.

c. Gambar Bangunan
Seluruh gambar bangunan dibuat dengan skala 1:50, baik untuk denah maupun
penampang-penampangnya .
- Gambar bangunan bagi (box tersier dan kwarter) digambar satu persatu
tiap bangunan .
- Gambar bangunan lain dan bangunan akhir dapat dipakai gambar standar.

BAB VI - 95
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

5. Nota Penjelasan
Setiap rencana petak tersier harus diberi nota penjelasan, isinya adalah penjelasan
mengenai perencanaan petak tersier yang berkenaan dengan :
 Lokasi
 Lay out
 Penggunaan dan perbaikan jaringan yang ada
 Saluran dan bangunan yang baru
 Jalan petani
 Persediaan air dan sistem pembagian airnya/rotasi
 Dimensi dan elevasi saluran dan bangunan
 Rincian volume dan biaya (bill of quantities)

VI.6.6. PERENCANAAN DETAIL PEMBUANG TERSIER


1. Lay out Saluran Pembuang
Saluran pembuang diusahakan dibuat dalam satu sistem untuk jaringan pembuang
utama, sekunder maupun untuk tersier dan memanfaatkan alur yang sudah ada
(harus merupakan satu kesatuan).
Peta dasar yang digunakan untuk lay out ini peta skala 1 : 2.000

2. Pengukuran Saluran Pembuang Tersier


Pengukuran saluran pembuang pada prinsipnya sama dengan pengukuran jaringan
pembawa untuk saluran pembuang jaringan tersier lebar potongan melintang yang
diukur 7,5 m ke kiri dan 7,5 m ke kanan dari as saluran.
Gambar saluran dibuat dalam skala 1 : 2.000.

3. Detail Desain Saluran Pembuang Tersier


Acuan perencanaan saluran pembuang untuk jaringan tersier adalah standar
perencanaan irigasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengairan
Desember 1996 dan Petunjuk Direksi Pekerjaan.
Untuk perhitungan kapasitas saluran pembuang diambil q = 7,0 l/dt/ha kecuali
berdasarkan penelitian di daerah yang bersangkutan ternyata angkanya lain.

BAB VI - 96
Dokumen Usulan Teknis
“Pekerjaan Detail Desain Daerah Irigasi Malino Seluas 1200 Ha
di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah”

Koefisien kekasaran K = 35.


Lebar dasar minimum 0,5 m dan dasar saluran minimum 0,5 m di bawah
permukaan tanah rata-rata, kemiringan talud saluran 1 V : 1 H

4. Saluran Pembuang Kwarter


Lebar dasar minimum 0,30 m ; dasar saluran minimum 1,00 m di bawah dasar
tanah, rata-rata kemiringan tebing 1 V : 1 H.

BAB VI - 97

Anda mungkin juga menyukai